Dalam Setiap Lafal (TERBIT)

By She4aan

2.4M 386K 11.5K

Judul awal : Aroon (MoodBooster) Menghafal 30 Juz Al-Qur'an dalam waktu satu bulan? Bagaikan induk ayam yang... More

Prolog
1. Chapter satu
2. Chapter Dua
3. Chapter Tiga
4. Chapter Empat
5. Chapter Lima
6. Chapter Enam
7. Chapter Tujuh
8. Chapter Delapan
9. Chapter Sembilan
10. Chapter Sepuluh
12. Chapter Dua Belas
13. Chapter Tiga Belas
14. Chapter Empat Belas
15. Chapter Lima Belas
16. Chapter Enam Belas
17. Chapter Tujuh Belas
18. Chapter Delapan Belas
19. Chapter Sembilan Belas
20. Chapter Dua Puluh
21. Chapter Dua Puluh Satu
22. Chapter Dua Puluh Dua
23. Chapter Dua Puluh Tiga
24. Chapter Dua Puluh Empat
25. Chapter Dua Puluh Lima
26. Chapter Dua Puluh Enam
27. Chapter Dua Puluh Tujuh
28. Chapter Dua Puluh Delapan
29. Chapter Dua Puluh Sembilan
30. Chapter Tiga Puluh
31. Chapter Tiga Puluh Satu
32 . Chapter Tiga Puluh Dua
33. Chapter Tiga Puluh Tiga
34. Chapter Tiga Puluh Empat
35. Chapter Tiga Puluh Lima
36. Chapter Tiga Puluh Enam
37. Chapter Tiga Puluh Tujuh
38. Chapter Tiga Puluh Delapan
39. Chapter Tiga Puluh Sembilan
40. Chapter Empat Puluh
41. Chapter Empat Puluh Satu
42. Chapter Empat Puluh Dua
43. Chapter Empat Puluh Tiga
44. Chapter Empat Puluh Empat
45. Chapter Empat Puluh Lima
46. Chapter Empat Puluh Enam
47. Chapter Empat Puluh Tujuh
48. Chapter Empat Puluh Delapan
49. Chapter Empat Puluh Sembilan
50. Chapter Lima Puluh
51. Chapter Lima Puluh Satu
52. Chapter Lima Puluh Dua
53. Chapter Lima Puluh Tiga
54. Chapter Lima Puluh Empat
Epilog
Lapak Carel
INFO TERBIT
H-1 PO
OPEN PO

11. Chapter Sebelas

43.3K 7.3K 287
By She4aan

Pukul delapan malam, pria berambut pirang itu baru kembali dari rumah Calvin. Dibantu oleh kurcaci kecil dan sahabatnya, akhirnya Aroon bisa menghafal setengah juz tiga puluh. Lumayan, padahal Aroon tidak membayangkan itu sebelumnya.

Pria berambut pirang itu menghentikan mobilnya ketika lampu berwarna merah. Melihat ke samping, pria itu tertegun melihat perempuan paruh baya yang membawa kerupuk di setiap tanganya.

"Kasian banget, udah malem gini dagangan-nya belum habis," gumam Aroon.

Oke, hati mungil Aroon tersentuh kali ini. Lampu hijau menyala, Aroon menepikan mobil. Berjalan ke arah ibu tadi. Kata Carel dia harus banyak bersedekah dan membantu orang kan? Nah saatnya pria itu melakukan saran kurcaci kecilnya.

"Permisi, Bu. Ibu dari mana?" tanya Aroon mencoba basa-basi.

Ibu tadi mengerutkan kening bingung, "Saya dari kampung."

Duh, kasian banget jauh-jauh dari kampung. Jualan nggak laku, batin pria itu.

"Berapa harga satunya, Bu? Biar saya borong."

Ibu tadi melirik Aroon sekilas kemudian menggeleng, "Enggak, Mas."

"Loh, saya mau borong dagangan ibu, ibu jual berapa biar saya borong semua."

Kembali ibu tadi menggeleng, membuat Aroon berdecak.

"Kenapa? Ibu nggak percaya sama saya? Saya orang kaya, Bu. Saya punya uang banyak." Pria itu mengeluarkan dompetnya.

Mengambil beberapa lembar uang seratus ribuan. Mulai menghitungnya. "Berapa, Bu?"

"Enggak, Mas. Nggak usah."

"Loh saya mau beli kerupuk ini."

Ibu tadi menggeleng, "Saya nggak jualan kerupuk, Mas."

"Hah?" beo Aroon terperangah. Matanya mengerjab beberapa kali.

"Terus ini apa?" tunjuknya pada kerupuk di tangan kanan dan kiri ibu tadi.

"Saya memang dari kampung, Mas. Ini buat oleh-oleh anak saya. Anak saya baru pergi ke toilet."

Demi spongebob yang berubah warna jadi pink. Siapalun tolong hilangkan Aroon sekarang juga. "Jadi ibu nggak jualan?"

"Enggak, Mas." Jawab ibu tadi sambil menggeleng.

Aroon menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, tersenyum kikuk ke arah ibu tadi.

"Yasudah Bu kalau begitu, saya pamit dulu. Maaf saya kira Ibu tadi penjual kerupuk."

Ibu tadi tersenyum "Nggak apa-apa, Mas."

Aroon melangkahkan kaki menuju mobil, meninggalkan ibu tadi. Pria itu bergumam tak jelas. Memukul jidatnya beberapa kali. Merutuki kebodohan dirinya sendiri.

Salahkan ibunya yang malam-malam berdiri di pinggir jalan sambil membawa kerupuk, Aroon pikir ibu tadi pedagang kerupuk. Eh, tidak. Salahkan anak ibu tadi yang tega meninggalkan ibunya di pinggir jalan hanya untuk ke toilet. Tapi, kalau kebelet kan tidak bisa ditahan juga. Intinya, salahkan salah satu dari mereka. Jangan salahkan Aroon, dirinya hanyalah korban di sini.

Karena pasal satu ayat satu dalam kamus seorang Aroon Rodrigo adalah, pria itu yang tidak akan bisa disalahkan ketika Aroon berbuat salah, maka kembali lagi kepada pasal tadi.

***

Aroon mengarahkan stir mobil ke minimarket. Sepertinya pria itu membutuhkan minuman, supaya lebih fokus.

Pria itu masuk ke minimarket, mengambil beberapa minuman kaleng dan air mineral. Tak lupa beberapa cemilan untuk menemaninya hafalan nanti malam.

Aroon keluar dengan kresek besar di tanganya, duduk di kursi depan minimarket. Membuka air mineral,. mata Aroon memicing ketika melihat bapak-bapak mendekati tong sampah di depan minimarket terlihat mengacak tong sampah itu seakan mencari sesuatu.

Eits, tidak. Kali ini Aroon tidak akan tertipu lagi. Siapa tau bapak itu sedang mencari barang yang tidal sengaja ia jatuhkan di sana.

Mata Aroon membola, pria berambut pirang itu menyemburkan minuman yang belum sempat ia teguk. Bagaimana tidak, Aroon melihat bapak tadi mengambil sisa nasi kotak di sana. Hendak memakannya.

Aroon bangkit, berlari ke arah bapak tadi sebelum pria paruh baya itu memakan makanan bekas yang sudah sangat tak layak di konsumsi.

"Bapak ngapain?" tanya Aroon lalu merebut nasi kotak itu, kembali membuangnya ke tong sampah.

"Kenapa di buang? Saya belum makan selama tiga hari. Itu rezeki saya, kenapa kamu buang?" ucap bapak tadi lesu.

Aroon tertegun, melihat penampilan bapak di hadapanya. Bajunya sedikit kumuh, kakinya tidak memakai alas apapun dan kantung mata yang terlihat jelas pada pria paruh baya itu.

"Ini udah nggak layak dimakan, Pak. Bapak tunggu di sini sebentar."

Aroon menggiring bapak tadi supaya duduk di kursi depan minimarket. Namun, bapak itu menolak.

"Kenapa, Pak?"

"Saya di sini saja, saya tidak mau mengotori lantai itu." Tunjuknya pada lantai minimarket.

Aroon meneguk saliva susah payah, pria itu mengangguk singkat kemudian masuk ke minimarket.

Tangan pria itu dengan lihai mengambil beberapa makanan siap saji. Seperti roti, cemilan dan makanan lainnya. Tak lupa beberapa minuman dan juga sepasang sandal untuk bapak tadi.

"Ini buat Bapak, semoga membantu, ya." Ucap Aroon ramah menyodorkan sekresek besar kepada bapak tadi.

Ragu, bapak tadi mengambil pemberian Aroon.

"Terima kasih, terima kasih banyak, Nak. Semoga rezekinya lancar terus."

Bapak tadi mengambil tangan Aroon mengecupnya beberapa kali membuat Aroon terkejut. Bukan, bukan karena ia jijik, tapi Aroon merasa tidak pantas jika ada orang yang lebih tua menyalaminya.

"Eh enggak, Pak. Nggak apa-apa," ucap Aroon tak enak, melepas tanganya.

"Bapak laper?"

Bapak tadi mengangguk pelan.

"Sebentar, Pak." Aroon mengambil belajaanya yang tadi ia letakkan di meja depan minimarket, mengambilnya lalu kembali menghampiri bapak tadi.

"Mari, Pak. Saya belikan makanan."

Bapak tadi menggeleng, "Tidak, Nak. Tidak usah, ini saja sudah cukup."

"Sebenarnya saya laper, Pak. Saya mau minta tolong buat bapak temenin saya makan," alibi Aroon.

"Tidak merepotkan, Nak?" tanya bapak tadi tak enak.

"Nggak, Pak," jawab Aroon ramah.

"Oh ya, tunggu sebentar."

Aroon mengeluarkan sandal dari kresek di tangan bapak tadi. "Pakai ini, Pak. Biar nggak sakit kakinya."

Bapak tadi mengangguk kemudian memakai sandal pemberian Aroon.

***

Di sinilah mereka sekarang, warung pecel lele yang berada di pinggir jalan. Karena di dalam tenda sudah penuh, mereka memutuskan duduk santai di luar tenda. Beralaskan tikar, menjadikan lalu lalang kendaraan sebagai pemandangan mereka.

Keduanya sudah selesai makan, kini ditemani secangkir kopi mereka kembali mengobrol ringan. Bapak tadi sempat memperkenalkan dirinya pada Aroon. Namanya, Pak Ilham.

"Kamu lihat lalu lalang yang padat ini? Apa kamu tau mereka sedang mengejar apa?"

Aroon menoleh ke arah Pak Ilham, menggeleng tak mengerti.

"Mereka hanya mengejar dunia yang tidak ada ujungnya. Tidak semuanya, tapi kebanyakan seperti itu."

"Mereka makan, tidur, kerja, makan, tidur, kerja, tertawa. Liburan, kemudian meninggal."

"Bahkan Allah sendiri yang bilang dalam Al-Qur'an surah Al- Hadid ayat 20, 'Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."

"Kamu coba libat gedung di sana." Pak Ilham menunjuk gedung pencakar langit, di seberang sana. Membuat Aroon mengangguk.

"Dari bawah sana, sampai di puncak sana. Kira-kira di mana pencapaian kamu sekarang?"

Pak Ilham kembali menunjuk gedung tadi dari bawah sampai atas. Aroon mendongak, mencoba berfikir sebentar.

"Mungkin yang itu."

Aroon menunjuk pada tengah-tengah gedung.

Pak Ilham mengangguk, "Kalau kamu sudah sampai di puncak sana. Jangan lupakan juga apa yang ada di bawah."

Aroon mengangguk, mengerti apa yang dimaksud pria paruh baya di sampingnya. Pak Ilham menoleh ke arah Aroon yang masih sibuk memperhatikan gedung tadi.

"Ingat pesan saya, jangan pernah tinggalkan shalat. Shalat itu tiang agama, rumah saja bisa roboh tanpa tiang apalagi kita?"

"Shalat itu penting, bukan yang penting shalat. Shalat itu lima waktu, bukan kalau ada waktu."

Aroon menoleh, tertampar dengan ucapan Pak Ilham barusan. Pria berambut pirang itu kemudian mengangguk sekilas. Pak Ilham tersenyum getir membuat Aroon bingung.

"Melihat kamu, saya jadi teringat dengan anak saya."

"Anak?" tanya Aroon heran.

"Saya punya anak laki-laki satu. Usianya mungkin seusia kamu."

Pak Ilham menghembuskan napas pelan membuat Aroon membuat Aroon mengerutkan kening.

"Entah saya yang salah mendidik dia, atau memang saya diuji Allah dengan anak saya."

"Maksudnya, Pak?" tanya Aroon bingung.

"Dulu anak saya anak yang sangat baik, sopan santun, shaleh, rajin ngaji. Saya dan istri saya bangga sekali, apalagi setiap ada lomba baca Al-Qur'an dia yang jadi juara."

"Tapi entah mengapa, setelah masuk SMA sifatnya jadi berubah. Dia jadi lebih tempramen, berani sama orang tua, dan lebih parahnya berani meninggalkan shalat."

Pak Ilham mendongak, menghalau agar air matanya tidak keluar. Pria paruh baya itu kini sudah berkaca-kaca. "Saya sudah sering ingatkan dia, tapi dia justru bentak saya. Istri saya meninggal karena sering memikirkan anak saya. Coba lihat, ibu mana yang tidak sakit hati ketika dibentak anaknya?"

"Saya sebagai laki-laki bisa mengendalikan diri saya. Saya juga sedih, saya sakit hati. Tapi istri saya tidak. Dia meninggal, bahkan ketika pemakaman ibunya, dia tidak hadir."

Pak Ilham meneteskan air mata, membuat Aroon iba lalu mengusap bahu rapuh itu.

"Kelakuanya semakin menjadi ketika dia sudah punya istri. Dia rela usir saya karena istrinya yang tidak suka kepada saya."

Pak Ilham kembali menghembuskan napas. Mendongak, menerawang kembali masa lalunya. "Saya difitnah, menantu saya masukin gelang emas miliknya ke kantung baju saya lalu saya dituduh mencuri. Dengan alasan itu anak saya mengusir saya. Bapak kandungnya sendiri, demi istrinya."

Pak Ilham tersenyum, Aroon tau dibalik senyumnya terdapat luka yang sangat mendalam.

"Tapi nggak apa-apa, saya rasa ini ujian bagi saya. InsyaAllah saya ikhlas jalaninya."

"Tapi bapak kenapa--"

"Maaf, Pak. Maaf kalau ini membuat Bapak tersinggung."

Pak Ilham mengangguk, menunggu ucapan pria dihadapanya.

"Jadi gelandangan," cicit Aroon pelan. "Bapak nggak ada niatan cari kerja?"

Pak Ilham mengulas senyum tipis, "Pasti ada niatan, tapi memang belum rejeki saja."

"Di masjid dekat rumah saya, sepertinya ada lowongan jadi marbot masjid, Pak. Apa Bapak mau?" ucap Aroon seakan teringat sesuatu.

Pak Ilham menoleh, matanya memancarkan binar kebahagiaan. "Serius, Nak?"

"Iya, Pak."

"Saya mau, Nak. Yang penting halal."

Aroon mengangguk sekilas, "Mau saya antar ke sana sekarang? Biasanya jam segini masih ada orang yang ngaji di sana."

Pak Ilham mengangguk semangat, "Terima kasih, Nak. Terima kasih, kamu sangat baik, semoga Allah membalas kebaikan kamu dengan yang lebih baik."

"Aamiin, Pak."





Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

52.4K 9K 67
πŸ“Œ FOLLOW SEBELUM BACA ❗❗❗ πŸ“Œ Spin Off "Takdir si Kembar" πŸ“Œ Sudah End πŸ“Œ Belum Revisi Akbar Umair Al-Fariz yang kerap disapa Akbar adalah seorang pr...
4K 370 32
Sequel My Lovely Ketos Dijodohkan saat masa-masa SMA? Mungkin ini terkesan gila, tetapi inilah adanya. Siapa sangka jika kehidupan Ervina yang awalny...
61.3K 3.6K 41
Ari Irham, begitulah Aisyah Aqilah mengenal namanya. Lelaki yang tak sengaja ia kenal saat hari pertamanya masuk SMP dan menjadi sahabat terbaiknya. ...
205K 30.7K 27
- After : Coldest Prince - (A) Family, ini berkisah tentang Zaidan, Adysha beserta anak-anaknya. Tentang kehidupan mereka setelah menikah dan mempuny...