Kuanta (End)

By WinLo05

49.6K 9.6K 2.1K

Kuanta merupakan novel Fiksi Ilmiah-Fantasi yang menggambarkan tentang keberadaan dunia paralel. Ketika hanya... More

Salam
Chapter 1 - Suku Un
Chapter 2 - Hyperspace
Chapter 3 - SHAREit
Chapter 4 - Dimensi f3
Chapter 5 - Paralel 2728
Chapter 6 - Hukum Gravitasi
Chapter 7 - Over Power
Chapter 8 - Aljabar
Chapter 9 - Termodinamika
Chapter 10- Usaha dan Energi
Chapter 11- Labor OV
Chapter 12 - Gelombang elektromagnetik
Chapter 13 - Fisika Dasar
Chapter 14 - RADAR
Chapter 15 - Monster Stormi
Chapter 16- Sinar Gamma
Chapter 17 - Dilatasi Waktu
Chapter 18- Gaya Normal
Copyright Si Maniak Fisika
Chapter 19 - Gaya Implusif
Chapter 20- Bunyi
Chapter 21- Arus Listrik
Chapter 22 - Energi Kinetik
Chapter 23- Sinar Inframerah
Chapter 24 -Kekekalan Energi
Chapter 25 - Kinematika
Chapter 27- Jenis Energi
Chapter 28- Energi Kalor
Chapter 29- Atom
Chapter 30 - Gerak Lurus
Chapter 31 - Indranila
Chapter 32- Aplikasi AIR
Chapter 33- Zombie
Chapter 34- Libra
Chapter 35 - Vaksin
Chapter 36- Dewa Naga
Chapter 37- Kinematika
Chapter 38- AIR & SHAREit
Chapter 39- Cosmic
Chapter 40- End
Chapter 41 - Regenerasi Sel
Chapter 42- Laju Perambatan
Chapter 43- Gerak Melingkar
Chapter 44- Wifi
Chapter 45- Hukum I Kirchhoff?
Chapter 46 - Pertemuan
Chapter 47- Final
Atom

Chapter 26- Vektor

503 159 29
By WinLo05

Fiska buru-buru membekap mulutnya sendiri dan segera memalingkan wajah dengan cepat. Dia benar-benar malu. Sagi benar, Fisika terlalu jelas memperlihatkan ketertarikannya.

"Cowok fiksi?" gumam Sagi. "Seberapa keren cowok fiksi, Heera?"

Fisika tidak lagi merasa panas pada wajahnya. Hawa panas tersebut, perlahan menjalar dari wajah dan turun ke seluruh tubuh melewati setiap aliran darah. Semakin kencang jantung memompa, ia seolah semakin membakar rasa panas dalam tubuh Fisika.

"Heera? Cowok fiksi?" Fisika bergumam lirih. Pertama, Fisika cukup terkejut mendapati Sagi memanggil nama tengahnya. Kedua, bagaimana bisa Fisika menjabarkan sosok sempurna cowok fiksi pada pria yang rupanya benar-benar serupa dengan cowok fiksi pujaan Fisika.

"Jadi?" Sagi masih menuntut jawaban si penulis. Cahaya matahari perlahan menyoroti kabut. Hikuk-pikuk alam mulai mengalun indah menyambut sang fajar. Beberapa serangga terdegar bersorak senang dengan suara khas mereka.

"Cowok fiksi bagi gue ... adalah tipe yang sulit diungkapkan," ujar Fisika sambil menerawang pikirannya sendiri. "Penjabarannya hanya bisa dinarasikan dengan merasakannya sendiri."

Fisika menanti jawaban sang Kaisar. Tetapi Sagi justru tidak membalas apapun. Hanya hening orkestra pagi yang menggiring perjalanan mereka menembus hutan.

Melalui jalanan setapak. Fokus Izar mengarah ke segala sisi hutan. Sikapnya waspada akan kehadiran monster atau sekelompok makhluk yang bisa saja menyerang mereka dengan tujuan kejahatan.

Langkah kaki kuda di belakangnya masih terdengar jelas. Izar diam-diam mencuri dengar. Namun sayang, ia tidak mendengarkan informasi apapun yang cukup berarti.

Ketiganya terus berkuda melewati hutan. Terkadang-kadang, mereka menghentakkan tali kekang untuk mempercepat laju sang kuda berlari. Hingga saat matahati berada tepat di atas kepala, mereka harus berhenti guna beristirahat. Izar memutuskan untuk berbelok dari jalan setapak dan menembus semak belukar.

Fisika rasa Izar sudah sinting melakukannya. Meninggalkan jalan setapak, sama saja menuju kebodohan. Ketiganya akan tersesat dan jalur yang akan mereka lewati bisa saja jauh lebih berbahaya.

"Apa yang dilakukan Izar?" Fisika bertanya sambil menoleh ke belakang untuk menatap wajah Sagi.

"Mencari aliran sungai kecil. Kuda-kuda ini perlu minum. Lo pikir, hanya kita bertiga saja yang butuh asupan nutrisi?"

Rona merah jambu berpendar di kedua pipi Fisika. Ia menunduk, lalu merutuk diri Sagi di dalam hatinya. Persoalannya, ia tidak tahu jika itu adalah tujuan Izar. Manusia satu itu, sudah sejak kemarin mendiamkannya dan membalas ucapan Fisika dengan nada suara yang menunjukkan rasa tidak suka.

.
.
.

Ungkapan Sagi benar adanya. Ada aliran sungai kecil seperti sebuah selokan yang biasanya ada di depan setiap perkarangan rumah setiap komplek.

Air tersebut mengalir dengan begitu jernih. Dasarnya terdapat batu-batu bulat kerikil kecil berwarna putih. Lalu di sepanjang tepian penuh dengan semak dan rumput liar yang basah oleh aliran air.

Izar dan Sagi pun menuntun kedua kuda mereka untuk meneguk air sungai tersebut.

"Apakah aman jika kita meminum air mentah? Bagaimana jika nanti perut kita bertiga sakit? Atau mules?" tanya Fisika yang masih ragu untuk meneguk air dari aliran kecil tersebut.

Sagi dan Izar tampak tidak keberatan mengisi botol air minum mereka masing-masing langsung dari sumbernya.

"Fisika," tegur Izar dengan wajah masih masam seperti habis memakan asam jawa. "Lo pernah dengar pepatah tidak? Jika ada aliran air dan ada seekor kuda yang meminum tempat tersebut. Dipercaya, aliran air itu baik untuk dikomsumsi. Karena apa? Kuda hanya meminum air yang terbaik."

Izar menarik tali kekang kuda dan berusaha menambatkan hewan tersebut kepada batang pohon. Ia pun mulai membuka kaos tuniknya, sehingga menampilkan lekukan otot bisep di bagian bahu dan lengan yang berkeringat. Serta delapan sajian roti sobek yang sangat menggiurkan untuk dijamah di cuaca seperti ini.

Fisika menelan air liurnya secara dramatis. Di bawah sinar matahari yang sangat terik. Izar mulai membasahi tubuhnya dengan sebuah handuk basah, mulai dari bagian punggung, hingga beralih ke bagian dada dan perut.

Fisika berusaha meremas tangannya sendiri. Semua itu semata-mata ia lakukan untuk menjaga telapak tangannya yang gatal untuk tidak menyentuh otot-otot menggiurkan milik Izar.

Sadar bahwa pikirannya mulai berkelana jauh ditambah dengan bumbu fiksi dan imajinasinya yang liar. Fisika segera berpaling menatap Sagi. Di mana, sang Kaisar rupanya sedang menatapnya balik sejak tadi.

"Eh. Ehehehe."

Fisika tertawa ragu sambil menggaruk pipinya yang tidak gatal. Ia pun berinisiatif untuk mengisi botol minumnya untuk mengalihkan pikiran dan perhatian Sagi yang misterius padanya. Lagipula, air itu tidak akan membuatnya mati dalam sekali teguk.

"Fisika," panggil Sagi. Fisika yang berniat menoleh karena namanya dipanggil. Malah mendadak mendapatkan serangan tidak terduga dari kejutan listrik yang mengalir dari telapak tangan Sagi.

Wanita itu terjengkal ke belakang. Tetapi sebuah cahaya mendadak menyelubungnya seperti gelembung balon hingga ia tidak basah terkena aliran air yang mengalir tepat di bawah bokongnya.

"Baginda!" Fisika memekik histeris. Sagi justru tersenyum tipis. Izar sendiri acuh tak acuh.

"Untuk menggambarkan gerak suatu benda dalam bidang atau dalam ruang, terlebih dahalu kita perlu mengetahui posisi benda tersebut. Itu sama dengan lo harus tahu di mana letak dan posisi lawan berada sebelum maju menyerang."

Fisika membatin. Tidak mungkin? Dia sedang mengajar materi siang bolong begini?!

"Posisi suatu benda akan kita nyatakan dalam bentuk vektor. Coba lo bayangkan. Jika lo menyerang lawan yang berada di depan dan tepat berdiri di hadapan lo dengan garis sejajar. Besar kemungkinan dia akan menghindar ke kiri, ke kanan, ke atas, ataupun ke belakang. Sebagai contoh, lo justru tidak bergerak ke mana-mana saat diserang."

Fisika berusaha bangkit. Ia menggit bibir bawahnya dengan perasaan kesal. Bagaimana mungkin dia bisa tahu, jika Sagi akan menyerangnya diam-diam. Ini tidak adil.

Tetapi jika dipikir baik-baik. Musuh atau lawan memang lebih menyukai melakukan serangan secara diam-diam pada target mereka.

"Silakan Baginda menyerang gue lagi. Kali ini, gue pastikan bisa menghindar," seru Fisika dengan seulas senyum tipis.

Izar merasa tontonan ini cukup menarik. Ia sengaja berjalan dan menghampiri Sagi dan berdiri tidak jauh dari sang Kaisar sambil berkacak pinggang. Tentu saja, hal ini mempengaruhi fokus Fisika ketika melihat roti sobek milik Izar.

Sial! Izar nih sengaja atau gimana sih? Fisika membatin. Dia berusaha untuk tetap fokus. Dia ingat, seorang penyihir terlatih dalam kisah fiksi yang ia temui. Biasanya mereka sangat fokus dan mewaspadai lingkungan sekitar dengan energi mana mereka.

Fisika pun menamjamkan instingnya. Fokusnya hanya tertuju pada Sagi. Semakin ia fokus, ia bisa mendengar dengan jelas bagaimana bunyik riak air yang mengalir di belakangnya, sentuhan angin pada dedaunan bahkan hingga kepakan sayap burung-burung liar yang terbang di sekitaran mereka.

Angin berhembus kencang di antara gemerisik dedaunan. Fisika dengan mata membola bisa melihat arah gerakan tangan Sagi yang mengarahkan percikan listrik yang bercampur dengan sambaran petir, telah menyerangnya dalam dua arah.

Fisika tidak mundur untuk menghindar seragan tersebut. Ia justru melompat ke depan dan mengarahkan kedua telapak tangannya. Tanpa merapalkan mantra tertentu seberkas sinar keemasan berlari keluar dan segera membungkus serangan Sagi dalam sekejap.

Sihir Fisika yang membungkus kekuatan listrik dan petir milik Sagi perlahan-lahan terbiaskan.

Izar mengerjab tidak percaya. Begitu pula dengan Sagi, dia mengira Fisika akan bergerak ke belakang untuk menghindari serangan dari kiri dan kanan yang mengarah kepadanya.

Fisika tersenyum lebar. Dia tidak menyangka tubuhnya bisa bergerak sesuai imajinasi yang biasanya ia bayangkan sebelum tidur. Dengan perasaan senang, ia berlari kecil menghampiri Sagi dan Izar.

"Gue keren, 'kan? Gue bukan lagi penulis halu yang membayangkan karakter yang gue tulis bisa sihir, sedangkan gue gak bisa. Tapi sekarang, justru gue juga bisa sihir. Keren, 'kan, Izar? Gue udah kayak lo."

Izar hanya mengganguk kecil dengan tatapan masih kebingungan. Mendadak, jari telunjuk Izar menyeka area bawah hidung Fisika.

Di sana, ketiganya tertengun menatap ada noda koloid berwarna merah di telunjuk Izar. Lalu, mata kedua pria tersebut kembali mengarah pada hidung fisika yang sedang mengalirkan aroma besi karat.

"Lo gak papa?" tanya Sagi dengan khawatir.

"Gak papa."

Fisika buru-buru menyeka darah tersebut dengan punggung tangannya. Lalu tertawa hambar pada Sagi dan Izar silih berganti.

Gue gak mungkin bilang. Kalau gue selalu mimisan liat roti sobek punya kaum Adam, 'kan?

__/_/_/_/////_____
Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

3.4M 199K 90
Hidup Shahila Ayu Meidina Harish (Yumna) berubah sejak dia naksir Al Kahfi Ganendra Atmadja (Kahfi). Kahfi si anak jurusan sebelah alias Ekonomi y...
61.4K 5.6K 68
INI ADALAH FANFIC DARI BUMI SERIES! JANGAN NGIRA MACAM-MACAM! KALAU NGGAK SUKA, PERGI AJA! SAYA TAKKAN MENGHALANGI KALIAN! Petualangan kami ternyata...
2.7K 219 41
Muren. Kota tanpa hukum, yang berhasil melahirkan Umella. Itu adalah, aku. Seorang remaja yang menghidupi mimpi dari keringat sendiri. Karena kedua o...
8K 195 14
Ariana adalah gadis yang cantik, ayu dan polos. Dia harus menerima pinangan laki - laki misterius bernama Johan. Lelaki misterius yang umurnya jauh d...