Kevin Huo's Proposal

By Liana_DS

863 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

15

7 4 1
By Liana_DS

tw: sexual assault!

"Wei!" desis Ling lirih, mengusap pergelangan tangannya yang nyeri dengan gerakan samar.

"Saya senang Desainer Zhang sudah mengerti." Yang secara strategis menyebut nama Wei saja karena Ling terang-terangan menolak dipahamkan. "Kami mohon kerjasamanya. Anda berdua adalah rekan kerja terbaik kami, tetapi Kevin Huo memiliki serangkaian standar yang sebaiknya tidak diubah-ubah."

Apa 'standar yang sebaiknya tidak diubah-ubah' itu termasuk mengabaikan penderitaan adik-adikmu dan melarang mereka bersahabat dengan kami? batin Ling.

"Kami akan berusaha mengadaptasi standar tersebut ke depannya." Pada titik ini, suara Wei menjadi sangat kering. "Adakah yang harus kami benahi lagi, Direktur?"

"Tidak, tidak. Anda berdua bekerja jauh lebih baik dibandingkan beberapa orang yang pernah saya kenal," senyum Yang, keramahannya (terkesan) lebih tulus. "Saya minta maaf jika terdapat kata-kata yang menyinggung."

"Tentu tidak, Direktur." Lagi, Wei menanggapi dengan kering. Yang kemudian menjabat tangannya, lalu tangan Ling.

Perasaanku saja atau, Ling memicing menahan nyeri, genggaman tangan Feng Yang kuat sekali?

"Terima kasih banyak. Mari duduk dan minum lagi," kata Yang. "Setelah ini, Anda berdua ada jadwal tertentu?"

Berbeda dengan Wei yang gemetaran menyeruput tehnya seperti nenek-nenek sungguhan, Ling meraih gelasnya mantap dan meneguk besar-besar, menyalurkan amarah yang tertahan.

"Hanya bersantai di rumah, menghabiskan waktu berkualitas bersama saudara sebelum mulai bekerja lagi," ujar Ling setelah meletakkan cangkirnya di tatakan. "Sama seperti yang Anda lakukan hari libur ini, saya rasa?"

Senyum Yang menipis selagi duta mereknya menikmati kemenangan sementara. Ling telah belajar mengibarkan bendera perang tanpa perlu blak-blakan menyatakan kebencian. Ia tahu Feng bersaudara tidak pernah berlibur, kecuali jika tubuh mereka sudah mencapai batas. Yang-lah yang menetapkan aturan itu, membatasi sendiri waktunya bersama adik-adiknya; dalam mengakrabi saudara, Yang jelas kalah jauh dari Ling.

"Saya harap bisa menghabiskan waktu berkualitas seperti Anda berdua." Yang berpura-pura menyayangkan kesempatan yang lewat. "Sayangnya, tuntutan Kevin Huo kepada kami bertiga semakin hari semakin besar."

Kau yang memperbesar tuntutan itu sendiri, dasar gila kerja!

Merasakan bahaya dari sebelahnya, Wei buru-buru menandaskan minumannya sebelum berdiri dan pamit. Dalam prosesnya, ia menggandeng Ling yang sudah siap menyembur racun kepada Yang.

"Terima kasih banyak atas jamuannya, Direktur Feng. Sekali lagi kami minta maaf." 'Sekali lagi'-nya Wei itu sudah diucapkan dua kali, omong-omong. "Kami juga minta maaf telah membuang waktu Anda."

"Waktu yang dihabiskan bersama keluarga tidak akan terbuang sia-sia, seperti Nona Zhang tadi ucapkan." Yang merangkul Wei (sok) akrab, lalu menepuk-nepuk punggungnya. "Lain waktu, mari berbincang lebih lama."

"Dengan senang hati," ucap Ling dangkal; ia tentu saja tidak menginginkan ada 'lain waktu' antara dirinya dan Yang. "Kami permisi."

Sebentar saja, Ling dan Wei sudah mencapai lift. Tidak ada orang lain di sana, maka begitu pintu tertutup, Ling mengomel sambil bersedekap.

"Kakak macam apa yang tidak bisa menjaga adik-adiknya sendiri, tetapi menyalahkan orang yang lebih baik melakukan itu dibanding dirinya? Feng Yang muka dua. Bagaimana dia bisa memimpin Kevin Huo dengan sikapnya yang—"

"Diam."

"Hei!" bentak Ling pada Wei. "Kau juga, bukannya menolongku malah—"

"Aku bilang diam!"

Jantung Ling seakan berhenti berdetak. Wei sering membentak dan memarahinya, tetapi tidak pernah seintens ini. Kerut wajah Wei menyiratkan tak cuma kemurkaan, melainkan juga rasa kecewa, sedih, dan takut berganti-ganti. Pria muda itu telah berada di ambang akalnya karena ancaman tersembunyi Yang—dan Ling malah jadi pihak yang memperparah segalanya.

"Pulanglah sendiri. Ada sesuatu yang harus kuselesaikan." Wei melempar kunci mobil yang tak siap Ling tangkap. Kunci mobil itu pun menghantam tulang selangka Ling—membuatnya memekik kecil—sebelum tergeletak mengenaskan di lantai. Sekilas, Wei menoleh padanya dengan cemas, tetapi kemudian memencet angka 20, lantai di mana workshop berada.

Kemenangan sementara yang Ling raih atas Yang tadi tidak lagi berarti.

"Uh," Ling memungut kunci, "pu-pulang jam berapa?"

"Tidak usah ditunggu."

... dan dengan begitu saja, pintu lift membuka. Wei pun keluar, meninggalkan Ling yang dilanda déjà vu.

Kemarin Feng Xiang, sekarang adikku sendiri, huh? Ling menggenggam kunci mobil erat-erat. Persetan Feng Yang. Persetan Kevin Huo. Persetan semuanya!

***

Pemotretan untuk Vogue China harusnya bisa menjadi pengalaman yang sangat menyenangkan untuk Ling. Meskipun tidak ambisius, Ling tetaplah seorang model; kalau tidak bekerja di Kevin Huo, kecil kemungkinan namanya dilirik majalah fashion internasional itu. Namun, masalah yang menumpuk belakangan—apalagi partner pemotretannya adalah salah satu biang masalah tersebut—membuatnya murung selama persiapan.

Padahal ini salah satu desain Wei yang paling ingin kuperagakan, pikir Ling sedih saat mematut diri. Ia mengenakan gaun malam berpotongan dada rendah yang memadukan kain bermotif awan di bagian torso serta warna hitam polos mengilap untuk roknya. Sebelum akuisisi, Fenghuang pernah meluncurkan prototip desain serupa. Ling masih punya gaun itu, low cut dress hitam dengan print lukisan kuno shanshui—'gunung dan sungai'. Waktu pertama kali dirilis, desain itu langsung merebut perhatian Ling hingga Wei bercanda: 'tidak ada harga khusus untukmu'. Tidak tahunya, Ling betul-betul membeli dari butik resmi Fenghuang dan membayar penuh.

"Hei, kau bisa minta aku menjahitkannya secara gratis."

"Kau gila? Barang begini terlalu bagus untuk diberikan cuma-cuma!"

Raut tersipu-sipu Wei saat mengucapkan 'terima kasih' pelan, jika dikenang sekarang, malah terasa menusuk.

Keluar dari ruang ganti, Ling bergidik sedikit. Meskipun di studio banyak orang sehingga seharusnya gerah, pakaian-pakaian berpotongan rendah selalu memberikan sensasi merinding yang masih sering mengagetkan Ling. Selain itu, Ling bisa percaya diri memakai gaun shanshui yang dulu karena Wei menjahitkan cup bra di sebelah dalam. Gaun yang sekarang tidak dimodifikasi sehingga Ling mesti mengenakan body tape untuk menyangga payudaranya. Body tape cukup praktis dan sering digunakannya di berbagai pemotretan, tetapi Ling sebetulnya tidak pernah merasa nyaman dengan itu.

Ling masuk studio, mengira pemotretan akan langsung dimulai. Ternyata, Xiang belum ada di tempat.

"Tadi terjadi kecelakaan. Pakaian Feng Xiang kotor, jadi terpaksa diganti. Riasannya juga harus di-retouch sedikit," jelas Mingmei. Ling melihat seorang petugas kebersihan mengepel set. Minuman tumpahkah?

"Heh, kalau aku menumpahkan minuman ke baju Kevin Huo, apalagi sampai kena muka Feng Xiang, Nenek pasti sewot."

Mingmei menoleh pada Ling. Meskipun sedang tersenyum miring, tatapan sang peragawati kosong, seakan tidak benar-benar menyebelahi manajernya.

"Sadar tidak," kata Mingmei, "belakangan, kamu sering berandai-andai soal Wei."

"Siapa bilang?" Suara Ling meninggi.

"Ayolah, telingaku masih berfungsi maksimal, tidak sepertimu yang kebanyakan melamun," dengus Mingmei. "Aku bahkan menghitung. Dalam sehari, kau bisa lima kali lebih berandai-andai tentang Xiao Wei. Minta maaf sana!"

"Mengapa aku harus minta maaf? Dia yang mulai." Kalau tidak ingat mekap, Ling pasti sudah merengut. "Aku sudah berusaha berbaikan sejak hari kami dipanggil, tetapi dia cuek saja. Malahan, dia membentakku dan meninggalkanku. Terus kau lihat ini: tanganku dicakarnya! Di depan Feng Yang! Malas aku minta maaf pada bocah egois sepertinya."

"Kalau merepet begitu, bukannya kau sama egois dan bocahnya dengan Xiao Wei?" Mingmei bersedekap. "Kau itu kan kakak—"

"Sekali lagi ada yang bilang begitu, bahkan walaupun itu kau, Kak," Ling menatap sengit manajernya, "aku akan minum. Sendirian. Sebanyak-banyaknya."

Mingmei mendelik; jika Ling minum, wajahnya bisa bengkak tak karuan esok harinya atau pengar berat sehingga tak bisa beraktivitas. Bahaya! Sang manajer akhirnya diam.

Giliran Ling yang mendengus. Ia menyayangi Wei, tetapi tidak suka dibebani tanggung jawab sebagai kakak. Sejak Wei muncul di dunia Ling, rasanya tak pernah sehari pun Ling terbebas dari label 'kakak' itu. Wei sakit-sakitan, berkepribadian sulit, dan punya latar belakang yang 'jauh' lebih miris dibanding dirinya, jadi Ling—sebagai kakak teladan—mesti memaklumi banyak kekurangan adiknya. Sedewasa ini pun, kadang Ling merasa dirinya dinomorduakan oleh orang tuanya, padahal ....

"Zhang Wei bagaimanapun tetaplah adikmu, saudara kandung maupun bukan!"

Ling menggigit sebelah dalam pipinya. Suara orang tuanya tahu-tahu terngiang.

Aku tahu aku yang bilang itu pertama kali pada Nenek, tetapi kalau yang mengucapkannya Ayah dan Ibu ketika kami bertengkar, kedengarannya sangat menyebalkan. Kenapa juga harus kuingat sekarang?

"Oi!"

"Aduh!" Ling mengusap-usap iganya yang disikut Mingmei. "Apa, sih, Kak?"

"Nona Zhang, uh ... bisa minta waktu sebentar?"

Rupanya, Mingmei menyikut Ling karena ia betul-betul melamun sampai tidak menyadari panggilan seorang wardrobe assistant. Ling tersenyum tipis pada sang staf, antara canggung dan berusaha menjaga mekapnya.

"Maafkan saya, Nona ... Yang." Ling membaca tanda pengenal si asisten. "Ada apa?"

"Saya ingin membenahi pakaian Anda."

"Eh? Ada yang salah?" Segera Ling memeriksa gaunnya, mencari kerut atau kain yang tersangkut tidak pada tempatnya.

"Saya tidak bisa memberitahukannya di sini karena ..." Nona Yang menoleh rikuh ke kanan-kiri dengan muka merah. Ia kemudian menatap Ling lagi dan samar menunjuk dadanya sendiri.

Oh. Secara otomatis tangan Ling naik, menutupi belahan payudaranya walaupun tidak yakin untuk apa. Pakaian itu memang rendah potongan kerahnya; wajar kalau sebagian dada akan menyembul. Mungkinkah body tape-nya mengintip dari celah gaun?

Seperti yang dikatakan si asisten, Ling tidak mungkin memeriksanya di bawah lampu begini, dikelilingi banyak orang pula.

Padahal aku selalu ekstra hati-hati dengan body tape, batin Ling malu saat mengikuti Nona Yang ke sudut studio yang agak gelap. Tidak ada waktu untuk kembali ke kamar ganti karena sewaktu-waktu Xiang kembali, Ling sudah harus siap. Menyiasati sempitnya waktu dan tempat, Nona Yang meminta Ling membelakangi para staf selagi kerahnya dibenahi di sudut itu.

"Sebelumnya saya minta maaf sekali lagi, tetapi Tuan Gao akan menegur model yang tulang dadanya kentara saat mengenakan gaun berpotongan rendah. Dia tidak suka modelnya terlalu kurus. Saya khawatir nanti dia akan menunjukkan ... uh ... 'bagian' yang tidak disukainya dari Anda di depan banyak orang," bisik sang asisten.

Tuan Gao adalah fotografer Vogue hari ini. Dia memang kurang ramah, tetapi masa sampai bilang 'tulangmu kelihatan!' saat pemotretan seperti yang disampaikan Nona Yang? Lagi pula, dibanding model kebanyakan, tubuh Ling masih lebih berisi.

Namun, Ling baru sekali bekerja bersama Vogue. Bimbingan apa pun dari orang sekitar mesti ia hargai.

"Saya baru tahu soal ini. Terima kasih banyak atas perhatiannya, Nona Yang. Kalau bukan karena Anda, pasti saya sudah dibentak Tuan Gao di depan Tuan Feng," canda Ling. "Wah, saya tak akan berani muncul di Kevin Huo lagi kalau sampai itu terjadi."

"Oh, saya senang bisa membantu," senyum Nona Yang selagi menelusuri bagian kerah gaun. "Permisi."

"Silakan."

Sebenarnya, Ling mau berterima kasih lagi karena jujur, dia tidak tahu bagaimana mengatasi tulang dada yang 'kentara'. Dia sudah mematut diri di cermin tadi; menurutnya, tulang dadanya tidak semencuat itu sehingga mengesankan kurus yang ekstrem. Ia juga tidak mematut diri sekali saja. Begitu ada yang dirasanya tidak pas, dia pasti akan langsung mengatur body tape-nya dalam ruang ganti.

Yang membuat Ling urung berterima kasih adalah tangan Nona Yang yang tahu-tahu menyelusupi pakaiannya. Mungkin ini biasa dilakukan di majalah-majalah high end, tetapi Ling tidak pernah meminta tolong seorang pun membenahi body tape-nya. Alhasil, dia jadi kaget dan tidak nyaman; meski sama-sama perempuan, yang Nona Yang sentuh masihlah bagian privat Ling.

"Uh, Nona Yang, m-mungkin saya bisa membetulkannya sendiri di toilet?" tawar Ling—yang spontan memicing ketika satu payudaranya digenggam dan diangkat oleh sang asisten. "Saya hanya perlu menyembunyikan tulang dada, bukan?"

"Masalahnya, saya tidak tahu Nona Zhang akan membetulkan body tape-nya seperti apa. Takutnya Tuan Gao meminta Anda membenahinya lagi."

Ada sesuatu yang berubah dari Nona Yang, entah apa, yang jelas itu buruk. Dia meraih lebih dalam, menanggalkan sebagian body tape dan melekatkannya di sisi terluar dada Ling. Seharusnya, sampai di situ selesai, tetapi baik tangan yang memegang dada Ling maupun body tape tidak juga meninggalkan tubuhnya. Tak jelas juga apa tujuannya. Selain itu ...

Kalau body tape-nya diposisikan begini, kerahku akan lebih gampang terdorong ke samping saat pemotretan nanti. Dadaku bisa terlihat semuanya! Gawat, apa yang harus kulakukan?

Mingmei terlalu jauh dari jangkauan, pun sedang sibuk bersama staf Kevin Huo yang dikirim untuk mengawasi jalannya pemotretan hari ini. Nona Yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti, hanya berpindah sisi. Napas Nona Yang memberat; tatapannya seakan membakar belahan payudara Ling yang lebih menonjol dari sebelumnya.

Ling sepertinya tahu apa yang sedang terjadi, tetapi tak yakin apakah memang itu yang terjadi atau hanya paranoianya. Apakah hal tersebut memang sudah seharusnya menjadi bagian normal pekerjaan duta Fenghuang? Plus, Nona Yang perempuan; apa mungkin ia melecehkan sesamanya?

Mungkin begini lebih baik. Daripada bergerak sendiri tanpa arahan, aku sebaiknya menuruti staf yang lebih senior.

Satu sisi hati Ling tetap tak bisa menerima perlakuan Nona Yang, tetapi kesadarannya akan posisi membuatnya merasa lemah hingga ingin menangis. Ia bahkan takut bilang 'hentikan'. Memangnya siapa dia? Cuma model bangku belakang yang kebetulan dicomot Kevin Huo, bukan?

"Anda di sana, Nona Zhang? Mengapa sembunyi di sudut gelap begitu?" []

Continue Reading

You'll Also Like

88.2K 16.3K 36
Sebagian part sudah dihapus Arunika Pramesti Maharani, wanita 40 tahun yang tidak terlihat sesuai usianya ini paling benci lagu Diana Ross, When you...
203K 10.4K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
982K 73.8K 55
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...
49.9K 5.6K 22
Diperbarui setiap tanggal 3, 13, dan 23 Progres: 23 Mei 2023 - 0/20 28 Juli 2023 - 3/20