outbreak (l.h.)

By aishaandriana

2.7K 271 46

luke hemmings and kelly gibson are now living in the very different world. together they try to stay safe, to... More

(0) prologue
(1) first runaway
(2) hospital
(3) rescue
(4) friends
(5) breaking news
(6) knife
(7) surprise
(9) permission
(10) holes
(11) drawings
(12) healer
(13) promise
(14) getting out

(8) his help

189 20 3
By aishaandriana

Kelly Gibson

.

.

Untaian kata tidak mampu menggambarkan seberapa terkejutnya aku saat itu. Melihat sosoknya di dalam sana membuatku tak mampu mengeluarkan suara selain jeritan dari mulutku. Aku sadar kalau jeritanku itu berlebihan sehingga aku menutup mulutku yang terbuka lebar dengan kedua tanganku.

Pemandangan itu melegakan sekaligus mengerikan. Ayahku terduduk lemas dan bersandar ke dinding sementara ada dua Corpse di sekitarnya. Yang satu sudah tergeletak tak berdaya di samping kiri ayahku sementara yang satu lagi masih berusaha mendekati ayahku, seolah tak sadar akan rak kayu yang menimpa tubuhnya. Ayah hanya berjarak beberapa meter dari Corpse itu, ia sengaja memberi jarak agar Corpse itu tidak mencabik tubuhnya dengan tangan berbau busuk yang berusaha menggapai kedua kaki ayahku.

Lengan ayahku tampak mengenaskan, banyak luka di kulitnya. Satu hal yang aku syukuri saat melihat keadaannya, untung tak ada bekas luka gigitan di sana. Tapi sepertinya kaki ayahku patah karena aku bisa mendengar rintihannya.

"Ya Tuhan, syukurlah kau datang, Kelly." ucapnya saat mataku saling bertemu dengan milik ayahku.

Aku lekas menghampiri ayahku sementara Luke membuat Corpse yang terjepit di bawah rak itu tak bergerak lagi dengan salah satu anak panahnya. Ia menyusulku kemudian dan duduk di samping ayahku.

"Bawa aku pergi dari sini, Kels." Kemudian ayahku mengaduh dan mengeluh tentang rasa sakitnya. Ayahku ini kuat tapi ia juga punya batas dan kurasa ia sudah berada di ambang batasnya.

Aku masih menatapnya dengan rasa tak percaya. "Apa yang terjadi? Bagian mana yang sakit, Yah?"

Ayahku menunjuk ke bagian bawah lutut kirinya. "Kurasa aku mematahkan salah satu tulangku dan aku butuh kakakmu. Di mana dia?"

Tentu ia membutuhkan Tom, bukan aku. Aku belum mampu menangani yang seperti ini, tidak seperti Tom. Tapi ada sedikit rasa kecewa dalam hatiku, sesegera mungkin aku coba untuk hilangkan. "Ia sedang mencari Ayah juga di lantai bawah. Sebaiknya kita ke sana sekarang sebelum dihalangi oleh Corpse atau yang lain."

Luke yang daritadi diam saja dengan sigap menopang lengan ayahku di bahunya. Ayahku mampu berjalan walaupun nyeri yang ditahannya luar biasa. Langkahnya tertatih-tatih saat aku dan Luke membawanya keluar. Aku yang menempati barisan depan kalau-kalau ada Corpse yang tiba-tiba muncul di depan kami.

Kutengok ke belakang dan Luke rupanya sedang mengamatiku. Pandanganku langsung bertautan dengan miliknya. "Kau masih kuat kan?" tanyaku. Aku berhutang banyak padanya hari ini dan itu membuatku tidak nyaman.

Luke mengangguk pelan. Sekarang ia tidak sebawel tadi, mungkin dia takut dengan ayah, atau bisa juga karena tidak mampu bicara karena terlalu berat membawa ayahku. Lengan ayahku besar dan kau bisa tebak bagaimana bentuknya kalau kau tahu seberapa sering ia membawa pistol dan senjata api lainnya. Kulirik lagi ayahku dan aku baru sadar kalau sejak tadi ia sudah menggenggam pistol di tangan kanannya, tangan yang tidak dikalungkan di leher Luke.

"Kalau ayah tidak bisa menahan sakitnya, bilang saja padaku atau Luke. Kita bisa berhenti sebentar. Di sini tidak terlalu banyak Corpse." Aku menggumam sendiri sementara Luke tidak berekspresi apa-apa. "Oh, ya aku lupa memperkenalkan pada Ayah, ini Luke. Luke, ini ayahku."

Perkenalan sambil berjalan itu terasa aneh tapi mau tidak mau kami harus tetap berjalan. Luke sepertinya merasa canggung karena belum begitu dekat dengan ayahku tapi harus membopongnya pulang. Mau bagaimana lagi? Aku sendiri tidak kuat kalau harus membawa ayahku, dan kalau kami berdua yang membopong, yang ada kami bisa kehilangan waspada saat Corpse datang.

Aku yakin badan Luke yang besar mampu membawa Ayah. Otot lengannya terlihat kukuh dan terlihat sudah terlatih sejak dulu. Aish, bicara apa aku ini? Sekarang aku malah melantur tentang badan Luke, bukannya memikirkan keadaan ayahku.

Saat kami menuruni tangga menuju lantai tiga, aku melihat sekilas ke Corpse yang tadi berusaha menggigitku. Aku mencoba melupakan kejadian memalukan tadi, saat aku menjerit dan Luke dengan sigap menghabisi Corpse yang menggenggam erat pergelangan kakiku. Andai saja aku lebih tanggap dengan situasi di sekitar pasti aku tidak terus-terusan dibantu Luke.

Corpse di jalan yang harus kami lewati jumlahnya sudah bertambah. Tadi tidak seramai ini di lantai tiga, pasti semua akibat teriakanku. Luke bilang Corpse tertarik dengan suara, perhatian mereka bisa teralihkan kalau mendengar suara yang nyaring atau bising.

Jumlah Corpse yang ada di sini masih bisa ditangani olehku dan Luke. Apalagi sekarang kami punya tambahan dari ayah. Kurasa ia tidak akan menahan dirinya untuk tidak ikut menyumbang bantuan pada kami. Ia pasti bersikeras untuk membunuh Corpse itu juga.

"Kau yakin kita bisa melewati mereka?" tanya Luke. Syukurlah ia tidak membisu lagi.

Aku mengangguk. "Pasti. Ini satu-satunya jalan untuk kembali ke tempat awal kita masuk." Terbesit rasa tidak yakin pada diriku, aku hanya berusaha membuat Luke meyakinkan diri, dan meyakinkan diriku juga.

Ayahku sudah mengangkat tangannya ke depan dan mengarahkan mulut pistolnya ke depan. Jarinya sudah siap menarik pelatuk pistol itu saat ada Corpse yang menyadari kehadiran kami bertiga, tapi dengan cepat Luke menurunkan pistol ayahku.

"Sir, maafkan aku sebelumnya, tapi kita tidak bisa menggunakan pistol di sini." Luke mengucapkannya dengan sedikit ragu di wajahnya.

Ekspresi bingung tergambar di wajah ayahku. "Maksudmu?"

"Suaranya akan menarik perhatian Corpse yang lain." jawab Luke. Ayah menatapku dan aku meyakinkannya dengan hanya memberikan tatapan 'percayalah-padanya'

Pegangan pisau Luke tergenggam erat di tanganku. Corpse laki-laki itu berjalan dengan lamban dan aku segera menghampirinya lalu menusukkan pisauku tepat di atas hidungnya. Kucabut lagi pisauku yang sudah berlumuran darah dan kami bertiga berjalan melewati Corpse yang sudah jatuh itu.

Semakin dekat dengan tempatku dan yang lain mulai berpencar, semakin banyak Corpse yang datang ke arah kami. Luke mendudukkan ayahku ke dinding kiri koridor yang kami lewati. Kecil kemungkinan ada Corpse yang bisa menghampiri ayahku karena kami sudah mengecek semua ruangan yang berhubungan dengan koridor itu dan semuanya bebas dari Corpse.

"Let me help you." Luke menyiapkan anak panahnya dan segera melepaskannya ke arah Corpse yang mendekati kami.

Aku menarik kerah baju salah satu Corpse lalu menancapkan pisauku ke bagian pelipisnya. Tusukanku kelihatannya dalam karena aku mendapati bilah pisauku sudah bermandikan darah begitu banyak.

Terkadang aku memberikan tusukan di ubun-ubun Corpse atau di bagian dahi mereka supaya lebih cepat musnah dari pandanganku. Tapi yang paling aku suka adalah saat menancapkan di bagian mata. Entah kenapa ada rasa puas yang memenuhi otakku saat aku melakukannya.

Satu per satu Corpse itu jatuh bergelimpangan. Luke melakukan sentuhan terakhirnya dengan menancapkan anak panahnya secara manual di Corpse yang berada di dekatnya. Manual di sini maksudku adalah ia menggenggam anak panahnya lalu menusukkannya ke kepala Corpse, seolah ia memakai pisau seperti aku.

Lengan Luke memang kuat.

Setidaknya itu yang bisa aku simpulkan saat ini. Kagum dengan stamina Luke, aku tersenyum lebar padanya. Ia membalas senyumanku dan entah kenapa aku semakin bersemangat untuk membawa ayahku pulang.

Aku teringat ayah dan langsung kembali ke pria itu. Syukurlah keadaannya masih sama, tidak lebih parah dari sebelumnya. Aku menggulung celananya untuk melihat keadaan lututnya. Mataku berusaha menutup dengan cepat saat aku melihat warna biru di kulit ayahku. Banyak lebam juga di sana, bengkak apalagi.

"Kita harus cepat, Kelly. Kelihatannya mereka sudah berada di bawah." Luke seakan menyadarkanku dan aku memutuskan untuk sejenak tidak memenuhi pikiranku dengan keadaan kaki ayahku. Tapi sulit sekali rasanya kalau aku mendengar ia terus menerus merintih di dekatku.

Luke membawa ayah lagi. Posisi kami tidak berubah, aku tetap berada di garis depan. Kami menuruni tangga lagi dan tidak terlintas di pikiran untuk menghampiri lantai dua. Saat sudah di lantai satu, kami mendengar obrolan dua orang laki-laki.

"Kau yakin tidak perlu mencari mereka?" tanya sebuah suara. Aku familiar dengan suara ini.

Yang satunya menjawab, "Ya, tidak usah khawatir. Lebih baik kau bantu aku mengangkat."

Sudah bisa ditebak kalau keduanya adalah Ollie dan Tom. Aku memanggil mereka berdua. "Tom! Ollie! Kami di atas tangga."

Beberapa detik kemudian, Tom berlari menaiki anak tangga dan membelalakkan matanya saat melihatku. Apalagi melihat siapa yang berdiri di samping Luke.

"Ayah!!!" Tom berlari dan segera membantu Luke membopong Ayah menuruni tangga.

Aku menyunggingkan senyumku memandang Tom. "Kumohon jaga suaramu kalau kau tidak ingin dilahap Corpse."

Tom nyengir mendengarku kemudian kami segera menyusul Ollie yang terdengar berulang kali mendesah tidak sabar.

Aku memaklumi Ollie saat mengetahui penyebab ia mendesah berulang kali. Ia sedang bingung untuk menggendong ibunya ke dalam pelukannya atau membawanya seperti pengantin pria yang menggendong pasangannya.

"Kupikir kau seharusnya membawanya seperti pengantin." Aku mendekati Ollie dan mengamati wajah ibunya. Benar-benar cetakan Ollie tapi versi perempuan. Kalau aku tidak mengetahui itu ibu Ollie, mungkin aku sudah mengira itu saudara kembar Ollie.

"Begitu? Tapi aku tidak bisa melawan Corpse kalau begitu caranya," Ollie meraih ibunya dan menuruti perkataanku. "Tanganku penuh kalau begini."

Aku melirik ke arah Luke. Ia pun melepaskan lengan ayahku dan posisinya digantikan oleh Tom. Tom berbicara dengan ayah dengan berbisik, aku tidak bisa mendengarnya tapi kurasa aku bisa menanyakannya nanti. Luke menghampiriku dan Ollie.

"Biar aku dan Kelly yang menangani Corpse. Kau bawa saja ibumu, jangan cemas dengan Corpse."

Aku menunggu jawaban Ollie setelah Luke berkata demikian. Ollie menimbang-nimbang gagasan Luke. Kemudian ia berkata, "Baiklah, tapi kalau sudah mepet, aku bakal menaruh ibuku di lantai dan membantu kalian."

Luke tertawa kecil. "Itu keputusanmu, tapi jangan khawatir."

Matahari sebentar lagi terbenam dan aku mengingatkan pada pria-pria itu untuk bergerak cepat. Tempat masuk kami yang berada di belakang gedung sudah tidak jauh dari tempat kami bertemu. Aku berdoa dalam hati agar tidak ada Corpse yang berkeliaran.

Tapi doaku sepertinya tidak dikabulkan.

Di sekitar pagar yang mengelilingi rumah sakit sudah banyak tangan-tangan yang bersiap merobek tubuh kami dan menikmati setiap robekannya. Pagar itu seperti jaring tapi berupa kawat. Seperti pagar penjara yang atasnya dihiasi duri. Aku tahu pagar itu tidak kuat menahan dan sebentar lagi bisa roboh serta dilewati Corpse. Mobil yang membawa kami letaknya lumayan jauh dari gedung, dan lebih dekat dengan pagar itu.

Tom berlari ke mobil saat aku menginstruksikannya. Ia mendudukkan Ayah di jok belakang dan Ollie meletakkan ibunya di bagasi mobil. Aku menahan bau busuk dari mayat ibu Ollie melewati hidungku. Luke bersiap di belakang setir dan aku yang berlari terakhir saat mereka semua sudah masuk ke mobil.

Tepat saat itu, prediksiku terjadi. Pagarnya roboh dan semua Corpse berhamburan ke arahku.

"Cepat masuk, Kelly!" teriak Luke dari jendela mobil.

Langkahku begitu cepat sampai aku tidak menyadari kalau aku sudah di dalam mobil. Kaca mobil kami sudah dikunci Luke ketika Corpse mencapai bagian belakang mobil kami.

Ollie menempelkan wajahnya ke kaca sambil berteriak-teriak mengumpat pada Corpse di luar sana. Sebuah tangan menempel di kaca yang menampakkan wajah Ollie, membuatnya melonjak di tempat lalu tertawa terbahak-bahak.

Luke menginjak gas dan meluncur menjauhi bangunan rumah sakit. Aku menengok ke belakang dan masih bisa terlihat di mataku Corpse itu tidak lengah mengejar kami walau kami begitu sulit dicapai oleh mereka. Beberapa saat aku lupa kalau ada ayahku di dalam mobil itu.

"Bagaimana keadaan Ayah?" Tom sedang mengecek ayah di belakang saat aku menyembulkan kepalaku untuk mengintip daerah jok belakang mobil.

"Ayah baik-baik saja. Akan lebih baik kalau Ayah tidak mendengar temanmu itu bicara kasar." Gerutu ayahku sambil memejamkan matanya.

Ollie tertawa mendengar Ayah. "Maaf, Sir. Kurasa anda harus terbiasa dengan perkataan yang seperti itu mulai sekarang." Sahut Ollie.

Aku tak bisa menahan rasa senangku. Senyumku tidak lepas saat memandang satu demi satu pria di dekatku. Terakhir, aku menatap Luke. Lalu aku sadar ada satu hal yang belum kami selesaikan.

"Kita jadi membawa pamanmu pergi?" Aku ingat kalau mayat paman Luke belum diambil. Padahal rencananya di hari yang sama kita akan membawa paman Luke ke peristirahatan akhirnya, sama seperti ibu Ollie.

Luke tersenyum lemah. "Tidak perlu hari ini, besok juga bisa. Keadaan ayahmu harus segera ditangani."

Aku menggigit bibir bawahku, mencoba menyembunyikan rasa kagumku padanya. Luke memang jarang bicara, tapi sekalinya bicara ia tidak pernah mengecewakan lawan bicaranya. Termasuk aku. Ia rela mengorbankan kebahagiaannya hanya untuk orang yang baru ia kenal.

Detik itu, aku memutuskan ingin mengenal Luke lebih dalam.

*****

sorry for not updating huhu maaf bgt ya ini hampir terabaikan, tapi sebisa mungkin tidak aku abaikan... this ff would have late update so, yeah, maaf sblmnya. jangan lupa vote & komen!

read my other ff: the lucky one (h.s/l.p)

thxx

Continue Reading

You'll Also Like

Abang! ✓ By Ran

Fanfiction

41K 4K 12
Haechan kedatangan tetangga baru, tidak terpikir olehnya akan ketempelan bayi seperti ini, insiden konyol yang terjadi malah membuatnya sedikit penas...
266K 22.8K 34
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
169K 8.3K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
42.6K 9.6K 111
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...