Kuanta (End)

WinLo05

49.6K 9.6K 2.1K

Kuanta merupakan novel Fiksi Ilmiah-Fantasi yang menggambarkan tentang keberadaan dunia paralel. Ketika hanya... Еще

Salam
Chapter 1 - Suku Un
Chapter 2 - Hyperspace
Chapter 3 - SHAREit
Chapter 4 - Dimensi f3
Chapter 5 - Paralel 2728
Chapter 6 - Hukum Gravitasi
Chapter 7 - Over Power
Chapter 8 - Aljabar
Chapter 9 - Termodinamika
Chapter 10- Usaha dan Energi
Chapter 11- Labor OV
Chapter 12 - Gelombang elektromagnetik
Chapter 13 - Fisika Dasar
Chapter 14 - RADAR
Chapter 15 - Monster Stormi
Chapter 16- Sinar Gamma
Chapter 17 - Dilatasi Waktu
Chapter 18- Gaya Normal
Copyright Si Maniak Fisika
Chapter 20- Bunyi
Chapter 21- Arus Listrik
Chapter 22 - Energi Kinetik
Chapter 23- Sinar Inframerah
Chapter 24 -Kekekalan Energi
Chapter 25 - Kinematika
Chapter 26- Vektor
Chapter 27- Jenis Energi
Chapter 28- Energi Kalor
Chapter 29- Atom
Chapter 30 - Gerak Lurus
Chapter 31 - Indranila
Chapter 32- Aplikasi AIR
Chapter 33- Zombie
Chapter 34- Libra
Chapter 35 - Vaksin
Chapter 36- Dewa Naga
Chapter 37- Kinematika
Chapter 38- AIR & SHAREit
Chapter 39- Cosmic
Chapter 40- End
Chapter 41 - Regenerasi Sel
Chapter 42- Laju Perambatan
Chapter 43- Gerak Melingkar
Chapter 44- Wifi
Chapter 45- Hukum I Kirchhoff?
Chapter 46 - Pertemuan
Chapter 47- Final
Atom

Chapter 19 - Gaya Implusif

613 184 57
WinLo05

Sagi cukup menunggu lama di luar restoran. Ia sudah menduga, Fisika pasti sedang berbuat sesuatu yang lain selain membayar makanan. Sagi jadi merasa menyesal membiarkan wanita itu pergi membayar sendiri. Akan tetapi, sebelum Sagi sempat beranjak  pergi memeriksa. Fisika telah berjalan keluar dengan senyum yang tercetak jelas pada wajahnya.

"Apa yang lo lakukan sampai lama seperti ini?" ujar Sagi penasaran.

"Gak ada. Ayo, Baginda. Katanya mau menjenguk Izar."

Rasa-rasanya Sagi ingin mengetuk kepala Fisika. Tetapi dia harus sabar, makhluk yang ia hadapi adalah seorang wanita. Tidak sepantasnya, ia melakukan hal seperti itu.

Dengan berjalan memperhatikan Fisika dari belakang. Sagi bisa melihat bahwa Fisika selalu tersenyum memandang kota Bern.

Fisika selalu tampak semangat dan antusias melihat setiap toko yang mereka lewati. Mulai dari sebuah butik yang diperuntukkan untuk kaum bangsawan, toko cendera mata, toko barang antik, toko perhiasan, toko permen, toko sepatu dan bahkan toko bunga. Senyum Fisika tidak pernah pudar.

Mereka melewati melewati musisi jalanan yang sedang meniupkan suling dengan keramaian kecil, tak luput pula dari pandangan Fisika kereta kuda yang ditarik oleh kusir.

Sagi termanggu, wanita tersebut ... selalu tersenyum untuk hal-hal sederhana yang ia temui.

.
.
.

"Bigbos," keluh Izar dengan suara serak. Ia telah siuman, sekaligus merasa menyesal membuat misi menjadi kacau. Pria tersebut sebenarnya berusaha turun sebelum Sagi dan Fisika datang menjenguk. Tetapi telah ditentang keras oleh Kakek Abam terlebih dahulu.

"Lo istirahat saja. Ini permen segala rasa. Tadi gue beli di abang-abang luar. Katanya mujarab buat orang sakit."

Fisika memberikan sebuah permen lolipop bertangkai pada Izar. Awalnya Izar ragu dengan permen tersebut. Seolah dia sudah bisa merasakan rasanya dari melihat permen tersebut dari luar.

"Thanks, ya?" balas Izar. "Tapi, lo dapat uang di dunia ini dari mana?"

"Ngepet. Gue yang jalan, Sagi yang jaga lilin." Dia menunjuk Sagi. "Ahahaha. Gak bercanda, kok."

Tawa Fisika meledak. Tetapi berubah melihat wajah Izar yang pucat mendadak jadi lebih parah dari sebelumnya. Seakan-akan dia baru saja melihat setan telah menampakkan diri atau barangkali malaikat maut di dunia tersebut.

"Gue bercanda." Fisika menepuk bahu Izar guna menenangkan. "Gak usah dianggap serius, dech."

Izar tidak berani tersenyum. Jenis ketakutan yang ia pikirkan adalah hal lain. Masalahnya, jika Sagi tahu apa yang sedang dibahas Fisika. Sang Kaisar mungkin akan mendepak Fisika untuk pulang ke rumahnya sekarang juga dan bisa fatal jika pria itu memberi kutukan pada sahabatnya.

"Ngepet? Gue gak ngepet," seru Sagi polos. "Wanita ini sedang meminjam uang dariku."

Izar bisa bernapas lega. Tetapi senyum yang terbit di bibirnya masih tampak canggung. Mendadak, Izar jadi memiliki perasaan tidak enak kalau harus membiarkan dua orang beda jenis ini bersama dalam waktu lama.

"Bigbos, gue udah baikan. Tolong bilang sama tabib tua itu untuk izinkan gue untuk pulang." Izar merengek dengan wajah memohon. Tetapi Sagi menggeleng tegas.

"Lo harus istirahat selama seminggu. Itu aturannya, mulai besok gue dan Fisika akan memulai penyelidikan. Gue udah berjalan berkeliling tempat ini. Tetapi seperti yang lo kemukakan sebelumnya, bahwa keberadaan mana Flower Winter sangat tipis untuk dirasakan. Ini akan jadi sangat sulit untuk melacak."

Fisika tidak tahu harus berkata apa. Jika Sagi sulit untuk merasakannya. Berarti misi di dunia ini barangkali akan lebih lama dari sebelumnya.

"Itu, tidak apa-apa kah? Soalnya di dunia paralel sebelumnya ada tenggat waktu," seru Fisika. Ia menatap cemas pada Izar yang tengah bersandar di tempat tidur.

"Aturan itu berlaku jika kita sudah memiliki Flower Winter, maka kita harus segera pergi. Tetapi jika belum, tidak jadi masalah." Izar punya pikiran negatif tentang pertanyaan Fisika.

Sedari tadi, dia sudah merasa ada hal aneh yang terjadi jika membiarkan Fisika bersama Sagi tanpa pengawasan.

Izar ingin ikut untuk mengawasi kedua rekannya. Namun, akibat kondisi sekarang. Izar hanya bisa pasrah selama seminggu di atas tempat tidur.

.
.
.

Sagi dan Fisika telah kembali ke penginapan. Fisika langsung terlelap begitu kepalanya menyentuh bantal, sedangkan Sagi di kamar sebelah sedang berbaring sambil membaca sebuah buku. Sesekali, pria itu melirik ke arah jendela. Entah apa yang sedang ia awasi.

Sorot mata Sagi terlihat waspada. Seolah-olah dia menyadari. Perjalanan menembus dunia paralel, bukan hanya dia, Izar dan Fisika saja. Rasa-rasanya, ada makhluk lain yang turut serta mengintai di kejauhan.

.
.
.

Matahari sudah cukup tinggi saat Fisika terbangun. Ia merasa semua yang terjadi hanyalah mimpi belaka, namun realita telah menamparnya bahwa semua itu adalah kenyataan.

Bergegas Fisika pergi membasuh diri. Lalu bersiap menghampiri Sagi di kamar sebelah.

"Gi? Sagi?" Fisika mengetuk pintu dengan buku-buku jarinya. "Sagi? Pagi ... pagi Sagi? Maaf gue terlambat."

Berulang kali Fisika mengetuk pintu. Tetapi nihil, tidak ada sahutan yang terdengar dari dalam. Takut ditinggal pergi Sagi, Fisika pun berinisiatif turun ke lantai dasar menghampiri resepsionis.

"Em, maaf. Apa Anda melihat pria di sebelah kamar saya?" tanya Fisika dengan nada bicara formal.

"Suami Nyonya? Dia pergi setelah selesai sarapan pagi."

"Eh? Serius? Apa ada pesan?" tanya Fisika kembali.

"Tidak Nyonya. Tuan Aerglo tidak meninggalkan pesan apapun."

Fisika mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia pun segera berjalan cepat keluar penginapan. Tetapi ia bingung, di mana mulai mencari Sagi.

Lalu mendadak, sebuah lampu pijar menyala dalam kepala Fisika. Wanita itu kembali masuk ke lobi penginapan, kemudian duduk di kursi tunggu sambil mengeluarkan sebuah buku sihir di dalam tas dan mulai membaca sesuatu dengan raut wajah serius.

Bersamaan dengan itu, masuk seorang remaja laki-laki berwajah bintik-bintik dengan tas selempang penuh dengan gulungan koran.

"Selamat siang Lady yang manis. Bagaimana kabar Lady?"

Fisika menurunkan buku dari wajahnya. Lalu melirik ke arah meja resepsionis. Dia melihat si remaja berwajah bintik-bintik sedang menyisir rambutnya yang ikal dengan  begitu dramatisis pada wanita yang ia panggil Lady dari balik meja resepsionis.

"Koran hari ini. Tidak ada yang menarik. Kecuali fesfival perburuan. Sudah memiliki peserta taruhan, Lady?"

"Aku memegang Yang Mulia Pangeran Mahkota, Migel. Dia pasti menang."

"Pilihan terbaik, Lady Rebecca."

Migel mengedipkan sebelah matanya. Lalu Rebecca memberinya dua keping perak sebagai bayaran. Saat Migel berbalik, ia tercengang melihat wajah Fisika yang sedang menatapnya penuh waspada.

"Selamat siang, Nyonya. Takdir yang agung, ya?"

Fisika menutup buku, kemudian memasukkannya dalam tas dan berjalan menghampiri Migel.

"Um, kau bocah yang kemarin, 'kan?"

Migel terkekeh pelan.

"Bisa sihir?" tantang Fisika tiba-tiba.

"Sihir? Bisa sedikit Lady. Ada apa Lady? Apa ada yang bisa Migel bantu?"

Migel tampak keringat dingin. Jantung bocah tersebut berdetak sangat cepat. Tangan kanannya bergerak perlahan meraih tasnya. Seolah ia takut, sesuatu yang tersimpan di dalam benda tersebut bisa hilang kapan saja.

"Aku ingin---"

Migel menubruk Fisika dengan sangat kuat. Lalu melarikan diri dengan sangat cepat. Fisika pun terjengkal ke belakang dan kepalanya membentur dinding seketika. Rebecca yang berada dibalik meja resepsionis pun buru-buru menghampiri dengan raut wajah khawatir.

"Nyonya! Nyonya tidak apa? Apa ada yang terluka?"

Rebecca membantu Fisika berdiri. Tetapi wanita itu tidak berbicara sepatah kata pun. Sebagai gantinya, dia berjalan keluar dengan satu pikiran yang memiliki emosi meluap-lupa seperti buih lava dalam gunung berapi. Dia akan mencari Migel dan menggetok kepalanya dengan kuat sebagai balasan.

.
.
.

Setelah berjalan cukup jauh dari Penginapan Matahari, Fisika mulai merasa perutnya terasa melilit dan perih. Dia telah melewati sarapan pagi dan hari hampir menunjukkan waktu siang, jika dia tidak ingin melewatkan waktu makan.

Fisika berniat kembali ke dekat penginapan dan mencari kedai makanan yang murah meriah. Sementara itu, dia mendadak melihat Sagi sedang berdiri di depan sebuah toko.

Fisika ingin berteriak dan melambai. Tetapi Sagi segera menghilang di telan lautan manusia. Fisika segera mengejar, jalanan tahu-tahu saja mendadak ramai. Tubuh Fisika malah menjadi terdesak dan dihimpit oleh tubuh-tubuh lain yang lebih besar darinya.

"To ... tolong."

Ia berseru parau. Para penunggang kuda berseru memberikan intruksi membuka jalan bagi semua pengguna jalan. Fisika semakin terdesak dan ia merasa panik takut terjatuh dan diinjak lautan manusia.

Sekonyong-konyong, Fisika menarik lengan seseorang yang menggunakan jubah.

"Gi, tolong!" seru Fisika.

Orang berjubah itu menoleh cepat. Ia cukup terkejut mendapat tarikan dari orang tidak dikenal. Pria bermata hijau itu pun segera menyadari bahwa wanita yang menariknya butuh pertolongan.

Maka dengan cepat. Pria asing tersebut menarik Fisika hingga ia bisa cukup dekat merangkul pinggang si penulis.

"Anda tidak apa-apa, Nona?"

Fisika mendongak, agak terkejut karena ia mengira pria tersebut adalah Sagi.

"Tidak, aku baik-baik saja. Terima kasih, Tuan."

Fisika menoleh ke arah tangan si pria yang melingkarkan tangannya dan si empunya cukup sadar dengan apa yang terjadi.

"Maaf, jika saya lancang. Tetapi akan ada arak-arakan festival perburuan besok lusa. Seluruh jalan akan penuh dengan kepadatan warga yang ingin melihat para prajurit dan calon perburuan melintas sebentar. Anda sangat rapuh jika dibiarkan sendirian."

Fisika tersenyum samar. Ia merasa cukup canggung. Perhatian Fisika teralihkan, dia mencoba kembali mencari Sagi di antara kerumunan.

Sementara itu, Sagi sedang berada di sebuah gang sempit di antara dua bangunan yang berhimpitan. Tampak di depannya, sebuah citra yang menggambarkan wanita tua bermahkota dengan sorot mata tajam seperti ujung pisau yang siap menusuk siapapun.

"Lekas temukan semua permata itu, Aerglo." Dia berkata "Beberapa titik perbatasan telah mengalami serangan. Kakakmu tidak akan bisa menahan gejolak ini terus menerus. Jika kau tidak bisa menemukannya. Serakan pada Izar dan kembali ke sini."

Sagi hanya bisa menunduk dengan posisi tubuh sedang bertumpu dengan satu lutut di bawah.

"Kakak bisa mengatasi hal tersebut."

"Mengatasi kau bilang? Kau terluka bersama rekanmu di dunia sana. Sebaiknya kau segera pulang saat permata kedua ditemukan. Biarkan dua orang yang kau tugaskan pergi mencarinya sendiri. Aku tidak peduli, mereka mau seperti apa. Apa kau mengerti Aerglo? Sohye mengkhawartikanmu."

Kepala Sagi terangkat. Ibunya bergeser dan tampak seorang wanita muda berambut hitam dengan wajah anggun dan penuh wibawa tersenyum hangat pada Sagi, lalu ia menudukkan kepala dengan gerakan yang sangat begitu elegan untuk memberi salam penghormatan.

"Baginda," sapa wanita tersebut.

"Jika kau ingin berbicara denganku, suruh Ibu Suri pergi, Sohye."

"Ibu Suri telah pergi, Baginda." Sohye menjelaskan.

"Kau punya satu menit untuk berbicara denganku," seru Sagi yang kini sudah berdiri dengan tegak.

"Bagaimana jika satu menit tersebut hamba buat bahwa gravitasinya jadi memperlambat waktu? Alhasil, hamba dan Baginda bisa jadi lebih lama untuk mengobrol."

Aerglo berdecak kesal, dia tidak ingin mengalami dilatasi waktu bersama wanita seperti Sohye. Berbicara lebih lama bersamanya, seperti bumi kehilangan oksigen dan Sagi merasa dirinya seperti dicekik untuk bernapas.

"Kau tahu, Sohye. Aku sangat suka dengan Gaya Implusit. Apa kau tahu alasannya?"

Sohye menggeleng. "Tidak, Baginda."

"Gaya Implusit merupakan gaya kontak yang bekerja hanya dalam waktu singkat dan fenomena ini berlaku padamu. Sebaiknya kau berbicara singkat jika bersamaku."

Dan citra komunikasi antar dimensi pun dimatikan oleh Sagi secara sepihak, sedangkan Sohye yang berada di istana kekaisaran menampakkan wajah memerah semu dengan kedua tangan terkepal kuat.

__//____/_/____/____
Tbc

Продолжить чтение

Вам также понравится

77.6K 5.3K 29
Apa yang terjadi jika seorang ketua mafia yang di takutan di seluruh dunia itu meninngal yang sungguh aneh Karena dia sedang tidur tapi pas buka mat...
45 Kesalahan Penulis Wattpad Gita

Документальная проза

97.6K 7.1K 50
Karena Wattpad adalah platform berbagi cerita secara gratis, siapa pun bisa menjadi penulis meski tanpa bakat atau jiwa seorang penulis. Namun, fakta...
12.6K 1K 17
[Disclaimer: FateSeries©TypeMoon] "Kau ratuku! Semua akan ku lakukan demi dirimu. Tidak ada yang boleh memilikimu selain aku!"-Gilgamesh "Aku tidak p...
41.2K 4.7K 13
[BL STORY] Ini semua gara-gara Bara yang nitip barang haram dengan embel-embel traktir bakso sampe akhirnya Arkya harus berurusan sama laki-laki yan...