Kuanta (End)

By WinLo05

50.9K 9.7K 2.1K

Kuanta merupakan novel Fiksi Ilmiah-Fantasi yang menggambarkan tentang keberadaan dunia paralel. Ketika hanya... More

Salam
Chapter 1 - Suku Un
Chapter 2 - Hyperspace
Chapter 3 - SHAREit
Chapter 4 - Dimensi f3
Chapter 5 - Paralel 2728
Chapter 6 - Hukum Gravitasi
Chapter 7 - Over Power
Chapter 8 - Aljabar
Chapter 9 - Termodinamika
Chapter 10- Usaha dan Energi
Chapter 11- Labor OV
Chapter 12 - Gelombang elektromagnetik
Chapter 13 - Fisika Dasar
Chapter 14 - RADAR
Chapter 15 - Monster Stormi
Chapter 16- Sinar Gamma
Chapter 18- Gaya Normal
Copyright Si Maniak Fisika
Chapter 19 - Gaya Implusif
Chapter 20- Bunyi
Chapter 21- Arus Listrik
Chapter 22 - Energi Kinetik
Chapter 23- Sinar Inframerah
Chapter 24 -Kekekalan Energi
Chapter 25 - Kinematika
Chapter 26- Vektor
Chapter 27- Jenis Energi
Chapter 28- Energi Kalor
Chapter 29- Atom
Chapter 30 - Gerak Lurus
Chapter 31 - Indranila
Chapter 32- Aplikasi AIR
Chapter 33- Zombie
Chapter 34- Libra
Chapter 35 - Vaksin
Chapter 36- Dewa Naga
Chapter 37- Kinematika
Chapter 38- AIR & SHAREit
Chapter 39- Cosmic
Chapter 40- End
Chapter 41 - Regenerasi Sel
Chapter 42- Laju Perambatan
Chapter 43- Gerak Melingkar
Chapter 44- Wifi
Chapter 45- Hukum I Kirchhoff?
Chapter 46 - Pertemuan
Chapter 47- Final
Atom

Chapter 17 - Dilatasi Waktu

588 188 62
By WinLo05

"Auw! Aduh sakit!"

Fisika meringgis kesakitan. Tatkala Sagi menyentil jidatnya begitu saja. Ia menggosok-gosok jidatnya yang memerah dengan wajah masam.

"Baginda tahu cogan fiksi, gak?" tanya Fisika dengan wajah masam.

"Hisbu sejuta umat. Lo ingin membuat gue jadi karakter fiksi yang dipuja-puja, 'kan? Lo pikir gue gak tahu apa pekerjaan Izar di Karta."

Hati Fisika mencelos. Ah, dia pikir Sagi tidak tahu hal seperti itu. Tetapi kemungkinan untuk tidak tahu juga adalah hal yang salah. Abdi setianya adalah penulis mayor yang cukup beken dengan beragam karyanya yang meledak di pasaran.

Hati Fisika pun mendadak insecure. Dia membayangkan suatu saat seseorang dari penerbit mungkin akan menghubunginya dan meminang naskahnya untuk naik cetak.

Sejauh ini, Fisika sudah berusaha rajin update, rajin promosi, dan riset sana-sini. Tetapi hasilnya, tetap saja nihil. Bahkan seorang penulis pemula yang baru beberapa minggu menulis sudah terlebih dahulu dipinang dua sampai empat penerbit mayor.

Ahh, dunia memang semenarik itu. Fisika hanya tersenyum samar membatin memikirkannya. Sagi yang tampak menyadari raut kekecewaan malah merasa bersalah. Sagi pikir, jentikkan jarinya telah membuat saraf otak Fisika menjadi eror.

"Itu penginapan!" Sagi mendadak menunjuk ke depan. Ke arah sebuah rumah bertulang kayu yang memiliki empat tingkat lantai beratap berwarna kuning matahari. Papan tokonya bertuliskan Penginapan Matahari.

Fisika menatap sejenak tempat itu. Setiap jendela terbuka. Memiliki balkon yang dibawahnya terdapat pot kayu berisi bunga Geranium berbagai warna. Ada warna merah, putih, kuning, merah jambu dan ungu.

Kesedihan yang sebelumnya melingkupi ruang dalam dada Fisika perlahan melebur. Rumah bertulang kayu dengan jendela balkon penuh bunga Geranium, sesaat membuat hati Fisika seperti terbang ke angkasa. Dan tanpa sadar, ia merogoh ponselnya dari dalam mana dan mengarahkan bidikan kamera pada pemandangan di depan mata.

"Jangan terlalu berlebihan." Sagi mendadak menurunkan ponsel Fisika ke bawah. "Ponsel ini memiliki aplikasi AIR dengan resonansi yang dapat menggangu aliran mana tempat ini. Sebaiknya lo menyimpannya kembali."

"Ah, maaf. Gue keceplosan. Gue suka jendela yang balkonnya memiliki bunga berwarna ungu."

Setelah Fisika menyimpan kembali ponselnya dalam ruang lingkup dimensi mana seperti yang telah di ajarkan Izar sebelumnya. Fisika pun mengikuti langkah Sagi dari belakang memasuki Penginapan Matahari.

Dari pintu masuk, mereka langsung di arahkan pada sebuah meja resepsionis yang dijaga seorang wanita muda berambut kuning keemasan. Garis senyum khas seorang resepsionis menyambut kedatangan Sagi dan Fisika.

"Selamat sore. Selamat datang di Penginapan Matahari. Mau memesan kamar?" tawarnya ramah.

"Dua kamar," jelas Sagi. Sementara itu mata cokelat Fisika terpana pada sketsa foto penginapan dari tahun ke tahun yang di panjang di dinding.

"Fisika."

Fisika menoleh pada panggilan Sagi. Lalu mendadak Sagi melemparkannya sebuah kunci kamar.

"Beristirahatlah. Gue mau keluar sebentar."

Bahkan belum sempat Fisika mengucapkan terima kasih, Sagi sudah berjalan meninggalkan meja resepsionis. Sang wanita muda pun keluar dari konter dengan gestur mempersilahkan Fisika untuk menaiki undakan anak tangga di samping meja konter.

"Mari Nyonya. Akan saya antarkan Anda ke kamar."

Fisika agak menelengkan kepala. Tetapi dia menurut mengikuti langkah sang resepsionis. Keduanya menaiki tangga kayu yang mengarah ke lantai dua dan kemudian mengarah ke lantai tiga. Denganorong panjang dengan tiga kamar di tiap sisi.

Kunci yang dibawah Fisika terpatri nomor 12 dan benar saja. Si resepsionis berhenti di depan pintu kamar tersebut.

"Ini adalah kamar Nyonya. Kamar nomor 11 di sebelah adalah kamar Tuan. Jika Nyonya perlu sesuatu, Nyonya bisa menekan bel yang ada di nakas samping tempat tidur."

Dia membungkuk hormat. Kemudian melanjutkan langkah untuk turun ke lantai dasar kembali. Namun mendadak dicegat oleh Fisika yang menahan lengannya.

"Anda memanggil saya Nyonya?" tanya Fisika penasaran.

"Ya," jawab si resepsionis. "Bukankah Nyonya adalah wanita beristri? Sungguh tidak sopan jika saya harus memanggil Nyonya dengan panggilan lain."

Resepsionis itu pun meminta undur diri dengan kekehan kecil yang menemani langkahnya menuruni anak tangga. Fisika merasa, si penjaga penginapan pasti salah paham dengan hubungannya bersama Sagi.

.
.
.

Langit kota Bern telah menggelap. Bintang bertaburan indah. Momen dibawah balkon lantai tiga Fisika abadikan diam-diam dalam bidikan kamera. Kesempatan emas tidak datang dua kali. Siapa yang mau melewatkan melihat kota fantasi secara nyata.

Di bawah penginapan matahari. Tampak para wanita muda bangsawan bergaun Wah, sedang berkumpul di depan toko cendera mata. Kumpulan wanita bangsawan lain sedang berkumpul di bawah lampu minyak dengan bercakap-cakap asyik. Beberapa kuda dengan penunggangnya berjalan dengan tapak kaki anggun.

Ada anak-anak yang berlari dengan permen kapas di tangan mereka.

"Fisika," panggil Sagi dari bawah penginapan. Pria itu kini telah mengganti penampilannya dengan tukik putih panjang yang kerahnya dibiarkan sedikit terbuka. "Apa yang lo lakukan? Sibuk?"

Fisika menggeleng.

"Tidak, gue sedang melihat-lihat."

"Mau melihat kota bersama?"

Pipi Fisika mendadak matang seperti tomat. Untunglah cahaya bulan tidak terlalu menyinari wajah Fisika. Angin perlahan berhembus. Rambut hitam Fisika yang dibiarkan tergerai dibalik punggung mendadak tertiup angin.

Sagi yang melihat hal tersebut. Merasa mendadak dunia telah berubah menjadi dilatasi waktu. Yaitu waktu mendadak dibengkokkan hingga ia berjalan lambat. Persamaan ini mirip dengan hukum relativitas Einstein.

Di mana waktu tidak bersifat mutlak. Tetapi relatif tergantung dari kondisi sang pengamat. Fenomena yang sedang terjadi di mata Sagi bisa terjadi oleh dua hal. Pertama, kecepatan yang sangat tinggi mendekati kecepatan cahaya dan kedua, berada di daerah dengan medan gravitasi yang tinggi.

Yap, fenomena yang Sagi rasakan. Barangkali akibat fenomena bahwa jantungnya berdegup kencang akibat adegan yang membuat matanya terpana. Barangkali juga, semua hal akan mengalami dilatasi waktu jika melihat orang yang disukai. Rasa-rasanya waktu seolah melambat atau berhenti karena dunia hanya milik berdua, sedangkan yang lain hanya menumpang untuk bernapas.

Sagi mengedip dan bayangan Fisika pada balkon di lantai tiga telah lenyap. Sebagai gantinya, wanita itu sudah turun dengan kemeja biru yang lengannya digulung sampai lengan dan ia menggunakan celana jins panjang serta boot cokelat.

Sagi menatap semua itu dari ujung kaki sampai ujung rambut Fisika dalam sekali tarikan napas.

"Kita ke toko buku yuk? Baginda pasti sudah berjalan berkeliling."

"Toko buku ya?" sahut Sagi. "Mau mencari buku fisika?"

"Ya ampun, Baginda!" Fisika menepuk jidatnya. "Ya kali, di negeri seribu sihir mau cari buku fisika. Gue mau cari buku sihir. Ayo tunjukkan jalannya."

Fisika memilih melangkah lebih dahulu. Sagi masih diam di tempat. Tetapi pandangan matanya mengikuti langkah Fisika. Hingga perlahan-lahan, ia pun sudah berjalan di samping wanita tersebut.

.
.
.

Toko Buku Seribu Musim adalah toko yang ditunjukkan Sagi kepada Fisika. Tetapi sebelum mereka masuk. Fisika mengajak Sagi untuk berbicara di depan toko dengan gelagat yang mencurigakan.

"Emm, Baginda. Gue boleh pinjam koin emas tidak?" tanya Fisika dengan perasaan malu luar biasa. Dia bahkan tidak sanggup memandang mata ink Sagi.

"Entar gue ganti pas sampai di Karta kok. Baginda pasti tadi ke toko permata buat menjual mutiara hitam Baginda, 'kan?"

Jantung Fisika berdetak cepat. Tidak siap jika Sagi menolak membantu. Toh, mereka berdua tidak bisa melakukan apa-apa tanpa Izar.

"Boleh," sahut Sagi kalem. Mata cokelat Fisika berbinar cerah.

"Sungguh Baginda? Baginda mau meminjamkan gue uang?"

"Ya, 10 keping emas. Apa cukup?"

Sagi menarik keluar kantung uangnya dari dalam tas kecil di gespernya. Fisika membuka kedua tangan dengan senyum yang terus melebar. Setelah menyimpan uang tersebut. Fisika lantas memeluk Sagi dengan kencang. Lalu masuk ke dalam Toko Buku Seribu Musim.

Wanita yang suka menulis di wattpad itu, meninggalkan Sagi yang terbelalak tidak percaya.

.
.
.

Toko Buku Seribu Musim memiliki segala hal yang bisa dijumpai. Fisika memeriksa tiap rak dengan cermat. Setiap sampul buku memiliki ilustrasi yang cukup unik dan indah bahkan mewah. Tetapi sayang, Fisika tidak paham dengan aksara yang digunakan.

"Kesulitan membaca?"

Jantung Fisika hampir saja mau melompat keluar. Namun untung saja, masih ada tulang rusuk yang menghalangi hal tersebut.

"Baginda!" amuk Fisika. "Baginda buat jantung gue mau copot!" Fisika menghela napas dengan kesal.

"Harusnya gue yang bilang gitu," balas Sagi dengan nada masam.

"Maksud Baginda?" tanya Fisika yang tak paham.

"Lo buat gue kesal."

"Lah? Sejak kapan gue buat Kaisar kesal?"

"Lo telah memeluk harta kekaisaran."

Fisika menelengkan kepala tidak mengerti. Dia memutar bola mata ke atas untuk berpikir. Namun karena tidak mengerti dengan maksud Sagi. Ia buru-buru mengabaikan.

"Baginda bisa bantu gue baca aksara ini? Pakai sihir atau apalah. Asal gue bisa baca. Baginda tahu, gak? Gue mau beli buku di sini buat bahan nulis untuk WB dunia fantasiku di wattpad."

Sagi menatap lekat-lekat ke dalam kelopak mata Fisika. Ia terlihat ingin mencari sesuatu. Namun hal yang ia cari justru membuat detak jantungnya terasa tidak nyaman.

Maka, tanpa diduga oleh Fisika. Sagi menggerakkan telapak tangannya menutupi kedua mata Fisika. Hingga hanya menyisakan bibir Fisika yang telah dipoles dengan lipstik merah jambu yang cukup tipis.

"Baginda?"

Bibir itu bergerak mengucapkan namanya.

"Sekali lagi," pinta Sagi. "Sebut namaku."

"Baginda?" ulang Fisika dengan kening mengerut.

Ujung bibir Sagi tertarik tipis. Lalu ia menghembuskan napasnya yang hangat ke arah telapak tangan yang ia gunakan untuk menutupi mata Fisika

Embusan napas Sagi memiliki pembiasan cahaya berkelap-kelip seperti warna galaxy yang menyerap ke dalam kelopak mata Fisika.

Wanita scorpio itu bergerak geli dan buru-buru menurunkan tangan Sagi dari matanya.

"Apa yang Baginda lakukan?!"

____//_/____//____
Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

695 301 18
Diikut sertakan dalam event CSM batch 03 (Novelet) Shining Star, salah satu band terkenal di Universitas Abimanyu. Lagu-lagu mereka yang fresh berhas...
549K 73.4K 67
TELAH TERBIT | LENGKAP Ada sekolah sihir di Nusantara? Amazing cover by @daynosaur__ Di Nusantara telah berdiri sebuah sekolah sihir tersembunyi yang...
my grilfrend By kz728

Science Fiction

26.2K 1.9K 28
hanya fiksi
25.3K 2.4K 40
... Novel Terjemahan GL Judul Novel : Cranium Judul Series : Cranium the series Penulis : Nalan Penerjemah : Foreverrin ...