Finding Unknownland ✔

By hwarien

11.9K 1.6K 194

[Fairytale Series #1] "Semua anak akan tumbuh dewasa, kecuali aku. Kata dokter, jantungku akan berhenti berde... More

• perkenalan •
• intro •
• atap rumah sakit •
• taman samping •
• jendela kamar •
• kembang api •
• sepeda kayuh •
• rumah singgah •
• luka lama •
• perahu danau •
• batu kenangan •
• selimut tipis •
• kotak nama •
• taman ilalang •
• cerita senja •
• tiga jembatan •
• rumah pohon •
• tebak kata •
• jerit diam •
• teringat rindu •
• ikut kehilangan •
• mulai curiga •
• keluar rumah •
• amat lelah •
• titik balik •
• selamat tinggal •

• hujan pagi buta •

315 63 6
By hwarien

Mulanya Winnie mengira ia tidak akan baik-baik saja. Tanpa obat tidur yang biasa ia konsumsi, bagaimana cara memejamkan mata dan menyelami dunia mimpi yang menyenangkan? Namun, semua itu terpatahkan saat ia justru tertidur di pangkuan Peter, sebelum akhirnya dipindahkan ke kamar yang ada di dekat tangga. Ia baru terbangun ketika hawa dingin menyerang tubuh yang tak terbalut selimut. Dress putih sebetis yang diberikan Tere tak cukup menghangatkannya.

Gadis itu lantas turun dari ranjang tak berbusa--yang lumayan keras--dan keluar ruangan. Sembari berjalan mendekati langkan lantai dua, ia memeluk tubuh yang merinding tak karuan. Perlahan ia pun menyapa hujan melalui telapak tangannya yang kaku. Tetesan air itu lekas menjalar hingga membuatnya tenang. Kesejukan ini sudah lama tak dirasakannya.

Winnie mendongak, mencoba mengamati langit mendung yang menghalangi sinar matahari. Ia tak tahu-menahu pukul berapa sekarang. Tidak ada penanda yang bisa ia pegang. Suasana seperti ini bisa terjadi kapan saja, mengingat awan gelap tidak hanya muncul saat malam datang. Ia pun mendengkus dan berniat kembali ke dalam. Namun, langkahnya terhenti saat Peter menghampirinya dengan senyum lebar dan wajah yang bercahaya.

"Masih sepagi ini, kenapa kamu udah bangun?"

"Ini jam berapa?"

Peter menggeleng. "Aku nggak tau, yang jelas ini masih pagi."

"Tau dari mana?"

Winnie menunggu jawaban Peter, sayangnya lelaki itu melenggang turun dan mengabaikan kekonyolan tampangnya begitu saja. Ia pun segera menyusul dengan tangan di kedua pinggang, hendak mencak-mencak. Namun, hasratnya itu runtuh ketika Peter melepas alas kakinya dan membiarkan hujan menimpa tubuh tanpa pelindung. Winnie lantas mendekat--masih di teras--dan memandangi Peter lekat-lekat. Ia ingin ikut menapaki rerumputan, tetapi di satu sisi masih ragu dan bertanya-tanya.

"Ayo! Hujan jam segini belum tentu datang dua kali."

Peter mengulurkan tangannya. Ia terus mengajak Winnie untuk memberanikan diri. Ia bahkan menghampiri seolah ingin menjemput dan menanti gadis itu menyambut telapak tangan kanannya yang kosong. Winnie pun mengangguk dan membiarkan Peter menggenggamnya erat.

"Wuu!!"

Setelah sampai di tengah halaman, Peter berputar-putar sambil berseru riang. Winnie yang masih berpegangan padanya mau tak mau ikut menikmati sensasi pusing yang mendera. Namun, lama-kelamaan, gadis yang sudah lama tidak mandi hujan itu merasa nyaman dan ingin melepaskan diri. Ia menari, melompat-lompat, berteriak sesukanya, dan menyenandungkan lagu baru yang seharusnya rilis setelah proyeknya meluncur. Sayang, semua itu gagal--mungkin tertunda--akibat skandal yang tidak ia perbuat.

Sesekali Winnie menatap Peter, lelaki konyol yang tak kaget akan keinginannya dalam mengakhiri hidup, lelaki yang membuatnya tersenyum setelah sekian lama, lelaki yang membawanya ke antah-berantah, dan lelaki yang kini memandangnya bangga seakan ia telah menemukan jati diri. Menyadari ini semua jauh dari ibu, rumah sakit, kejaran wartawan, tuntutan agensi, dan berbagai kabar miring membuatnya tertawa lepas yang diiringi tangis. Konyol, memang, tetapi Winnie tak tahu lagi dengan perasaannya.

"Win!"

"Apa?"

Peter menahan tangan Winnie agar berhenti dan beralih menatapnya. "Kamu senang di sini?"

"Itu pertanyaan pertama dan terbodoh yang kudengar hari ini."

"Apa tetesan hujan itu mampu menyamarkan rasa sedihmu?"

"Jangan melawak, Pete." Winnie menghempaskan tangan Peter yang menyentuh lengannya.

"Aku serius."

"Apa? Kamu nggak lihat aku tertawa? Bukannya udah jelas?"

Peter menggeleng. "Kamu tertawa dan menangis di waktu yang sama. Aku nggak tau mana yang benar."

"Keduanya benar," Winnie menghela napas, "aku senang, tapi sedih juga."

🌼

Tere terbangun dengan leher kaku dan pegal-pegal. Seharian kemarin ia harus bolak-balik menggantikan tugas Peter dalam menjaga anak-anak abadi. Lelap yang harusnya terjaga berkat hujan lebat nyatanya tetap terusik. Suara yang jelas berasal dari Peter membangunkannya untuk beranjak menuju depan rumah. Sayang, belum sampai ke ambang pintu, ia menghentikan langkah dan sekadar duduk bersila tanpa alas.

Seharusnya ia marah dan berlari tunggang langgang karena lagi-lagi Peter menantang hujan. Namun, melihat betapa lebarnya senyum sang sahabat membuat ia mengurungkan niat. Walau sudah tahu konsekuensinya nanti, Tere tetap membiarkan lelaki itu menikmati kebugaran tubuhnya dan mengawasi dari jauh. Tatapannya yang sendu tampak ingin turut serta, tetapi ditahan agar tidak merusak suasana.

"Kak Tere?"

Sang empunya nama itu lekas mendongak. "Hei, kok, udah bangun?"

Salah satu anak abadi berkepala plontos menghampiri Tere sambil mengusap wajah. Tere segera menuntunnya untuk duduk di pangkuan, lalu membenahi kancing baju tidur yang terbuka. Tak berapa lama anak-anak yang lain bermunculan dan berkerumun di dekatnya.

"Kakak kenapa di sini?"

"Kakak baru bangun," jawab Tere sekenanya yang tidaklah salah.

"Itu Kak Peter sama siapa? Putri baru, ya? Cantik sekali!"

"Kenapa Kak Tere nggak ikut bermain bersama mereka?"

"Apa kami boleh menyusul ke sana?"

"Ayo ikut, Kak!"

Pertanyaan bertubi-tubi yang belum bisa dijawab satu per satu itu hanya direspons dengan senyuman. Tere mengusap kepala anak-anak di dekatnya dengan sayang dan sedikit tawa. Sepintas ia menoleh ke Peter, berharap sahabatnya itu lekas menyadari keberadaan mereka. Sayangnya, dunia yang ia rasakan kini tengah berbeda, meski memijak bumi yang sama.

"Kalian penasaran sama Kakak itu?"

"Iya, iya."

Tere menyuruh anak-anak abadi untuk mendekat dan membungkuk. Mereka lekas membentuk lingkaran yang apa adanya. Gadis yang bersiap membisikkan sesuatu itu lantas menceritakan hal yang ia tahu dan ingin katakan pada sekumpulan anak kecil ini. Raut-raut antusias mereka sontak berubah beragam dan sangat mengasyikkan. Ada yang mengerutkan kening, membuka mulut lebar-lebar, menggaruk kepala, dan tersenyum paham. Tere lantas menyalami pasukan Peter tersebut dan menyalami mereka bergantian.

"Kita jalankan misi ini dengan baik, ya."

"Siap, Kak!"

"Kalau gitu, kalian mandi, gih. Sarapan nanti, kita kenalan dengan putri baru itu. Oke?"

"Oke!"

Setelah sendirian lagi, Tere menurunkan senyumnya dan menghela napas panjang. Berbicara dengan anak sebanyak itu--sekitar lima orang--tidaklah gampang. Ia pun menyandarkan tubuh pada tiang dan menatap lurus ke arah Peter dan Winnie. Kini kedua sosok itu telah menemukannya dan berniat menghampiri. Namun, yang Tere lakukan hanya melambaikan tangan tanpa mau mendekati rerumputan.

"Ayo ikut, Re! Sini!"

"Kamu aja yang ikut aku. Ayo, masuk." Tere masih berbicara baik-baik.

"Ayolah, aku belum lelah."

"Liat buku-buku jarimu. Mengerut, belum?"

Peter menunduk dan memperhatikan tangannya. "Lumayan, tapi masih enak diliat."

"Masuk, Pete. Kamu juga, Win."

Winnie tampak menatap Peter sebelum akhirnya menuruti perkataan Tere. Gadis itu masuk yang setelahnya diikuti oleh Peter. Sungguh pancingan yang masuk akal. Tere lekas berdiri dan mengambil kain yang tergantung pada kapstok kayu, dekat lemari. Ia menyerahkannya pada Peter dan Winnie.

"Makasih, ya."

"Iya."

"Maaf karena nggak mengajakmu. Tadi kamu masih tidur." Peter tersenyum tipis.

"Nggak apa-apa, aku ngerti." Tere menghindari kontak mata dengan Winnie. "Apa rencananya hari ini, Pete?"

"Membawa kalian ke danau setelah hujan reda."

"Danau?" Winnie mengulang kata yang menarik dari mulut Peter.

Tere mengangguk, mengambil alih tugas sahabatnya yang belum berniat menjawab. "Iya, destinasi terdekat dan bisa jadi terindah yang ada di sini. Aku udah pernah ke sana dengan Peter."

"Kamu mau, kan?" tanya Peter pada Winnie. Hanya pada Winnie.

Gadis yang masih mengeringkan rambutnya itu mengangguk. "Tentu."

🌻🌻🌻

~ to be continued ~

DAY 7
11 April 2022
(harusnya dibayar kemarin, eh keburu males)

1105 kata

Continue Reading

You'll Also Like

ANCHOR ✅ By J

Teen Fiction

6.2K 595 26
(Revisi) Faye Orion Ardanu. Si Bungsu dengan segala hal yang menarik perhatian orang banyak. Faye hanya perlu berkata tapi sulit untuk melakukannya...
2.9M 148K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
6.6K 662 53
[Remake : Your Home] Katanya, dapat mengawali hidup baru itu menyenangkan. Namun tidak menurut Dinangga. Kehidupan baru yang ia jalani sama gelapnya...
123K 11.9K 25
*Colaboration story by: lyndia_sari dan UmiSlmh **** Davka merasa hidupnya terombang-ambing, berjalan tanpa tahu arah tujuan, bahkan seperti sendiri...