MASIHKAH KAU PERCAYA CINTA IT...

By masdaraimunda

227K 25.9K 2.7K

Avram tidak pernah percaya cinta. Seumur hidup dia sudah meyakinkan diri untuk itu. Membangun tembok pembatas... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Versi ebook

14

5.5K 1.9K 334
By masdaraimunda


Avram menahan lenganku.

"Kutunggu kamu di ruang kerja, sekarang!"

"Aku mau melihat mami dulu, seharian kami belum bertemu." balasku cepat.

Dia melepaskan cengkeraman lalu meninggalkanku. Akhirnya bisa tersenyum lega. Semoga tidak ada yang melihat tadi. Aku benar-benar merasa takut terutama pada Bu Zea. Jangan sampai apa yang dilakukannya terlihat oleh pelayan. Ada beberapa yang sepertinya merupakan mata-mata kekasih Avram. Lagi pula masih teringat tatapan tak sukanya tadi pagi saat mami mengubah panggilannya. Apakah dia tahu tentang pernikahan kami? Entahlah, kalaupun tahu itu adalah urusan Avram. Setelah mandi dan berganti pakaian aku menuju kamar mami. Dia tersenyum melihat kedatanganku.

"Bagaimana orang tuamu?"

"Sudah pulang mi."

"Naik apa tadi?"

"Taksi."

"Kenapa tidak bawa mobil dari sini? Kan, ada kendaraan yang tidak digunakan?"

"Tidak usah, nggak enak sama yang lihat nanti mi."

"Kamu berhak menggunakan mobil. Jangan sungkan lagi, lain kali tidak usah naik taksi. Bahaya di luar sana. Kamu bisa pakai supir saya. Kamu itu istri Avram, berhak menikmati apa yang dia miliki."

Aku tidak punya jawaban apa-apa, selain merasa bahwa semua tidak layak untukku.

"Ya sudah, istirahat dulu. Kamu mau melakukan sesuatu?"

"Pak Avram memanggil saya."

"Seharusnya dia yang menemuimu kalau perlu. Kamu bukan asisten atau karyawannya yang harus datang begitu dipanggil. Bicarakan tentang kendaraan bersamanya, kalau tidak ditanggapi beri tahu saya. Takutnya kalau nanti langsung saya belikan dia malah marah dan kami ribut lagi."

"Baik mi."

"Temui dia, Avram adalah orang yang paling tidak sabar."

Aku mengangguk lalu pamit. Bergegas menuju ruang kerja laki-laki itu. Namun di tengah jalan pesannya masuk.

Ke kamar saya saja.

Begitu banyak pertanyaan langsung memasuki benakku. Apa dia ingin agar aku menemani malam ini? Mengingat hal tersebut aku bergidik karena belum siap menjalankan tugas yang satu itu. Tadi pagi senang sekali karena dia masih bersama Bu Zea. Yang artinya keberadaanku hanya untuk 'mainan' saja. Kuketuk pintu kamarnya. Dia membuka dengan masih mengenakan handuk sebatas pinggang.

"Masuk."

Kalau tidak ingat bahwa perintah atasan sekaligus suami adalah sebuah keharusan, rasanya tidak akan mau masuk kemari. Dia segera memasuki walk in closet lalu ke luar dengan pakaian santai. Rambut tebalnya masih basah.

"Kenapa menghindar saat pulang tadi?"

"Aku sudah bilang, buru-buru karena belum ketemu mami sejak pagi."

"Itu bukan alasan untuk menghindariku. Apa itu yang kamu tahu tentang tugas seorang istri? Harus menjauh saat suami pulang dari kantor?"

"Maaf, kamu nggak bicara duluan."

"Kenapa tadi naik ojek waktu pagi?"

"Nunggu taksi lama. Sementara aku harus cepat sampai rumah sakit."

"Pulangnya?"

"Supaya nggak kena macet."

Avram mengembuskan nafas kesal

"Begitu banyak kendaraan di sini yang bisa digunakan. Kamu duduk begitu dekat dengan pengendaranya? Bagaimana kalau mereka mengerem tiba-tiba?"

Jujur mataku menatap tak percaya, dia bisa berpikir sampai begitu? Namanya juga naik ojek, nggak mungkinlah jauhan sama pengendaranya. Yang ada aku malah jatuh. Apa dia kira aku tidak punya tangan untuk menahan punggung abang tukang ojek?

"Tanganku akan segera menahan."

"Mulai besok kalau pergi gunakan mobil."

"Kamu bilang pernikahan kita adalah rahasia, jadi aku tidak pantas memakai mobil di rumah ini. Pekerja yang lain akan curiga."

"Kamu bisa mengalasankan mami."

"Mobil di sini terlalu mewah. Nggak enak sama orang tuaku nanti. Keluargaku pasti mengira kalau aku memanfaatkan kedekatan dengan mami."

"Apa berarti aku harus belikan kamu mobil baru?"

Kugelengkan kepala, "Aku tidak minta diistimewakan. Cukup jangan sampai ada yang tahu terutama Bu Zea, aku nggak enak."

"Dia adalah urusanku, dan kuingatkan kamu jangan seperti mami yang selalu ingin mencampuri urusan orang lain."

Tapi perempuan cemburu bisa melakukan apa saja! Teriakku dalam hati. Lagian aku tidak mau menjadi target kecemburuan pacarnya.

"Terima kasih sudah membayar biaya perngobatan ayah dan ibu." ucapku akhirnya.

Dia bergerak ke arah belakangku dan berdiri tepat beberapa sentimeter dibelakang tubuh. Bisa kurasakan embusan nafasnya.

"Aku adalah orang yang selalu menepati janji. Tapi kamu harus tahu, aku tidak biasa diabaikan. Jadi jangan pernah seolah tidak peduli dengan keberadaanku disekitarmu." Bisiknya yang tiba-tiba sudah berada tepat dibelakangku. Tangannya menyatukan rambut ikalku dan meletakkan semua kesamping kiri bahu. Pelan dia mencium keherku di bagian belakang. Kupejamkan mata, ini bukan seperti yang kubayangkan. Berharap ia segera berhenti.

"Kembalilah ke kamarmu, besok aku akan membelikan mobil untukmu sendiri. Anggap saja transportasi sebagai asisten mami."

Tanpa menoleh buru-buru aku melangkah ke luar. Takut dia berubah pikiran!

***

Aku tertawa menatapnya yang keluar dari kamar sambil setengah berlari. Baru pertama kali ini bertemu perempuan sepolos dirinya. Saat kusentuh lehernya, bisa terlihat dikaca wajahnya yang kelihatan bingung. Tidak ada balasan sama sekali. Saat ditawarkan menggunakan mobil, malah mengatakan tidak ingin diketahui orang lain. Dia benar-benar menelan bulat-bulat apa yang sudah kukatakan.

Sebenarnya aku hanya tidak suka dia naik kendaraan umum. Apalagi kalau sampai berdekatan dengan laki-laki lain. Dia terlalu lugu mudah percaya pada orang, bahkan yang baru ditemui. Rasanya Athena akan menjadi mainan bagiku. Kukirim pesan pada Prananda untuk mengurus pembelian sebuah mobil yang tidak terlalu mahal. Dia segera menyanggupi. Setidaknya besok tidak perlu melihatnya lagi ke luar naik ojek. Ponselku bergetar, dari Zea,

"Ada apa?"

"Kamu baru memanggil asisten Tante Deswita ke kamar?" suaranya terdengar penasaran.

"Ya, kenapa?"

"Kamu menginginkannya?" Ada nada cemburu di sana.

"Ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengannya."

"Apa tidak ada ruangan lain?"

"Ada, tapi aku sedang tidak ingin ke luar kamar. Kamu kenapa?"

"Aku tidak suka kamu melakukan itu."

Kumatikan sambungan telepon tanpa menanggapi kalimatnya lalu segera menghubungi kepala asisten rumah tangga.

"Selamat malam Pak Avram." Suara Bu Julia terdengar tegas.

"Sampaikan peringatan saya pada seluruh pekerja di rumah ini agar tidak selalu melaporkan apapun yang saya lakukan pada Zea. Jika ada yang masih melakukan lagi, maka saya tidak akan segan untuk memecatnya."

Segera kumatikan sambungan telepon. Aku tidak butuh orang yang tidak patuh. Apalagi tentang hal seperti ini. Aku yang menggaji mereka, suka atau tidak, ini adalah hakku. Zea bukan apa-apa, dia hanya perempuan yang kebetulan dekat denganku. Segera kubaringkan tubuh di atas tempat tidur. Sudah hampir jam sepuluh malam. Masih terbayang Athena yang semalaman tidur bersamaku.

Teringat akan Kemal yang segera suka padanya. Belum apa-apa aku sudah punya saingan. Tidak heran karena memang sebagai laki-laki kami akan segera tertarik pada perempuan cantik bertubuh indah. Cocok itu belakangan, yang penting menarik. Tapi segera bayangan Om Dion memenuhi kepalaku. Pengkhianatan laki-laki itu tidak bisa dimaafkan. Kenapa harus menyukai istri orang? Apalagi perempuan tersebut sudah punya anak. Tidakkah dia tahu kalau aku memiliki trauma tersendiri? Akan kubuat putrinya merasakan hal yang sama pernah terjadi padaku. Ada tapi tak berarti, seperti hubunganku dengan mami sejak dulu.

***

Siang hari aku dikejutkan dengan panggilan Pak Surya. Pimpinan security di rumah ini.

"Mbak Athe, mobilnya sudah datang."

"Mobil siapa pak?"

"Yang untuk Bu Athena."

"Saya nggak beli mobil."

"Tapi ditujukan untuk Bu Athena, mungkin untuk kendaraan pribadi."

Kutatap pria paruh baya itu tak percaya. Semudah ini Avram membeli kendaraan? Tapi mau bilang apa lagi karena dia memiliki segalanya. Aku sebenarnya tidak ingin menarik perhatian orang lain. Apalagi menimbulkan kecemburuan dari para pelayan. Selama ini mereka begitu memperhatikan gerak gerikku. Semoga setelah ini Avram tak lagi kebablasan.

Aku kembali ke dalam, mami ternyata sudah bersiap. Kami akan pergi ke sebuah butik milik putri temannya. Seperti biasa berangkat berdua. Sampai di sana teman mami menyambut kami dengan ramah.

"Saya sudah menunggu dari kemarin."

"Ya, ada acara yang tidak bisa saya tinggal. Baru datang sekarang."

Kami kemudian masuk ke dalam. Aku segera dikagetkan dengan aneka gaun yang cantik-cantik. Mami segera berbisik.

"Pilihlah sebanyak yang kamu mau."

Kalimat itu justru mengagetkanku.

"Tidak tahu akan dipakai ke mana mi."

"Pilihlah yang modelnya everlasting. Sehingga kamu bisa menggunakannya dalam jangka waktu lama."

"Saya tidak pandai memilih mi."

Mami kemudian menyusuri beberapa bagian dan dengan mudah dia mengeluarkan sedikitnya dua belas potong. Ada gaun, blus, rok dan juga kulot.

"Kamu coba ini."

Aku segera masuk ke dalam dan mencoba gaun pertama. Aku suka warnanya yang abu-abu muda. Saat ke luar, seorang perempuan muda menatapku tanpa kedip.

"Saya boleh foto kamu?"

Aku mengangguk ragu, dia memberi perintah apa yang harus kulakukan. Dan seketika matanya terbelalak.

"Kamu cantik banget lho, kalau di foto. Kebetulan kami belum dapat model, mau nggak jadi modelku?"

Aku bingung, kutatap mami untuk bertanya apa yang harus kulakukan.

"Boleh, kalau kamu suka." jawab mami sambil tersenyum. Sementara perempuan itu menunjukkan hasil fotoku pada ibunya.

"Kalau sekarang boleh? Tapi bayarannya pakai baju dulu, aja ya," ucapnya sambil bercanda.

Kembali kutatap mami.

"Boleh, kami sedang tidak kemana-mana."

Segera mereka memperbaiki penampilanku. Perempuan yang pada akhirnya kuketahui bernama Rebecca itu mengeluarkan beberapa gaun lagi. memintaku berfoto di setiap sudut bahkan halaman butik. Cukup lama dan melelahkan. Apakah seorang model akan seperti ini?

"Nanti kalau ada yang baru masuk, kamu akan kupanggil. Untuk penjualan online kami butuh foto. Boleh minta nomor ponsel kamu?"

Segera kuberikan. Perempuan itu tersenyum puas. Kami meninggalkan butik dengan membawa lima belas belas potong baju. Ada sebagian yang kuterima secara gratis. Entah akan kupakai ke mana nanti. Mami tersenyum sepanjang jalan. Acara siang itu kami lanjutkan dengan makan.

"Mami suka makan di luar, senang rasanya bisa mencicipi makanan berbeda setiap saat. Apa makanan favoritmu?"

"Masakan ibu." jawabku singkat. Tapi segera memunculkan kesedihan yang mendalam. Karena sudah beberapa bulan tidak bisa menikmati lagi.

Mami menepuk tanganku. "Tidak selamanya manusia akan memiliki orang tua. Kamu beruntung masih bisa berbakti pada mereka."

Selesai makan kami kembali pulang, sepertinya mami sudah capek. Kali ini ia meletakkan kepala di bahu kursi. Kupijat tangannya, ia menatapku sambil tersenyum. Namun saat memejamkan mata, kulihat ada air mengalir disudutnya.

"Mami kenapa?"

"Saya senang akhirnya bisa bertemu kembali dengan kamu."

Ada sesuatu yang aneh dalam ucapan mami. Apakah ada yang belum dia ceritakan?

***

Gumush banget ya, lihat Avram. Denial terusss....

Happy reading

Maaf untuk typo

10422

Continue Reading

You'll Also Like

4.8M 176K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
2.4M 266K 47
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...
1M 13.7K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
315K 16.6K 48
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...