ARJEAN || I Am (not) Villain...

By NihaOsh

229K 30.4K 54.5K

[17+] "Lebih suka cowok seumuran atau yang lebih tua?" -Arjean. "Siapa aja, asal bukan lo." -Shannon. ⚠️WARNI... More

00 || Arjean
01 || Bau Keong
02 || Poci
04 || Pembunuh?
05 || Pap
06 || Mabuk
07 || Sate
08 || Sasaran selanjutnya
09 || Pengkhianatan
10 || Pilih Kasih
11 || Terluka
12 || Bukan orang baik?
13 || Donor
14 || Cara licik
15 || Mabuk (2)
16 || G-anas?
17 || Ferry dan Shannon
18 || Arjean dan Shannon
19 || Percaya?
20 || Mati?
21 || Kesalahan
22 || Dilanjut?
23 || Membunuh?
24 || Racun
25 || Pergi
26 || Sakit
27 || Aku butuh jantungnya
28 || Ketakutan yang tak berujung
29 || Masih ada harapan?
30 || Dia orang baik [SELESAI]

03 || Boba

8.9K 1.1K 1.7K
By NihaOsh

Spam komen yuk!

Jangan lupa Vote juga, makasih 😍

.
.
.

Siang ini, Jean mengunjungi salah satu cabang kafe yang sudah resmi menjadi miliknya, ia memegang semua surat-surat kepemilikan kafe yang diberikan oleh sang ayah.

Jean merasa terbebani, namun ia berusaha santai untuk menjalaninya, toh semuanya masih dibantu oleh orang kepercayaan ayahnya.

Jean tahu, keluarga besar Learyant sangat tidak setuju dengan hal tersebut, dan ia sangat merasa tidak enak, namun keinginan ayahnya tak bisa dibantah lagi.

Jean juga merasa ada beberapa karyawan yang tak menyukainya bahkan membicarakannya secara terang-terangan, namun Jean tak mau ambil pusing.

Kini Jean sudah berada di sekolah Shan, ia menghubungi Shan dan meminta Shan untuk keluar sebentar, mengingat saat ini jam istirahat tengah berlangsung.

Tak lama, Shan pun keluar dari dan memasuki mobil Jean.

"Apa?" Tanya Shan dengan suara pelan.

Jean pun memberikan beberapa paper bag berisi makanan dan minuman pada Shan, membuat Shan mengerutkan dahinya.

"Kok banyak?"

"Iya, buat lo. Kalau gak abis kasih ke Yorka atau ke temen lo yang lain," sahut Jean, kemudian ia memasukan beberapa permen gagang rasa anggur ke dalam paperbag tersebut.

Sementara Shan hanya diam sambil memperhatikan Jean, Jean terlalu niat hingga datang ke sekolahnya membawa banyak makanan.

"Lo dari mana?" Tanya Shan dengan suara pelan, hal itu membuat Jean tersenyum kecil.

"Dari kafenya bokap gue, gue inget sama lo yang suka Pancake, sayangnya gak ada Pancake toping Tutut."

Shan berdecak kecil, "lain kali gak usah bawain kayak gini lagi."

"Kenapa?"

"Ya.. gue gak makan sebanyak ini."

"Masa?"

"Serius!"

"Yaudah," sahut Jean, kemudian ia terdiam sejenak, begitu pun dengan Shan.

Shan mengeluarkan satu satu permen pemberian Jean, kemudian membuka bungkusnya dan memberikannya pada Jean.

"Makan, kebanyakan." Shan bergumam seraya memalingkan wajahnya.

Jean menerima permen itu dan memasukan ke dalam mulutnya.

"Masuk jam berapa?" Tanya Jean.

"15 menit lagi."

"Oh Yaudah, masuk sana.."

"Hm, Thanks."

Shan pun keluar dari mobil Jean, ia pergi dengan membawa banyak makanan di dalam paperbag yang ia jinjing.

Jean menghela nafasnya, respon baik Shan sekecil apapun membuatnya senang.

Ddrrtt
Ddrrttt

Jean meraih ponselnya yang berdering dari atas dasbor, ia terkejut dalam diam ketika tahu siapa yang menghubunginya, ia mendiamkan dering itu beberapa detik.

Karena tak kunjung berhenti berdering, Jean pun menjawab panggilan tersebut.

"Hm?"

"Jean.."

Terdengar suara purau seorang perempuan di sebrang sana, membuat Jean terdiam.

"Jean.."

"Ya, Anna?"

"Aku sakit."

"Semoga cepet sembuh."

Keduanya terdiam untuk beberapa detik, kemudian terdengar helaan nafas di sebrang sana.

"Aku pengen ketemu kamu, mau jelasin semuanya."

"Jelasin apa lagi? Kamu kan udah tunangan sama Rama, bahkan gak ada omongan dari kamu sebelum acara tunangan itu terjadi."

"Aku dijodohin mama."

"Sama, aku juga dijodohin, jadi gak ada yang harus dijelasin lagi, aku maafin kamu, Na."

"Aku pengen ketemu, sebentar aja."

"Gak bisa."

"Sebentar, Jean. Aku kangen."

Jean mendengus sebal, tanpa mengatakan apapun ia memutuskan sambungannya dan mengabaikan panggilan dari Anna, ia pun melajukan mobilnya menjauh dari sekolah Shan, ia harus pergi ke kampus.

**

Sejak ulangan matematika berakhir, Shan banyak diam, kelasnya mendapat giliran di jam ke 3, sementara kelas Yorka jam pertama. Shan sudah menanyakan soal dan jawabannya pada Yorka, namun Yorka tak memberitahunya dengan alasan Shan selalu menyepelekan belajar dan enggan belajar lebih giat.

Shan kesal, ia bukannya menyepelekan, hanya saja otaknya tidak mampu untuk mencerna apa yang guru matematika jelaskan padanya.

Yorka tidak salah, hanya saja apa susahnya membantu saudara sendiri? Hal tersebut membuat Shan kesal.

Nilai matematika keluar hari ini juga, tepatnya saat bel pulang berbunyi semua nilai siswa kelas 11 ditaruh di mading.

"Harusnya dipajang pake baliho Hahhaha," celetuk Yorka yang terlihat senang, nilainya yang paling tinggi dari kelas lain, bahkan namanya berada di urutan nomor 1.

Tidak aneh Yorka mendapat nilai tertinggi lagi, sebab Yorka adalah siswa paling pintar di sekolah, bahkan Yorka sudah mengikuti beberapa Olimpiade Fisika, matematika, dan kimia.

"Heh? Bidadari dapet urutan terakhir!" Celetuk Haikal yang terlihat terkejut, membuat semua mata menoleh pada Shan yang tengah berdiri depan mading posisi paling belakang, sebab Shan tengah menunggu mading sepi.

Seketika semua orang terdiam ketika melihat Shan yang terlihat begit dingin, seolah Shan tidak peduli dengan nilainya.

"Ini cuma ulangan harian, emang soalnya susah," ujar Killian yang mendapat urutan kedua setelah Yorka.

"Tapi lo tau gak sih? Shan jago nyanyi, praktek seni budayanya dapet A terus," ucap Nando pada Killian, dan Killian mengangguk kecil.

"Shan juga jago di olahraga, dia bisa basket, voli, renang, bola tangan, bulu tangkis, nilainya A plus terus!" Timpal Mark.

"Nilai ulangan kali ini cuma tes doang, gak masuk raport, jadi lo bisa perbaikin lagi," ucap Junior seraya menepuk bahu Shan, namun Shan tetap terdiam.

Beberapa anak komplek nampak berusaha menenangkan Shan, senentara hanya menatap Shan dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Jangan diem aja Yorka," tegur Ayang seraya menyikut lengan Yorka.

"Kalau udah bego susah, nenangin doang gak akan bisa bikin dia bangkit, harusnya kalian semangatin Shan buat rajin belajar," gumam Yorka, kemudian ia melangkah pergi menuju parkiran sekolah.

"Lo gak bego, cuma rmang males belajar, semangat belajarnya," gumam Killian yang berdiri di samping Shan.

"Lo mau pulang bareng gue?" Tanya Killian seraya tersenyum kecil.

"Gak," tolak Shan, kemudian ia melangkah pergi menuju gerbang sekolah, nampaknya Shan tidak akan pulang bersama Yorka.

Shan tahu dirinya bodoh, tapi apa Yorka pantas mengatakan hal tersebut di depan teman-temannya? Bahkan yang mendengar banyak, bukan anak komplek saja.

"Shan!"

Shan yang baru saja melewati sebuah mobil yang terpakir di depan sekolah pun menghentikan langkahnya, ia menoleh dan melihat Jean yang berdiri di dekat mobil tersebut.

Pikiran Shan sedang kacau, sampai-sampai ia melewati Jean begitu saja.

Shan pun menghampiri Jean dan memasuki mobil Jean, Jean yang melihat itu nampak bingung.

"Lo kenapa?" Tanya Jean.

"Ulangan mtk gue gak tau dapet nilai berapa, hasilnya ada di mading."

"Hah? Terus?"

"Gue dapet urutan paling terakhir, Yorka paling pertama."

"Lo gak belajar?" Tanya Jean, dan Shan menggelengkan kepalanya.

"Kenapa gak bilang gue? Kan gue bisa bantu belajar."

"Gak secepat itu buat paham dalam semalem, gue kesel," gumam Shan dengan tatapan kosong.

"Mau kesel ke siapa? Lo yang males kok," celetuk Jean seraya melajukan mobilnya, ia sempat meliat Yorka yang baru saja keluar dari area sekolah.

"Iya tau, gue bego."

"Gak usah sedih, ulangan selanjutnya usahain dapet nilai bagus, nanti malem kita belajar."

"Gak tau ah," gumam Shan seraya memalingkan wajahnya memandnag keluar jendela, Jean pun menghela nafasnya.

"Mau ke mana dulu?" Tanya Jean.

"Terserah."

"Ke hotel?"

Shan melirik Jean dengan tajam, membuat Jean tertawa pelan.

"Becanda, takutnya lo mau ke mana gitu, gak pengen pulang dulu."

"Mau street boba," gumam Shan, Jean pun menganggukan kepalanya, ia melajukan mobilnya menuju outlet yang lumayan jauh dari sekolah Shan.

Sesampainya di lokasi, Jean dan Shan berdiri di depan meja kasir, Shan nampak memandang menu di atas meja.

"Jean, gue yang pilihin boleh gak?" Tanya Shan, dan Jean menganggukan kepalanya.

"Mba, mau Izu Merry bertanya satu, Yume mix saidanya satu, itaewon Crispy chickennya dua yang barbeque level 3, Gangnam chesee ballnya satu, Busan o-pokki dua yang gochujang, sama boba donatsunya satu, udah."

Jean mengerutkan dahinya, Shan memesan sebanyak itu, ia tidak masalah, hanya bingung.

"Baik, totalnya jadi 249 ribu," penjaga kasir itu menyebutka nominalnya, dan Jean membayar semuanya, pesanan pun dibuat.

"Lo bisa makan sebanyak itu?" Tanya Jean, dan Shan hanya mengendikan bahunya.

Tak lama pesanan mereka pun jadi, dan mereka duduk di meja paling pojok dekat jendela.

Shan dan Jean menikmati minuman masing-masing, Jean memperhatikan Shan yang mencicipi makanan di depannya datu persatu.

"Umhh enak," lirih Shan setelah memakan opokkinya.

"Lo belum pernah ke sini?" Tanya Jean.

"Udah, tapi baru nyoba yang shibuya, mau nyoba semuanya. Ini enak semua," sahut Shan seraya mengangguk-angguk kecil.

"Minumannya enak gak?" Tanya Shan.

"Enak, ada sodanya."

Jean dan Shan pun menikmati makanan mereka, Shan makan cukup banyak, sepertinya begini cara Shan melampiaskan kekesalannya, bahkan Shan menambah potongan ayamnya dua porsi.

"Jean.."

Jean menoleh, raut wajah damainya berubah menjadi dingin ketik melihat Ferry bersama teman-temannya.

Ferry adalah kakaknya Eric.

Ferry tersenyum pada Shan, "Pantesan lo pengen dijodohin sama Shan, Shan secantik ini," ucapnya seraya menyentuh bahu Shan, sontak Shan menepisnya.

"Ish jangan pegang-pegang!" Omel Shan, dan Ferry yang tertawa.

"Lo pergi aja, gak usah ganggu," usir Jean dengan suara pelan.

"Ini Jean yang anak haram om lo?" Tanya temannya Ferry.

"Iya, sekarang dia yang pegang Arion Cafe, padahal dia cuma anak pembantu lonte, dia manfaatin keluarga Learyant buat ngambil semua hartanya," sahut Ferry yang menurut Jean terlalu kekanakan.

Jean tersenyum kecil, "terus kenapa?"

"Gak malu lo? Barang-barang lo bermerek semua, anak haram aja belagu banget."

"Mulutnya kayak cewek," lirih Shan dengan tatapan jijik.

"Iya, sekeluarga mulutnya lemes semua, mereka iri sama gue yang cuma anak haram tapi dapet banyak harta," sahut Jean dengan santai, yang membuat Ferry terdiam dengan tatapan kesal.

"Jangan kenakan fer, gue tau lo bukan bocah yang duka ngolok-ngolok kekurangan orang lain, urusin urusan lo sendiri, bilang bokap lo kalau ngutang bayar, jangan pura-pura gak inget," ujar Jean.

Ferry pun tersenyum kecil, "bener kan? Dia anak haram yang belagu, norak, biasanya tinggal di kampung makan lalapan doang."

"Bukan urusan lo, Ferry. Lama-lama gue kayak bocah yang ngeladenin bocah tolol kayak lo."

"Bacot!"

"Udah deh, lo yang norak, orang-orang pada diem lo malah ngajak ribut, malu tuh sama badan gede, mulut kayak cewek, otak kayak bocah," ujar Shan yang menbuat Jean tersenyum mengejek.

Teman-teman Ferry pun menarik Ferry untuk pergi, sebab mereka tahu Ferry orang yang emosian dan kenakan.

"Siapa sih? Bocah banget," tanya Shan seraya melirik Ferry yang duduk tak jauh darinya.

"Sepupu gue, dia yang paling panas pas bokap gue ngasih semua kafenya ke gue."

"Jadi, lo serius yang megang Arion Cafe sekarang?" Tanya Shan, dan Jean menganggukan kepalanya.

"Gila! Cabangnya banyak banget."

Jean tersenyum angkuh, "ya, dan lo masih gak mau sama gue?"

Shan pun mendengus sebal, "lo harusnya deketin gue pas gue lagi gak sama Nathan."

"Lama nunggu Nathan mati, jadi gue gas sekarang."

"Sinting, tau-tau lo yang mampus duluan, rasain!" Balas Shan yang tidak terima Jean selalu mengatakan soal kematian untuk Nathan.

Jean tertawa pelan, "santai Shan, kayaknya Nathan susah matinya, Tuhan masih nungguin dia tobat."

"Jean! Jangan ngomong sembarangan soal Nathan!" Tegur Shan dengan tatapn tajam.

"Iya, iya sorry.."

**

"Shan, ini gila, mama malu banget," gumam Diana seraya menatap Shan dengan tatapan kesal, sementara Shan baru saja sampai di rumah setelah makan bersama Jean.

"Ya gimana lagi? Aku gak ngerti."

"Makanya belajar! Mama malu di grup orang tua wali pada banggain anaknya, sementara mama cuma diem karena kamu dapet urutan paling terakhir!"

"Ini cuma ulangan harian, Ma. Gak masuk raport."

"Baru latihan aja kamu dapet urutan terakhir, apalagi ujian beneran?! Jangan spelein nilai kamu, Shannon!" Bentak Diana yang terlihat begitu marah.

"Kamu tuh terlahir dengan otak, gunain otak kamu dengan baik, Shannon!" Bentak Diana lagi seraya menekan dahi Shan dengan jari telunjuknya, membuat Shan terdiam dengan mat mengarah ke lantai.

"Jangan main terus!-."

"Aku gak main! Harusnya mama suruh aku buat fokus belajar bukannya jodohin aku sama Jean!" Shan menyela ucapan Diana sambil menatap Diana dengan tajam.

"Kalau gitu jangan temuin Nathan lagi! Mama cuma ijinin kamu buat pergi ke sekolah!"

"Ma-."

"Perbaiki nilai kamu, Shannon!" Teriak Diana menyela ucapan Shannon, membuat Shan terdiam sejenak dengan mata berkaca-kaca.

"Jadi anak tuh harus berguna, liat Yorka, nilai dia gak pernah ngecewain mama! Dia gak pernah bikin masalah, harusnya kamu contoh Yorka!"

"Aku terlahir dengan sedikit kekurangan, tapi respon mama seolah aku hidup dengan cacat fisik dan cacat mental."

"Gak usah dilebih-lebihin, emang kenyataannya kamu gak berguna, gak pernah belajar, gak pernah bantuin orang tua, bisanya cuma makan, tidur, ngabisin uang orang tua!"

Ucapan Diana sangat menyakitkan, membuat Shan kesulitan untuk menahan tangisnya.

"Kalau gak pengen punya anak bodoh, gak usah punya anak, atau buang aku aja bisr ngeringanin beban hidup mama," gumam Shan.

"Harusnya kamu tuh bersyukur Shan, Tuhan ngasih kamu kehidupan yang baik, apa susahnya buat ngejalanin hidup yang baik juga? Mama kasih kamu segalanya, apa susahnya buat nurutin semua perintah mama? Mama cuma pengen kamu belajar yang rajin!"

"Ya aku udah bego! Mau gimana lagi? JANGAN PAKSA AKU BUAT JADI YORKA!" Jerit Shan di akhir akhir kalimat.

Diana menatap Shan dengan tajam, "harusnya kamu menjawab dengan baik Shan, iya ma aku bakal berusaha buat jadi lebih baik lagi, bukannya teriakin mama kayak gitu!" Bentak Diana yang membuat Shan menangis tersedu-sedu.

"Cape banget punya orang tua yang cuma pengen dingertiin tapi gak bisa ngertiin anak sendiri," lirih Shan, kemudian ia membalikan tubuhnya dan melangkah pergi dari rumahnya, mengabaikan panggilan Diana yang memintanya untuk tetap tinggal.

Shan masih memakai seragam sekolah lengkap dengan tasnya, ia mengusap air matanya yang menetesnya deras.

"Suruh jadi orang pinter mulu, anjng. Gue bukan dukun." Shan mendumal.

**

Shannon
Ada bidadari di depan.
Read.

Jean mengerutkan dahinya setelah membaca pesan dari Shan, ia pun keluar dari kamarnya dan pergi menuju ke depan rumahnya, terlihat Shan yang tengah berdiri di depan pagar rumahnya.

"Kenapa Shan?" Tanya Jean seraya membuka pintu pagar, ia terkejut melihat mata Shan yang sembab, namun raut wajah Shan terlihat dingin seperti biasanya.

"Gak mau pulang," gumam Shan.

"Kenapa?"

"Dahlah, gak peka." Shan hendak pergi, namun dengan cepat Jean menahan tangannya.

"Sini masuk," ujar Jean seraya menggengam tangan Shan dan menariknya untuk memasuki rumahnya.

Jean membawa Shan ke kamarnya dan mendudukan Shan di pinggiran kasur, sementara ia berdiri di hadapan Shan dengan tatapan bingung.

"Lo kenapa nangis?" Tanya Jean.

"Dimarahin, gara-gara nilai ulangan."

Jean menghela nafasnya, "terus diusir?"

"Enggak, gue muak aja di rumah, pasti mulut mama gak bakal berenti ngoceh sampe dia ngantuk."

"Yaudah Ayok belajar-."

"Orang lagi sedih malah diajak belajar," dumal Shan menyela ucapan Jean.

Jean tertawa, kemudian ia memeluk Shan dan mengusap surai Shan dengan lembut, membiarkan pipi Shan menyentuh perut berototnya.

"Nyokap lo emang agak keterlaluan, dia terlalu obsesi sama nilai-nilai lo, tapi tujuan dia bagus, dia pengen lo jadi anak yang pinter."

"Hm.."

"Jangan sedih lagi, mending lo mandi."

"Gue bau ya?"

"Iya."

Sontak Shan menonjok pinggang Jean, membuat Jean tertawa sambil melepaskan pelukannya, "lo tunggu di sini."

Jean keluar dari kamarnya, Shan pun mengedarkan pandangannya untuk memandang kamar Jean yang terlihat luas dan rapi, benar-benar nyaman.

Tak lama, Jean kembali, Jean mengambil handuk, kaos, dan celana trainingnya dari dalam lemari, kemudian memberikannya pada Shan.

"Mandi dulu, sikat gigi baru ada di laci bawah, abis ini belajar, lo ada soal bekas ulangan tadi?" Tanya Jean, dan Shan mengangguk.

Shan pun pergi mandi, sementara Jeans menyiapkan meja lipatnya di atas karpet dan menonton film.

Sekitar 15 menit kemudian, Shan sudah selesai mandi, ia menatap Jean dengan tajam, membuat Jean terlihat bingung.

"Kenapa lagi?" Tanya Jean.

"Ini bra sama cd punya siapa?" Desis Shan.

"Nyokap gue."

"Bekas?"

"Baru lah! Itu mereknya baru gue copot," sahut Jean dengan santai, membuat Shan terdiam masih dengan tatapan tajamnya.

Shan kesal dan malu karena Jean memberikannya dalaman, namun tidak ada yang salah juga. Shan pun mendengus kecil, ia duduk di samping Jean dan mengeluarkan kertas soalnya.

"Tapi cukup kan branya?" Tanya Jean dengan suara pelan.

"Kekecilan."

"Mau ganti?"

"Gak!"

"Okay, lepas aja kalau sesek," saran Jean yang membuat Shan terdiam dengan tatapan dinginnya.

"Gue cuma nyaranin, takutnya lo sesek nafas, mati, kan gak lucu mati gara-gara bra kekecilan." Jean membela diri, dan Shan menghela nafasnya.

"Besok gue remedial pake soal yang sama, pokoknya gue mau dapet 100."

"Jangan 100 juga, nanti dicurigain, mending 80 aja. Ini soalnya gampang."

Shan kembali mendengus sebal, "kenapa sih orang-orang pada pinter?" Dumalnya membuat Jean menahan tawa.

"Lo juga bisa pinter kok, dengerin penjelasan gue ya? Lo yang isi dan ngitung, Okay?" Ucap Jean, dan Shan menganggukan kepalanya.

Malam itu pun Jean mengajarkan cara mengisi soal ulangan pada Shan, Shan nampak fokus dan bersungguh-sungguh, Shan benar-benar ingin mendapatkan nilai yang bagus.

Sekitar 2 jam kemudian, Shan mengerang kesal, namanya ia sudah bosan. Jean pun menyudahi kegiatan tersebut, mengingat Shan sudah selesai mengisi semua soalnya.

Shan memutuskan untuk menginap, padahal Jean akan mengantarkannya pulang, tapi Jean tidak keberatan jika memang Shan tak ingin pulang.

"Jean.."

Jean yang baru saja keluar dari toilet pun menoleh pada Shan yang sudah terbaring di atas kasur.

"Bau bunga-bunga gitu gak sih?" Tanya Shan yang membuat Jean terdiam sejenak.

"Mungkin si Jamal lagi keliling."

"Ih! Jamal bau busuk!"

"Berarti bukan si Jamal, pocong lain," sahut Jean dengan santai seraya menganbil selimut dari lemarinya.

"Ih Jean!"

"Apa, Shan?"

"Takut!"

"Biarin aja, gak bakal ganggu, cuma lewat."

"Jangan tidur di sofa, di sini aja!" Pinta Shan yang membuat Jean menoleh, Jean tertawa melihat Shan yang nampak ketakutan.

"Gak ah, gue di sofa aja."

"Gue gak mau tidur sendirian, keinget omongan Lucas yang dia meluk guling taunya poci," celetuk Shan dengan suara lirih.

Jean pun mengangguk kecil, ia beralih mengunci pintunya dan membaringkan tubuhnya di samping Shan.

"Kenapa dikunci?" Tanya Shan.

"Nanti nyokap gue masuk dan nyangka yang enggak-enggak."

Shan lebih mendekat pada Jean, "gue bukannya caper atau apa ke lo, tapi gue beneran takut. Takut ada yang nongol dari samping kasur," bisiknya.

"Gak ada apa-apa, Shan. Rumah gue gak pernah ada hantu."

"Tuh bau singkong bakar sekarang," lirih Shan.

"Nah kalau ini katanya ada genderuwo," bisik Jean yang membuat Shan mengerang kesal.

Shan lebih mendekat pada Jean seraya meremat ujung selimut yang ia gunakan.

Jean pun memiringkan tubuhnya dan memeluk Shan.

"Gue gak minta dipeluk," desis Shan.

"Santai aja, biar lo nyaman," sahut Jean seraya mengusap pinggang Shan dengan lembut, membuat Shan bungkam.

Jean pun mematikan lampu utama dan menggantinya dengan lampu tidur, hingga kamar itu terlihat remang-remang.

Mereka terdiam untuk beberapa menit, dan Shan tak bida terlelap karena merasa takut.

"Jean.."

"Hm?"

"Udah tidur?"

"Belum, kenapa?"

"Kalau gue mau pipis minta anterin lo ya?"

"Kan toiletnya deket."

"Yaudah, gak usah."

"Yaudah nanti dianter."

"Gue gak bisa tidur," lirih Shan.

Jean pun sedikit menurunkan selimutnya, kemudian menundukan kepalanya hingga ia dapat melihat wajah Shan dalam jarak yang dekat.

Jean pun membalikan tubuh Shan hingga memunggunginya, kemudian memeluk Shan lebih erat hingga punggung Shan menempel di perut dan dadanya, sementara kedua tangannya melingkar di perut rata Shan.

"Kalau gini pasti bisa tidur," bisik Jean, dan Shan hanya berdeham.

Namun Shan tetap tak bisa terlelap, membuatnya berulang kali menggerakan bagian tubuhnya, seperti kaki, tangan, dan kepalanya.

Jean pun menghela nafasnya, "soal nilai jangan dipikirin lagi," bisiknya dengan suara serak di dekat telinga Shan, membuat Shan merinding mendengarnya.

"Enggak dipikirin, kepikiran mama."

"Kenapa?"

"Pasti dia bakal tambah marah."

"Gak bakal, besok gue anter pulang, terus anter ke sekolah."

"Hm..."

Mereka kembali terdiam, Jean pun mengangkat kepalanya untuk mengecek Shan, namun Shan ternyata masih membuka mata.

Jean menarik dagu Shan hingga kepala Shan tertoleh ke samping, "gue ada cara biar lo bisa tidur."

"Gimana?"

Jean tersenyum kecil, kemudian ia mengecup bibir Shan, membuat Shan terskejut dalam diam.

Jean pun mengubah posisinya menjadi mengukung tubuh Shan dari atas, kemudian ia kembali mengecup bibir Shan dan menggerakan bibirnya dengan lembut seperti sebelumnya.

Shan yang terkejut hanya diam, tak dipungkiri ia menikmati setiap gerakan bibir Jean.

"Bales aja, nanti juga ngantuk."

"Modus, minggir- umphh.." ucapan Shan terpotong saat Jean kembali meraup bibirnya, menggerakannya dengan lembut.

Shan pun membalas ciuman Jean sambil memejamkan matanya.

Shan tak munafik untuk meminta Jean berhenti, ia suka berciuman dengan Jean.

Shan mengerutkan dahinya ketika lidah Jean mengantuk-ngetuk bibirnya, ia pun membuka mulutnya dan terkejut data lidah hangat Jean menerobos masuk ke dalam mulutnya.

Shan meremat pinggang Jean, ia mencoba membalas ciuman Jean yang sudah melibatkan lidah.

"Mhh.." Shan tak sengaja melenguh Karen Jean menghisap bibir dan lidahnya dengan kuat.

Jean pun meraih kedua tangan Shan dan menggeggamnya dengan satu tangan, kemudian menaruhnya di atas kepala Shan.

Lama kelamaan, ciuman Jean berubah manjadi sedikit kasar dan menuntut, membuat nafas Shan memburu hebat dengan jantung yang berdebar keras.

Jean pun menyudahi ciumannya, ia hampir saja kelepasan dan melakuakan hal lebih.

Jean memandang wajah Shan sejenak, mata Shan terlihat sayu denggan bibir yang mengkilap karena liurnya.

"Sorry," bisik Jean seraya kembali memeluk Shan dari belakang, kemudian mengusap pergelangan tangan Shan yang sempat ia cengkram.

Jean memejamkan matanya, seketika bayangan Anna yang pernah ia sakiti terlintas begitu saja, ia hampir memperkosa Anna karena nafsunya yang sulit dikendalikan.

.
.
.
.
Tbc

Next?

💚💚💚

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 55.6K 25
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
110K 12.4K 86
apa yang pasti pernah di dapatkan manusia? keberuntungan. karena setiap pertemuan akan selalu ada keberuntungan yang menyertainya. bersama atau tid...
562K 21.3K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
7.2K 678 32
Cast Twice Got7 Bts Blackpink Gfriend Other " Chamkkanman, apa maksud ucapanmu? " " aku menyesal.. Miane" " bisakah kita hidup dengan tenang? " " ap...