AFTER 100 [REVISI]

By anomali_127

190K 9.1K 217

Niskala tak bisa menolak permintaan sahabatnya, begitu juga dengan Dipta yang terpaksa menikahi Niskala karen... More

PROLOG
NISKALA
KASIH SAYANG SINGKAT
PILU
WEDDING
40 HARI MITA
CINTA? LAGI?
LALAPAN PAK MUH
KERIBUTAN PERTAMA
PERJANJIAN BATAL
PERJANJIAN BATAL (2)
KUNJUNGAN MAMA MERTUA
PEMAKSAAN MAMA
BULAN MADU, KATANYA
AKU, KAMU DAN PENYU
TENTANG NISKALA
KONDANGAN & AKUR
PULANG
ARLIDA
GANJEN
MASALAH ARLIDA
HAMPIR KELEWATAN
LOST CONTROL
DIPTA MOODY
HARI KEBALIKAN
DIPTA NGIDAM
KEMBANG API
EPILOG
JDTS?
GIRL BOSS, SHY-ON BOY

PERESMIAN & PESTA

5.8K 370 10
By anomali_127

Happy reading...

AWAS TYPO!!!!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

*****

Niskala menatap jam tangannya beberapa kali, sudah kesekian kalinya juga wanita itu meneliti penampilannya di depan cermin. Memastikan apa ada yang kurang atau bahkan berlebihan.

"Gak terlalu berlebihan, kan?" gumamnya sambil menelisik gaun yang dikenakannya.

Bayangkan saja, hampir empat jam Niskala hanya memandangi kedua gaun yang baru dibelinya kemarin siang. Alasannya pun sangat aneh, karena keduanya terlihat bagus dan membuatnya semakin bingung harus memilih yang mana. Namun pada akhirnya ia memilih untuk mengenakan gaun berwarna peach yang dipilihkan Galang.

Selain untuk menghargai pemberian pria itu, Niskala juga jatuh cinta dengan potongan gaunnya.

"Selera dia bagus juga," gumamnya sambil mengamati pantulan dirinya. 

Riasan wajah yang dipakai Niskala juga tak terlalu tebal, bahkan kulit putihnya terlihat seperti tak memakai riasan apapun. Rambutnya yang dibiarkan tergerai semakin membuatnya seperti seorang gadis.

Tepat setelah Niskala mengenakan sepatu hak tingginya, bel pintu berbunyi. Dengan santai Niskala membuka pintu dan mendapati Galang sudah ada di sana, dengan penampilan yang bisa membuat kaum hawa berdebar ketika melihatnya.

Itu lah yang dipikirkan Niskala, lagi pula siapa yang tak akan terpesona dengan pria setampan Galang. Bahkan ketampanannya semakin bertambah berkali-kali lipat ketika mengenakan setelan jas seperti malam ini. Tapi perasaan itu sama sekali tak hinggap dalam benaknya, atau dengan kata lain ia merasa biasa saja.

"Udah siap berangkat, Tuan Putri?"

Pertanyaan itu bukannya membuat merona, tapi malah mengundang tawa lepas seorang Niskala. Setelah berhasil meredakan tawanya, dokter muda itu mengangguk kemudian keluar sambil menutup pintu apartemennya.

"Tadi aku kira kamu belum dandan, loh!" aku Galang sambil fokus menyetir mobil.

"Dih, gak tau aja aku secepat kilat kalau dandan..." jawab Niskala sambil tersenyum sombong.

"Bu Dokter bisa dandan juga ya ternyata?" kekeh Galang sambil melirik ke arah Niskala yang masih memasang ekspresi sombongnya. Sedangkan Niskala hanya bergumam pelan menanggapi pertanyaan itu.

"Nanti kenalan sama kakakku ya... dia penasaran sama kamu."

"Eh? Enak aja penasaran-penasaran!" gerutu Niskala sambil mengernyit.

Sebenarnya perasaannya sedikit tak nyaman, ia bahkan sudah menebak akan ada kejutan setelah ini. Tapi setidaknya Niskala juga harus berusaha mengerti dan mengantisipasi.

"Maksudnya penasaran tuh gimana?" tanya Niskala setelah terdiam cukup lama.

"Beberapa hari yang lalu aku bilang ke dia kalau aku mau ngundang kamu ke acara itu. Aku juga bilang kalau kamu salah satu dokter bedah terbaik yang masih muda, dan bang Lio mau ngasih penawaran kerja ke kamu. Itu pun kalau kamu mau dan jadwal di rumah sakit tempat kamu kerja gak terlalu padat."

Niskala mengangguk, penawaran itu cukup menarik dan bisa ia gunakan sebagai pelampiasan agar tak terlalu bosan di rumah. Dirinya adalah seorang istri, memang benar. Tapi apa gunanya jika pernikahan yang dijalani saja tak memiliki arah yang jelas. Mengharap soal perasaan pada suaminya pun tak akan pernah dilakukannya.

"Hmm... boleh juga, tapi untuk saat ini kayaknya aku masih belum bisa. Tau sendiri kan, di rumah sakit lagi kekurangan dokter bedah? Yang tadinya butuh tiga atau empat orang, di sana cuma ada dua." ujar Niskala dan Galang mengangguk setuju. Memang benar, di rumah sakit tempat mereka bekerja sedang kekurangan tenaga medis. Maklum saja, perkembangan rumah sakit itu memang cukup pesat, bahkan terdapat beberapa gedung baru dan fasilitas yang semakin lengkap.

"Kakak kamu... yang punya perusahaan Maxim ya?" tanya Niskala setelah sibuk dengan pikirannya yang terasa kusut.

Galang mengangguk, tapi tak menjawab pertanyaan wanita itu lebih jauh lagi ketika mobil mewahnya memasuki area parkir rumah sakit yang akan diresmikan.

Diam-diam Niskala merasa gugup sekaligus penasaran. Ia ingin tahu bagaimana reaksi suaminya ketika melihat dirinya masuk ke dalam bersama Galang. Tapi tentu saja gambaran di otaknya sudah begitu jelas. Dipta tak akan bereaksi apa-apa mengingat mereka sudah saling sepakat untuk pura-pura tak saling kenal.

"Yuk!" Galang mengulurkan tangannya sambil tersenyum ke arah Niskala.

Niskala membalas senyuman itu dan menerima uluran tangan Galang. Mereka berdua berjalan beriringan, masuk ke dalam lobi rumah sakit yang kini sudah dipenuhi para tamu undangan.

"Woah... jadi ini idolanya Galang?" pertanyaan itu datang dari seorang pria yang mengenakan setelan jas berwarna hitam, sama seperti milik Galang. Penampilan pria itu cukup menarik dan ada sedikit kemiripan dengan Galang. Bedanya, pria ini memiliki rahang tegas dan iris mata berwarna cokelat terang.

"Oh, kenalin. Saya Lio, kakaknya Galang, CEO Maxim Property."

Uluran tangan Lio disambut hangat oleh Niskala yang kini juga memperkenalkan dirinya secara singkat.

"Lio, dicariin pak Edo."

Suara berat yang begitu familiar menyapa indera pendengarannya, dengan refleks Niskala menoleh ke belakang dan mendapati Dipta berdiri di sana.

Baik Niskala maupun Dipta sama-sama mematung. Tak ada senyuman dari bibir keduanya, hanya detak jantung yang sama-sama berdebar kencang.

Niskala tak tahu apa yang dirasakannya ketika melihat Dipta berada di depannya. Pria itu terlihat tampan dengan setelan jas abu-abu tua. Sedangkan di sisi lain, Dipta juga merasakan hal yang mirip dengan wanita yang berdiri di hadapannya. Niskala terlihat begitu cantik dengan gaun berwarna peach malam ini, tapi dadanya seketika bergemuruh saat melihat tangan istrinya masih bergelayut di lengan Galang.

"Eh, kenalin. Ini Niskala, dokter bedah yang satu rumah sakit sama gue. Salah satu dokter bedah terbaik di Indonesia."

Niskala terkekeh pelan tanpa melepas tatapannya pada Dipta yang belum menunjukkan reaksi apapun.

"Jangan gitu, gak boleh berlebihan!" peringat Niskala sambil melirik Galang sekilas.

"Kan emang gitu kenyataannya. Tuh, kenalan sama bang Dipta, manajer Maxim Property."

Niskala mengulurkan tangannya dan ketika Dipta membalas uluran tangan tersebut senyuman tersungging menghias wajah cantiknya. Tanpa disadari, Dipta meremas pelan tangan Niskala yang masih berada di genggamannya, membuat wanita itu buru-buru menarik tangannya kembali.

"Kalian serasi," timpal salah satu pria yang berdiri di samping Lio. Tentunya sambil memandang lekat ke arah Niskala dan Galang.

"Ah, jangan aneh-aneh Pak Juna! Saya sama dokter Niskala cuma rekan kerja."

Galang menanggapi dengan santai. Sedangkan Niskala tak tahu harus berbuat apa. Dirinya merasa kikuk setengah mati ketika Dipta masih saja menatapnya dalam diam. Meski sesekali mengikuti obrolan, pria itu masih menyempatkan diri untuk meliriknya.

"Ya... siapa yang tau. Dari rekan kerja, jadi rekan hidup..."

"Ehh... udah Pak, nanti Niskalanya gak nyaman kalau kita bahas soal itu terus." Galang berusaha memperingatkan pria tambun di hadapannya dengan sopan. Sesekali melirik Niskala yang masih diam memperhatikan mereka saling bercakap-cakap.

"Aku gapapa kok," timpal Niskala sambil tersenyum kecil.

"Lagi pula aku tau kalau gak perlu ada yang dianggap serius." lanjutnya lagi.

"Nah! Itu maksud saya. Galang ini susah banget diajak bercanda!"

Pria itu menepuk-nepuk bahu Galang sambil tertawa, sedangkan Lio yang memperhatikan aksinya hanya mampu menggeleng-gelengkan kepala.

Lalu Niskala? Ah, ia sama sekali tak peduli apapun yang dikatakan pria itu. Lagi pula tidak ada perasaan aneh yang timbul dalam dirinya ketika berdekatan dengan Galang. Semua terasa biasa saja, hanya tatapan seseorang yang membuatnya sedikit terganggu. Dan sialnya, jantung Niskala tak bisa sedikit tenang ketika melirik ke arah pria itu, Dipta.

"Maaf ya Niskala, kalau kalimat saya tadi ada yang menyinggung perasaan kamu. Kalau begitu, saya permisi dulu. Selamat menikmati acaranya."

Pria yang itu membungkuk rendah dan segera pergi meninggalkan mereka, bergabung dengan kolega bisnis yang lain. Sementara itu, Niskala melihat kepergiannya kemudian suara Lio mengalihkan perhatiannya.

"Jadi, selain saya mau kenalan sama kamu, saya juga mau mengajukan kerja sama. Saya tahu dari Galang, kalau kamu salah satu dokter bedah yang cukup baik."

Lio terdiam, menunggu reaksi Niskala yang kini tersenyum kikuk.

"Saya bukan dokter yang sebaik itu," jawabnya dengan suara pelan, atau lebih tepatnya berbisik pada diri sendiri.

"Kalau kamu mau, saya menawarkan kerja sama. Setelah rumah sakit ini resmi beroperasi, kamu bisa bekerja di sini."

Persis seperti yang dikatakan Galang padanya. Niskala tersenyum, kemudian mengangguk kecil.

"Sebenarnya saya tertarik. Tapi maaf, untuk saat ini saya belum bisa menerima tawaran Anda. Rumah sakit tempat saya bekerja sekarang juga membutuhkan tenaga medis, dokter bedah lebih tepatnya. Jadi, jadwal saya masih cukup padat dan belum bisa menyesuaikan. Mungkin saya bisa memikirkannya lain waktu."

Lio terkesan dengan jawaban yang diberikan Niskala, tapi di sisi lain pria itu juga menyayangkannya. Niskala menolak tawarannya, meskipun wanita itu bilang jika akan memikirkan tawaran tersebut. Tapi tak apa, batin Lio. Setidaknya Niskala sudah tahu dan itu cukup membuatnya lega.

"Oh, gak masalah!" Lio melirik jam tangannya, kemudian segera mengundurkan diri karena acara akan segera dimulai. Pria itu melirik sekilas ke arah Galang, lalu tak berselang lama Galang juga pamit, meninggalkan Dipta dan Niskala yang kini saling terdiam dengan canggung.

*****

Acara pembukaan rumah sakit tersebut berjalan lancar, bahkan Niskala juga bertemu dengan beberapa dokter yang cukup dikenalnya. Meski yang ditemuinya adalah para dokter senior, setidaknya dengan itu ia tak akan merasa bosan selama acaranya berlangsung.

Di sisi lain lobi, Niskala melihat Dipta berbincang dengan karyawan perusahaannya. Pria itu tertawa lepas seolah tak memiliki beban sama sekali. Di sana juga ada Lio yang terlihat serius berbicara dengan Galang.

Setelah acara peresmian, Niskala lebih memilih untuk berjalan ke sana-kemari sendirian. Sungguh, rasanya tak nyaman ketika harus berdekatan dengan Dipta dan mereka saling terdiam canggung. Meski sesekali mereka membicarakan hal yang dirasa tak terlalu penting dan bersikap seolah belum saling mengenal satu sama lain. Padahal mereka sudah tinggal satu atap dengan status suami istri.

Niskala menghela napas dan memilih untuk memperhatikan minuman yang ada di gelasnya. Tadi ada pengumuman jika setelah peresmian rumah sakit, mereka akan berpindah menuju sebuah gedung untuk mengadakan pesta peringatan ulang tahun perusahaan dan sepertinya mereka akan ke sana sebentar lagi. Tapi sejujurnya, Niskala sudah merasa lelah dan bosan. Jujur saja, dirinya tak terbiasa di tempat ramai apalagi sebuah pesta yang mengharuskannya berdiri dalam waktu lama.

"Yuk, kita pindah tempat!" ujar Galang yang tiba-tiba sudah berdiri di sampingnya.

Niskala mengangguk, berusaha terlihat antusias padahal ia sudah merasa lelah. Akhirnya wanita itu melangkah bersebelahan dengan Galang dan ternyata Dipta berada tepat di belakangnya, dengan Lio yang kini sibuk membahas soal perusahaan dengan pria itu.

Letak gedung dan rumah sakit tak terlalu jauh, bahkan waktu yang dihabiskan untuk ke sana tidak lebih dari lima belas menit.

Acara yang diselenggarakan kurang lebih sama, tapi kali ini tampak santai dengan iringan musik jazz dari band papan atas kala itu. Sesekali Niskala ikut bersenandung kecil ketika lagu kesukaannya diputar dan hal itu tak luput dari perhatian Galang.

Namun, sepertinya pria itu tak menyadari jika ada tatapan tajam yang mengarah padanya. Pelakunya adalah Dipta, ia memang tak menyapa Niskala sama sekali dan membiarkan istrinya berinteraksi dengan Galang. Tapi hal itu justru membuatnya merasa panas dingin sendiri. Bahkan ia sempat berpikir, Niskala harus segera keluar dari tempat itu agar Galang tidak terus menguntitnya.

Dipta tahu jika Galang adalah rekan kerja Niskala. Tapi di sisi lain dirinya juga tahu jika Galang mengagumi istrinya, hal itu membuatnya tanpa sadar mengumpat dalam hati.

"Lah? Kok mati?" gumam Niskala saat lampu di dalam gedung itu tiba-tiba padam. Wanita itu juga mendengar bisik-bisik beberapa tamu undangan di sekitarnya.

Niskala bingung, ia tak takut gelap, tapi justru takut akan mengenai sesuatu jika bergerak. Mengingat dirinya sedang berdiri di dekat meja kue.

Hingga beberapa saat kemudian lampu mulai menyala redup, suasana romantis semakin terasa ketika lagu milik Ellie Goulding dimainkan. Niskala hampir terpekik ketika tiba-tiba Galang mengulurkan tangan, saat hendak menerimanya Niskala melihat sekitar dan benar saja banyak pasangan yang berdansa.

Seketika itu juga dia sadar bahwa acara ini berubah menjadi pesta dansa. Dengan ragu Niskala menerima uluran tangan itu, sambil bergumam.

"Aku gak bisa dansa, kalau jatuh gimana?" tanyanya sedikit panik.

"Gak akan jatuh..." ujar Galang sambil membawanya ke tengah kerumunan dan membiarkan Niskala membiasakan diri dengan apa yang mereka lakukan.

"Kok tiba-tiba jadi dansa, sih?" tanya Niskala sambil mengeryit.

Ia tak bisa fokus dengan wajah tampan di hadapannya, tapi tatapannya justru mengarah ke sudut ruangan di mana Dipta berdiri sambil memperhatikannya dalam diam.

"Jujur, aku juga gak tau. Yang ngurus acara cuma bang Lio sama bang Dipta."

Hanya jawaban itu yang mampu didengar Niskala. Suara Galang terasa seperti diredam oleh sesuatu, begitu sulit untuk masuk ke dalam indera pendengarannya.

Niskala tak bisa fokus sama sekali, bahkan ketika Galang menatapnya penuh kekaguman ia tak merasakan apapun. Jantungnya berdetak dengan normal, berbeda dengan ketika dirinya sedang berada di dekat Dipta. Bahkan sekarang detak jantungnya terpacu karena pria itu masih terus mengawasinya dari jauh, tatapannya terasa tajam dan mungkin bisa melubangi wajah cantiknya.

"Aku harap kamu gak keberatan pas aku ajak dansa begini."

Niskala menengadah kemudian tersenyum kecil dan menggeleng.

"Aku gak keberatan sama sekali. Tapi jujur aja aku agak capek jadi yah... aku kurang bisa fokus."

Niskala tak berbohong, dia benar-benar lelah bahkan kakinya terasa sakit karena terlalu lama mengenakan sepatu berhak tinggi. Mungkin sebuah luka lecet juga sudah timbul disana, karena Niskala bisa merasakan perih ketika bergerak.

Mereka berdua berdansa selama beberapa menit hingga akhirnya lampu mulai padam kembali dan Galang melepaskan pegangan tangannya. Niskala tak merasakan deru napas pria itu, sepertinya Galang sudah pergi atau mungkin akan ada dansa lagi setelah ini dan Galang bukanlah pasangannya.

"Astaga kakiku sakit..." gumam Niskala sambil mengepalkan tangannya, hingga akhirnya sebuah tangan kekar mengangkat tubuhnya dan membawanya berjalan keluar dari ruangan itu. Niskala ingin berteriak tapi gumaman rendah pria itu membuatnya seketika terdiam.

Ruangan yang mereka tempati masih gelap dan belum ada musik yang menyala. Tapi langkah kaki seseorang yang menggendongnya nampak sangat pasti hingga akhirnya ia berhasil melihat siapa sosok yang sudah menggendongnya ala bridal.

"Turunin!" desis Niskala sambil menatap pria itu dengan tajam. Tapi lawan bicaranya tak mau mendengar apapun yang dikatakan wanita itu.

Hingga akhirnya mereka sampai di depan sebuah mobil, dengan pelan pria itu membantu Niskala masuk ke dalam dan memastikannya duduk dengan nyaman.

"Ngapain, sih?! Nanti kalau Galang nyariin gimana?!" teriak Niskala dengan heboh ketika Dipta melajukan mobilnya keluar dari area gedung.

"Kaki kamu sakit."

"Tapi nanti Galang nyariin! Aku gak enak sama dia! Lagian ngapain pakai acara sih angkut-angkut segala!" cerocos Niskala sambil menatap suaminya dengan sengit.

"Kita dansa sendiri di rumah."

Niskala melongo, ia tak percaya dengan apa yang dikatakan Dipta. Mungkin pria ini baru saja memakan sesuatu atau kepalanya baru saja terbentur dengan keras, pikirnya sambil melirik Dipta dengan heran.

"Gak mau! Udah capek! Lagian ngapain sih ada acara gendong-gendong?! Katanya gak mau ketahuan kalau saling kenal?" cibir Niskala sambil melirik suaminya.

Bukannya menanggapi cibiran itu, Dipta justru mengemudikan mobilnya dengan begitu tenang seolah tak ada masalah apapun.

"Kalau Galang sama Lio nyariin kamu juga gimana?" tanya Niskala kemudian setelah keluar dari dalam mobil. Tentunya dengan bantuan Dipta yang kembali menggendongnya masuk ke dalam rumah.

"Itu urusan nanti. Mau hukum kamu dulu."

*****

Malang, 31/05/2022

DONE!!!!

.

.

.

.

.

OH IYA... BUAT KEMARIN YANG PENASARAN SAMA CERITA ANAK-ANAKNYA NISKALA & DIPTA, TUNGGU BENTAR YA BEB... UDAH PASTI AKU BUATIN KOK! TENANG... TENANG...


Continue Reading

You'll Also Like

159K 8.6K 37
Aretha memanfaatkan kondisinya yang sakit untuk memaksa papanya demi mengabulkan impiannya, yaitu menikah dengan Arga. Bagi Arga, menikahi Aretha itu...
3.6M 27.6K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
128K 13.1K 27
[18+] Single... Masih Muda... Mapan... Tampan... Anak Pejabat... Dan sekarang menjabat sebagai menteri termuda... Hidupnya sempurna..... Itulah gamba...
223K 9K 51
Jangan lupa follow, vote dan coment gengss 🔥🔥 Cover By pinterest. Star : 12 Mei 2021 End : 21 April 2022 #1 on vbts ~ 29-07-2022 #1 on affair ~ 30...