Something About You

By matchamallow

4.1M 567K 252K

18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Ka... More

INTRODUCTION
Sinopsis - Something about This Story
Part 1 - Something about Blackmere Park
Part 2 - Something about Rejection
Part 3 - Something about True Sadness
Part 4 - Something about A New Hope
Part 5 - Something about Beauty
Part 6 - Something about Dream
Part 7 - Something about Madame Genevieve
Part 8 - Something about Reputation
OFFICIAL ACCOUNT
Part 9.1 - Something About Kindness
Part 9.2 - Something About Kindness
Part 10 - Something About Manner
Part 11 - Something About Rules for Lady
Part 12 - Something About The Season
Part 13 - Something About Scandal
Part 14 - Something About Laugh
Part 15 - Something About the Reason
Part 16.1 - Something About That Man
Part 16.2 - Something About That Man
Part 17 - Something About Gentleman
Part 18 - Something About Heart
PART 19.1 - Something About Lisette
Part 19.2 - Something About Lisette
Part 20 - Something About The Way You Make Me Feel
Part 21.1-Something About Missunderstanding
Part 21.2 - Something About Missunderstanding
Part 22.1 - Something About Distance
Part 22.2 - Something About Distance
Part 22.3 - Something About Distance
Part 23.1 - Something About Gossip
Part 23.2 - Something About Gossip
Part 23.3 - Something About Gossip
Part 23.4 - Something About Gossip
Part 24.1 - Something About Proposal
Part 24.2 - Something About Proposal
Part 24.3 - Something About Proposal
Part 24.4 - Something About Proposal
Part 25.1 - Something About Purpose
Part 25.2 - Something About Purpose
Part 26.1 - Something About Plan
Part 26.2 - Something About Plan
Part 27. Something About The Truth
Part 28 - Something About Chaos
Part 29 - Something About Revenge
Part 30-Something About Another Woman
Part 31.1 - Something About Friendship
Part 31.2 - Something About Friendship
Part 31.3 - Something About Friendship
Part 32.2 - Something About Betrayal
Part 33 - Something About Seduction
Part 34.1 - Something About The Fear
Part 34.2 - Something About The Fear
Side story/ POV Raphael
Part 35.1 - Something About Happiness
Bab 35.2 - Something About Happiness
Part 36 - Something About Boundary
Part 37 - Something About Carlisle
Part 38 - Something About True Sadness
Part 39 - Something About Awakening
Part 40 - Something About Lost
Part 41 - Something About Hopeless
Part 42.1 - Something About Keele
Part 42.2 - Something About Keele
Bab 43 - Something About Doubt
Part 44 - Something About Invitation

Part 32.1 - Something About Betrayal

101K 9.7K 12.4K
By matchamallow

Hello, update lagi

Sebelum mulai, aku heran, kenapa sih kalian ngebet banget ada second lead male? Aku pikir sih nggak semua cerita harus isi second lead male. Selain karena aku benci banget second lead male tersakiti (wkwk), aku pikir di sini Raphael menyukai Kaytlin apa adanya, vice versa. Dia nggak perlu cemburu or cowok lain untuk inisiatif memperjuangkan Kaytlin nantinya. Lagipula, Kaytlin aku gambarkan memiliki kecantikan yang standar alias dia nggak luar biasa cantik yang bisa bikin seseorang jatuh cinta begitu ngelihat pertama kali.

Aku juga berusaha membuat karakter-karakter para cowok di sini semua realistis. Raphael yang nggak ingin menambah masalah hidup dengan tetap pada tujuan hidupnya semula, Maximillian yang memang materialistis banget karena dia adalah oportunis sejati, Torrington yang kaku dan mementingkan ego dia sebagai seorang laki-laki sekaligus bangsawan strata teratas, Wallingford yang diam-diam menghanyutkan, Derek dan George yang terlihat buruk namun sebenarnya mereka adalah teman-teman terbaik Raphael serta Kaytlin.

Mereka nggak akan semudah itu untuk jatuh cinta pada Kaytlin atau wanita lain di season, tetapi mereka memiliki perlakuan yang berbeda pada Kaytlin. Ada yang baik, ada yang buruk, ada yang pura-pura baik tapi sebenarnya buruk. Itu saja. Raphael pun nggak semudah itu memiliki perasaan sama Kaytlin, bukan?

Apakah suatu saat nanti aku akan buat second lead male bucin tersakiti (dan si heroine dengan bodohnya nggak mau sama dia?!?) Entahlah, saat ini sih enggak, tapi ga tau nanti, tergantung kebutuhan cerita, hehe.

***

Jangan lupa menekan bintang

(Kemarin typo binatang ya? Jangan lupa mengucapkan binatang juga kalau kesal wkwk)

Jangan lupa komen sebanyaknya

Jangan lupa follow author yang burik jelita

***

Guys, aku jarang banget minta bantuan (apalagi jualan wkwk) tapi kalau berkenan tolong follow medsosku dong buat ramein karena bentar lagi (abis lebaran kemungkinan) Daniel and Nicolette bakal tayang dan aku perlu banget dukungan kalian buat ramein.

Aku juga ada Twitter, tapi jarang aku pake : dian_oline

Tolong kalian ramein menfess-menfess yang ada, entah itu untuk promotin SAY ataupun DnN (aku minta tolong ya, nggak dipaksa kok) Makasi banget yang sudah bantu promote selama ini.

***

Part 32.1 - Something About Betrayal


Kaytlin terjaga hingga pagi meski ia mencoba berbaring di tempat tidur. Ia merasa bersalah.

Pikirannya berkutat pada apa yang diceritakan Duchess of Schomberg padanya tadi malam tentang keadaan di ruang tamu setelah Kaytlin meninggalkan mereka. Ya, ia tahu, Duke of Torrington membatalkan kesepakatan dengan Maximillian atas tanah Wallingford karena tersinggung oleh Kaytlin. Kaytlin sangat sedih sekaligus terpukul mendengarnya. Ia tidak menyangka apa yang ia katakan akan berimbas pada hal itu, tetapi Sophie juga menasehatinya untuk tidak terlalu turut campur lagi dan pergi ke Carlisle seperti yang diucapkan juga oleh Lord Blackmere.

Ia masih terduduk di tempat tidur saat Gretchen memasuki kamarnya membawa berember-ember air panas bersama para pelayan lain untuk diisi di bak mandi. Pelayan muda itu mengomeli bahwa Kaytlin tidak boleh mandi dengan air dingin lagi karena akan melakukan perjalanan yang cukup jauh. Lalu dengan cekatan ia memilihkan pakaian bepergian untuk Kaytlin, memakaikannya, menata rambut Kaytlin hingga rapi, dan memasukkan pakaian-pakaian Kaytlin ke koper.

"Tinggalkan di sini, Gretchen," tukas Kaytlin saat Gretchen memaksa memasukkan gaun ke koper tambahan yang sudah penuh. Saat datang ke estat, Kaytlin hanya membawa sebuah koper berisi pakaian berkabung dan beberapa pakaian lain miliknya dan Lissete, tetapi akibat mengikuti season yang tak terhitung, Kaytlin memiliki pakaian selemari penuh.

"Aku akan meminta koper tambahan lagi."

"Tidak perlu."

"Tapi tidak ada yang akan memakainya," sahut Gretchen heran.

"Kau bisa memakainya."

Gretchen ternganga. "Mr. Basset akan menggantungku jika aku berani melakukannya. Lagipula aku jarang menghadiri acara spesial."

"Kupikir ada acara semacam pesta dansa yang diadakan penduduk desa, seperti di desaku dulu."

"Penduduk di sini jarang berpesta. Mereka membenci His Lord."

"Mengapa?"

Gretchen mengedikkan bahu. "Mungkin karena His Lordship tidak pernah mempedulikan mereka meski ia membebaskan mereka semua dari sewa tanah. Mereka hidup pas-pasan dan para pria lebih banyak bekerja di London."

"Mungkin mereka hanya belum mengenal His Lord," tukas Kaytlin yang tanpa sadar membela. Ia kembali menatap gaun-gaun yang berderet dan melihat sisi kiri lemari. "Lissy juga meninggalkan sebagian gaun-gaunnya di sini. Mungkin suatu saat gaun ini akan berguna."

"Tidak ada lady lagi di sini selain Dowager Marchioness."

"Kita tidak bisa memprediksi masa depan. Bisa saja suatu saat ada tamu dan kau tidak perlu repot menyediakan pakaian. Lagipula kereta kuda juga akan keberatan jika harus membawa semua ini ke Carlisle."

Menatap deretan gaun di lemari dan koper bergantian, Gretchen akhirnya menyerah. "Anda benar, Miss." Ia mulai memilihkan pakaian yang dirasa terbaik untuk dimasukkan ke dalam koper.

Kaytlin memasukkan kotak berharga beserta buku hariannya ke dalam koper kecil miliknya. Ia juga memasukkan peralatan menjahit serta buku-buku yang sempat ia beli di Bond Street. Season depan ia akan lebih banyak lagi berkunjung ke sana karena Mayfair lebih dekat dengan Bond Street dibanding Blackmere Park.

"Kuharap Anda akan berkunjung lagi suatu saat," tutur Gretchen dengan muram saat memakaikan mantel Kaytlin.

"Mungkin." Kaytlin terdiam. Ia sebenarnya sangsi dengan hal itu tetapi ia tidak ingin membuat Gretchen bertambah sedih. Bagi Gretchen yang merupakan pelayan termuda di estat, ia tidak memiliki teman bicara di antara pelayan-pelayan tua, kecuali ibunya tentu saja. Dan ia malah lebih akrab dengan Kaytlin dan Lisette selama ini dibanding dengan para pelayan karena kedekatan usia mereka.

Lalu para pelayan pria muncul untuk mengangkut barang-barang sementara Gretchen kembali ke kamarnya untuk bersiap karena ia ikut sebagai pendamping Kaytlin di perjalanan.

Saat menuruni tangga hingga berjalan ke teras, Lord Blackmere benar-benar tidak ada, sesuai yang dipesankan pria itu kemarin. Hanya Winston Basset yang menunggu di depan untuk mengatur para pelayan memasukkan barang-barang ke kereta kuda.

Kaytlin melihat sekeliling, bahkan jendela-jendela manor untuk memastikan bahwa Lord Blackmere memang tidak ada. Dan menyadari dengan sedih bahwa pria itu memang tidak ada.

Seharusnya Kaytlin juga mengucapkan selamat tinggal kemarin.

Ini hanya hal biasa yang terjadi kedua kalinya dalam hidupmu, gumam Kaytlin dalam hati. Dulu Peter, sekarang Lord Blackmere. Dan Kaytlin juga akan melupakannya, seperti ia melupakan Peter.

Selesai menghibur diri, Kaytlin memantapkan langkah menaiki tangga kereta dibantu Mr. Basset. Biasanya pelayan yang melakukannya tapi kali ini kepala pelayan itu yang melakukannya sendiri.

"Terima kasih, Mr. Basset," ucap Kaytlin.

"Anda harus berhenti mengucapkan itu, Miss."

Kaytlin tersenyum. "Jangan khawatir. Anda tidak akan mendengarnya lagi untuk jangka waktu yang sangat lama." Bahkan mungkin selamanya, tambah Kaytlin dalam hati.

Kepala pelayan itu menatapnya sejenak dengan murung, suatu raut manusiawi pertama yang ia pernah dapatkan dari Mr. Basset, tetapi dengan segera air muka kepala pelayan itu berubah kaku seperti biasa.

Kaytlin melihat bangunan manor sekali lagi. Entah apa ia juga akan melihatnya di kemudian hari. Ia bisa saja datang untuk berkunjung saat season, tetapi hal itu hanya akan menyiksanya. Mungkin lain kali, saat ia sudah benar-benar pulih dari perasaan itu.

Kereta kuda itu berangkat dengan kecepatan sedang. Sama seperti Dowager Marchioness, Kaytlin ditemani oleh Gretchen dan ibunya sebagai pendamping wanita di perjalanan. Sementara dua orang kusir duduk di depan untuk mengendalikan kekang kuda bergantian dan dua pelayan duduk di belakang untuk keamanan. Sebenarnya tanpa itu pun, Kaytlin akan aman karena para perampok jarang mengusik kereta dengan lambang bangsawan. Yang paling berani sekalipun akan merampok bangsawan hanya untuk merampas harta, tetapi tidak sampai membunuh atau menculik wanita.

Sambil berbincang dengan Gretchen, Kaytlin melihat ke luar jendela di mana hanya ada pohon-pohon dan semak belukar. Sesekali terlihat ladang, tetapi tidak sebanyak di desanya dulu. Ucapan Gretchen benar bahwa pertanian di Blackmere Park telah ditinggalkan. Penduduk sub urban sekarang memang lebih memilih menjadi pegawai pabrik di London. Perkembangan zaman dan penemuan mesin uap membuat pertanian di daerah sub urban semakin tergerus oleh industri.

Melihat tanah yang terbengkalai itu hanya membuat Kaytlin semakin gelisah seperti memandang sesuatu yang tidak tuntas. Ia memang pergi dengan keadaan mengganjal mengingat kejadian saat di Torrington House kemarin. Seandainya ada yang bisa ia lakukan, tapi Lord Blackmere sudah menyuruhnya untuk pergi dan melupakan.

***

Kuda-kuda itu satu per satu memasuki istal saat hari sudah menjelang sore. Raphael ditemani George menontonnya dari balik palang sementara Derek masih melatih seekor kuda melewati palang lompatan yang sudah selesai dibangun. Dengan lihai Derek melompati palang terakhir yang merupakan rintangan paling tinggi di sana, lalu melambatkan kudanya saat bergerak ke arah mereka.

"Sempurna!" George bertepuk tangan.

Derek turun dari kuda tersebut dengan mulus dan mengelus kuda itu sementara sebelah tangannya memegang tali kekang. "Di antara semua yang kucoba, Merlin memang yang terbaik."

"Apa tidak ada nama yang lebih baik dibanding Merlin?" George terkekeh. "Mungkin Black Arrow atau Dark Wind?"

"Aku masih memikirkan nama yang unik dan tidak pasaran," sahut Derek sebelum beralih pada Raphael. "Aku sudah menyiapkan jerami yang banyak untuk persediaan selama musim dingin. Dan juga beberapa dedak khusus yang biasa diberikan untuk kuda balap. Kau harus mencari pekerja tambahan untuk mengurus kuda-kuda itu, Rafe."

"Aku sudah menyuruh Basset mengutus orang untuk mencari di desa dan juga mengiklankan di koran," sahut Raphael.

"Baiklah jika begitu. Dan jangan lupa dengan poni kecilmu. Kau juga harus mengajaknya berjalan-jalan sesekali bersama Tommy sebagai bentuk tanggung jawab karena kau yang meminta poni itu." Derek menasehati seperti orangtua menyuruh anaknya untuk bertanggung jawab pada anjing pudelnya. George ikut terkekeh.

"Aku tahu," gerutu Raphael. Tentu saja ia akan tetap merawat kuda itu meski kini semua sepertinya tidak berarti. Dari jendela di lantai dua rumahnya, ia pernah sekali melihat Kaytlin mencoba bermain dengan kuda poni itu, menaikinya dari kiri hanya untuk terjatuh di sisi kanan. Wanita itu sungguh tidak bisa menaiki kuda bahkan poni sekalipun, tidak seperti ibunya yang barbar. Memprihatinkan.

Yang jelas Raphael merasa sedikit lega sudah bisa melepas wanita itu. Ia sarapan pagi di kamar dan menahan diri di ruang kerjanya sejak pagi hingga kepala pelayan Winston Basset mengabarkan padanya bahwa 'Miss de Vere sudah berangkat'. Sekarang ia hanya berharap wanita itu sampai di Carlisle dengan selamat. Raphael berpikir Kaytlin memiliki keberuntungan tertentu mengingat wanita itu pernah sampai di Blackmere Park bersama adiknya dengan selamat tanpa pengawalan apa pun. Hari ini cuaca hari juga sangat baik padahal biasanya hujan deras melanda.

"Kau akan ke Surrey besok?" tanya George pada Derek, membuyarkan lamunan Raphael.

"Aku akan menghabiskan waktu sepuasku dulu di London sebelum pulang, mungkin di Brooks." Derek menyebut salah satu klub pria di daerah St. James.

"Itu ide yang bagus. Aku akan ikut denganmu." Mereka menoleh pada Raphael. "Kau ingin ikut, Rafe?"

Sebagai seseorang yang malas bersosialisasi, tentu saja Raphael menjawab, "Tidak." Lagipula suasana hatinya sedang buruk sehingga ia takut membayangkan seandainya ia kalah judi ia mungkin akan terpicu untuk berkelahi dan mempermalukan dirinya. Ia juga harus menunggu berita dari Maximillian tentang pertemuan esok apakah akan tetap dilaksanakan atau tidak mengingat Torrington membatalkan segalanya.

"Kudengar Miss de Vere sudah pulang ke Carlisle?" tanya Derek.

"Ya, ia pulang tadi pa__"

Pembicaraan itu terhenti sejenak karena terdengar ribut-ribut dari arah istal belakang tempat kuda penarik kereta. Raphael dan kedua temannya menoleh. Tampak kepala pelayan Mr. Basset berbicara kepada dua orang pelayan wanita yang sedang berkelahi. Pada awalnya Raphael tidak ingin ikut campur, tetapi tanpa ia sangka matanya melihat kereta kuda yang seharusnya mengantar Kaytlin ke Carlisle terparkir di dekat mereka. Itu membingungkan karena perjalanan ke Carlisle memakan waktu setengah hari, sehingga seharusnya kereta itu kembali esok, bukan sore ini.

Sekelebat bayangan buruk menghampiri benaknya sehingga ia pun melangkah dengan cepat menuju pertengkaran itu. Apa yang terjadi di perjalanan? Ia tidak melihat Kaytlin tetapi semua pelayan dan kusir kuda ada di sana.

Winston Basset mengangkat tangan untuk membuat mereka berhenti bertengkar saat melihat Raphael mendekat.

"Ada apa?" tanya Raphael.

Semua pelayan dan kusir yang membelakanginya berbalik dengan terkejut.

Raphael melihat ke dalam kereta, tapi di sana pun tidak ada Kaytlin. "Mengapa kalian kembali?" tanyanya lagi.

"Miss...Miss de Vere__"

"Ibu!" Sebelum pelayan paruh baya itu menjawab, pelayan muda di sampingnya memukul bahu wanita itu sembari memekik. "Miss Kay sudah berpesan untuk tidak mengatakannya! Mengapa kau malah pulang?!"

"Diam, Gretchen!" balas si wanita paruh baya. "Jika terjadi apa-apa pada Miss de Vere, apa kau mau bertanggung jawab?!"

"Gretchen, kami semua tahu kau setia pada Miss de Vere, tapi ibumu benar," dukung sang kusir. Si pelayan muda terlihat menggigit bibir menahan tangis. Raphael kebingungan dengan perdebatan mereka sekaligus semakin was-was.

Akhirnya Winston Basset berbicara. "My Lord, Miss de Vere menyuruh mereka meninggalkannya di London dan mengatakan akan berangkat sendiri ke Carlisle dengan kereta sewaan. Dan Miss de Vere juga berpesan pada mereka untuk tidak mengatakannya kepada Anda."

Dalam hati Raphael terperanjat dengan itu. Seorang wanita pergi ke Carlisle seorang diri dengan kereta sewaan adalah ide paling mengerikan dan bodoh yang pernah ia dengar.

"Untuk apa ia ke London?" Raphael mengernyit.

Pelayan tua itu menoleh pada Raphael. "Miss de Vere pergi ke Torrington House siang tadi. Sang duke sepertinya tidak ada di tempat atau tidak mengizinkannya masuk, entahlah. Lalu Miss de Vere menyuruh kami mengantarnya ke rumah temannya di East End."

"Temannya?"

Dengan was-was, pelayan itu menjawab. "Aku lupa menanyakan namanya__" Lalu ia menoleh pada si pelayan muda. "Gretchen, katakan siapa nama teman Miss de Vere! Kau pasti tahu karena kau sering mengantarnya ke mana-mana!"

Merasa ketakutan, Gretchen mundur selangkah dan menggeleng.

"Gretchen!" bentak ibunya.

"Miss Melissa Humpwell!" teriak Gretchen sebelum berlari memasuki pintu pelayan sambil menangis. "Ya, Tuhan, kalian semua memaksaku berkhianat padanya!"

***

"Bi-bisakah jangan menariknya sekeras itu?" ringis Kaytlin saat pelayan Melissa yang bertubuh gempal menarik korsetnya dengan kuat.

"Bukankah kau sudah sering memakai korset?" tanya Melissa.

"Gretchen cukup mudah untuk diajak bekerjasama. Kumohon Melissa, lagipula kau tahu tujuanku ke pesta itu, bukan?"

Kaytlin menceritakan segalanya kepada Melissa tadi siang saat memutuskan ke rumah temannya itu. Segalanya. Mulai dari sejak keputusan debutnya di Mayfair tahun depan, insiden di pesta minum teh kemarin hingga siang ini saat Kaytlin tidak berhasil menemui sang duke di rumahnya. Penjaga Torrington House tidak mengizinkannya masuk karena tidak ada acara di tempat tersebut. Dowager Duchess tidak ada di tempat, jadi para penjaga itu menanyakan langsung kepada sang duke. Sialnya sang duke menolak untuk bertemu Kaytlin.

Padahal ia hanya ingin meminta maaf kepada Duke of Torrington sebelum pergi ke Carlisle. Tentu saja Kaytlin tidak menyerah. Berbekal undangan dari Dowager Duchess beberapa waktu lalu, Kaytlin bertekad akan menghadiri pesta dansa di Torrington House malam ini dan bertemu pria itu. Tidak ada jaminan sang duke akan berubah pikiran dan menandatangani perjanjian tanah itu, tetapi Kaytlin harus berusaha. Jika ia berhasil, setidaknya ia akan berguna untuk terakhir kali bagi Lord Blackmere. Dan hidupnya juga tidak akan tersiksa oleh rasa bersalah. Jika gagal, setidaknya ia sudah berusaha sebaik-baiknya.

"Baiklah," gumam Melissa sebelum menyuruh pelayannya untuk tidak terlalu mengetatkan korset Kaytlin. Kaytlin menggunakan kesempatan tersebut untuk menarik oksigen dalam-dalam.

Melissa bersila di atas tempat tidurnya dan menopangkan dagu. "Aku tidak menyangka bahwa Duke of Torrington begitu jahat," tuturnya kecewa.

"Ia tidak jahat, Missy."

"Lalu apa kata yang tepat untuknya?"

"Entahlah, aku belum begitu mengenalnya. Mungkin ia terlalu menaati peradaban. Apa istilah yang tepat untuk seseorang semacam itu?"

"Kuno?"

"Yah...itu."

"Aku tidak bisa membayangkan jika Selene mendengar semuanya. Bisa-bisa ia membuat skandal terbesar abad ini dengan membakar Torrington House."

"Jangan menceritakan padanya."

"Tentu saja tidak." Melissa menarik napas lelah lalu menoleh pada Kaytlin yang sedang memakai rok gaun dan bodice. "Setelah meminta maaf, lalu apa?"

"Maksudmu?"

"Kau benar-benar akan memutuskan persahabatan kita?"

Kaytlin terkekeh. "Tentu saja tidak."

"Sang duke gila akan menganggapmu menipunya."

"Tidak akan. Karena ia tidak akan melihatku bersama kalian di pesta mana pun."

"Bagaimana kau begitu yakin?"

"Karena aku tidak akan menghadiri pesta lagi. Aku sudah memutuskan tidak akan menjadi debutan tahun depan."

Melissa terhenyak menegakkan tubuh. "Kay!"

"Dengan begitu, kita tetap berteman."

Sejenak Melissa mematung heran, lalu ia menggeleng-geleng. "Tidak, tidak. Ini tidak benar. Kay, kau baru saja memiliki prospek. Dan Fenwood...oh, Kay!! Kau tidak jadi pergi ke Vauxhall Garden bersamanya tahun depan. Seorang pewaris gelar marquess yang kaya raya mengajakmu ke tempat hiburan terbesar di London! Bayangkan__"

"Hentikan, Missy." Kaytlin menertawakan Melissa.

"Seharusnya kau yang bertingkah histeris seperti ini, bukan aku! Kaytlin...ini impianmu, impian setiap wanita."

"Aku tidak hanya memiliki satu impian." Kaytlin mengedipkan sebelah mata menenangkan sahabatnya.

"Kau benar-benar akan menjadi perancang pakaian?"

Kaytlin mengangguk. "Aku memiliki sedikit simpanan uang dari Anthony dan upah pekerjaanku saat menjahit. Tahun depan aku ingin membuatkan kau, Selene, dan Elizabeth masing-masing satu pakaian terbaik yang pernah ada. Semoga saja semua di season akan terpukau dengan gaun buatanku."

"Mungkin kau tidak perlu melakukannya season depan karena sekarang kau pasti akan membuat semua orang terpukau dengan gaun yang kaukenakan." Melissa menatap takjub gaun berbahan lame biru langit mengkilap yang dikenakan Kaytlin. Tali penyangga bersilang yang sangat jarang digunakan di masa itu membuatnya tampak unik. "Apakah kau yang merancangnya?"

"Benar, ini buatanku, tapi tanpa hiasan apa pun karena tidak banyak pilihan bahan. Lihat, aku membuat syalnya dari bahan yang sama." Kaytlin terkikik.

"Tanpa banyak pilihan bahan pun kau sudah membuat gaun yang sangat menakjubkan."

Kaytlin yang sedang memakai sarung tangan putihnya merasa malu sekaligus senang. "Terima kasih, Missy." Ia merasa menemukan sedikit kebahagiaan di tengah kegelisahan ini.

"Aku tidak memiliki perhiasan, tetapi Edith sangat pandai menata rambut. Kurasa ia akan melengkapi penampilanmu malam ini." Melissa menoleh pada pelayan bertubuh gempal yang membantu Kaytlin berpakaian. "Benar bukan, Edith?"

"Tentu saja Miss," jawab Edith seraya menarik kursi di depan meja rias Melissa. "Silakan Miss de Vere."

***

Keadaan di luar mulai gelap saat Kaytlin siap berangkat. Sebelum menaiki kereta kuda, Melissa mencubiti pipi Kaytlin dengan keras berkali-kali hingga Kaytlin mengaduh kembali.

"Melissa!" seru Kaytlin.

"Ini biasa dilakukan agar kulit merona. Benar bukan, Mama?" Melissa terkikik sambil meminta dukungan Mrs. Humpwell.

"Memang sungguh ironis bahwa untuk menjadi cantik, wanita mengalami siksaan ini," sahut Mrs. Humpwell ikut bergurau.

"Mrs. Humpwell, aku sangat berterima kasih atas bantuan Anda." Kaytlin sudah berada di rumah wanita itu seharian bahkan sekarang meminjam kereta kudanya.

"Tidak masalah, My Dear. Semoga kau berhasil."

Kaytlin tersenyum sekali lagi sebelum menaiki kereta. Ia sebenarnya ingin mengajak Mrs. Humpwell dan Melissa ke pesta itu, tetapi sepertinya ia akan memperkeruh suasana karena sang duke jelas tidak menyukai mereka, terutama Mrs. Humpwell. Terpaksa, Kaytlin maju seorang diri.

"Kaytlin, kau tahu, kau bagaikan Cendrillon yang menaiki kereta labu dan siap bertemu sang pangeran," canda Melissa.

"Pangeran...atau duke...."

"Yang gila," sambung Melissa. Keduanya bersitatap sembari menggigit bibir menahan cekikikan. Jika sudah bersama, mereka selalu bisa menjadikan situasi yang paling mengerikan menjadi lelucon. Dan itu membuat Kaytlin cukup tenang.

"Tapi kau memang memiliki impian itu, bukan?Pernikahan," lanjut Melissa dengan sorot lembut. "Aku masih ingat kau mengatakan menyukai seseorang. Aku dan Lissy menyangka dia adalah Anthony, tetapi ternyata bukan."

"Syukurlah kesalahpahaman kalian tidak berlarut-larut," gerutu Kaytlin.

"Lissy melupakan hal itu setelah ia menikah, tetapi sepertinya tidak ada yang menyimpan pertanyaan ini kecuali diriku. Jika bukan Anthony, siapa dia, Kay?"

Kaytlin terdiam. Ia jelas tidak akan mengatakannya karena hanya akan membuka rahasia Lord Blackmere dan Duchess of Schomberg. Tapi Melissa sangat baik padanya sehingga Kaytlin merasa tidak masalah jika temannya itu tahu. Tentu saja bukan sekarang.

"Suatu saat nanti akan memberitahukannya padamu."

***

Kaytlin sampai di Torrington House tidak lama kemudian. Ia dengan leluasa diizinkan masuk ke dalam setelah penjaga pintu melihat kartu undangannya. Benar yang dikatakan Dowager Duchess kemarin bahwa itu adalah pesta terbesar di season ini karena begitu mewah dan melimpahnya tamu yang diundang. Beberapa di antaranya berpakaian tentara yang sepertinya memiliki pangkat di kemiliteran, berbicara satu sama lain dengan orang-orang yang tak kalah berpakaian mewah. Kaytlin begitu takjub sehingga lupa bahwa penjaga pintu mengumumkan tamu yang datang termasuk namanya.

"Miss Kaytlin de Vere!" teriak sang pelayan.

Beberapa orang di lautan pesta menoleh melihatnya datang. Kaytlin merasa ketakutan bahwa sang duke atau Dowager Duchess akan melihat kedatangannya, lalu mengusirnya keluar. Tapi syukurlah tamu yang datang begitu banyak sehingga tidak sampai lima detik setelah namanya diumumkan, pelayan itu kembali mengumumkan nama-nama tamu lainnya sehingga keberadaan Kaytlin tidak mencolok.

Di lain pihak ia juga kebingungan mencari sang duke di antara lautan pesta itu. Ia melihat kesana kemari dan mengecek setiap kerumunan. Berharap sentral kerumunan itu adalah sang duke sendiri. Tetapi sudah lima menit ia berkeliling dengan tatapan kagum beberapa orang dan menolak lima ajakan berdansa, Kaytlin belum menemukan pria itu. Menolak ajakan berdansa memang tidak sopan, tetapi menemukan sang duke harus ia utamakan terlebih dahulu. Lagipula, ia tidak peduli lagi dengan popularitas season mengingat kemungkinan ia tidak akan menjadi debutan lagi.

"Miss de Vere..." Terdengar suara pria di belakangnya. Bukan suara sang duke karena Kaytlin hafal suara sang duke setelah sempat berdebat dengannya. Kaytlin segera berbalik, bersiap untuk menolak ajakan dansa lagi, tetapi ternyata pria itu adalah Viscount Wallingford.

Seketika Kaytlin terperanjat. "M-My Lord," ucapnya terbata-bata, takut pria itu akan mengusirnya.

Tapi tidak. Karena pria itu tersenyum. "Aku mendengar namamu disebut dan melihatmu sejak tadi. Kelihatannya kau mencari sesuatu...atau seseorang?"

"A-aku...aku__"

"Kemarilah." Wallingford menuntunnya ke tepi ruangan karena mereka bercakap-cakap di tengah ruangan yang bisa menarik perhatian.

"Aku mendengar His Grace membatalkan perjanjian Mr. Maximillian karena diriku kemarin. Dan aku ingin meminta maaf." Dengan cepat Kaytlin menjelaskan maksud kedatangannya.

Wallingford terkekeh. "Sebenarnya Torrington memang mencari-cari alasan untuk mempersulit perjanjian itu. Ia memanfaatkan momen kemarin. di satu sisi, ia juga malu didebat oleh seorang wanita karena tidak pernah ada yang berani menyanggah pendapatnya."

"Maafkan aku!" Kaytlin berseru luar biasa malu.

"Tidak perlu. Aku sangat menikmati ego Torrington yang terinjak-injak kemarin."

"Apakah aku bisa mengubah keadaan?" tanya Kaytlin penuh harap.

"Kita lihat saja. Seharusnya ia tidak akan memiliki alasan lagi jika kau sudah meminta maaf. Aku senang kau datang karena aku sebenarnya mendukung investasi ini, tapi Torrington tua itu selalu menghalangiku."

Kaytlin tersenyum masam mendengar Wallingford menyebutnya Torrington tua padahal sang duke sama sekali tidak tua. Kelihatannya pria itu berumur 28 atau setidaknya belum menginjak 30 tahun.

"Mari kita temui dia bersama," tukas Wallingford kemudian.

Kaytlin mengikuti pria itu dengan antusias. Awalnya Wallingford bertanya pada salah seorang pelayan pria. Pelayan pria itu mengantarkan mereka, tetapi tepat setelah mereka tiba di tempat yang dituju sang duke tidak ada di sana sehingga kembali sang pelayan tadi bertanya kepada pelayan lain yang berjaga. Mereka harus bertanya tiga pelayan hingga mendapat jawaban.

"Pelayan melihat terakhir kali Torrington menuju rumah kaca," ujar Wallingford.

Kaytlin terdiam memilin jemarinya. Rumah kaca seharusnya dihindari oleh seorang debutan sesuai pesan Dowager Marchioness. Banyak debutan dijebak oleh pria di rumah kaca dan berakhir dengan nama tercemar, atau pernikahan yang tidak diinginkan.

Melihat kegelisahan Kaytlin, Wallingford menawarkan. "Apa kau ingin kupanggilkan sehingga Torrington yang menemuimu di sini?"

Sepertinya itu ide yang sangat buruk mengingat siang tadi sang duke menolak bertemu dengannya. Kaytlin takut sang duke akan kembali menolaknya kali ini. Lagipula, Wallingford tidak mungkin mencemarinya. Pria itu bisa mendapatkan wanita mana pun yang ia inginkan tanpa harus melakukan tipu muslihat, apalagi hanya wanita biasa seperti Kaytlin.

Dengan pemikiran itu, Kaytlin mengambil keputusan bulat. "Aku akan ke rumah kaca."

Wallingford tersenyum. "Baiklah, kita akan ke sana." Ia memanggil seorang pelayan wanita tua yang kebetulan lewat untuk mendampingi. Hal itu menambah kelegaan Kaytlin. Pria itu benar-benar mengerti tentang tata krama sesuai dengan nama keluarganya yang tersohor. Meski sebenarnya tidak cukup pelayan yang menjadi pendamping, tetapi setidaknya Wallingford sudah berusaha mengantisipasi keadaan.

Perlu melewati sebuah ruangan dan sebuah lorong untuk sampai ke rumah kaca Torrington House. Kaytlin cukup heran mengapa sang duke pergi ke tempat yang sepi semacam itu, tetapi rasa kegelisahan Kaytlin yang sebentar lagi akan bertemu pria itu membuatnya tidak terlalu fokus memikirkan hal tersebut.

Rumah kaca itu terletak di belakang rumah. Sangat megah dengan atap berbentuk kubah di atasnya. Pintu rumah kaca terbuka sehingga begitu mendekat, aroma berbagai bunga menyerbu penciuman mereka. Padahal ini musim gugur tetapi ada beberapa spesies bunga langka di sana yang mungkin tetap bisa berbunga dan mengeluarkan wangi yang menenangkan.

Tiba-tiba Wallingford menghentikan langkah dan menaikkan telunjuk. Kaytlin berhenti, begitu juga pelayan wanita di belakang mereka. Ia mendengar sesuatu, begitu pun Kaytlin.

Wallingford menoleh pada mereka berdua, dan berucap tanpa suara. "Pelan-pelan." Kaytlin dan sang pelayan mengerti hanya dengan membaca gerakan bibirnya. Mereka melangkah dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara.

Memasuki rumah kaca, suara-suara itu semakin jelas. Suara pria dan wanita. Kaytlin mulai ragu tetapi Wallingford menyuruhnya tetap maju. Dengan pasrah Kaytlin maju.

Dan ia mendapati pemandangan yang tidak ia sangka.

Penerangan di sana memang tidak terlalu terang, tetapi cukup untuk memperlihatkan apa yang terjadi.

Duke of Torrington, berciuman dan berpelukan dengan seorang wanita.

Yang lebih mengejutkan Kaytlin, wanita itu adalah Sophie, Duchess of Schomberg.

***

TBC Part 32.2

Dulu akun hisrom pernah share foto rumah kaca yang merupakan puncak konflik cerita, so inilah dia.

Something About Betrayal (Pengkhianatan) Karena Sophie sudah berkhianat, kita lihat apakah Kaytlin juga akan berubah haluan berkhianat padanya di part next. Tenang, Kaytlin anak yang baik banget, tapi juga bisa jahat banget wkwk

Sampai di sini sudah bisa menebak kan apa yang akan terjadi?

Dan kita lihat apakah Lord Blackmere yang terhormat akan menghadiri pesta dansa untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun berlalu demi Kaytlin?

KOMEN NEXT DI SINI

Continue Reading

You'll Also Like

54.5K 6.6K 16
Jaeyun tiba-tiba terbangun menjadi seorang Shim Jake. Istri seorang Perdana Menteri Park Sunghoon. BxB Sungjake Area Historical Fan Fiction Isekai T...
Perfect Enemy By sita1985

Historical Fiction

1M 85.4K 43
Seri kedua dari perfect series. bagi new reader diharapkan baca Unperfect Love (UL) dulu (Private) Earl of Hemington seorang lord dengan wajah tamp...
Bubat By BulanYasinta95

Historical Fiction

29.4K 4.2K 44
Romansa - Fiksi Sejarah [PERINGATAN : Cerita ini merupakan cerita modifikasi, tidak sepenuhnya dalam cerita ini merupakan sejarah] Wanita, Tahta, Kec...
4.1M 567K 68
18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Kaytlin dan Lisette Stewart de Vere menyer...