Si Julid ARJIOON✓

By Arrastory

197K 27.9K 3.9K

Di balik tingkah nyinyir dengan mata tajam Jioon, dia menyimpan rahasia yang ia tanggung sendiri. Penyiar rad... More

Arjioon Putra Parswera
Ghistara Ayara Adiputra
1. Tawaran
2. Gimana?
3. Mama Adel
4. Kak Arji
5. Negosiasi Terakhir
6. Alasan Tara
7. Surat Perjanjian
8. Mas Kawin
9. Logam Mulia
10. D-day
11. Apartemen
12. Mahesa Pradipta
13. Sama, tapi Beda
14. Uang
15. Prasangka
16. Pikiran Sendiri
17. Drama Pagi
18. Deep Talk?
19. Hadiah Istimewa
20. Nginep
21. Joki Tugas dan Teman Bercerita
22. Harinya Jioon
23. Nggak Capek Sembunyi-Sembunyi?
25. Paling Depan
26. Arti Komunikasi
27. Tukar Pendapat
28. Rumah Bunda
29. Cara Jioon Mendidik
30. Ayah Adi
31. Di Balik Topeng Antagonis
32. Copy Paste
33. Jalan Pulang
34. Sakit
35. Bayi Besar
36. Lo Masih Sakit ya?
37. Makan Siang dan Fakta Terbaru
38. Rumah Tangga yang Baik?
39. Drama Korea
40. Aku-Kamu
41. Anak Pak Arjuna
42. Sebuah Kebiasaan
43. Tahan Sendiri
44. Tempat Berlindung
45. You Are Enough
46. Sidang
47. Gift
48. Selesai
49. Latihan
50. Nanti ...
Bonus Chapter
Bonus Chapter 6 - Anniversary
Bonus Chapter 7 - Rumah Baru. Keluarga Baru.
Bonus Chapter 8 - Hai, Arsen
Bonus Chapter 9 - "Kakak Mau Adek!"
Bonus Chapter 10 - Happy Ever After
Kelu(Ar)ga

24. Sebuah Pengakuan

2.9K 493 40
By Arrastory

UAS dua mata kuliah sudah Tara lewati. Sisa satu lagi di jam setelah dua. Selama menunggu kelas ia dan Ghiselle memilih untuk makan siang di depan ruang teori.

"Nah, ternyata Kak Arji itu nggak punya pacar, Ghis. Dia udah nikaaah." Dengan semangat Giselle bercerita, mulutnya terus mengunyah chicken katsu yang tinggal setengah. "Gue denger langsung dia nyariin istrinya di backstage setelah shooting weekly music."

Tara mengangguk, ia belum ada niatan untuk mengeluarkan suara. Paket ayam geprek 10 ribu lebih menarik daripada cerita Giselle. Hati dan pikirannya juga sedang berdebat tentang membongkar rahasia atau menahan sedikit lebih lama.

Beberapa hal-hal buruk sudah menghantui Tara. Ia takut Giselle marah dan tak mau lagi berteman dengannya. Hanya itu yang membuat Tara sampai sekarang tidak berani berkata jujur.

"Sayangnya gue nggak liat istri Kaka Arji, ternyata dia pergi duluan," lanjut Giselle masih terus bercerita. "Gue sempet interogasi Sinan, sih. Gue nanya nikahannya kapan, teris muka istrinya kayak gimana. Tapi, Sinan bilang dia nggak dateng ke acara nikahan Kak Arji."

"Lo lagi deket sama Sinan?" tanya Tara lebih terdengar menuduh. Ia sedang berusaha mengalihkan pembicaraan. "Sejak kapan ,Gi?''

Giselle terlihat salah tingkah, ia berusaha menahan senyumnya. "Udah lama gue deketin dia, tapi baru akhir-akhir ini mulai dinotis. Itu juga berkat bantuan Kak Arji. Penyiar tengil itu ternyata baik tau, Ra."

"Gue kira lo suka sama Kak Jioon--"

"Dih! Jangan asal ngomong ya! Gue suka sama siaran radionya, bukan sama penyiarnya." Giselle memotong cepat perkataan Tara. Dengan sewot ia lanjut menjelaskan, "Cara Kak Arji ngomongin hal-hal berat dengan ringan itu yang gue suka, bukan orangnya. Gila aja gue suka sama manusia yang setiap ngomong selalu nyulut emosi. Gue bahkan pengen ketemu istrinya, Ghis."

"Ngapain?" Wajah Tara seketika panik. "Lo mau labrak dia?"

Giselle mengumpat pelan. "Gue mau peluk itu perempuan, kasih kekuatan karena harus hidup sama laki-laki yang mulutnya lebih pedes dari sambel geprek yang lo makan," jelasnya menggebu-gebu.

"Tenang aja, ceweknya kuat pedes. Mulut Arjioon dia telen bulat-bulat," jawab Tara asal sembari merapikan styrofoam bekas makannya. "Tapi, emang kadang kesel juga, sih."

"Lo kenal ceweknya?" Mata Giselle sedikit menyipit. Memorinya tiba-tiba bekerja lebih keras. "OH IYA! DULU KAK ARJI PERNAH BILANG KALO BOKAP LO SAMA BOKAPNYA TEMENAN YA? LO DATENG KE ACARA NIKAHAN KAK ARJI? JAHAT LO KAGAK NGASIH TAU BERITA BESAR INI!"

Tara sedikit menjauh saat Giselle berubah menjadi heboh. Niatnya untuk mengaku tiba-tiba saja sirna. Dituduh menjadi tamu undangan dan tidak memberitahu tentang pernikahan Jioon saja Giselle sudah murka, apalagi jika ia bilang yang sebenarnya.

"Eh, tapi Kak Arji pernah bilang. Gue kenal sama ceweknya. Emang iya, Ghis? Dia anak sini?"

"Cantik kagak Ghis?"

"Anaknya aktif? Lo kenal baik sama itu cewek? Instagram-nya apa?"

Masih banyak lagi pertanyaan lain yang Giselle keluarkan. Ia bahkan sudah duduk dengan serius, menatap penasaran pada Tara yang terpojokkan hingga menempel dengan tembok pembatas di lantai 3.

"Ceweknya anak sini, lo kenal dia. Kalo masalah cantik, gue nggak tau."

"Anak fakultas mana?" Giselle semakin penasaran. "Satu angkatan sama kita atau senior kita?"

Tara mengehela napasnya. Sudah lah, bairkan Giselle tahu, semoga saja tidak marah. "Temen sekelas lo--"

"HAH? SIAPA?"

"Syifa, Dian, Ayu, Fira, Zahra, Resti. Eh, anak kelas kita di MK apa?"

"Gue," jawab Tara yang akhirnya mengaku.

"MK yang lo jadi asisten dosennya--"

"Gue, Gi. Istrinya Kak Jioon itu Gue--"

"DEMI APA? JANGAN BOONG LO!"

Entah untuk keberapa kalinya Tara menghela napas. "Pengen banget gue bilang kalo ini bohong, tapi sialnya kagak. Lo tau kejadian beberapa bulan lalu di kantin?"

"Ah! Pas Kak Arji gue panggil buat gabung sama kita?"

Tara mengangguk. "Kejadian itu sehari setelah gue ngomong ke Papa buat batalin perjodohan ini. Sial, papanya Kak Jioon sama Ayah gue sama-sama keras kepala," cerita Tara pelan. Ia masih terus memantau ekspresi Giselle, jaga-jaga takut temannya murka.

"Lo di jodohin?" tanya Giselle tidak percaya. "Lo awalnya mau nolak?"

"Ceritanya panjang, yang pasti di awal bener-bener rumit banget," jelas Tara ragu-ragu. "Lo jangan marah ke gue gara-gara nikah sama Kak Jioon ya, Gi."

Dengkusan Giselle terdengar jelas. "Gue marah sama lo, Ghis," ucapnya pelan. "Gue marah karena lo nikah nggak ngundang gue, marah karena lo nyimpen semuanya sendiri. Seenggak terlihat itu gue di mata lo? Kita cuma temen kuliah aja ya?"

"Bukan gitu, nanti gue jelasin, sekarang masuk kelas dulu. Yang lain udah pada dateng." Tara memilih untuk beranjak dan masuk kelas. Seperti biasa ia duduk di barisan paling depan, sedangkan Giselle memilih bangku pojok di belakang kelas. "Dia emang suka duduk di belakang biar nyonteknya gampang, bukan karena dia musuhi lo," gumamnya menjelaskan pada diri sendiri.

'Fokus, Ra. Fokus!' Batin Tara berkali-kali mengingatkan. 'Inget tujuan lo! Pertahain IP setiap semester, jangan ada drama!'

Nilai Tara memang selalu sempurna, ia tak mau segala masalah yang dihadapi akhir-akhir ini menjadi pengganggu dan membuat tujuan akhirnya rusak. Summa Cumlaude sudah ada di depan mata jika ia berhasil mempertahankan semua nilai sampai akhir.

Untung saja UAS mata kuliah Sosiologi Komunikasi kali ini sesuai dengan rangkuman yang Tara buat. Tidak ada satupun yang tidak dipahaminya. Semua lancar, dengan mudah Ghistara selesaikan tanpa perlu melihat contekan.

"Ra, biar gue anter baliknya," sergah Giselle saat mereka sudah siap untuk pulang. "Sekarang lo tinggal di Senopati ya?"

Tara menoleh cepat. "Lo tau dari mana?" tanynya sembari beriringan menuju lobi. "Kayaknya gue kagak pernah bilang."

"Selama UAS gue terus-terusan mikir--"

"Ya, UAS emang harusnya mikir."

"Gue mikirin cocokologi antara ucapan lo, postingan Kak Arji dan hal-hal lainnya, bukan mikirin UAS!" Giselle dengan gemas mengoreksi. "Ada banyak pertanyaan di otak gue, lo harus siap diinterogasi."

"Iya," jawab Tara pasrah. Selagi ia bisa membatasi mana yang boleh dan tidak boleh Giselle tahu tentang kehidupan rumah tangganya, semoga itu tidak apa-apa. "Lo mau main dulu ke apart?"

"Boleh?" Giselle balik bertanya sembari membuka pintu mobilnya. Ia sudah duduk di balik kemudi.

"Gue izin ke Kak Jioon dulu ya," pinta Tara yang kini sudah duduk di samping kemudi. Matanya fokus pada ponsel, mengirim pesan pada suaminya.

Giselle memilih untuk langsung mengemudikan Mazda CX-5 yang hari ini ia bawa. "Gue baru sadar lo lebih sering manggil Kak Arji itu Jioon, Kak Arji juga manggil lo Tara. Padahal anak kampus nggak ada yang manggil Jioon dan Tara."

Tidak tahu harus menjawab apa, Tara hanya berdeham. Ia membiarkan Giselle mengeluarkan semua riset setelah membongkar semua memori.

"Gue juga tiba-tiba inget Kak Arji pernah nanyain tentang lo. Kenapa gue kagak curiga ya?"

"Makanya otak itu dipake setiap hari, Gi. Bukan waktu orasi aja."

Mata Giselle seketika membalalak. Ia menoleh sekilas pada Tara. "Gila! Lo beneran cocok sama Kak Arji. Mulutnya sama-sama pedes!" gerutunya sembari mengemudikan mobil menunju kawasan Senopati.

Tara sendiri masih fokus pada ponsel, menunggu balasan dari Jioon. "Kak Jioon belum bales aja, lo mau mampir ke tempat lain dulu?"

"Emang harus izin dulu ya? Itu apart punya lo juga, kan?" Kening Giselle berkerut walaupun fokusnya masih tetap pada jalanan di depan. "Kalo tinggal berdua berarti itu milik bersama, kan?"

"Justru karena milik bersama, Gi. Apartemen itu ada Kak Jioon juga, takutnya dia nggak nyaman kalo gue ajak orang lain." Tara menjelaskan alasan ia menunggu izin dari Jioon. Matanya langsung membulat saat menerima balasan dari Jioon. "Boleh, Gi. Kak Jioon udah bales."

Senyum Tara langsung terbit, ia dengan cepat membalas pesan Jioon. "Di depan belok kiri, Gi," ucapnya dengan ibu jari masih terus mengetik pesan pada Jioon.

"Orang punya suami beda ya? Chating aja langsung senyum bahagia gitu," ledek Giselle disusul tawanya. "Biasanya lo senyum kalo tau kabar Lee Jongsuk, sekarang justru Arjioon aja cukup."

Tara melirik sinis pada Giselle. "Gue senyum karena hari ini katanya Kak Jioon gajian." Masih dengan senyuman bahagia, ia menjelaskan alasan mengapa wajahnya berseri. "Keperluan apartemen udah banyak yang abis. Job joki tugas sama bucket juga lagi sepi."

"Lo kurang duit?" Giselle menoleh sekilas pada Tara. "Butuh berapa?"

---

Setelah lock door pintu mendeteksi sidik jari Tara, ia langsung membukanya lebar-lebar, mempersilakan Giselle untuk masuk. Di sambut langsung dengan ruang tengah yang rapi dan area makan serta dapur di sebelah kanan Giselle.

"Lo yang rapiin apartemen ini, Ghis?"

Tara mengangguk, ia lebih dulu masuk ke area ruang tengah. "Duduk, Gi. Gue keluarin jemuran dulu ya," ucapnya sembari menggeser pintu kaca pembatas dengan balkon. "Lo mau minum apa?"

"Apa aja dah," jawab Giselle yang sudah duduk di sofa ruang tengah. Mulutnya sedikit terbuka, tatapan matanya berkali-kali memperhatikan kondisi apartemen dan bergantian pada Tara. "Lo yang beresin semua ini, Ghis? Lo juga yang jemur sama cuci baju?"

Segelas soda Tara bawakan untuk Giselle beserta beberapa kue kering di toples. "Iya, gue nyuci, terus beres-beres, lanjut ngejemur," jelas Tara meminum air mineral. "Waktu Kak Jioon belum kerja dia biasanya bantuin, sih."

"Kagak pake asisten rumah tangga?"

"Mending duitnya buat gue."

"Gue rasa keluarga lo sama Kak Jioon sama-sama keluarga mampu, masa buat nambah satu asisten rumah tangga di apartemen nggak bisa." Giselle masih tetap mengeluarkan pendapatnya. "Baju juga kenapa nggak di laundry aja? Sumpah gue nggak tega liat lo harus nyuci baju."

Tara menyamankan posisi duduknya. "Nikah nggak segampang itu, Gi. Saat gue berumah tangga, tanggung jawab bukan lagi di orang tua."

"Tapi, lo nikah gara-gara dijodohin. Harusnya orang tua kalian bertanggung jawab dong!" Entah mengapa, Giselle sedikit emosi saat melihat Tara kesusahan. Merapikan apartemen, mencuci baju lalu menjemurnya, semua itu bukan hal mudah untuk seorang tuan putri seperti ia dan Tara.

Anggukan setuju Tara berikan. "Bunda sama Mama selalu ngirimin makanan beku buat kita, tapi kalo uang jelas nggak. Gue rasa Kak Jioon juga nggak akan nerima."

"Kenapa? Masa ada orang yang nggak nerima uang."

"Seperti yang gue bilang, sekarang Kak Jioon yang bertanggung jawab atas gue. Kalo sampe Ayah masih ngasih uang, berarti Kak Jioon nggak bisa pegang tanggung jawab itu."

Giselle meminum sodanya sekali tegak. Ia masih merasa kesal karena melihat temannya hidup kesusahan. "Gue boleh tanya sesuatu?" Tatapan mata penuh selidik sudah semakin tajam. "Lo bahagia?"

"Maksudnya?" Kening Tara berkerut.

Helaan napas Giselle kembali terdengar. "Lo bahagia hidup sama Kak Jioon?" jelasnya. "Lo udah nggak lagi bawa mobil, tiba-tiba jualan bucket sama jadi joki tugas. Bahkan rangkuman yang berharga aja lo jual. Sesusah itu sekarang cari uang. Lo bahagia?"

Selama hidupnya, ini pertama kali ia mendapatkan pertanyaan seperti itu. Apa Tara bahagia? Atau justru merana? Banyak yang berubah setelah menikah dengan Jioon. Memang banyak sedihnya, tetapi Tara tidak bisa menghilangkan hal-hal yang menyenangkan.

"Gue nikmatin semuanya," jawab Tara yakin. "Dibilang selalu bahagia nggak, tapi bukan berarti merasa susah. Setidaknya, gue nggak lewatin semua ini sendirian. Kak Jioon juga lagi berjuang."

Giselle mengangguk setuju. "Gue merasa nggak guna sebagai temen. Kenapa lo diem aja, sih? Kan kalo tau lo kesusahan gue bisa bantu sedikit."

"Lo bantu banyak banget, Gi. Promosiin bucket snacks gue, terus cariin pelanggan buat joki tugas. Sumpah gue bersyukur banget punya temen kayak lo. Maaf ya selama ini gue bohong."

"Nah, itu! Kenapa lo bohong?"

Tara memajukan bibir bawahnya. "Gue kalo tau lo nikah sama Lee Jongsuk pasti marah, nah gue mikir lo juga bakalan gitu."

Umpatan cukup keras keluar dari mulut Giselle. "Pertama, Lee Jongsuk om-om, gue sukanya sama Jung Haein. Kedua, gue sama Arjioon beda agama, kalo pun gue suka sama laki lo siangannya Tuhan!"

"Oh, Iya! Gue lupa. Kita beda agama!" Tara seketika histeris. Ia melupakan fakta bahwa sahabatnya ini umat kristiani. "Lo kalo masuk kelas lebih sering bilang salam, sih."

"Lah, kemarin beres rapat jam setengah lima gue panik gara-gara belum salat ashar."

Tawa Tara seketika pecah. "Krisis identitas agama lo makin parah ya?"

"Makanya gue deketin Sinan. Kita satu greja," jelas Giselle. "Gini-gini gue mau nyari imam yang satu aliran."

"Iya, dah. Serah lo," jawab Tara asal. "Eh, kuenya di makan!"

Giselle membuka toples kue kering yang di meja dan memakannya. "Mas kawin lo sama Kak Arji apa, Ghis?" tanya Giselle dengan toples di pangkuannya. "Gue kagak pernah liat lo sama Kak Arji pake cincin."

"Mas kawinnya logam mulia, tuuuh." Kepala Tara menoleh pada bingkai berisi mas kawin di dekat televisi. "Kagak mungkin gue pake, kan?'

Tubuh Giselle langsung melompat ke depan televisi. Memperhatikan pigura mas kawin temannya itu. "Sumpah, gue masih nggak percaya kalo lo udah nikah, Ghis."

"Gue juga kadang nggak percaya," balas Tara pelan. "Sia-sia nunggu Lee Jongsuk dari SMP."

---

Pekikan antusias Tara langsung menyambut Jioon yang baru membuka pintu. Untuk pertama kalinya kedatangan ia disambut oleh sang istri. Seharusnya tadi Jioon menyiapkan kamera, ini momen langka.

Senyuman Tara dengan hoodie merah muda bertelinga kelinci terlihat sangat menggemaskan. Belum lagi tangannya yang sudah menodong pastik di tangan Jioon. "Saladnya mana?"

Jioon memberikan plastik di tangannya pada Tara. "Lo ngidam?" sindirnya karena diteror berkali-kali oleh sang istri yang memastikan ia beli salad sayur.

Tak mempedulikan perkataan Jioon, Tara sudah semangat membongkar salad sayurnya di ruang tengah. "Gue pengen nonton drakor sambil makan. Lo udah makan, Kak? Gue masak sayur bayam, tuh."

"Emang bisa?" serobot Jioon yang kini sudah duduk berhadapan deng Tara. "Lo tau cara masak sayur bayam?"

Anggukan singkat Tara berikan sebagai jawaban. Fokusnya sudah tertuju pada salad sayur, membuat Jioon gemas sendiri dan diam-diam memotretnya. "Tadi Giselle ke sini? Berarti di udah tau? Dia nggak marah-marah?"

"Kang Taemu di dunia nyata ada nggak ya?" Bukannya menjawab, Tara justru sudah memulai mode terpesona pada pemeran utama di drama korea yang sedang ditontonnya. "Bucin banget dia ke Shin Hari."

Kasihan sekali Arjioon ini. Bulan lalu kalah dengan Choi Woong, sekarang tersingkirkan oleh Kang Taemu. "Gue mau mandi dulu," ucapnya sembari beranjak untuk bersih-bersih. Meninggalkan Tara yang berkali-kali memekik saat melihat tingkah presedir bucinnya.

"Eh, dia udah acc Instagram gue." Jioon baru sadar jika akun Tara yang dikunci sudah menerimanya, Bahakan mengikuti balik. "Dia bilang cuma khawatir sama Giselle, kan?. sekarang itu temennya udah tau, berarti dunia juga boleh tau dong."

Masih berpakaian lengkap Jioon berdiri dengan tubuh bersandar di wastafel kamar mandi. Kepalanya menunduk pada ponsel dengan ibu jari sibuk berselancar di atas layar datar itu.

Senyum di wajah Jioon semakin merekah saat unggahan di sosial medianya berhasil. Ia yakin malam ini akan dimaki habis-habisan oleh sang istri setelah menyadari ulahnya yang sudah pasti memicu keributan di jagat maya.

Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

435K 62.4K 77
"Pernikahan gue ini cuman di atas kertas. Secuil rasa dan cinta gak ada untuk dia. Bagi Gue, pernikahan ini hanya ladang bisnis kedua orang tua kita...
450K 21.9K 36
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...
730K 26.1K 67
Pernikahan yang bukan dilandaskan cinta, memang mimpi buruk bagi mereka yang tidak menerimanya. Ialah Bumigantara Dhiagatri yang hidupnya harus berub...
2.5K 1.6K 14
Langit Adrian Mahardika. Cowok berparas diatas rata-rata dengan kepintarannya yang sudah tidak diragukan lagi sekaligus MABA universitas negeri di Yo...