Kuanta (End)

By WinLo05

49.6K 9.6K 2.1K

Kuanta merupakan novel Fiksi Ilmiah-Fantasi yang menggambarkan tentang keberadaan dunia paralel. Ketika hanya... More

Salam
Chapter 1 - Suku Un
Chapter 2 - Hyperspace
Chapter 3 - SHAREit
Chapter 4 - Dimensi f3
Chapter 5 - Paralel 2728
Chapter 6 - Hukum Gravitasi
Chapter 7 - Over Power
Chapter 8 - Aljabar
Chapter 10- Usaha dan Energi
Chapter 11- Labor OV
Chapter 12 - Gelombang elektromagnetik
Chapter 13 - Fisika Dasar
Chapter 14 - RADAR
Chapter 15 - Monster Stormi
Chapter 16- Sinar Gamma
Chapter 17 - Dilatasi Waktu
Chapter 18- Gaya Normal
Copyright Si Maniak Fisika
Chapter 19 - Gaya Implusif
Chapter 20- Bunyi
Chapter 21- Arus Listrik
Chapter 22 - Energi Kinetik
Chapter 23- Sinar Inframerah
Chapter 24 -Kekekalan Energi
Chapter 25 - Kinematika
Chapter 26- Vektor
Chapter 27- Jenis Energi
Chapter 28- Energi Kalor
Chapter 29- Atom
Chapter 30 - Gerak Lurus
Chapter 31 - Indranila
Chapter 32- Aplikasi AIR
Chapter 33- Zombie
Chapter 34- Libra
Chapter 35 - Vaksin
Chapter 36- Dewa Naga
Chapter 37- Kinematika
Chapter 38- AIR & SHAREit
Chapter 39- Cosmic
Chapter 40- End
Chapter 41 - Regenerasi Sel
Chapter 42- Laju Perambatan
Chapter 43- Gerak Melingkar
Chapter 44- Wifi
Chapter 45- Hukum I Kirchhoff?
Chapter 46 - Pertemuan
Chapter 47- Final
Atom

Chapter 9 - Termodinamika

929 245 20
By WinLo05

Otak Fisika mendadak tidak bisa diajak kerja sama. Angka-angka aljabar itu seperti benda mati yang membuatnya merasa seperti jadi patung Moai.

"Ayo, Fisika. Soal ini mudah sekali."

Fisika tersenyum samar. Mudah? Ya, bagi orang yang gila belajar seperti Kaisar mungkin mudah. Fisika memaksa otaknya, dia membayangkan sel-sel di dalam tubuhnya sedang hidup dan bekerja untuk mengerjakan soal.

Jadi, kira-kira seperti ini coretan Fisika.

1/3 x = 9

Pindah ruas?

X = 9 : 1/3
= 9 x 3/1
= 27

"Beneran gak sih?" tanya Fisika dengan tawa tidak percaya diri. Sagi tidak langsung menjawab. Ia meminta pena dari tangan Fisika dan kemudian menuliskan soal baru.

4x = 1/2

Fisika kembali tercengang. Rupanya, Kaisar ini telah menjadikan Fisika anak didiknya. Tidak ingin kelihatan bodoh. Fisika kembali menerka-nerka jawaban latihan soal kedua.

4x = 1/2

X = 1/2 : 4
= 1/2 : 4
= 1/2 x 1/4
= 1/8

"Bener atau salah?" tanya Fisika harap cemas. Dia tidak mau menjawab soal ketiga. Karena dia yakin, di mana ada angka 2 pasti ada angka 3 yang mengikuti.

"Bener. Coba soal terakhir."

Sagi kembali menuliskan soal baru. Fisika tidak tinggal diam. Diliriknya Izar dengan wajah penuh permohonan. Tetapi pria itu malah memberikan gestur semangat 45.

"Sagi!" panggil Fisika seraya menarik kertas dari tangannya. Karena tidak mau belajar aljabar lagi. Fisika malah melahap kertas tersebut dalam mulut dan menelannya bulat-bulat.

Sagi dan Izar yang melihat adegan tersebut pun sontak panik bukan main.

"Hey! Buka mulutmu!" Sagi memaksa membuka rahang Fisika, sedangkan Izar sibuk memeriksa isi tasnya. Namun dia sadar, dia tidak membawa botol minuman di dalamnya.

"Itu beracun! Mengapa kau menelannya?" Sagi syok bukan main. Sekarang, langit benar-benar gelap. Dia menarik tangan Fisika dan menyeretnya keluar dari tempat persembunyian.

Izar tidak pernah melihat Sagi sepanik ini. Dia pun turut merapikan semua barang-barangnya ke dalam tas dan turut mengejar. Di luar celah, mereka di sambut oleh pemandangan kota yang terlihat sangat mewah, rapi dan penuh dengan keramaian. Beberapa orang abai melihat penampilan mereka.

Sebagian orang tampak merasa risih. Fisika melupakan aksi nekatnya memakan kertas. Di dunia ini, orang-orang menggunakan berbagai macam outif yang berbeda-beda. Selayaknya model di catwalk. Mereka berjalan dengan begitu kasual. Satu hal yang membuat mereka semua terlihat keren adalah ... warna yang digunakan adalah warna putih.

Belum sempat Fisika melihat lebih jauh. Sagi sudah membawanya masuk ke dalam sebuah minimarket dan menariknya mendekati rak botol minuman. Pria itu lantas mengambil satu lalu meletakkannya di kasir.

"Tunai atau virtual?" Pelayan kasir bertanya dengan tatapan mengintimidasi.

"Aku hanya punya ini. Apa bisa digunakan?"

Sagi merogoh saku celananya. Di sodorkan satu butir mutiara hitam pada meja kasir. Tentu, melihat perhiasan sebagai alat tukar adalah pemandangan yang tidak biasa.

Petugas tersebut pun mengamati sejenak mutiara hitam pemberian Sagi. Ia bahkan mengigit benda tersebut untuk mengecek keasliannya.

"Anda benar-benar tidak memiliki uang?"

"Tidak. Kembalikan benda itu, jika Anda tidak berminat. Aku akan menukarnya di tempat lain." Sagi menggerakkan telapak tangannya dengan gerakan meminta.

Tetapi si pemuda itu menggeleng pelan. Perhiasan seperti ini bernilai jual sangat mahal. Bahkan satu botol air mineral tidak sebanding dengan harganya.

"Baiklah, kau boleh mengambil benda itu."

Sagi menurut, dia mengambil botol tersebut. Lalu memutar tutup botolnya dan memaksa Fisika untuk duduk melantai.

"Apa yang lo lakukan?" marah Fisika.

"Minum buruan! Gue tidak mau anak orang mati gara-gara makan kertas."

Fisika tidak bisa menyahut. Mulut botol sudah masuk di dalam mulutnya. Dia meneguk air tersebut beberapa kali. Izar pun berhasil menyusul. Namun dia agak terkejut melihat Sagi sedang berlutut dengan satu kaki dan Fisika yang sedang duduk melantai.

"Apa yang terjadi?" tanyanya penasaran.

"Temanmu hampir membuatku mati."

Mata ink Sagi melotot Fisika dengan tatapan nyalang.

"Lo bilang apa? Gue berusaha menyelamatkan lo."

Sagi menarik tangan Fisika untuk segera berdiri. Fisika masih haus, sekaligus ia merasa sangat lapar.

"Apa mutiara hitam itu tidak bisa memberikan hal lain selain air botol ini?" Fisika bertanya pada si penjaga kasir.

"Ambil saja sesuai kebutuhan kalian. Tapi, dari mana orang seperti kalian berasal? Kalian pasti bukan dari sini?"

Fisika tidak berniat menjawabnya. Ia membiarkan Sagi dan Izar untuk mengurus, sedangkan ia sibuk mengambil setiap makanan ringan menggunakan keranjang dari tiap etalase. Ada pula beberapa makanan instan yang bisa dimasak langsung di tempat itu. Fisika memborong semuanya, walau huruf-huruf di kemasan terlihat aneh dan asing. Ia menggunakan pengamatannya sebagai media membaca.

"Apa ini cukup?" Fisika meletakkan sekeranjang penuh makanan di meja kasir.

"Lebih dari cukup. Tempat memanaskan makanan ada di pojok sana."

Fisika menoleh ke arah yang ia tuju. Sekarang, pikirannya hanya satu. Yaitu pergi makan sampai kenyang. Belajar aljabar bersama Sagi membuat perutnya bergemuruh minta di isi.

"Kami penyebrang. " Izar mengalihkan atensi si karyawan minimarket. Sementara Sagi memeriksa setiap sudut dengan pemetaan lewat lensa kotak khusus di mata kanannya. Bagaimana pun ceritanya, mereka harus bisa menyelinap ke bangunan yang berjarak 20 km itu untuk merebut kembali Flower Winter pertama.

"Kalian kubu luar?" Si Kasir tersenyum lebar. "Oh, jangan takut. Aku tidak akan mengatakan apa-apa. Hanya saja, kalian sangat keren untuk bisa sampai kemari. Lebih baik kalian mencari toko pakaian. Hari ini masih waktu berkabung, memakai pakaian selain warna putih akan dianggap kurang sopan."

"Ouh, kupikir putih adalah pakaian sehari-hari kalian," tukas Izar. Dia merasa salah menebak. Alam semesta 2728 pasti masih cukup normal untuk membebaskan soal berpenampilan.

Sagi berdiri di sisi Fisika yang sibuk memanaskan sebuah makanan cepat saji ke dalam oven. Butuh 3 menit sampai makanan di dalamnya benar-benar matang sempurna.

"Kenapa lo bisa kepikiran makan kertas, jika lo bisa makan yang lebih baik dari itu?"

Fisika yang tidak menyadari kehadiran Sagi, terlonjak saking kagetnya. Ia pun mengelus dada dengan kesal.

"Lo kayak setan tahu!" omel Fisika.

"Setan?" ulang Sagi dengan nada tidak terima. "Maksud lo, gue sehina itu? Asal lo tahu ya, gue itu---"

Fisika membekap mulut Sagi dengan telapak tangan.

"Iya, iya. Gue minta maaf," ucap Fisika. "Sekarang mending kita fokus sama ini oven biar cepat matang tuh makanan. Setelah itu kita bahas soal rencana menyusup untuk mengambil Flower Winter."

Sagi melirik ke arah oven yang dimaksud oleh Fisika. Lalu ia menurunkan tangan Fisika dari mulutnya.

"Termodinamika," ucap Sagi dengan tersenyum tipis.

Alis Fisika bertaut bingung saat mendengarnya.

"Termodinamika? Kayak kenal," sahut Fisika. Sedetik kemudian, dia mendadak sadar apa yang akan terjadi. "Tunggu!"

"Lo pasti gak tahu soal termodinamika, bukan? Tapi oven yang bekerja memanaskan makanan di dalamnya. Bekerja dengan prinsip tersebut." Sagi pun mulai menjelaskan apa yang ia tahu kepada Fisika.

"Termodinamika merupakan salah satu cabang ilmu fisika yang memusatkan perhatiannya pada energi. Terutama energi panas dan transformasinya."

Tepat saat itu, bunyi denting dari dalam oven menyelamatkan Fisika. Ia pun buru-buru mengeluarkan makanan dari dalam dan menyerahkan benda tersebut pada Sagi.

"Met makan malam Sagi. Lo pasti lapar bukan?" seru Fisika dengan wajah tersenyum lebar. Berharap, perhatian Sagi teralihkan.

___/_/_/___/____
Tbc






Continue Reading

You'll Also Like

11.7K 1.4K 33
Season 4 Penyihir Diwangka Harap baca terlebih dahulu Season pertama. Urutan membaca. 1. Penyihir Diwangka 2. Ardelra 3. Diwangka 4. Raikage Setelah...
77.6K 5.3K 29
Apa yang terjadi jika seorang ketua mafia yang di takutan di seluruh dunia itu meninngal yang sungguh aneh Karena dia sedang tidur tapi pas buka mat...
913 588 16
‼️Vote dulu sebelum baca⭐‼️ Setiap kali pangeran memainkan satu nada ia akan berpindah tempat. Petualangan pangeran untuk kembali ke istana akan sege...
5.7K 865 40
⛔Satu Universe Dengan The Heroes Bhayangkara dan Senayan Express⛔ Aestival Edisi : Batak Myth Aes yang bermimpi menjadi penunggang naga nusantara. Be...