Seperti Edelweis

By DiahMput

549K 4.2K 38

karna cinta tidak pernah melihat dari dua sisi yang berbeda. meskipun waktu telah banyak menjelaskan pada ki... More

Chapter 2

Chapter 1

47.1K 2.1K 22
By DiahMput

Author's Pov※

"Bang Gata, nggak ikut seleksi kah?" tegur Rani yang kebetulan mampir di divisi hukum.

Laki-laki berwajah tampan itu menoleh, ia tersenyum simpul. Kemudian ia menggeleng, "Ntar aja kalo udah kepilih baru gue yang pegang. Lagian itu bukan wewenang gue. Ah iya, gimana kabar orang bisnis? Kangen gue balik ke sana lagi," jawabnya.

"Yah kayak gitulah Bang. Tanpa leader muda kita yang sehebat Bang Gata, gagasan sering berhenti di tengah jalan. Nggak ada yang ngerjain."

Keduanya tersenyum mengingat saat Gata masih ada di bidang bisnis. Gata adalah seorang wartawan. Pria tampan dengan wajah sempurna dan tubuh atletis yang menggiurkan. Dia cerdas dan sangat profesional. Sebelum dipindah menjadi leader di bidang hukum, dia adalah leader bidang bisnis. Banyak yang merasa kehilangannya karena dia selalu memunculkan ide-ide gila dalam setiap berita yang ia tampilkan.

"Yah gitulah Ran.. enjoy di hukum gue," ucap Gata sambil mencecap kopinya.

"Ahhh, gue nggak heran sih. Bang Gata kan tipe orang yang suka tantangan, mana mau kerja flat-flat aja," balas Rani, yang dulu adalah mantan asisten Gata di divisi bisnis.

"Bang Gata, diminta ke ruang seleksi gantiin Pak Andi!" Ryan, asisten Gata mendatanginya tiba-tiba.

"Arrggh, kan gue udah bilang gue males ngurus soal beginian Yan!" sungut Gata malas-malasan.

"Ya gimana Bang, manajer yang minta," ujar Ryan dilema.

Gata berdiri dari duduknya, mencecap kopinya sekali lagi. Sambil merapikan kemejanya Gata menyambar topinya di atas meja.

"Ran, gue jalan dulu ya. Paling benci neh gue bagian beginian," pamit Gata.

"Yo'i Bang. Semoga dapet kandidat baru yang bagus ye," jawab Rani menyambut tos dari Gata.

Diikuti Ryan, Gata berjalan ke aula besar tempat seleksi calon wartawan baru diadakan. Seorang leader muda berusia 23 tahun yang sukses, celana jeans, sepatu kets, topi menutupi wajah tampannya, juga kacamata variasi yang tidak pernah lepas menutupi bola mata coklatnya. Senyum menawan yang selalu mendebarkan hati setiap wanita yang melihatnya. Juga hidung mancung menantang pelengkap sempurna wajahnya.

"Permisi!!"

Gata melongokkan wajahnya di pintu, berjalan dengan santainya ke meja juri tanpa memedulikan pandangan semua orang padanya. Dia sudah tahu pasti apa yang dilihat orang-orang itu terhadapnya. Juri yang lain begitu rapi dengan kemeja dan jasnya, sedangkan ia sendiri hanya mengenakan kemeja dengan lengan terlipat sebatas siku, tanpa dikancingkan di bagian paling atas. Id card menggantung di dadanya, Febrian Bruguiera Conyugata; EDITOR. Sebuah nama yang unik, mencerminkan karakter pemiliknya.

"Tinggal berapa lagi Pak?" tanya Gata pada redaktur pelaksana di sampingnya.

"Ini kloter terakhir."

Gata mengangguk mendengar jawaban pria di sampingnya. Ia mendongak mengamati orang-orang di depannya kemudian membaca CV mereka.

"Peserta nomor 024, 025, 026, dan 027," ucap pengatur acara.

Gata menatap gadis dengan nomor 024 yang maju di depannya. Gadis itu memberi hormat pada semua juri sebelum ia duduk. Cantik, mungil, ceria, dan cukup seksi.

"Sebutkan nama dan asal universitas!" perintah Gata malas.

"Perkenalkan nama saya Aluna Yukari Kinanthi dari Akademi Broadcasting Yogyakarta," jawab gadis bernama Kinan di depan Gata.

"Oke 024! Apa tujuan seorang reporter melakukan wawancara?" tanya Gata tanpa menatap lawan bicaranya. Ia lebih fokus mengamati CV yang bertumpuk di depannya.

"Ehm, untuk mencari kebenaran Pak!"

"Pak??? Kebenaran?" Gata mengangkat wajahnya, memandang gadis di depannya tajam. "Kalo mau cari kebenaran, jadi detektif aja. Dan satu lagi, umur saya tidak jauh berbeda dengan kamu! Apa saya terlihat setua itu?" tambah Gata lagi begitu geram.

"Bang! Tetap fokus!" bisik Ryan yang terus berdiri di belakang Gata.

Gata berdecak sebal. Sementara juri lain di sampingnya memandang sanksi. Ia menoleh dan menarik Ryan mendekat padanya.

"Gue kan udah bilang. Gue paling anti sama hal-hal kayak gini!"

"Selesain satu ini aja Bang. Please!"

Gata mendengus membuang nafas kasar. Ia berpaling kembali menatap Kinan yang berusaha tetap tenang menghadapi makhluk ganas di depannya.

"Sekali lagi saya tanya, untuk apa anda mewawancarai orang lain?" Gata memiringkan kepalanya.

Kinan menarik nafasnya sebentar. Diberinya Gata senyum. Dalam hati ia membatin, untuk apa di dalam ruangan menggunakan topi.

"Selain mencari kebenaran juga untuk mengumpulkan informasi yang lengkap, akurat, dan fair," jawab Kinan percaya diri.

Namun pria di depannya justru tersenyum menghina. Kalau saja dia sedang tidak dalam kondisi di interview, sudah ditendangnya wajah menyebalkan itu.

"Fresh graduate banget ya lo?"

Mulut Kinan menganga. Pria ini! Dia menggunakan bahasa informal saat wawancara, sungguh tidak sopan.

"Iya Kak. Saya baru saja lulus," balas Kinan tetap sopan meskipun hatinya emosi.

"Kak? Whenever lah. Oke. Next!!" teriak Gata mengabaikan Kinan.

Wajah Kinan teralih ke arah Gata cepat. Matanya membulat, terbelalak memandang si tampan heran.

"Cuma ini Kak?" tanya Kinan.

"Emang mau ngomong apalagi. Udah geser. Gue nggak punya banyak waktu. Heran gue kenapa orang kayak lo bisa lolos tes tertulis," ucap Gata tak acuh.

Kinan berdiri dari kursinya, berpindah dan menyapa juri lain di sebelah Gata. Ia harus pandai menekan kemarahan di dalam hatinya agar tidak berdampak pada juri yang lain.

Setelah menyelesaikan semua kloter, Gata berdiri dari kursinya. Ia berbisik sebentar pada pria di sampingnya kemudian berjalan keluar ruangan besar itu. Dia tidak sadar ada sepasang mata yang mengamatinya secara intens. Mata cantik dengan bola mata hazel milik Kinan. Perlakuan Gata padanya membuatnya dendam kesumat. Siapa dia, berani merendahkannya.

"Perhatian untuk semua peserta seleksi agar menunggu di luar aula. Pengumuman final akan dilaksanakan 15 menit lagi!"

Suara dari pengatur acara membuat Kinan bangkit dari duduknya. Ini adalah penentuan. Betapa dia sangat mencintai dunia jurnalistik dan bermimpi untuk bisa bekerja di bidang penyiaran, di sini, CINE-IN news.

"Hai.. Gue Lili, lo?" Seorang gadis begitu cantik mengulurkan tangannya pada Kinan. Dengan senyum Kinan menyambutnya.

"Hai juga, gue Kinan!" jawab Kinan ramah.

"Sama-sama nungguin pengumuman kan ya? Deg-deg an nih!" ujar Lily tak sabar.

"Iya ya..wahhh, gue sih nggak ngarep. Apalagi pas tes wawancara tadi. Huft. Gila ya tu orang, makannya apaan sih?"

Lili menatap Kinan bingung.

"Ahh, meja 4," tambah Kinan.

"Itu kan manajer bidang hukum."

"Penggantinya. Baru masuk di kloter terakhir tadi," jawab Kinan lesu.

"Oh, yang ganteng banget itu ya?"

"Iya. Tapi kejam!" seru Kinan tidak rela ada yang mengatai Gata ganteng.

"Jangan gitu. Kalo kita lolos, dia jadi senior kita lho Kinan."

"Ahhh, makin blangsak idup gue kalo sampe ketemu dia lagi," balas Kinan terduduk di lantai. Ia menyita perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya.

"Kinan, lo nggak malu diliatin orang gitu?" ucap Lili khawatir.

Sontak Kinan berdiri menyadari kekonyolannya.

"Ahhh, pengumumannya udah ditempel. Ayok ke sana!!!" Lili menunjuk petugas yang sedang menempel beberapa kertas di papan pengumuman. Segera orang-orang berkerumun di sekitarnya. Susah payah Kinan dan Lili menguak kumpulan orang-orang itu. Tubuh Kinan yang mungil terdorong ke sana ke sini.

024. Ada. Nomor urut Kinan masuk dalam daftar yang diterima. Ia mengedarkan pandangan, mencari sosok Lili.

"Li! Gimana? Masuk?" Kinan langsung menghampiri Lili begitu ia menemukannya. Senyum mengembang di bibir Lili, "Masuk Nan. Lo?"

"Gw jugaaa!!! Hh my God. Akhirnyaa"
!!"

Keduanya berpelukan bahagia. Meskipun baru saling mengenal, Kinan merasa menemukan teman yang bisa diajaknya bicara.

"Bagi peserta seleksi yang diterima, diharapkan besok pagi datang ke kantor tepat pukul 7 pagi. Berkumpul di ruang penyiaran sebelah kiri aula ini. Terima kasih," ucap seseorang yang sebelumnya menempelkan pengumuman.

Kinan dan Lili saling melempar senyum ceria, bahagia mereka telah diterima kerja di salah satu kantor berita terbaik di negeri ini.

Kinan's Pov

Kuamati gedung tinggi menjulang di depanku. Kantorku. Tempatku menghabiskan waktu mengumpulkan uang sekaligus menyalurkan hobi berbicaraku. Aku sangat mencintai dunia penyiaran. Entahlah, aku tidak punya alasan maupun motif kenapa aku menyukainya. Kulangkahkan kakiku begitu bersemangat ke dalam gedung, langsung menuju ruangan penyiaran di sebelah aula tempatku seleksi kemarin. Wow!!!this is my first day. Aku tidak sabar menanti pengalaman apa yang akan kudapat hari ini. Jantungku berdebar lebih cepat saking bahagianya. Begitu aku sampai di depan ruangan, kulihat Lili dan teman-teman lain yang juga diterima sepertiku sedang berkumpul membicarakan sesuatu. Karena penasaran aku mendekat.

"Satu yang harus kita waspadai. Jangan berani-berani ngliat matanya, apa lagi ngebantah dia pas lagi ngomong. Julukannya itu Handsome Evil. Sekali aja kita bikin kesalahan, abislah sudah. Wartawan senior, juga editor. Namanya Febrian siapa gitu. Pernah muncul di liputan lebaran kok. Itu sih setau gue,"

Aku berjenggit geli mendengar ucapan teman-temanku. Siapa si Febrian itu? Kenapa dia begitu ditakuti?

"Hei! Kalian diterima buat nyiarin berita dan fakta bukan bikin gosip!!!"

Kami terlonjak kaget mendengar teriakan begitu keras di belakang kami. Belum sempat aku menanyakan siapa si Handsome Evil yang mereka maksud, sosok makhluk mengerikan yang mewawancaraiku kemarin muncul mengejutkan kami. Lili menyenggol sikuku.

"Ini dia si Handsome Evil, Bang Febrian," bisik Lili begitu pelan di sampingku.

Kami semua menunduk, tak ada yang berani menatapnya.

"Eh?? Lo??? Gimana lo bisa ketrima? Siapa yang masukin lo ke daftar?"

Hening. Tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Lagipula dia bertanya pada siapa sih?

"HEI 024!!! LO BUDEG YA!" seru si Handsome Evil.

Sekali lagi aku terlonjak dan melompat mundur kaget. Dia berbicara tepat di depan mataku.

"Ahhh, maaf Kak. Saya cuma lihat di pengumuman, nama dan nomor saya ada di sana. Makanya saya datang," ucapku sesopan mungkin.

"Heran. Siapa yang milih manusia tanpa talenta kayak lo gini!" sungutnya menyebalkan.

Kuhela nafas panjang. Sabar Kinan, sabar.

"Kenapa lo ngliatin gue kayak gitu? Nggak trima?" sentaknya GR.

Oh my God. Secara tidak sadar aku memandang wajah tampannya dan aku tertangkap basah. Sayang lho, tampan tapi galak. Cepat-cepat aku menunduk.

"Enggak Kak, maaf."

"Ckk. Dasar batu!! Oke. Nama gue Gata.  Febrian Bruguiera Conyugata, gue leader, wartawan, sekaligus editor di sini. Selama kalian di bidang hukum, kalian berada langsung di bawah gue. Selama seminggu, kalian bakalan gue bawa keliling kantor, setelah itu, baru diputuskan di mana kalian akan ditugaskan. Ada pertanyaan?"

Arrgghh. Menyebalkan sekali si iblis ini! Dia menyebutku batu! Bayangkan? Wanita secantik dan selucu aku disebutnya BATU? Keterlaluan.

"Oke kalo semua jelas. Kalian boleh manggil gue Bang Gata. Jangan Kak. Emang gue kakak Pramuka apa!!"

"Salam Pramuka! Namanya lucu, kayak nama latin!!"celetukku spontak.

Ya Ampun ini mulut asal jeplak aja sih. Kubekap mulutku sambil merutukinya. Si iblis memandangku geram. Tamatlah riwayatku. Dia berjalan mendekatiku, membungkukkan badannya tepat di depan wajahku.

"Kayaknya ada yang pengen pramuka ya?" geram Gata seram.

Kukedip-kedipkan mataku tak berani menatapnya.

"Yang laen masuk dulu ke ruang siaran, 024 tetep di sini!" lanjut Gata horor.

"Iya Bang!!!" jawab teman-temanku terburu-buru pergi meninggalkanku.

Seseorang tolonglah aku. Lepaskan aku dari iblis ini. Kugigit bibir bawahku menahan takut juga rasa kesal padanya.

"Gue nggak ngerti kenapa lo bisa ada di sini 024. Tapi kalo lo di sini cuma mau maen-maen, lo balik ke rumah. Ikut Pramuka sana!!" gertak si Iblis persis di wajahku.

"Maaf Bang. Saya salah," sesalku.

"Bagus kalo lo tau lo salah. Sekarang pergi ke ruang editor, temui orang yang namanya Ryan. Minta berkas gus ke dia dan cepet balik lagi ke sini. Tiga menit!" hardiknya.

Sabarlah Kinan, ini cobaan.

"Iya Bang!" seruku. Aku segera berbalik setengah berlari. Namun langkahku terhenti.

"Tapi Bang Gata, ruang editor di sebelah mana ya?" tanyaku takut-takut.

Si iblis tersenyum licik sekali, "Lo punya mulut kan? Gunain itu buat tanya!" jawabnya sambil berlalu masuk ke ruang penyiaran.

Ahh, dimulailah hari-hari semingguku di neraka. Aku yakin iblis itu tidak akan melepaskanku begitu saja. Kekejamannya padaku tak hanya berakhir setelah aku kembali dari ruang Bang Ryan. Semua masih berlanjut dan aku tak bisa lepas dari auman Gata yang menjengkelkan.

"024!!! Bisa nggak lo fokus? Atau musti gue colokin kopi dulu biar lo melek?" sentaknya saat aku melirik Lili untuk sekadar bertanya.

Hisshh!! Pria ini!!! Kalau saja dia bukan seniorku, sudah kutelan hidup-hidup. Tapi ini justru kebalikannya. Baru hari pertama dan dia sudah berkali-kali ingin menelanku.

"Ah, iya maaf Bang," ucapku pura-pura menyesal.

"Sekarang, semua berkumpul ke ruang editor!!" perintahnya galak sekali.

Kami berdelapan bergegas masuk ke ruang editor, berkumpul di ruang rapat. Ada banyak berkas-berkas berantakan di atas mejanya.

"Di depan kalian ada berkas-berkas lama yang udah nggak dipake. Cari bahan dari situ yang bisa kalian laporin buat berita!" perintah Gata.

"Tapi Bang, bukannya ini udah jam pulang kerja ya?" sanggahku mengangkat tangan.

Pandangan iba teman-temanku membuatku tersadar bahwa yang kulakukan adalah kesalahan besar.

"Heh 024!! Lo mau pulang sekarang?" tanya Gata dengan wajah iblis.

"Ee..e..enggak Bang," balasku tak berani menatapnya.

"Yang laen boleh pulang sekarang. Biar 024 yang nyelesein kerjaan kalian."

"Apa???" ucapku terkejut.

"Kenapa? Mau minta tambah?"

Aku menggeleng. Kuamati wajah teman-temanku yang memandangku penuh sesal. Sial sekali nasibku. Sepertinya iblis itu memang memendam dendam pribadi padaku.

Kubuang nafas kasar sambil membolak-balik berkas-berkas di depanku malas. Tinggal aku sendiri di ruangan itu. Entah si iblis menghilang ke mana. Mungkin tengah bertapa menambah kesaktiannya. Kulirik jam, sudah hampir jam 10 malam. Bagaimana bisa aku pulang selarut ini. Kantor sudah sangat sepi, dan aku baru menyelesaikan setengah pekerjaanku. Ingin menangis rasanya. Kenapa aku harus bertemu dengan iblis tampan berkacamata itu? Arrggghhhh!!!

"Sialan!! Gimana gue bisa pulang kalo udah jam segini!! Hashh!!"

Kuacak rambutku sambil bergumam marah. Kutendang kursi di depanku. Argggh. How a bad day!

"Jangan ngerusak properti kantor!"

"Ahhh Ya Tuhan!!!!"

Aku terlonjak dari kursiku mendengar suara yang tiba-tiba datang di belakangku. Iblis kejam itu.

"Ahh, maaf Bang," desisku.

"Apa mulut lo cuma bisa di stel bilang maaf doang?" Gata yang sudah berdiri di belakangku berkacak pinggang angkuh. Dia berjalan mendekatiku, duduk di sebelahku dan menyodorkan satu cup capuccino yang masih mengepul padaku. Harum sekali aromanya.

"Daripada saya salah ngomong," balasku pura-pura sibuk mengamati berkas di depanku.

"Minum dulu. Dan nggak perlu pura-pura. Gue tau mata lo udah sepet banget liat tu berkas."

Oke. Kini aku menatapnya. Heii, dia melepas kacamata dan topinya. Kini aku bisa melihat dengan jelas wajah tampannya. Ya, meskipun mataku sudah teramat lelah, tapi aku masih bisa menajamkannya untuk mengamati iblis tampan ini. Alis matanya tebal sekali. Seperti perempuan. Apa itu alis pasangan? Apa dia pria metroseksual? Come on Kinan, batasi fantasimu.

"Kenapa ngliatan gue kayak gitu? Pasti lo baru menyadari betapa tampannya iblis di depan lo ini!" ujar Gata sombong.

Oh yaa!!! Selain tampan dia juga pandai membaca pikiran.

"Bang Gata nggak keliatan kejam tanpa kacamata," ucapku ragu-ragu.

"Selesein tu berkas, dan jangan pulang sebelom selesai! Capuccino ini gue ambil lagi! Udah berani kurang ajar ya lo sama gue," ucapnya seraya berdiri meninggalkanku.

Dia kenapa sih? Apa dia berkepribadian ganda? Apa sesuatu yang jahat mengendalikan otaknya? Ohh, for God Shake! Kutempeleng juga wajah iblisnya itu!

Gata's Pov

Jam 00.30. Kukemasi barang-barangku dan kuambil kunci mobilku di meja kerjaku. Kusempatkan melirik ke ruang rapat. Si batu masih di sana dan dia tertidur dengan nyenyaknya. Aku heran, siapa yang memasukkannya ke daftar peserta lolos padahal aku sudah mencoret nomornya. Apa hanya aku yang menganggapnya tidak lolos kualifikasi? Pengetahuannya tentang dunia jurnalis masih sangat dangkal, dia juga asal menjawab pertanyaan yang kuajukan. Bicaranya ceplas-ceplos, berani memandang dan melawanku. Juga sangat ceroboh. Apa yang lebih darinya?

Pelan-pelan aku masuk ke ruang rapat. Kuamati berkas di depannya., masih belum juga selesai. Dasar batu, selain ceroboh dia juga lamban. Kugoyang tubuhnya sekali, tetap diam. Kugoyang lebih keras lagi dan dia menggeliat. Ia membuka matanya perlahan dan memicingkannya begitu menatapku. Saat pandangannya tepat di manik mataku dia terlonjak kaget dan terjatuh dari kursinya. Hampir saja aku kelepasan tertawa.

"Pulang nggak lo? Udah tengah malem ini," kutanya ia. Dia berusaha berdiri sempoyongan. Mungkin masih mengumpulkan nyawanya yang melayang-layang.

"Kenapa sih lo? Ngeliat gue kayak ketemu malaikat pencabut nyawa aja!" dengusku.

"Emang iya," gumamnya lirih.

Aku bisa mendengarnya. Gadis ini! Apa yang salah dengan mulutnya?

"Ahhh, terserah. mau pulang kek. Enggak kek. Bodo!" sergahku berlalu meninggalkannya.

Perempuan ini menyebalkan sekali sikapnya. Selama ini belum pernah ada junior yang berani terhadapku sepertinya. Kurasa dia memang benar-benar batu.

"Bang Gata, apa saya boleh pulang?"

Kata-katanya menghentikan langkahku. Apa lo tega ngebiarin dia sendirian Gat?

"Pulang kalo kerjaan lo udah selesai!" jawabku.

"Yaudah makasih Bang. Kalo gitu saya tidur sini aja boleh kan?" ucapnya mengiba.

Tidak! Aku tidak akan merasa kasihan padanya.

"Terserah!" ucapku meninggalkan ruangan.

Langkahku terhenti di depan mobilku. Hatiku bimbang. Hashhhh, aku berbalik kembali ke ruang rapat. Kudapati si batu berusaha menahan kantuknya menyelesaikan tugas yang kuberikan. Kasian juga dia. Apa aku terlalu kejam menyiksanya?

"Hei 024!"

"Ahhh, ya Tuhanku!! Bang Gata! Kenapa sih selalu ngagetin," protesnya.

Apa dia baru saja mengomel padaku? Kurang ajar!

"Lo! Berani ya lo sama gue?" geramku.

"Maaf Bang. Saya tadi kaget. Emangnya apa yang ketinggalan Bang?" tanyanya serius.

"Ehm, 024, rumah lo di mana? Taksi pasti udah susah jam segini, ehm, maksud gue—"

"Kebon jeruk Bang," potong si Batu cepat.

"Pulang bareng gue?" tawarku padanya, membuat matanya melebar memandangku takjub.

##############################

Yogyakarta, 12 Juni 2017

As Febrian Bruguiera Conyugata : sung hoon
As Aluna Yukari Kinanthi :Song jie un

Continue Reading

You'll Also Like

12.9M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...
288K 23.8K 79
Cinta hanya untuk manusia lemah, dan aku tidak butuh cinta ~ Ellian Cinta itu sebuah perasaan yang ikhlas dari hati, kita tidak bisa menyangkalnya a...
15.5M 874K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
44M 2.3M 96
SERIES SUDAH TAYANG DI VIDIO! COMPLETED! Alexandra Heaton adalah salah satu pewaris Heaton Airlines, tetapi tanpa sepengetahuan keluarganya , dia men...