MASIHKAH KAU PERCAYA CINTA IT...

By masdaraimunda

227K 25.9K 2.7K

Avram tidak pernah percaya cinta. Seumur hidup dia sudah meyakinkan diri untuk itu. Membangun tembok pembatas... More

1
2
3
4
5
7
8
9
10
11
12
13
14
Versi ebook

6

5.3K 1.8K 96
By masdaraimunda

Hari ini akhirnya mami ke kantor. Entah apa yang menyebabkan dia setuju untuk melanjutkan pembangunan apartemen yang sudah beberapa bulan terbengkalai. Perempuan berpenampilan sempurna itu sudah duduk di depanku dengan sikap anggun. Kemudian menyerahkan dokumen yang sudah ditandatanganinya.

"Terima kasih karena akhirnya mami sepakat tapi saya yakin ini tidak gratis."

Mami menatapku sambil tersenyum kecil.

"Kamu tidak pernah berubah, selalu menganggap saya sebagai musuh yang meminta imbalan. Seharusnya kamu bisa berpikir dari sisi saya."

"Karena kita akan selalu seperti itu."

"Apakah kamu tidak bisa berpikiran baik tentang saya?"

"Waktu sudah membuktikan. Jangan membuat saya mengingatkan tentang masa lalu."

"Saya sudah menebus semua kesalahan dengan tetap tinggal bersama papimu bahkan sampai dia meninggal."

"Seorang istri tempatnya memang disisi suami bukan? Rasanya saya tidak perlu mengajarkan mami tentang itu."

"Tergantung, suami yang bagaimana."

"Mami selalu menyalahkan papi. Apa sih kurangnya? Laki-laki yang baik adalah mereka yang bertanggung jawab akan rumah tangganya. Tidak membiarkan anak dan istrinya kelaparan lalu menjadikan mereka peminta-minta."

"Rumah tangga tidak sesimpel itu."

"Karena itu saya tidak akan pernah menikah."

"Bagaimana hubunganmu dengan Zea."

"Kami sepakat untuk punya anak." jawabku untuk memancing emosinya. Benar saja, wajahnya langsung berubah tak suka. Aku kini bisa tersenyum.

"Tanpa pernikahan?"

"Apa pentingnya sebuah pernikahan."

"Pernikahan adalah tentang ikatan, anakmu butuh jaminan bahwa dia akan diasuh dengan benar."

"Tidak ada hubungannya cinta dalam sebuah proses pembuatan bayi dan pola pengssuhan anak. Cinta orang dewasa bisa saja pergi dan pindah ke lain tempat kapan saja dia mau. Lalu untuk apa ada pernikahan selama Zea baik dan setia."

"Apakah tidak ada perempuan yang lebih layak untuk menjadi ibu dari anak-anakmu?"

"Siapa? Mami punya calon?"

Mami kemudian bangkit lalu berdiri dengan anggun. "Pikirkan dulu pertimbangkan dengan matang. Jangan sampai nanti kamu menyesal dan menjadikan anakmu sebagai korban berikutnya."

"Mami tidak berhak mengatur hidup saya. Hak saya untuk memilih siapa ibu dari anak-anak saya. Apa mau mengatakan kalau mami lebih baik dari Zea? Siapa yang bisa memastikan?"

"Tidak ada yang mengatur, saya tahu batasan. Hanya saja saya tidak ingin kamu salah melangkah. Meski hubungan kita buruk tapi saya tetap ibu yang ingin agar anaknya mendapat segala kebaikan. Jangan sampai anak-anakmu mengulang kehidupanmu. Kamu tahu bagaimana rasanya." jawabnya sambil melangkah ke luar. Melalui CCTV bisa kulihat Athena membimbingnya berjalan menuju lift. Seperti biasa dia meninggalkanku sebelum pembicaraan selesai. Sejak dulu memang menghindari perdebatan.

Entah apa yang ada dalam pikiran mami. Aku yakin dia tidak begitu saja membawa seorang perempuan ke dalam rumah tanpa maksud tertentu. Apakah tujuannya agar perempuan itu menggodaku? Kugelengkan kepala, dia sedikit berhasil aku memang tertarik. Tapi bukan tentang yang dia maksud untuk dijadikan istri.

"Mami kamu barusan datang?" terdengar suara Zea menghentikan lamunanku.

"Ya, kalian bertemu?"

"Beruntung kami berbeda lift. Dia bersama asistennya itu lagi, ngapain?" tanyanya sambil duduk dikursiku.

"Menandatangani dokumen dan berbicara dengan dewan direksi. Bagaimana? Sudah ketemu obgyn?"

"Sudah, kabar baiknya kita bisa langsung program. Kamu mau anak laki-laki atau perempuan?" tanyanya sambil bangkit dan memelukku dari belakang.

"Kita tunda dulu." jawabku tegas.

"Kita sudah membicarakan ini berulang kali. Aku tidak minta dinikahi, hanya ingin punya bayi." jawabnya sambil mempererat pelukan.

Awalnya aku merasa bahwa ide punya anak adalah sesuatu yang baik. Karena suka setiap kali melihat wajah kecewa mami rasanya dendamku pada masa lalu terbayar lunas. Aku memang tidak pernah bicara tentang ini pada siapapun. Tapi tetap tidak bisa melupakan apa yang telah dia lakukan pada papi. Dendam itu akan dibayar meski harus menunggu lama.

***

Sejak pulang dari kantor tadi kantor wajah Bu Deswita terlihat pucat dan lemas. Kubimbing tangannya memasuki kamar.

"Kita ke rumah sakit saja ya, bu."

"Saya masih kuat kok, nanti panggilkan Dokter Ridwan saja."

Saat ibu sudah berbaring segera kuhubungi dokter pribadinya. Sambil menunggu kupijat kakinya yang terasa dingin. Dia menatapku lemah.

"Kamu sudah capek, istirahat saja."

Aku menggeleng. "Ibu harus sehat, supaya kita bisa membenahi kebun bunga lagi. Katanya mau menanam mawar." Kucoba membangkitkan semangatnya.

"Ibu kira karena kamu mau jalan-jalan." jawabnya sambil tersenyum.

"Enggak bu, aku lebih suka di rumah bersama ibu."

Dia tersenyum kecil sambil memejamkan mata. Hampir selalu seperti ini jika baru bertemu dengan Pak Avram. Kadang mereka berbeda pendapat bahkan sampai bertengkar di meja makan. Entahlah aku tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Ibu akhirnya tidur, segera kubenahi letak selimutnya lalu duduk disofa. Tidak mungkin meninggalkan dalam keadaan seperti ini..

Dokter Ridwan datang bersama dua orang perawat lalu memeriksa keadaan ibu..

"Bagaimana dok?"

"Tekanan darahnya turun terlalu lelah dan kurang istirahat mungkin. Minum saja obatnya secara teratur. Nanti kalau Bu Deswita merasa sesak bawa langsung ke rumah sakit. Karena dia memiliki riawayat penyakit jantung."

Dia menyebutkan nama rumah sakit yang harus kami kunjungi sekaligus memberikan nomor pribadinya. Dokter Ridwan menawarkan untuk meninggalkan seorang perawat tapi ditolak Bu Deswita. Pukul tujuh malam kusuapi ibu untuk makan. Dilanjutkan meminum obat seperti biasa. Setelah selesai mengurusnya kuambil selimut dan bantal dari kamar sebelah.

"Kok tidur di sini?"

"Nggak ada yang menemani ibu. Kalau nanti malam tiba-tiba sakit bagaimana?"

"Terima kasih." jawabnya singkat sambil tersenyum lalu kembali memejamkan mata.

Aku tidak bisa tidur. Berulang kali kutatap wajah ibu takut tiba-tiba kenapa-kenapa. Beruntung nafas ibu sudah kembali normal. Akhirnya aku merasa lega. Pukul lima pagi kubuka tirai dan jendela karena tahu bahwa ibu suka pada udara pagi.

"Kamu masih di sini?"

"Iya bu."

"Sudah tidur?"

"Sempat tadi sebentar."

"Kamu istirahat saja sekarang, nanti kalau kamu ikut sakit ibu bagaimana? Siapa yang jaga."

"Kamu mandi dulu sekarang, setelah itu istirahat saja setengah hari. Ibu akan meminta Bi Imah untuk menjaga."

"Terima kasih. Apakah saya harus memberitahukan Pak Avram tentang keadaan ibu?"

"Tidak usah, lagipula saya sudah baikan."

Aku kembali mengangguk lalu pamit.

***

Pagi ini aku turun untuk sarapan dan hanya melihat mami sendirian di ruang makan. Ke mana Athena? Kami sarapan dalam diam, mami menikmati sarapannya tanpa sekalipun bertanya.

"Ke mana asisten pribadi mami?"

"Sedang istirahat. Tadi malam dia tidak tidur karena menjaga saya."

"Memangnya mami kenapa?"

Mami tak menjawab. Bu Imah pembantu kesayangannya memberikan obat pagi lebih banyak dari biasanya. Kuartikan kalau dia sedang sakit. Segera aku beranjak dari meja makan. Kadang bingung harus bersikap seperti apa di depannya.

"Aku dan Zea akan program untuk memiliki anak laki-laki."

Tidak ada tanggapan apapun. "Kami akan menempuh jalur Surrogacy karena Zea tidak ingin kegiatannya sembilan bulan ini terganggu. Tapi setelah punya bayi dia akan berhenti berkerja dan fokus dengan bayi kami. Dia juga akan tinggal di sini."

Mami hanya mengangguk, tidak seperti biasa yang selalu mendebatku dengan berbagai alasan. Tatapannya sulit untuk kuartikan. Tak lama kami sama-sama selesai sarapan, dan seperti biasa tanpa pamit aku meninggalkan ruang makan. Kedua asisten pribadi mengikuti langkahku dari belakang. Namun teriakan para pelayan menghentikan langkahku dan memaksa untuk menoleh ke belakang.

***

Kutatap ibu yang masih tertidur, kini kami berada di rumah sakit. Ibu pingsan begitu selesai sarapan. Beruntung Pak Avram masih berada di rumah lalu segera membawanya ke rumah sakit. Aku hanya mengikuti dari belakang. Dokter Ridwan segera menangani.

"Sebaiknya keluarga menjaga kestabilan emosinya." Dokter kembali mengingatkan kami. Aku hanya menunduk karena merasa sudah lalai menjaga ibu. Seharusnya tadi tidak usah tidur.

Begitu Dokter Ridwan ke luar Pak Avram juga mengikuti dari belakang dan tidak kembali lagi! Apa dia tidak khawatir tentang ibunya? Kubayangkan kalau orang tuaku sakit, semalaman aku takkan bisa tidur karena takut kehilangan. Ada apa dengan mereka? Kudekati jendela, sudah hampir tengah hari ternyata. Kuputuskan memesan makan siang secara online. Beberapa hari ke depan tempat ini akan menjadi rumah kedua bagiku.

Ibu bangun sambil menatap sekeliling.

"Ibu di rumah sakit." Kujelaskan untuk menjawab kebingungannya.

"Terima kasih, Avram mana?"

"Pak Avram ke kantor bu."

Dia mengangguk dan kembali memejamkan mata.

"Ibu jangan banyak mikir, nanti tambah sakit."

"Bukan tentang ibu, tapi Avram yang tidak pernah berpikir panjang." jawabnya pelan.

"Kadang terpikir, kalau saya meninggal nanti siapa yang akan menjaganya? Dia butuh seseorang untuk menyayangi dengan tulus. Tidak ada orang didekatnya melakukan itu, semua hanya karena dia memiliki segalanya."

Ibu mengelus tanganku lembut. "Seandainya saya bisa punya menantu seperti kamu."

Aku terpaku. Apa maksudnya? Ibu kemudian melanjutkan pembicaraan.

"Tapi tidak boleh, karena kamu akan menjadi korban berikutnya. Sudah cukup saya yang masuk ke dalam keluarga mereka. Kamu terlalu baik untuk seorang Avram. Kalau kelak dia menyakiti kamu maka saya juga yang tidak bisa memaafkan diri sendiri."

Aku masih terkejut dengan kalimatnya. Apa yang terjadi sebenarnya?

"Avram tumbuh dalam kebencian terhadap saya. Bukan salahnya sebenarnya tapi murni kesalahan saya. Hubungan kami sudah buruk sejak lama. Karena itu dia memilih untuk sekolah di Amerika bersama beberapa sepupunya sejak kecil. Dia tidak ingin melihat dan berhubungan dengan saya. Selalu papinya yang datang menemui. Saya tidak pernah ikut. Bahkan pada hari kelulusannya saya tidak hadir karena dia tidak menginginkannya."

"Bagi papinya itu adalah hukuman yang setimpal buat saya karena sudah mengkhianati kepercayaannya. Kadang saya merasa sakit, tapi disisi lain saya berpikir ini adalah jalan hidup yang harus dilalui. Kamu tahu dulu sering kali saya merasa lega jika mereka memilih menjauh. Saya memiliki ketenangan saat sedang sendiri. Pada awal pernikahan sempat terpikir untuk memiliki anak lebih dari satu, tapi kemudian saya menghapus keinginan itu. Mungkin agar tidak ada korban lain dalam rumah tangga kami."

"Tapi saya tidak pernah ingin Avram menderita. Saya berharap dia hidup normal seperti orang lain. Avram itu sudah terlalu jauh melampaui batasan. Dia tidak punya hati hanya mengikuti naluri pemburunya. Saya adalah seorang ibu yang gagal dalam mendidik anak. Tapi waktu tidak bisa kembali. Hanya ada penyesalan dan rasa takut sekarang."

Satu pertanyaan yang saat ini masih memenuhi kepalaku adalah kenapa ibu menceritakan semua? Apakah memang karena tidak sanggup lagi memendam dan putus asa? Apakah dia merasa kesepian dan sendirian? Rasanya gemas melihat ada anak yang seperti Pak Avram, tapi tidak mungkin bicara langsung padanya. Ibu saja tidak didengarkan apalagi aku? Bisa jadi juga nanti kekasihnya cemburu dan pasti akan menimbulkan masalah baru. Seperti inilah orang kaya dengan segala permasalahannya. Kubayangkan kedua orang tuaku yang masih menerima rasa hormat dari kami anak-anaknya.

Menjelang sore ponselku berdering, dari Prananda asisten pribadi Pak Avram.

"Ya pak."

"Saya mendapat kabar kalau Ibu Deswita akan di rawat selama beberapa hari. Pak Avram memutuskan untuk mengambil seorang perawat agar bergantian menjaga bersama kamu."

"Baik pak."

Telepon langsung diputuskan. 

***

Happy reading

Maaf untuk typo

19322

Continue Reading

You'll Also Like

714K 139K 46
Reputation [ rep·u·ta·tion /ˌrepyəˈtāSH(ə)n/ noun, meaning; the beliefs or opinions that are generally held about someone or something. ] -- Demi me...
349K 14.2K 33
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
315K 16.5K 48
Ravena Violet Kaliandra. Mendengar namanya saja membuat satu sekolah bergidik ngeri. Tak hanya terkenal sebagai putri sulung keluarga Kaliandra yang...
998K 13.7K 34
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...