Garis Takdir [END]

By naadalh

1.5M 109K 7.7K

[PRIVATE ACAK, FOLLOW SEBELUM MEMBACA] __ BELUM DIREVISI Highest Rank 🥇 #1 in teenfiction (09/04/22) #1 in g... More

Prolog
01|| Awal
02 || Gencar
03 || Rahasia
04 || Perubahan Rissa
05 || Masalah
06 || Kenyataan
07 || Terbongkar
08 || Bunda
09 || Kehidupan Baru
10 || Zean atau Akra
11 || Keysha Berulah
12 || Insiden
13 || Dukungan atau Ancaman
14 || Bertemu
15 || Benci tapi Cinta
16 || Gavin vs Gio
17 || Perihal Rasa
18 || Mengejutkan
19 || Kael Keysha
20 || Gosip
21|| Pelaku
22 || Kabar buruk
23 || Kematian
24 || Asing
25 || Masa Lalu
26 || Sahabat Kecil
27 || Peduli?
28 || Putus
29 || Sekali Lagi
30 || Confidential
31 || Gudang
32 || Suka
33 || Senyuman Berharga
34 || Rasa Sakit
35 || Peringatan
36 || Topeng
37 || Malaikat Baik
38 || Kerja Sama
39 || Kesempatan
40 || Taruhan
41 || Kekecewaan Zean
42 || Aishell A. Razena
43 || Kedekatan Rakael dan Sisil
44 || Tamu pagi hari
45 || Berubah
46 || Pilihan
47 || Ketakutan Keysha
48 || Surat
49 || Celia's Birthday
50 || Insiden tak terduga
51 || Hancur
52 || Hal aneh
53 || Baikan?
54 || Kecelakaan
55 || Penyakit Zean
56 || Hari bahagia
58 || Tabrakan
59 || Positif
60 || Tanggung Jawab
61 || Penolakan
62 || Wedding Day
63 || Maaf
64 || Perhatian dan Usaha
65 || Dangerous Night
66 || Mastermind of Trouble
67 || Ketakutan Gavin
68 || Dalang dari masalah
69 || Luka dan Penyembuhnya
70 || Dia, pergi
71 || Amnesia
72 || Mengingat
73 || Penculikan
74 || Anak Kembar
75 || Berpisah?
76 || Mau kamu
77 || Let's break up
78 || I fucking love you
79 || Terciduk
80 || Liburan
81 || Pantai
82|| Keinginan Keysha
83 || END

57 || Selamat jalan sang pemenang

14.9K 1.2K 188
By naadalh

Haii

Happy reading cantik<3

---||---

"Jadi lo udah baikan sama Chika, Kel?" Gidar bertanya sambil membuka botol air mineralnya. Saat ini kelima inti Xabarca itu tengah berada di lapangan selesai latihan basket.

"Tau dari mana lo?" Rakael menaikkan satu alisnya.

"Kemarin gue gak sengaja liat lo anterin Chika pulang dari rumah sakit." jawab Gidar seadanya.

"Perkara anterin lo kata udah baikan, Dar? Lo kaya gak tau Rakael aja." timpal Ragil memukul belakang kepala Gidar.

"Ya siapa tau aja. Lagian kenapa sih lo berdua sampe kaya gitu marahan nya? Muka Chika kalo ketemu lo langsung bete."

"Kepo lo. Urusin tuh hidup lo yang gitu-gitu aja." dumel Zelfan yang sudah tahu jelas apa permasalahan Rakael dengan Chika.

"Hidup-hidup gue, masalah buat lo?" sengit Gidar.

"Gak masalah sih, tapi gue muak liatnya." ujar Zelfan dengan sangat enteng.

"Mulut lo! Ini lama-lama lo makin mirip Kael tau gak? Ngomongnya gak mikirin perasaan orang."

"Yang Zelfan bilang juga ada bener nya, Dar." ujar Gavin terkekeh kecil.

"Gavin?" panggil Rissa berdiri didepan tubuh Gavin.

"Kenapa ya?" bukan suara Gavin, melainkan suara Ragil.

"Gavin, boleh ngomong bentar gak?" tanya Rissa berharap.

"Biji matamu dimana sayang hah? Lo gak liat kita lagi latihan?" desis Gidar membuat Gavin, Rakael, Zelfan dan Ragil menahan tawa mereka.

"Gue gak ngomong sama lo!" decak Rissa menatap Gidar tajam.

"Punya mulut ya kali gak ngomong, ya gak?"

"Bentar aja, Vin. Penting." kata Rissa lagi.

Gavin menghela nafas kemudian berdiri dari duduknya. Cowok itu melirik kearah sahabat-sahabatnya lalu berjalan meninggalkan lapangan.

Rissa menampilkan senyum miringnya sebelum ikut menyusul Gavin.

*****

Zean menolak suapan terakhir dari Calista. Cowok yang masih di perban kepalanya itu menggeleng pelan tanda ia sudah tidak ingin makan lagi.

"Zean udah kenyang, Ma." ujarnya.

"Terakhir ya sayang? Zean harus makan, biar cepet sembuh." sekuat tenaga Calista membujuk anak nya itu.

"Apa Zean bisa sembuh, Ma?" Zean mengalihkan pandangannya kearah luar jendela. Tatapan matanya menyiratkan rasa sakit yang saat ini sedang menggerogoti tubuhnya.

Untuk pertama kalinya Zean berkata seperti itu setelah Calista mengetahui tentang penyakitnya.

"Zean tidak boleh bicara seperti itu! Percaya pada Tuhan, ya Zean pasti sembuh." Calista tak dapat menahan rasa sesaknya jika Zean berbicara seperti itu.

Tak sengaja mendengar pembicaraan Calista bersama Dokter Aurin tadi pagi, membuat Zean sedih. Ia tak masalah jika umurnya yang tak akan lama lagi. Zean sudah menduga semua yang akan terjadi padanya akan segera tiba.

Namun, saat ini yang sedang ia pikirkan adalah bagaimana keadaan Calista saat ia pergi nanti. Bagaimana kehidupan Calista saat ia tak bisa menjaga dan melindungi Mama nya dari setiap amarah dan emosi Harry, Papa nya.

Disaat seperti inilah yang membuat Zean merasa dirinya semakin lemah. Lemah bukan karena penyakitnya. Namun, lemah akan ketidakberdayaannya jika terjadi sesuatu kepada Mama nya.

"Apapun yang terjadi nanti, Zean mohon sama Mama untuk tetep kuat." ucap Zean melirih. Perkataan itu keluar begitu saja dari mulutnya.

"Kamu bicara apa sih, nak? Mama tidak mengerti." sela Calista terkekeh kecil guna mengabaikan lontaran Zean barusan.

Siapa yang tahu jika kekehan Calista menyimpan banyak luka dan rasa sakit. Ibu mana yang tidak hancur hatinya atau bahkan dunianya ketika ia mengetahui anak semata wayangnya menderita penyakit mematikan.

"Zean harus percaya sama Tuhan."

Zean tersenyum getir, "Zean udah percaya, Ma. Tapi Tuhan yang buat Zean sakit, kan?"

"Hei lihat Mama," Calista mengarahkan wajah Zean agar menatapnya, "Kehendak Tuhan itu selalu baik sayang. Dia tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan hamba-nya."

"Buktinya Zean sakit parah. Umur Zean gak bakal lama lagi. Zean udah gak punya kemampuan apa-apa lagi." runtuh sudah pertahanan Zean. Untuk pertama kalinya cowok itu menangis dihadapan Calista, memperlihatkan kelemahannya dan rasa sakit yang telah ia derita dalam setahun ini.

"Zean tidak boleh bicara seperti itu! Zean pasti sembuh. Kalau Zean tidak percaya sama Tuhan, setidaknya Zean percaya sama Mama ya, nak."

"Anak Mama pasti sembuh! Tidak ada siapapun yang bisa nyakitin kamu. Tidak ada siapapun yang bisa ambil kamu dari Mama, sekalipun itu Kehendak Tuhan. Mama rela menukar tubuh bahkan nyawa Mama buat Zean..." Calista menumpahkan air matanya sambil memeluk Zean erat, seakan jika ia melepaskan pelukannya maka Zean akan pergi.

"Zean tidak boleh pergi ninggalin Mama..."

Dari balik pintu ruangan Zean, Keysha berdiri mematung mencengkeram gagang pintu yang belum sempat ia buka.

Keysha bisa merasakan apa yang saat ini Calista rasakan. Perasaannya sakit, benar-benar sakit. Hancur sehancur-hancurnya. Rasanya mulut saja tak bisa mengatakan rasa sakit serta sesak yang sangat mendalam itu.

"Kenapa gak masuk Key?" Alika mengernyit bingung ketika Keysha tak kunjung membuka pintu tersebut.

Keysha memundurkan langkahnya, "Kalian masuk duluan aja. Gue mau beli sesuatu dulu di kantin." ujarnya kepada Alika dan Chika.

"Oh yaudah, jangan lama-lama lo." balas Alika lalu menarik tangan Chika masuk kedalam.

Masih berdiri diluar, Keysha menggigit bibirnya dengan kuat, rasanya ia ingin menangis sekerasnya. Tak ingin ada yang melihatnya, Keysha berlalu ke suatu tempat namun bukan kantin seperti ucapannya tadi.

"Tante Calista nangis?" tanya Alika menghampiri Calista yang tengah mengusap air matanya.

"Zean juga nangis?"

"Jangan sok tau deh! Lo cuma berdua? Keysha mana?" tanya Zean menyadari cuma ada Alika dan Chika.

"Dia ke kantin bentar." jawab Chika.

*****

Sudah hampir satu jam Keysha duduk berdiam diri di taman rumah sakit. Gadis itu tak memusingkan tubuhnya yang di terpa angin malam. Mata sembabnya menatap kosong kedepan dengan pikiran yang melayang kemana-mana.

"Katanya ke kantin? Kok malah disini?" ujar seseorang dari belakang Keysha membuat gadis itu menoleh.

"Ngapain?" tanya Zean belum mendapat jawaban dari Keysha.

"Nyari udara seger."

"Di kamar gue ada ac padahal,"

"Gak, mending disini. Lo ngapain keluar malem-malem sih?" Keysha menatap Zean tajam.

"Nyari udara seger." jawab Zean sama seperti ucapan Keysha. Cowok yang memakai pakaian rumah sakit itu mendudukkan dirinya di samping Keysha.

"Udah malem, Ze. Mending masuk deh. Lo lagi sakit."

"Bentar juga sembuh, Keysha." balas Zean menampilkan senyum lembutnya, senyuman yang justru membuat dada Keysha sesak.

Keysha membuang wajahnya kedepan, menyembunyikan matanya yang terasa memanas. Ia merasa arti dari kata sembuh Zean memiliki artian lain.

"Key?"

"Ya?"

"Gue menang olim kemarin," ujar Zean memulai pembicaraan mereka.

"Iya, gue udah liat di mading sekolah. Selamat, ya. Kata gue juga apa, lo pasti menang."

"Iya lah, orang gue pinter."

"Mau hadiah apa?"

"Hadiah?"

"Iya, lo mau hadiah apa dari gue?" tanya Keysha lagi.

"Hadiah apa ya?" Zean mengerutkan keningnya tengah berpikir.

"Jaga diri lo baik-baik, jangan nangis terus, tetep tersenyum. Udah, itu hadiah yang gue mau." ucap Zean menatap Keysha dalam.

Zean tahu jika sahabatnya itu baru habis menangis, terlihat dari matanya yang sembab dan sedikit memerah, suara Keysha juga tak seperti biasanya. Meski tak tahu apa penyebabnya.


Terdiam beberapa menit dengan pikiran masing-masing, pandangan keduanya menatap kosong kedepan dengan perasaan yang sama-sama sakit.

"Kenapa harus bohong, Ze?" tanya Keysha pelan, Zean menolehkan kepalanya menatap Keysha lama dari samping.

"Maaf," ucap Zean nyaris tak terdengar.

"Apa gue orang kedua setelah Dokter Aurin yang tau tentang penyakit lo? Gue gak sengaja nemuin kotak yang isinya penuh dengan surat sakit lo waktu lo nyuruh gue ngambil uang jajan buat gue."

Keysha ikut menoleh membalas tatapan Zean dengan matanya yang ia tahan-tahan agar tidak mengeluarkan cairannya.

"Udah selama itu? Dan lo masih gak mau ngasih tau siapapun? Kenapa Zean?"

"Gue gak mau ngerepotin orang lain. Gue gak mau nambah masalah lagi."

"Mama lo? Seenggaknya kalo lo gak mau ngasih tau ke tante Calista, lo bisa bilang ke gue. Bukan malah nyembunyiin dan masih pura-pura baik-baik aja didepan semua orang. Lo selalu ada buat gue, jadi orang pertama yang tau tentang kehidupan gue, tau masalah gue. Ngertiin gue, semangatin gue. Disaat kenyatannya bahwa lo gak sekuat itu. Lo juga butuh orang, Ze. Gue tau lo juga mau di dengerin, nemenin lo. Tapi lo malah bohongin gue, bohongin Mama lo dan nutupin penyakit lo." ucap Keysha parau, mati-matian ia menahan agar cairan bening itu tidak menetes. Ia tak mau menangis didepan Zean.

"Gue gak mau buat orang-orang yang gue sayangi sedih. Gue cuma mau liat mereka tersenyum."

"Tapi sekarang lo buat mereka sedih, kan? Lo gak tau sakitnya orang itu disaat dia tau lo nyembunyiin penyakit yang udah separah itu." sela Keysha.

"Keysha please... Gue gak mau bahas itu." Zean memejamkan matanya kuat, "Separah apapun penyakit gue, gue udah gak mikirin lagi. Itu takdir gue dan gue udah terima." lanjutnya.

"Zean!"

"Malam ini aja Key. Gue pengen ngabisin waktu gue sama sahabat kecil gue." Zean menjatuhkan kepalanya di pundak Keysha.

Entah pengaruh angin malam yang berhembus. Zean merasakan tubuhnya kedinginan hingga menusuk tulang. Kepalanya terasa berputar-putar. Sekuat tenaga Zean menahan nyeri dan sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya kian terasa.

"Lo gak mau ngomong apa sama gue?" tanya Zean masih bersandar di pundak Keysha.

"Lo harus sembuh. Bentar lagi ujian semester."

"Gue bakal sembuh, Key. Tenang aja. Apa lagi?"

"Lo gak boleh kalah! Lo harus tetep jadi pemenang. Kalo sampai lo kalah, gue bakal marah banget sama lo. Gue gak mau temenan lagi sama lo, gue bakal cari sahabat baru." ujar Keysha diselingi kekehan kecil.

"Gak ada yang bisa gantiin gue sebagai sahabat lo." balas Zean sambil terpejam.

"Hm... Gak ada yang bisa gantiin lo,"

"Key?" panggil Zean.

"Ya?"

"Lo percaya, kan setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Kalo kita berpisah, gue cuma mau minta satu hal sama lo."

"Apa?"

"Bahagia, Key. Gue juga akan bahagia." ucap Zean memelankan suaranya. Nafasnya mulai terasa berat.

"Gue ngantuk ya? Akhir-akhir ini gue gak bisa tidur nyenyak tau." Zean menyamankan posisinya di pundak Keysha.

Damai, itulah yang Zean rasakan saat ini.

Keysha tak membalas ucapan Zean tadi. Gadis itu membuang pandangannya ke sembarang arah, hatinya berdenyut nyeri. Rasanya Keysha ingin memukul dadanya kuat guna menghilangkan rasa sesak di dalam sana.

Terdiam lama, Keysha menundukkan kepalanya mengamati wajah Zean yang terlihat tenang dengan kedua matanya yang tertutup dengan sangat damai. Saat itu juga Keysha menggigit bibirnya dengan kuat, kini matanya mulai berkaca-kaca.

"Tidur, Ze. Tidur yang nyenyak."

"Lo udah gak ngerasain sakit itu lagi sekarang."

"Lo menang, Zean. Sampai kapanpun lo tetep jadi pemenang. Lo tenang aja, gak ada satupun yang bisa gantiin lo sebagai sahabat gue." Keysha terus berbicara seolah-olah Zean akan menjawabnya. Air matanya mulai menetes membasahi pipinya.

"Zean akan jadi sahabat terbaik Keysha, sampai kapan pun."

"Bahagia, Ze. Gue juga akan bahagia."

"Mimpi yang indah sang pemenang." bisik Keysha tercekat.

Malam ini, malam dimana Keysha merasakan dunia benar-benar hancur sehancur-hancurnya. Malam yang menjadi saksi atas kepergian seseorang yang sangat berperan penting dalam hidupnya.

Dalam diam Keysha terus merintihkan air matanya yang mengalir deras. Gadis itu menutup mulutnya menahan tangisan pilu yang menyayat hatinya yang semakin sesak.

Di pundak Keysha Zean menutup matanya untuk selamanya. Tidak ada lagi rasa sakit yang di derita Zean selama satu tahun ini. Semuanya sudah hilang, hanya bahagia yang akan menyambutnya.

22 Maret 2022

Selamat beristirahat dalam damai
sang pemenang, Zean Raffasya

-to be continued-

Continue Reading

You'll Also Like

141K 1K 5
Elang Affandra, cowok badboy tampan yang memutuskan menikah di usia muda. Bukan karena sebuah kesalahan, melainkan sebuah keinginan. Keinginan dengan...
ARSYAD DAYYAN By aLa

Teen Fiction

1.8M 92.8K 54
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
2.3M 143K 89
Asyhila Ersya Arabell gadis manis dan lugu yang selalu terlihat ceria didepan semua orang. tetapi dibalik semua itu tidak pernah ada yang tahu tentan...
2.7M 151K 41
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...