BARA [END]

Door AlinaAliya13

2.7K 192 27

Setiap kita adalah penyemai luka, Setiap kita adalah pemuai salah. Tetapi setiap kita adalah penawar dari s... Meer

Prolog
Luka Pertama
Dewasa
Harapan
Bumi dan Bulan
Rasi
Cinta Pertama
Luka Yang Bermuara
Seutas Angan
Jika Bahagia Itu Sederhana
Rahasia yang mulai mencuat-I
Rahasia yang mulai mencuat-II
Sebuah Penjelas
Pelampiasan
Cinta dan Benci
Sebuah Seni
Desir Sukma
Baik atau Pelik
Perencana
Kegagalan
Numpang Lewat!!!
Bahagia?
Alasan Mencintai
Rahasia (?)
Lara
Bias yang jelas
Penyelesaian
Usai
Epilog
BARA

Penyelesaian-II

27 3 0
Door AlinaAliya13

15 tahun yang lalu...

Hari ini Naira sangat cantik. Perempuan mungil dan manis itu didandani ibunya dengan mengenakan gaun putih mengembang di atas lutut dengan rambutnya yang tersanggul dan aksesoris yang tersemat di rambut hitam kilaunya. Ia juga memakai sepatu putih tulang pemberian ayah tersayangnya, Andra. Dan Lilis, ibunya Naira pun ikut berdandan hari ini karena ia akan mengantarkan sekaligus mendampingi Naira di acara tari yang di gelar di sekolah dasar Naira. Sedangkan ayahnya tidak bisa ikut bersama mereka dikarenakan harus menengok ibunya yang sedang berada di rumah sakit.

"Maaf ya sayang. Ayah enggak bisa nontonin kamu nari."

"Gak apa-apa, yah. Titip salam sama nenek ya, yah. Bilangin kalau Naira sayang nenek."

Andra mengusap pipi dan mencium kening anak perempuan semata wayangnya itu.

"Iya peri kecil, ayah. Nanti ayah sampein ke nenek, ya."

Gadis sepuluh tahun itu tersenyum, menunjukkan deretan giginya yang grepes.

"Yaudah, yah. Aku sama Naira berangkat dulu, ya. Itu taksinya udah jemput." ujar Lilis seraya menyalami tangan suaminya dan diikuti oleh Naira.

"Iya, hati-hati ya, Bu."

"Salam sama Ibu. Maaf aku enggak bisa ikut kesana."

"Iya, nanti aku salamin. Udah cepet berangkat, nanti Naira telat."

***

Andra dengan langkah gusarnya menyusuri rumah sakit mencari ruangan di mana ibunya terbaring. Dan ia berhenti di depan kamar bernomor 20. Andra memasuki kamar itu dengan hati yang penuh khawatir. Ketika ia masuk, disana sudah ada beberapa orang, diantaranya kakaknya, Bunga dan orangtuanya dan juga satu orang laki-laki bersorban yang tidak Andra kenal sama sekali. Andra merasa heran, "mengapa Bunga dan orang tuanya ada disini juga?" ia bertanya-tanya dalam hati. Bunga adalah perempuan yang pernah di jodohkan dengan Andra.

"Bu, Andra sudah datang." ujar Arya, kakak kandung Andra.

Andra langsung mendekati ibunya yang terbaring lemah, ia menggenggam tangan ibunya.

"Bu, Andra disini." ucapnya dan tanpa sadar Andra menitikkan air mata.

"Andra," panggil ibunya susah payah.

Perempuan enam puluh tahun itu mengusap wajah Andra lembut.

"Andra, ibu ingin kamu menikahi Bunga." Ujarnya lemah dan serak. Namun, Andra masih bisa mendengarnya.

Andra sangat terkejut. Ia tidak menyangka kalau Ibunya yang sedang sekarat ini memiliki permintaan yang sangat membuat Andra ingin marah. Ibunya sama sekali tidak pernah menyerah untuk menjodohkan Andra, padahal Andra sudah menikah sebelas tahun lamanya dengan Lilis. Mata Andra merah menyala.

"Enggak bisa, bu. Ibu tahu sendiri Andra sudah bahagia dengan lilis dan Naira, anak Andra, cucu ibu."

"Ibu mohon, nak."

Andra sangat frustasi, dadanya sangat sesak. Ingin rasanya ia berteriak dan marah, namun tak mungkin ia lakukan saat ini. Ia menatap Bunga berharap ia membantu Andra menolak perjodohan ini, namun Bunga tak sama sekali berniat membuka mulut. Kemudian, Arya kakaknya Andra menepuk pundaknya, mengisyaratkan untuk keluar dari ruangan ini sebentar.

"Kak, saya enggak mungkin menikah lagi."

"Kakak tahu, Ndra. Tapi kamu lihat ibu, dia sekarat. Ini bisa jadi permintaan terakhirnya."

"Kenapa ibu enggak pernah nyerah untuk menjodohkan saya dengan Bunga, kak? Kenapa ibu enggak pernah bisa menerima lilis? Apa salah lilis? Saya enggak ngerti." tanya Andra penuh emosi dan frustasi.

"Ibu bukan enggak bisa nerima Lilis, Ndra. Selama ini ibu selalu memikirkan janjinya dengan mendiang ayah dan ibunya Bunga."

"Saya enggak ngerti, kak. Mereka sudah lama meninggal, kenapa harus dipermasalahin sekarang? Kenapa harus saya yang jadi korban?"

"Ndra, tenang. Ibu bukan enggak sayang dengan kamu. Tapi karena Ibu terlalu mencintai ayah dan ibunya Bunga. Kamu tahu, kan kalau mereka dulu bersahabat? Dan mereka sudah sama-sama saling janji kalau akan menjodohkan anak bungsunya. Dan kenapa dipermasalahin sekarang? Karena ibu merasa ini kesempatan terakhirnya untuk menepatkan janji mereka dulu, Ndra."

"Ini bukan zaman siti nurbaya, kak." ujar Andra dengan matanya yang merah menyala.

"Kakak tahu. Tapi kemungkinan ini hari terakhir ibu, Ndra."

"Saya enggak bisa. Enggak bisa. Mana mungkin saya mengkhianati lilis dan anak saya sendiri, kak. Enggak bisa!!"

"Ndra, ini cuma untuk sementara. Di dalam sudah ada penghulu dan kamu bisa langsung menikah dengan Bunga di depan ibu supaya ibu tenang. Untuk selanjutnya, itu terserah kamu mau bagaimana."

"Terserah? Maksudnya Andra bisa menceraikan Bunga kemudian gitu, kak? Dosa kak! Itu namanya mempermainkan pernikahan."

"Ndra! Itu bukan suatu yang harus kita pikirin sekarang."

"Kak-"

"Sekarang kita harus buat ibu tenang, udah itu aja dulu. Kakak mohon. Ibu sudah sangat menderita dengan sakitnya selama ini. Dan sekarang, biarin ibu pergi dengan tenang."

Andra frustasi. Ia tak mampu berbuat apa-apa.

***

Naira menari dengan lihainya. Kaki dan tangannya bergerak mengikuti irama lagu yang terputar. Lilis menonton anaknya penuh haru, ia tidak menyangka bahwa anak semata wayangnya ini bisa menari dengan sangat indah di depan puluhan penonton. Lilis hanya berharap, suaminya ada disampingnya ikut menonton anak mereka yang sedang tampil di panggung besar itu.

"Seandainya kamu ada disini mas. Kamu juga pasti akan menangis haru sepertiku." ujar Lilis dalam hatinya. Kemudian ia merekam Naira dan mengirimkannya kepada kontak yang bertuliskan suamiku.

"Kamu harus lihat ini mas, Naira menari dengan sangat indah."

***

"Saya terima nikahnya Bunga bin Salam dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai." Andra mengucapkan ijab qabul dengan air matanya yang terus saja menitik. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana hari-harinya kedepannya setelah ini. Memorinya terus saja menampilkan wajah berseri istri dan anaknya tadi pagi. Bagaimana ia bisa pulang kerumah setelah mengkhianati mereka?

Semua mengucap sah. Dan ibunya tersenyum sebelum ia benar-benar pergi untuk selama-lamanya.

Andra mengeluarkan ponsel dari kantongnya, ia berniat untuk memberikan kabar Ibunya kepada Lilis. Namun ia mendapati duluan pesan Lilis 45 menit yang lalu. Saat setelah menonton video yang Lilis kirim, kaki Andra lemas dan ia menangis dengan sangat frustasi. Ia sangat mencintai Lilis dan Naira, tetapi bagaimana ia bisa-bisanya mengkhianati mereka? Andra merasa, kalau ia tak layak untuk bahagia lagi.

Andra menelfon Lilis.

"Hallo, mas. Naira baru aja selesai narinya. Mas udah lihat videonya 'kan? Naira narinya indah banget. Kayaknya anak kita bisa menang, mas." Suara lilis terdengar sangat semringah di sebrang sana. Sedangkan Andra sebisa mungkin menahan agar tidak terlalu terisak.

Andra hanya terdiam. Ia tak mampu bicara. Sedangkan lilis, mendengar isakan Andra dari ponselnya. "Mas? Semuanya baik-baik aja kan? Ibu gimana?" tanya Lilis kemudian.

"Ibu meninggal." jawab Andra serak dan lemas.

***

Andra kira semua akan baik-baik saja. Ia kira, ia mampu untuk menceraikan Bunga setelah ibunya meninggal. Namun, Andra memanglah seorang lelaki dengan hati yang lembut. Ia tidak bisa mempermainkan pernikahan seperti itu, ia juga tidak tega melihat Bunga menjadi janda dan sendiri lagi. Andra tahu Bunga mencintainya. Bunga mencintai Andra sejak lama. Bahkan sebelum Andra mengenal Lilis. Namun tak pernah sekalipun Andra menaruh hati kepadanya. Karena bagi Andra, Bunga hanya cocok untuk menjadi teman ataupun adiknya. Andra sama sekali tidak bisa menemukan kecocokan sebagai pasangan jika bersama Bunga. Tetapi kini, ia harus menerima pernikahan ini dan ia juga tidak tega untuk meninggalkan Bunga begitu saja, karena Bunga sendiri memohon untuk tidak meninggalkannya. Akhirnya Andra menjalin pernikahan itu tanpa sepengetahuan Lilis dan anaknya. Andra tidak mau membuat mereka tersakiti.

Andra juga sepakat kepada keluarga Bunga dan kakaknya untuk merahasiakan hal ini hingga Andra siap untuk menceritakan yang sejujurnya kepada Lilis dan anaknya, Naira. Hingga suatu ketika, Bunga menuntut anak kepada Andra. Namun jelas saja, Andra tidak bisa memberikannya kepada Bunga. Karena walaupun sudah sekitar lima bulan menikah, Andra sama sekali tidak bisa punya cinta untuk Bunga. Jangankan itu, Andra pun tidak pernah bermalam bersama Bunga. Andra hanya sekitar dua atau tiga kali dalam seminggu mengunjunginya saat siang.

Jelas hal ini yang membuat Bunga geram dan marah. Ia merasa tidak pernah dihargai sebagai perempuan dan terlebih sebagai istrinya. Oleh karena itu, Bunga menuntut seorang anak. Namun, Andra memiliki ide lain. Ia berdiskusi dengan Bunga agar mereka mengadopsi anak saja, karena bagaimanapun Andra tidak bisa memberikan anak kandung kepadanya. Karena Andra sangat mencintai Lilis dan Naira, ia tidak mampu menyakitinya lebih daripada ini. Dan dengan berat hati, Bunga menyetujuinya.

Kemudian, keesokan harinya Andra dan Bunga langsung pergi ke panti asuhan untuk mengadopsi anak. Mereka mengadopsi anak laki-laki berumur sepuluh tahun yang bernama Bima.

***

Kini, pernikahan mereka sudah berjalan selama tiga tahun. Dan selama tiga tahun itu, Andra berkhianat kepada Lilis dan Naira. Hebatnya ia bisa menutupi pernikahan itu sangat rapat. Selama itu, Andra tak punya keberanian untuk jujur kepada Lilis, dan baginya Naira masih sangat muda untuk memahami pengkhianatan yang selama ini dilakukan Andra. Berulang kali Andra berusaha untuk jujur tetapi berulang kali juga ia takut kalau Naira kenapa-napa. Ia takut, kalau Naira bisa terkena imbas dari pengkhianatan yang ia lakukan selama ini. Akhirnya Andra tak berdaya dan kehabisan cara berupaya. Seandainya jika dulu ia tidak pernah menyetujui pernikahan itu, maka dirinya tak akan dipenuhi dengan penyesalan yang sebesar ini.

Anak laki-laki yang mereka adopsi tiga tahun yang lalu, kini sudah berusia tiga belas tahun. Umurnya sama dengan Naira, ternyata mereka hanya berbeda tiga bulan saja. Andra menafkahi anak itu sebagaimana ayah kepada anaknya. Andra juga memberikan cinta kepada Bima sebagaimana ayah mencintai anaknya. Namun, tak pernah sekalipun Andra bisa mencintai Bunga barang sedikit.

Seperti pribahasa, "sedalam-dalamnya bangkai terkubur, pasti akan tercium juga.". Begitulah akhirnya pernikahan Andra dan Bunga bisa diketahui Lilis setelah tiga tahun lamanya. Waktu itu, Andra terburu-buru berangkat kekantor. Hingga ia tidak menyadari bahwa ponselnya tertinggal di kamar. Lilis menemukan ponsel yang sama sekali tidak pernah ia kenal. Pasalnya itu adalah ponsel lain yang selama ini Andra simpan untuk menghubungi Bunga dan Bima. Lihat, seberapa rapatnya Andra menutupi pengkhianatan itu.

Lalu karena penasaran, Lilis membuka dan mengecek ponsel itu. Hingga ia dikejutkan dengan satu kontak bertuliskan "Bunga istriku". Lilis sangat gemetar dan amarah dalam dadanya terasa sangat ingin ia keluarkan sekarang juga. Namun, Andra belum pulang dari kantornya. Ia tidak menyangka bahwa suaminya yang sangat ia cintai itu, bisa mengkhianatinya. Lilis merasa, kebahagiaan tidak lagi memihak dirinya.

***

Andra pulang sedikit telat.

"Assalammu'alaikum." ucapnya memasuki rumah.

"Kenapa pulang?" bentak Lilis dengan emosinya.

Andra merasa heran, ia memiliki firasat yang tidak enak.

"Bunga, siapa? Selingkuhan kamu?" tanya Lilis begitu saja seraya membanting ponsel yang tadi ia temukan. Matanya sudah merah menyala.

Benar saja dugaan Andra. Lilis sudah mengetahui tentang pernikahan yang selama ini ia sembunyikan.

"Naira dimana?" tanya Andra yang sangat mengkhawatirkan Naira. Ia takut kalau anaknya mendengar pertengkaran ini.

"Kenapa nanyain Naira? Masih mau sok peduli?"

"Lis, mas bisa jelasin semuanya."

"Enggak usah mas. Pergi saja dari sini, pergi!" bentak lilis.

Sedangkan disisi lain. Naira mengintip dari balik dinding. Ia melihat dan mendengar ayah dan ibunya bertengkar. Baru kali ini Naira menyaksikan pertengkaran yang begitu hebat semasa hidupnya. Naira yang masih sangat muda, tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi di ruang yang kemarin masih harmonis itu.

Andra membanting vas bunga. Ia kehilangan kontrol emosi karena Lilis yang terus saja membentaknya tanpa mau mendengarkan Andra berbicara. Andra tak memiliki kesempatan untuk menjelaskan secara tenang kepada Lilis. Naira, dibalik dinding itu. Ia duduk dengan lemas, memeluk erat dirinya sendiri dan terisak. Ia sangat ketakutan.

"Kamu bisa gak, dengerin saya ngomong dulu!" kata Andra tak kalah tinggi suaranya.

Naira semakin takut. Baru kali ini ia mendengar ayahnya berbicara dengan keras seperti itu. Naira berlari menaiki tangga, menuju kamarnya. Ia mengunci rapat-rapat kamarnya dan menangis diatas kasur. Suara pertengkaran itu masih saja terdengar di telinganya. Ia menutup telinganya, berharap tidak bisa mendengar apa-apa. Naira sangat ketakutan.

Hingga kemudian. Andra pergi meninggalkan lilis dan pergi ke rumah Bunga. Ia pikir, untuk pergi sejenak ia bisa membuat keadaan lebih tenang, karena Lilis sudah tidak bisa diajak bicara. Bagi Andra, mengambil jeda sesaat untuk saat ini bisa berakhir baik. Di sisi lain, Naira tidak lagi mendengar suara pertengkaran itu. Naira memberanikan diri untuk keluar dari kamarnya. Ia melihat ruangan itu sudah kacau dengan vas bunga yang pecah dan juga ponsel yang berantakan. Naira menyadari, ayahnya tidak ada lagi di ruangan ini. Lantas, ia berlari menuju halaman, benar saja ayahnya sudah pergi.

"Ayaaaaah." teriak Naira saat melihat mobil ayahnya telah jauh.

Naira kembali ke dalam. Ibunya masih terkulai lemah di lantai dan terisak.

"Ibu. Ayah pergi kemana? Kok enggak ajak Naira sama ibu?" tanya Naira dengan polosnya.

Lilis tidak mampu menjawab pertanyaan Naira. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan pada anak semata wayangnya ini kalau ayahnya telah berkhianat. Lilis hanya meraih tubuh mungil Naira untuk didekapnya erat-erat.

Flashback off.

***

POV Bima

"Lalu dimana Andra? Setidaknya dia harus datang untuk meminta maaf kepada Naira." ujar ibunya Naira masih dengan emosi yang membuncah.

"Sudah bertahun-tahun dia pergi dan sekarang kenapa cuma kalian berdua yang datang? Kemana dia? Masih jadi laki-laki yang bodoh dan pengecut?" perkataan Ibunya Naira sangat menohok, perkataan itu secara tidak langsung juga mengenai diriku. Nuraniku semakin menciut. Aku sebisa mungkin harus tenang untuk merespon pertanyaan ibunya Naira.

"Bu, maaf. Maaf harus memberi tahu ini. Tapi ayah, sudah meninggal."

"Apa?!" Ibunya Naira terkejut bukan main.

"Bu, ayah selama ini enggak benar-benar meninggalkan kita." ujar Naira kemudian.

"Andra meninggal dalam kecelakaan di hari itu, Lis. Hari dimana kamu tahu bahwa ia menikah denganku. Andra pada hari itu datang kerumah kami untuk menenangkan pikirannya, ia hanya mengambil jeda. Dan setelah itu, dia langsung pergi lagi kerumah kamu. Tapi, dalam perjalanannya ia mengalami kecelakaan." Ibuku menjelaskannya dengan suara dan tangan yang gemetar.

"Lalu ngapain kalian kesini? Enggak ada gunanya lagi kalian memberikan penjelasan setelah bertahun-tahun lamanya. Aku sudah terlanjur membenci Andra sebegitu besarnya dan Naira sudah hampir kehilangan dirinya sendiri, dan sekarang—kamu, Bima dengan lancangnya memasuki hidup Naira setelah mengubur kejelasan yang seharusnya kami tahu dua belas tahun lalu. Dan kamu, Bunga untuk apa kamu memberi kabar sekarang? Harusnya kamu bisa buat Andra jujur tentang pernikahanmu dengan dia kepadaku bertahun-tahun yang lalu, kalau kamu memang benar-benar punya hati nurani!"

"Bu.." Naira mencoba menenangkan ibunya.

"Diam Naira, lebih baik kamu masuk kamar. Dan kalian kalau sudah selesai bicara, silahkan keluar dari rumah saya!"

"Bu, apakah ibu enggak mau tahu dimana ayah dikubur? Biarkan mereka memberi tahu dulu." ujar Naira kepada Ibunya dengan linangan air matanya.

"Yasudah cepat beritahu, saya sudah enggak ingin lihat kalian lama-lama."

Aku memberitahu dimana letak ayahnya Naira dikuburkan. Dan setelah itu, aku dan Ibuku pulang dari rumah Naira tanpa salam yang dijawab oleh Ibunya. Di hari inilah, setelah kepulanganku dari rumahnya, kami—aku dan Naira, benar-benar—telah usai.

Manusia terlahir dengan luka.
Banyak sekali goresan-goresan kenyataan yang berhasil merajai seluruh aspek kehidupan.

Padaku, aku mendapat pilu dalam tawa.
Padanya, aku melihat lara dalam ceria.
Dan bersamanya, aku semakin merasakan mala yang diam-diam bersembunyi di balik bahagia.

Itulah hidup dengan kombinasi takdir,
yang dukanya seringkali tak pernah diharapkan hadir.

***

Ga verder met lezen

Dit interesseert je vast

872K 81.2K 52
Ini adalah Kisah dari Kila. Kila Prastika yang ternyata memiliki seorang bapak kos yang kebelet kawin ... "Nikah sama saya, kosmu gratis seumur hidu...
3.6M 39K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
9.8M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
13.3M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...