Sekolah Tapi Menikah "FIN"

By V_Missv

90.5K 6.3K 127

Judul: Sekolah Tapi Menikah Genre: Romantis Komedi Manis (16+) Status: Tamat Cerita Pertama dari Seri "Tapi M... More

1. Bukan Sekadar Kehidupan Sekolah
2. Pernikahan
3. Ikatan
4. Tinggal Bersama
5. Kehidupan Baru Dimulai
6. Kericuhan Warung Bakso
7. Sedikit Perdebatan
8. Kompromi
9. Satu Kesepakatan
10. Dua Pemikiran Yang Berbeda
11. Akibat Gosip
12. Panik
13. Salah Mengira
14. Nyawa Yang Berpindah Tangan
15. Rasa Kesal
16. Sedikit Pembalasan
17. Keributan
18. Rencana Balasan
19. Masuk Dalam Perangkap
20. Pulang Bersama
21. Pelayanan Ekstra
22. Salah Duga
23. Jadi Janda
24. Kekhawatiran
25. Tepergok
26. Cinta Aku?
27. Apa Ini Cinta?
28. Tanpa Sadar
29. Di Luar Dugaan
30. Tamu Tak Diundang
31. Efek Yang Terjadi
32. Yang Tidak Dimengerti
33. Cemburu Tanpa Sadar
34. Jalan Pertama
35. Keributan
36. Penjernih Suasana
37. Pita Atau Renda
38. Emosi
39. Seminggu Pertama
40. Pencuri Ciuman
41. Pembicaraan Ringan
42. Minggu Siang
43. Mandi Keramas
44. Kondom
45. Bad Mood
46. Terlihat Berbeda
47. Kemarahan
48. Pertengkaran
49. Masih Berlanjut
50. Logika Yang Tak Berjalan
51. Yang Tak Disadari
52. Rasa Khawatir
53. Maaf
54. Pengakuan Perasaan
55. Sentuhan
56. Bentuk Perhatian
57. Isi Hati
58. Kecurigaan
59. Kencan Dadakan
60. Mulai Tak Aman
61. Rasa Pengertian
63. Kecupan Di Pipi
64. Bertukar Hadiah
65. Efek Cinta
66. Tak Disangka
67. Pencarian
68. Tantangan
69. Pilihan
70. Mencoba Sabar
71. Peringatan
72. Persiapan Kejutan
73. Pertama Kali
74. Kesiangan
75. Perjalanan
76. Puncak Kemarahan
77. Dua Perasaan Yang Sama
78. Malam Pertama
79. Sekolah Tapi Menikah

62. Interogasi

783 59 0
By V_Missv

"Ye ye ye ye ye!"

Velly terlihat bersorak berulang kali ketika bel pulang sekolah telah berbunyi. Ia tampak begitu bersemangat merapikan dan menyusun semua buku pelajarannya ke dalam tas ranselnya. Eshika yang duduk di sebelahnya terlihat mengulum senyum mendapati kelakuan Velly yang seperti itu. Tak mengira Velly akan sesenang itu hanya karena bisa jalan-jalan bersama dirinya sehabis pulang sekolah.

Velly berdiri dari kursinya. "Kita langsung, Esh?"

Eshika turut berdiri seraya menyandang tas ranselnya. Ia mengangguk. "Langsung aja deh. Biar bisa puas muter-muternya."

Tapi, ketika mereka baru saja akan beranjak dari meja mereka mendadak terdengar suara Reki menyeletuk dari belakang.

"Eh eh eh! Kalian kayaknya mau jalan nih ya?"

Velly mencibir menyambut Reki yang mendekat. "Emang."

Reki sedikit memutar tubuh ke belakang. Menunggu kedatangan Tama dan menghentikan langkah kaki cowok itu dengan merengkuh pundaknya. Tama menoleh.

"Kenapa?"

Reki nyengir. "Ini cewek berdua mau pada pergi jalan, Tam," katanya pada Tama. "Kasihan kalau nggak ada yang jagain."

Dahi Tama mengerut. Tapi, ia memilih diam dan tidak berkomentar apa-apa.

Tak mendapat respon Tama, akhirnya Reki kembali berkata.

"Gimana kalau kita temeni?"

"Eh?"

"Eh?"

"Eh?"

Tiga orang kompak mengucapkan kata kesiap yang sama. Membuat Reki mengerjap-ngerjapkan matanya. Salah tingkah iya, bingung pun iya.

"Ehm ... emangnya ada yang salah ya dengan omongan aku barusan? Kok pada kompak gitu kagetnya?"

Velly mencebik. "Ngapain juga kamu mau nemeni aku dan Eshika jalan? Kayak yang kurang kerjaan aja sih jadi cowok."

Masih dengan posisi tangannya yang berada di atas pundak Tama, ia tersenyum saja. "Bukannya kayak kami yang kurang kerjaan, Velel. Tapi, sebagai cowok, kami ini ngerasa peduli dengan kalian."

Tama melongo mendengar perkataan Reki.

Sejak kapan Reki peduli dengan Eshika dan Velly?

"Kalian itu cewek. Bahaya pergi tanpa ada kawalan cowok. Dunia saat ini sangat berbahaya untuk kalian."

"Eh?" Tama mengernyit. "Maksud kamu kita semacam bodyguard gitu?"

Reki manggut-manggut. "Aku tau. Kita emang kelewatan cakepnya buat jadi bodyguard."

Eshika menatap Tama dengan sorot bingung. Tama mengangkat bahunya sekilas. Tidak mengerti dengan Reki.

"Dengar, Ki," kata Velly kemudian. "Kami bakal baik-baik aja kok. Kami jalannya bukan ke kuburan yang sepi, tapi kami mau muter-muter mall gitu."

Reki geleng-geleng kepala. "Bahaya bisa ada di mana saja. Jadi, lebih baik antisipasi sebelum bahaya menghampiri."

Velly menghela napas. "Akan menjadi lebih berbahaya kalau kamu dan Tama ikut." Tapi, sejurus kemudian sorot mata Velly berubah. Ia beralih pada Tama. "Tam ..., kamu mau ngekorin aku dan Eshika jalan siang ini?"

Mata Reki berkilat mengejek. "Tuh kan tuh kan. Lupa kan?" tanyanya geli. "Kan Eshika nggak boleh pergi kalau nggak ada---"

"Nggak kok, Vel," ujar Tama memotong perkataan Reki.

Dan terang saja perkataan Tama barusan itu membuat Velly dan Reki sama-sama melongo.

"Eh? Apa tadi kamu bilang, Tam?" tanya Velly mencoba meyakinkan bahwa pendengarannya tidak salah menangkap kata-kata yang keluar dari mulut Tama.

Sejenak menatap Eshika yang sedikit menggerakkan bibirnya untuk senyum kecil yang hanya mampu dilihat oleh mata Tama, cowok itu kemudian berkata.

"Kamu kalau mau ngajak Eshika jalan ya nggak apa-apa. Aku nggak ikut kok. Tenang aja."

Reki menggoncang-goncang pundak Tama. Mungkin berpikir bahwa Tama saat itu sedang mengalami sedikit kesalahan dalam berpikir hingga bicara seperti itu.

"Bukannya kamu dapat tugas untuk selalu ngikutin ke mana Eshika pergi ya, Tam?"

Tama melirik pada Reki. "Emang sih. Tapi, ya sekali-kali kan Eshika mau juga jalan nggak ada aku," jawabnya enteng. "Lagipula, mungkin aja mereka berdua punya hal-hal yang mau diceritakan. Pasti nggak nyaman kalau ada kita."

Velly dan Reki kembali melongo untuk beberapa saat sementara Eshika mencoba agar pipinya tidak merubah merona mendadak.

"Be-bentar deh, Tam," kata Reki. "Apa coba yang mau mereka bicarakan sampe-sampe kehadiran kita bisa buat mereka nggak nyaman?"

Pertanyaan itu langsung diambil alih oleh Eshika. "Ki, kami punya girl talk. Emangnya kamu mau dengerin kami ngoceh cara milih pembalut yang enak dan nyaman? Yang nggak buat gerah seharian?"

Tama dan Reki terbatuk seketika, sementara Velly terlihat mengulum senyumnya.

"Yah kalau kalian nggak masalah sih ya nggak apa-apa," kata Eshika geli.

Mendengar perkataan Eshika, Tama justru memanas-manasi Reki. "Kalau kamu mau, ya kamu aja deh, Ki, yang nemeni mereka. Kalau aku sih nggak. Ngebayanginnya aja udah buat aku merinding."

Eshika tersenyum mendengar perkataan Tama. Lalu, Tama terlihat beberapa detik menatap lekat pada Eshika sebelum berkata.

"Aku duluan, Ki. Having fun buat girl talk-nya ntar ya?"

Reki melotot melihat Tama yang melepaskan diri dari rengkuhan pundaknya dan justru langsung berjalan keluar dari kelas. Hingga kemudian Reki hanya mencibir pada Velly sebelum ia menyusul Tama ke luar.

"Tam .... Tam ...."

Tama tak menoleh. Terus saja berjalan sampai Reki yang berlari dapat menyusul dirinya yang tengah menuju ke parkiran.

"Apa sih? Berisik amat jadi cowok."

Di sela-sela napasnya yang sedikit kacau, Reki bertanya. "Beneran kamu nggak mau ngikutin Eshika pergi?"

Tama menggeleng.

"Katanya Mami dia nyuruh kamu buat ngekorin dia ke mana aja."

"Emang," kata Tama malas.

"Terus kenapa kamu biarin Eshika pergi tanpa kamu?"

Langkah kaki Tama terhenti. "Tenang aja. Eshika udah tau salah dia kemaren itu apa, jadi dia nggak bakal mengulanginya lagi. Lagipula ...." Tama mengusap pelipisnya. "Kalau kamu emang mau jalan sama Velly, ya mbok jangan jadiin aku dan Eshika sebagai tumbal dong."

"Eh?"

Mata Reki melotot.

"Ada sih yang bilangnya lebih pemberani dari aku," ejek Tama. "Eh, tapi cuma mau ngajak jalan aja masih pake alasan. Ih!"

"Eh eh eh!"

Tama bergidik. "Pengecut banget sih jadi cowok."

"Tam .... Tam ..., hati-hati ya kalau ngomong," kata Reki. "Yang mau jalan sama Velly siapa?"

Maka Tama kemudian berbalik. Menatap tajam pada Reki. "Jadi, maksud kamu adalah kamu mau jalan sama Eshika?" tanyanya tajam. "Iya?"

"Eh?"

Reki mengerjap-ngerjap seraya lirik kanan lirik kiri. Kakinya tersurut mundur dengan kedua tangan terangkat ke depan dada.

"Nggak maksud gitu juga sih, Tam."

Mata Tama mendelik. Maju menghadapi Reki. "Mau jadi pagar makan tanaman heh? Mau ngerebut gebetan aku?"

Reki kembali mengerjap-ngerjap. Lalu menghentikan aksi jalan mundurnya dan mendengus. "Iya iya iya."

"Iya?" Mata Tama melotot.

"Eh! Maksudnya nggak, Tam. Nggak bakal deh aku ngerebut gebetan teman sendiri."

Mata Tama berubah dari mendelik menjadi menyipit penuh ancaman. "Awas loh."

"Iya iya iya," geram Reki. "Ya ampun. Salah ngomong dikit aja bisa buat nyawa melayang." Reki menggerutu. "Aku tuh cuma berusaha ngebantu kamu kali, Tam."

"Ngebantu apa?"

Reki mengedipkan matanya. "Biar kamu ada alasan untuk bisa jalan bareng sama Eshika. Hahahaha." Reki tertawa kaku. "Aku baik kan?"

"Ck. Mubazir banget tau nggak? Aku itu ngajak jalan Eshika udah kayak ngupas kulit kacang tau. Nggak butuh alasan apa-apa lagi."

Mata Reki membesar. "Kamu pernah ngajak Eshika jalan tanpa sepengetahuan aku?"

Ups!

Tama meneguk ludahnya. Berusaha menghindari pertanyaan Reki kali ini.

"Dasar ya! Jadi kawan taunya kalau lagi seneng ya seneng sendiri aja. Ih. Gitu katanya temen."

Tama cuek saja mendengar gerutuan Reki. Kembali meneruskan langkah menuju ke mobilnya.

Sedang Reki di tempatnya hanya menghela napas panjang.

Ya ampun ...

Hampir saja keceplos deh ya.

*

"Berasa kayak yang bukan Tama aja," kata Velly ketika mereka berdua telah memasuki mall.

Eshika merengkuh tangan kiri Velly. "Kayak yang Tama itu jahat banget jadi orang."

"Eh?" Velly geleng-geleng kepala. "Kayaknya aku nganggap Tama itu jahat gara-gara kamu deh, Esh. Kamu nggak ingat dulu kamu sering banget ngeluh soal dia."

Wajah Eshika meneleng ke satu sisi. Tampak seolah sedang berpikir. "Iya?"

Velly mendehem. "Ya ampun, Vel. Kamu pikir Tama itu kebangetan nggak sih? Masa air minum aku diganti sama sambal bakso?" Ia mendehem lagi. "Gila ya itu cowok! Punya target harus macarin semua siswi di sekolah ini atau gimana?" Ia mendehem lagi. "Itu Tama suaranya dari apa sih? Kok kalau ngomong bisa buat telinga pecah."

Eshika yang mendengar perkataan Velly mendadak geli seketika. Tertawa-tawa di sepanjang perjalanan mereka.

Dari kejauhan, Eshika melirik satu gerai es krim. Ia menarik Velly untuk pergi ke sana. Sedangkan Velly masih saja bicara.

"Jadi, coba jelaskan ke aku. Siapa yang selama ini udah membuat dokrin ke otak aku kalau Tama itu jahat?"

"Hahahaha." Eshika tertawa lagi. Kemudian ia berkata pada pelayan untuk memesan. "Strawberry satu, coklat satu. Yang combo ya, Mbak."

Velly tampak melihat beberapa pilihan kue yang bisa mereka nikmati. "Cake keju kayaknya enak, Esh."

Eshika mengangguk. "Cake kejunya dua porsi."

Mereka berdua lantas mencari tempat duduk yang kosong. Dan melanjutkan percakapan mereka.

"Sebenarnya sih," kata Eshika. "Tama itu memang kadang nyebelin."

Kedua tangan Velly tersusun rapi di atas meja. Seakan-akan siap untuk mendengarkan cerita Eshika.

"Jadi ...." Velly menarik napas sekilas seraya memejamkan mata sebelum ia menatap Eshika tanpa kedip dan melanjutkan ucapannya. "Sejak kapan?"

Eshika terdiam.

"Sejak kapan kamu suka Tama, Esh?"

Untuk beberapa saat, Eshika belum menjawab pertanyaan Velly. Ia hanya mendehem pelan.

Velly geleng-geleng kepala. "Kamu nggak usah mau nyoba ngeles atau bohong, Esh," ujar Velly dengan bermasam muka. "Aku nggak bakal terkecoh."

Eshika menggigit bibir bawahnya. "Keliatan banget ya kayak yang aku suka gitu sama Tama?"

"What?"

Kedua tangan Velly naik ke atas. Lalu mendarat dramatis di atas kepalanya. Membuat Eshika hanya mengangkat bahunya sekilas.

"Aku bener-bener nggak percaya kamu bisa suka sama Tama," kata Velly tak percaya. "Jadi ... tunggu bentar." Mata Velly melotot. "Ya ampun."

"Ya ampun apa?" tanya Eshika dengan dahi berkerut.

"Berarti yang ngebuat kamu nolak Alex ..." Mata Velly sudah tidak bisa melotot lebih besar lagi.

Perkataan Velly membuat Eshika mengulum senyum. Velly tepat menggantung ucapannya ketika pelayan membawa pesanan mereka berdua. Tak menghiraukan Velly, Eshika langsung menyendok es krim coklatnya. Mengemutnya hingga lumer di dalam mulutnya.

"Kamu nolak Alex karena Tama?" tanya Velly.

Malu-malu, tapi Eshika mengangguk. "Ya gitu deh."

"Astaga." Kali ini tatapan mata Velly terlihat netral kembali. "Kamu beneran suka dengan Tama? Padahal kamu sendiri yang suka ngomong Tama itu hobi banget gonta-ganti cewek. Kamu ...."

Eshika mencecap es krim yang lumer di lidahnya.

"Kamu mau jadi mantan Tama yang selanjutnya?"

Eshika meletakkan sendok es krimnya di mangkok. Lalu, menggeleng.

"Terus?"

Eshika masih diam.

"Bentar deh, Esh. Setau aku kamu jadi cewek itu beneran main logika, tapi sekarang? Ehm ... gimana ya ngomongnya?"

Eshika menarik napas dalam-dalam. Ia tersenyum. "Aku tau kok kamu pasti khawatir sama aku. Tapi, nggak tau kenapa. Hanya saja aku ngerasa yakin sama Tama."

Bola mata Velly berputar-putar. "Mantan-mantan dia yang dulu juga mikir yang gitu, Esh."

"Tapi, masalahnya adalah Tama pacaran dulu juga selalu cewek-cewek kok yang ngejar dia. Dia nggak pernah sok sibuk buat ngejar-ngejar cewek."

"Jadi, apa dari kalimat kamu barusan itu aku bisa menyimpulkan kalau sekarang ini keadaannya beda dengan keadaan kamu? Dengan kata lain, Tama yang ngejar kamu?"

"Ehm ...."

"Kenapa?" tanya Velly. "Dia udah nembak kamu?"

Eshika terdiam.

Tanpa sadar membuat Velly terkekeh.

"Tapi, Vel. Kamu ingat kan? Tama itu kayaknya juga suka aku deh," kata Eshika. "Lihat kapan hari itu. Dia ngelindungi aku pas dihajar Laura. Pas Tere ngangguin aku juga dia langsung bertindak. Dan banyak hal lain yang membuktikan kalau dia itu ada perasaan sama aku."

Velly berusaha untuk meredam rasa geli di perutnya dengan mulai menikmati es krim strawberry milik dirinya.

"Dan yang paling penting," lanjut Eshika malu-malu. "Dia sampe bilang nggak mau pacaran lagi itu kan karena aku."

"Huuueeekkk!"

Entah sejak kapan ceritanya orang bisa tersedak ketika makan es krim. Tapi, Velly sukses merasakannya.

Velly terbatuk-batuk beberapa kali.

Ia menatap Eshika horor.

"Serius kamu dia bilang gitu?"

Eshika mengangguk dengan malu-malu. "Dia sendiri yang bilang." Dan kenangan malam di mana mereka merayakan seminggu pernikahan mereka dengan menikmati malam bersama di ayunan langsung melintas di benaknya.

"Astaga, aku beneran nggak percaya Tama bisa ngambil keputusan kayak gitu," kata Velly. "Tapi, emang sih. Dari pas kejadian dia marah-marah ke Tere dan Laura, sebenarnya udah keliatan beda. Sekasar-kasarnya Tama, dia nggak pernah banting kursi sama cewek. Yah, manalagi saat itu dia juga ngomong kalau selama ini dia juga cuma asal terima aja cewek yang nembak dia. Terus sekarang juga Tama kayaknya nggak ada ngeladenin cewek-cewek yang mau sama dia."

Eshika mengangguk.

"Dia lagi nyoba ngambil simpatik kamu ya?"

Mata Eshika berkedip-kedip.

"Terus ... berarti sudah bisa dipastikan dong kalau Tama suka sama kamu. Dan kamu juga suka sama Tama."

Senyum Eshika semakin mengembang.

"Jadi, kapan rencananya kalian mau jadian?"

Eshika tertegun.

"Eh?"

*

bersambung ....

Continue Reading

You'll Also Like

707K 31.9K 74
[FOLLOW TERLEBIH DAHULU] Kisah tentang gadis yang baru saja memasuki masa putih abu-abunya namun sudah dipetemukan dengan kakak kelasnya yang ternyat...
967K 3.8K 14
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
2.6M 186K 34
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
1M 37.4K 18
Gerry,Dosen muda di salah satu fakultas bahasa yang baru saja masuk. Merasa tertarik untuk mendekati salah satu mahasiswi nya yang bener bener bukan...