Kevin Huo's Proposal

By Liana_DS

869 157 43

Berkorban untuk pekerjaan tidak pernah ada dalam kamus Zhang Ling. Jika sebuah merek, proyek, atau fotografer... More

1
2
3
4
5
6
7
8
9
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58

10

16 3 2
By Liana_DS

[Selamat pagi, Tuan Feng, ini Zhang Ling. Maaf mengganggu istirahat Anda. Bagaimana keadaan Anda? Semoga Anda segera sehat kembali.]

Dari mana dia mendapatkan kontakku? batin Xiang. Staf yang mengetahui kontak pribadinya cuma beberapa gelintir, itu pun sudah senior, jadi melacak siapa yang memberikan kontaknya akan sangat mudah. Kenyataannya, hal tersebut tidak pernah terjadi selama bertahun-tahun sehingga privasi Xiang terjaga secara penuh—sekaligus mengisolirnya dari sirkelnya sendiri. Setiap model, fotografer, dan kepala proyek apa pun yang berusaha bersahabat dengannya pasti akan dihadang para manajer, lalu diberi kontak resmi dari agensi sebagai gantinya. Wajar saja jika ponsel pribadi Xiang selalu sepi notifikasi.

Namun, si pengirim pesan pastilah bukan akun agensi jika dilihat dari ID-nya. Lagi pula, akun formal Ling sudah mengirimkan pesan 'semoga lekas sembuh' ke ponsel agensi Xiang, jadi pesan masuk ini jelas dari akun pribadi.

Janggalnya, daripada terancam, Xiang diam-diam tersenyum tipis. Pesan dari Ling tidak berbahaya dan terkesan tulus. Bukankah hubungan antar rekan kerja harusnya seperti ini? Untuk pertama kali—ralat, kedua kali—sepanjang kariernya, Xiang merasa punya sahabat dan rahasia kecilnya sendiri. Tidak manajer atau sopir boleh melihat senyum Xiang ini atau mereka akan mengorek isi ponselnya.

Sayang sekali, masih belum waktunya Ling bersahabat dengan Xiang. Koleksi Fenghuang belum resmi diluncurkan. Jika proyek ini layu sebelum berkembang, persahabatan mereka akan berakhir dan menyakiti kedua pihak. Tidak ingin Ling terluka seperti seseorang di masa lalunya, Xiang dengan berat hati menghapus pesan Ling tanpa membalasnya.

Akan kubalas saat kita bertemu langsung, Nona Zhang. Maaf.

Tak lama kemudian, Xiang dikagetkan oleh panggilan masuk. Dari Yang. Bukannya lega atau senang seperti biasanya, pria muda itu justru tergeragap seperti orang tertangkap basah berbuat jahat. Dia tak mengira menghapus pesan dapat menimbulkan rasa bersalah begitu besar. Lekas-lekas diangkatnya telepon tersebut.

"Halo."

"Feng Xiang," panggil Yang lembut, tetapi Xiang tahu ketika nama lengkapnya disebut alih-alih 'A-Xiang', sebuah teguran telah menunggu. "Bagaimana keadaanmu?"

"Baik, Kak."

"Mereka bilang kau dehidrasi berat hingga diinfus. Sudah cukup segar?"

Xiang berharap ada kekhawatiran dalam pertanyaan Yang ini, tetapi tidak. Jawaban Xiang bagai lampu lalu-lintas: 'aku sehat' artinya hijau—dan maksud Yang sebenarnya akan segera terungkap. "Sudah, Kak. Dehidrasiku tidak separah itu."

"Syukurlah. Aku boleh bertanya beberapa hal?"

Lihat? Bagi yang terbiasa menerima panggilan Yang, suara lembut ini justru mengintimidasi. Xiang kembali tersenyum tipis, jenis yang akan disunggingkan pesakitan menjelang jatuhnya vonis. "Boleh, tentu saja."

"Kudengar penyebabmu muntah-muntah adalah fobia ketinggian?"

"Ya."

"Dan, yang menemukanmu pingsan pertama kali adalah Zhang Ling?"

Xiang menghela napas samar.

"Benar, Kak. Ada apa?" jawabnya sesantai mungkin, tidak mau membuat cemas manajernya yang sedang menguping. Para manajer sudah terlatih menyimpulkan isi panggilan Yang dari jawaban-jawaban singkat Xiang. Itu karena kesimpulan panggilan tersebut bisa saja berdampak pada karier mereka di Kevin Huo.

"Berhati-hatilah. Kau tentu masih ingat kata-kataku sebelum perekrutan ketiga, kan?"

'Sebelum perekrutan ketiga' adalah kunci pembuka ingatan kelam Xiang, belati yang senantiasa merobek parut dalam hatinya, dan bukti nyata ambisi Yang yang menyakiti orang-orang kesayangannya.

"Jangan tunjukkan kelemahanmu pada siapa pun, maka jangan pula jatuh cinta atau kita akan hancur bersama, A-Xiang."

Senyeri apa pun tusukan tak kasatmata di dadanya, Xiang berhasil menutupinya dengan senyuman.

"Terima kasih sudah mengingatkanku. Sampai ketemu di Shanghai, Kak Yang, jangan terlalu lelah."

Xiang tak membuang waktu mengakhiri panggilan begitu Yang mengucap salam.

***

China's Next Top Model pernah menjadi acara favorit Ling pada awal bekerja untuk Fenghuang Collection. Dalam acara itu, belasan model berkompetisi menaklukkan tantangan-tantangan runway dan pemotretan yang tak biasa. Menyaksikannya mengajari Ling menonjolkan sebuah desain atau konsep, lagi pula menonton penderitaan orang lain selalu menghibur. Ia tidak menyangka harus menghadapi penderitaan—tantangan serupa beberapa tahun kemudian.

Setelah ketinggian, lalu api, ya?

Meskipun cuma untuk lookbook dan iklan yang paling lama ditampilkan selama 30 detik, Kevin Huo tetap all-out. Mereka membentuk satu tim khusus untuk tengah malam ini, dipimpin oleh seorang teknisi api—atau piroteknisi—bersertifikat dari Australia, Cain Adams. Konsep pemotretan kali ini diharapkan mampu menarik konsumen luar negeri yang lebih mengenal fenghuang sebagai phoenix-nya Cina (walaupun aslinya bukan).

Ling sempat menonton beberapa video sampel yang Wei kirim padanya. Mengapa Wei dan bukannya staf kreatif, itu karena konsep iklan dengan api merupakan ide Wei yang langsung dapat suara bulat dari tim kreatif Kevin Huo. Sialan memang. Jadi adik bukan memudahkan hidup kakaknya malah menyusahkan.

Namun, Ling akui api memang berpadu cantik dengan warna hitam-merah-emas yang mendominasi koleksi Fenghuang. Dari beberapa fashion film dan behind the scene kiriman Wei, sang peragawati bisa membayangkan apa yang akan ia hadapi nanti. Sekali lagi jantungnya dibikin salto dalam iga; minyak tanah, tali, dan kembang api kini betulan ia dapati di set, sedang dipersiapkan oleh para piroteknisi.

Latar yang digunakan untuk syuting kali ini adalah Yuanmingyuan, (puing) istana musim panas peninggalan dinasti Qing di Beijing, lebih tepatnya di Labirin Wanhuazhen. Konon, pada malam festival pertengahan musim gugur, kaisar Qing akan duduk di paviliun oktagon di pusat labirin, menonton para selir yang masing-masing memegang lentera kuning berlomba mencapainya. Kevin Huo membalik konsep tersebut untuk iklan mereka: Xiang-lah yang nanti menyusuri labirin, sementara Ling akan menjadi hadiah besar yang menunggu di paviliun.

Meski Jiulong lebih jauh dari Beijing, mengurus izin shooting di Yuanmingyuan lebih sulit lagi berbelit, karenanya shooting di Jiulong dilakukan duluan. Pertama, reruntuhan itu merupakan warisan sejarah Qing yang berharga. Kedua, shooting kali ini menggunakan api yang mungkin akan mencederai Wanhuazhen. Tim piroteknisi konon sempat berdebat panjang dengan pihak berwenang sebelum diberi izin.

Sinting.

"Kau benar-benar mau membunuhku, ya?" tanya Ling sambil bersilang lengan kepada Wei yang—tumben-tumbenan—datang ke set.

"Mana mungkin? Kau belum membayar tahu Mapo-mu," jawab Wei tanpa menoleh. Seusai jadwal di Jiulong, dia membelikan Ling dan Mingmei tahu Mapo yang bikin menangis saking pedasnya.

"Itu bukan traktiran?" desis Ling, memelototi sang adik, lalu bertepuk tangan kecil. "Luar biasa pelit. Untung ada banyak minyak tanah dan korek api di sini."

Wei tertawa datar. "Untuk membakarku?"

"Bukan, tetapi dompetmu seisinya," kata Ling, hampir menyerang lagi ketika sebuah suara berat menyapa dari belakang.

"Desainer Zhang Wei?"

Yang dipanggil cuma Wei, tetapi Zhang bersaudara menoleh bersamaan. Ling menoleh panik, berharap tidak ketahuan Xiang sedang bicara buruk pada Wei. Mau dikemanakan citra baik yang sudah susah payah dibangunnya?

Ternyata, daripada menyelamatkan muka, Ling lebih tertarik dengan betapa bugar Xiang terlihat malam itu. Seakan-akan, Xiang yang sekarang bukanlah yang kemarin Ling kirimi ucapan semoga cepat sembuh. Lirih Ling mengucap syukur.

"Selamat malam, Tuan Feng Xiang." Wei memasang senyum bisnisnya dan menjabat mantap tangan Xiang. "Lama tidak berjumpa."

"Tentu saja! Anda selalu sibuk bersama A-Tian di workshop," kekeh Xiang ramah. "Bagaimana kabar Anda? Saya harap A-Tian tidak menyusahkan."

"Sebaliknya," jawab Wei, membuat Ling kaget. Menjawab 'sebaliknya' sama dengan berkata 'adikmu menyusahkanku' pada Xiang, kan?

"Saya justru khawatir," ternyata ucapan Wei bersambung; tangan kurusnya mendarat di pundak Ling, "kalau cucu saya ini yang menyusahkan Anda selama pemotretan. Apakah dia bersikap baik?"

Jadi, itu maksudmu 'sebaliknya', Nek? Pulang nanti akan kubakar betulan dompetmu, dasar tengil!

Kira-kira demikianlah arti injakan diam-diam Ling ke sepatu Wei. Alih-alih berteriak kesakitan, pemuda itu justru melirik kakaknya penuh kemenangan.

"Cucu? Berapa usia Anda sesungguhnya, Desainer Zhang?"

Xiang tergelak begitu lepas, sejenak mengagetkan semua orang di set sampai mereka berhenti beraktivitas. Tidak ada tatapan mengadili dalam mata-mata itu, murni terkejut, bahkan sedikit takjub. Ling yang tadinya jengkel pun teralih, begitu pula Wei.

Feng Xiang ternyata punya pipi apel kalau tertawa, menggemaskan! puji Ling. Hatinya menghangat sebelum satu alat piroteknik pun dinyalakan. Ketika Wei mulai menanggapi pertanyaan Xiang dengan lelucon, Ling masih berjuang menahan senyum kagumnya. Hilanglah niatnya membakar dompet Wei; sang desainer pantas ditraktir tahu Mapo karena sudah menghadirkan tawa lugu Xiang.

***

Set dan model akhirnya siap. Ling mengenakan mermaid dress emas dengan aplikasi renda merah, sedangkan Xiang mengenakan jas Tang panjang hitam ala era Republik berbordir bunga osmanthus kuning. Demi mempersingkat waktu, adegan labirin Xiang dan adegan paviliun Ling akan diambil secara bersamaan. Kedua adegan diikuti efek jejak api yang dijelaskan Cain—dan diterjemahkan Wei untuk Ling—sebelum rekaman.

"We've installed several flame projectors on the labyrinth and the pavilion's handrail. Points where they're installed will be stepped on by Mr. Feng or touched by Ms. Zhang for the shoot. Right after you leave that flame projector, we light it up, so it will look like you burn it."

Proyektor api yang Cain maksud sederhananya adalah pemantik sebesar speaker portabel dengan 'geretan' jarak jauh. Cain dengan bangga mendemokan kerja salah satu proyektor api di handrail tangga paviliun menggunakan remote control-nya. Yang menyembur betulan api, 50 sentimeter, lebih dari 100 derajat Celsius. Telat sedetik saja, tangan Ling yang nanti menyentuh handrail bisa dilalap.

"Dan, ingat, Ling," Wei menakut-nakuti Ling saat membantu wardrobe assistant merapikan dress sang kakak, "gaunmu mudah terbakar."

Cuma kehadiran Xiang yang menyelamatkan Wei dari umpatan Ling. Beruntung dia.

Shoot dimulai. Ekor mermaid dress menyapu lantai paviliun oktagon selama beberapa saat sebelum menuruni anak-anak tangga tua. Telapak kaki Ling yang terbalut sepatu merah bertumit 8 sentimeter sesekali mengintip; satu kamera berfokus ke sana untuk beberapa saat. Kamera lain merekam jemari lentik Ling yang membelai handrail sebelum merekam keseluruhan tubuh Ling.

Ketika Ling menyentuh proyektor api pertama di handrail, tak ada yang terjadi. Namun, kamera terus menyorot handrail, lalu sebentar kemudian ...

Wush!

... Ling nyaris berteriak. Ia berjengit refleks ketika proyektor yang baru dibelainya mengembuskan api. Timing-nya benar-benar tepat; kelingking Ling saja masih berjarak beberapa mili dari proyektor saat api menyembur.

"Cut!"

Pasti bakal ditegur, deh, gerutu Ling dalam hati. Tangannya turun dari handrail ketika sutradara—sesuai dugaan—menegurnya akibat ekspresinya setelah api menyala.

"Maaf, saya tadi sedikit kaget," ujar Ling, dalam maafnya masih menyimpan rasa percaya diri. Dia kan fenghuang, masa takut dengan api? Apalagi yang nyalanya cuma 50 sentimeter.

Dari paviliun, Ling bisa melihat Xiang di antara labirin. Seperti biasa, langkah pria itu mantap dengan tatapan lurus ke kamera, bahkan ketika api yang nyaris setinggi dirinya menyembur satu demi satu dari tempat yang ia jejaki. Ling terperangah.

Proyektor apinya lebih kuat dari yang ini! Ayo, Zhang Ling, jangan kalah berani!

Pemikiran inilah yang akhirnya melancarkan take 2 Ling walaupun jantungnya jungkir balik. Solo shoot Ling pun usai begitu ia mencapai dasar tangga—dengan meninggalkan jejak merah-jingga yang menari-nari di handrail.

"Next up, we will set the maze ablaze."

Berdasarkan skrip, Ling yang baru menuruni tangga paviliun akan menemui Xiang yang telah berhasil mencapai pusat labirin. Ada ruang kosong yang cukup lebar antara paviliun dan garis terdalam labirin tersebut; di sanalah Ling dan Xiang akan merekam bagian kedua. Mereka akan berjalan memutar dan labirin yang mengelilingi mereka akan terbakar seiring langkah mereka. Iklan ditutup dengan teknik zoom out yang menampakkan pasangan itu berdiri berhadapan dalam labirin api.

Selagi Cain dan sutradara menjelaskan, tim piroteknisi memasang sesuatu yang lain dalam labirin.

"Mereka mengganti proyektornya," gumam Ling gelisah sampai tak sadar Xiang menoleh padanya. "Apakah api yang disemburkan berikutnya lebih besar dari yang tadi?"

"Excuse me, Mr. Adams," ucap Xiang dalam bahasa Inggris yang pengucapannya akurat meskipun beraksen kental. Ling terkesima mendengarnya. "Do you put bigger flame projectors than before in the maze? Is it safe?"

"Yes for both questions; we place them in the innermost part of the labyrinth. The brick walls here are actually fire-resistant, it will shield you," jawab Cain sebelum berseru kepada timnya yang sibuk. "Can we light those up?"

"Sure!"

Segera setelah staf Cain menjawab, satu titik dalam lapis terdalam labirin meledak. Api setinggi kira-kira 2 meter membumbung dari sana. Beberapa orang yang berada di paviliun kontan berjengit, tak terkecuali Xiang.

Ling? Tak cuma berjengit, dia memekik, lalu menyaksikan dengan horor bagaimana satu titik api tadi merembet secara melingkar di bagian dalam labirin. Kurang dari 1 menit, paviliun telah dikepung tembok api—yang kemudian dipadamkan bertahap.

"... Zhang," sentuhan Xiang di tangan Ling menyentak sang peragawati dari ketakutannya. "Nona Zhang, Tuan Adams bilang ini aman. Jarak apinya lumayan jauh dari paviliun. Dinding bata labirin yang tahan api juga akan melindungi kita."

Mata Ling berkaca-kaca, tetapi ia tetap memaksakan seulas senyum.

"Syukurlah, tadi itu api yang ... cukup besar," dan dia akan menjadi lawanku di pemotretan ini, bangsat, tambahnya dalam hati, takut setengah mati. Namun, seolah merasakan kekalutan partner-nya, Xiang lantas menggenggam pelan tangan Ling yang dingin-lembap.

"Semua akan baik-baik saja, Nona Zhang." []

pingin bikin moodboard winyang pake foto valentino-nya winwin kemarin, tapi mbak yiyang ga ada yg fotonya bernuansa hot pink .-.

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 55.9K 38
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...
1M 78.3K 56
Irish ragu dengan apa yang ia lihat kali ini. Ia tidak minus. Seratus persen ia yakin pandangannya tidak bermasalah. Dia juga tidak punya kemampuan u...
296 99 14
Setelah kepergian Cinta Pertama nya, hati nya tertutup terkunci, sepertinya semua sudah berakhir, dalam pikirannya dia hanya akan hidup berdua saja d...
444K 14.6K 6
[[ CERITA DIPRIVASI ]] Ramelia pikir, semuanya akan mudah dan indah saat buah hati hadir di tengah pernikahannya dengan Pram. Suami dan anak, adalah...