Affection

By sourpineapple_

480K 33.9K 449

COMPLETE - FOLLOW SEBELUM MEMBACA Mature Content (18+) so selection ur reading. *** Derana Gangga Mirabelle... More

P R O L O G
BAB SATU
BAB DUA
BAB TIGA
BAB EMPAT
BAB LIMA
BAB ENAM
BAB TUJUH
BAB DELAPAN
BAB SEMBILAN
BAB SEPULUH
BAB SEBELAS
BAB DUA BELAS
BAB TIGA BELAS
BAB EMPAT BELAS
BAB LIMA BELAS
BAB ENAM BELAS
BAB TUJUH BELAS
BAB DELAPAN BELAS
BAB SEMBILAN BELAS
BAB DUA PULUH
BAB DUA PULUH SATU
BAB DUA PULUH DUA
BAB DUA PULUH TIGA
BAB DUA PULUH EMPAT
BAB DUA PULUH LIMA
BAB DUA PULUH ENAM
BAB DUA PULUH TUJUH
BAB DUA PULUH DELAPAN
BAB DUA PULUH SEMBILAN
BAB TIGA PULUH
BAB TIGA PULUH SATU
BAB TIGA PULUH DUA
BAB TIGA PULUH TIGA
BAB TIGA PULUH EMPAT
BAB TIGA PULUH LIMA
BAB TIGA PULUH ENAM
BAB TIGA PULUH TUJUH
BAB TIGA PULUH DELAPAN
BAB TIGA PULUH SEMBILAN
BAB EMPAT PULUH
BAB EMPAT PULUH DUA
BAGIAN EMPAT PULUH TIGA
E P I L O G

BAB EMPAT PULUH SATU

10.7K 673 2
By sourpineapple_

"Jay, aku ingin nasi goreng," pinta Dera yang duduk bersandar pada kepala ranjang, membuat atensi pria yang barusaja selesai mandi dan tengah mengusak rambut basahnya itu beralih.

"Nasi goreng?" beo Jayden, lalu pria dengan bathrobe berwarna abu-abu pekat itu mengangguk. "Saya akan meminta maid untuk membuatkannya."

Dera menggeleng. "Tapi aku ingin kamu yang memasaknya."

Jayden mengerjap. "Jangan, terlalu beresiko. Biar maid saja yang memasak," jawab Jayden.

Dera kembali menggeleng. "Tidak mau, aku ingin kamu yang memasaknya sendiri," pinta Dera bersikeras, namun beberapa saat kemudian wanita itu kembali membuka suara. "Ya sudah kalau kamu tidak mau, tidak apa-apa," tandas wanita itu dengan raut wajah yang membuat Jayden merasa bersalah.

Melangkahkan tungkainya, Jayden mendekat. "Bukannya saya tidak mau, hanya saja ... saya tidak bisa memasak, nanti malah rasanya tidak karuan. Saya tidak mau kamu sakit perut karena memakan masakan gagal jadi," ujar Jayden memberi pengertian.

Dera menatap suaminya yang tengah tersenyum, lalu membuang napas pelan. Ia tahu Jayden tidak bisa memasak, tapi entah kenapa ia justru ingin pria itu memasak nasi goreng untuknya. Mungkin rasanya akan sangat kacau dan tidak jelas, tapi Dera mau merasakannya.

"Hmm, ya sudah kalau begitu," balas Dera.

Namun bukannya merasa lega, Jayden justru menemukan sesuatu yang tersirat dari nada bicara istrinya. Demi Tuhan, Jayden sama sekali tidak bisa memasak, ia takut jika nekat memasakkan apa yang diminta oleh Dera, nanti justru membuat wanita itu sakit perut.

"Sayang ...," tutur Jayden lembut, mencoba untuk menegosiasi permintaan istrinya yang tengah hamil muda itu.

Dengan dagu berkerut, Dera tersenyum masam, dan mengangguk-angguk. "Tidak apa-apa, aku tidak memaksa," ujar wanita itu, lalu menyibak selimutnya dan turun dari ranjang.

Membuang napas pelan, Jayden menatap punggung istrinya yang menghilang di balik pintu kamar mandi. Memijat pangkal hidung, Jayden kembali menghela napas. Susah sekali untuk menolak, ia tak mau melihat Dera cemberut sepanjang sarapan pagi nanti. Mungkin Jayden bisa meminta bantuan maid untuk mengajarinya membuat nasi goreng.

Keluar dari dalam kamar mandi, Dera mengernyit saat tak mendapati presensi Jayden di sana. Mengendik, wanita itu memilih untuk mengambil bajunya. Usai dengan serangkaian kegiatan rutin paginya sebagai seorang wanita, Dera keluar dari kamar. Hidungnya refleks mengendus saat mencium bau masakan yang menguar hingga ambang dapur.

Mendapati Jayden tengah berkutat di depan kompor dengan seperangkat alat memasak dan apron yang menempel di tubuhnya, Dera mengerjap. Perlahan sudut bibirnya mengembang, merasa senang karena permintaannya dituruti.

"Daddy masak apa?"

Dera sedikit tersentak karena kaget dengan suara yang tiba-tiba terdengar dari belakangnya, saat menoleh, ia mendapati Jansen, Jean, dan Raiden yang barusaja datang.

Mendengar suara putranya, Jayden menoleh sesaat dan tersenyum. "Sesuatu yang spesial untuk menuruti permintaan baby boo," jawab Jayden, membuat pandangan ketiga pemuda itu sontak beralih pada Dera.

Jansen dan Jean kontan memasang raut terkejut. "Bukannya Daddy nggak bisa masak?" tanya Jansen, khawatir dengan hasil masakan ayahnya nanti.

Mereka pernah menjadi kelinci percobaan dari masakan gagal ayahnya dulu, dan rasanya lebih mirip dengan air comberan daripada makanan manusia. Entah mendapat hujan angin darimana hingga ayahnya itu nekat mengeksekusi dapur. Sejak saat itulah, Jayden sudah tidak pernah coba-coba untuk memasak lagi. Lalu pagi ini? Tiba-tiba saja ayahnya itu memasak untuk menuruti ibunya yang mungkin sedang mengidam.

Jean mengangguk. "Mommy, jangan mau makan masakan Daddy, nanti Mommy sakit perut," peringat Jean.

"Masakan Daddy nggak enak, nanti Mommy sama baby boo kenapa-napa," timpal Raiden dengan jujurnya.

Seketika semangat Jayden langsung menciut. "Doakan saja yang kali ini berhasil ya, boys," ujar Jayden disela-sela pria itu mengurak-arik nasi yang ada di atas teflon.

"Aku nggak yakin, mending jangan dimakan aja deh, Mom," ujar Jansen, dengan wajah berkerut.

"Apapun rasa dan hasilnya, pasti Mommy makan," balas Dera, membuat ketiga pemuda itu meneguk ludah. "Jangan khawatir, pasti enak. Baunya harum kok, ayo duduk dulu, sambil nunggu Daddy selesai, baru kita sarapan."

Akhirnya, setelah pengeksekusian dapur, bersama dengan skill memasak yang perlu dipertanyakan, Jayden menuang nasi gorengnya di atas piring dan menyajikannya di atas meja makan, membuat Dera menggigit bibirnya, sudah tidak sabar untuk mencicipi.

Jansen menyecap mulutnya dan meneguk ludah, sudah merinding lebih dulu melihat masakan ayahnya. Baunya memang harum, tapi rasanya masih dipertanyakan.

"Sebentar, biar saya cicipi dulu sebelum kamu memakannya," tukas Jayden, menarik kembali piring yang digeser oleh Dera.

Menyendok nasi goreng itu, Jayden meniup sebentar, lantas menyuapkannya ke dalam mulut, baru dua kali kunyahan, pria itu langsung terbatuk, menarik tisu dan mengeluarkan kembali isi mulutnya.

"Rasanya mengerikan. Jangan dimakan, biar maid saja ya yang membuatkannya lagi," ujar Jayden dengan raut wajah anehnya.

Namun Dera menggeleng, menarik piring nasi goreng itu, dan menyuapkan sesendok ke dalam mulutnya, membuat suami beserta putranya melotot terkejut.

"Dera! Jangan ditelan, ayo muntahkan lagi, nanti perut kamu sakit jika memakannya," seru Jayden, menyerahkan selembar tisu pada istrinya.

"Mommy, jangan ditelan. Pasti nggak enak 'kan? Raiden udah bilang tadi, Mommy pasti nyesel karena udah minta Daddy masak," ujar Raiden.

Mengunyah isi mulutnya, Dera mengangguk-angguk tak mengindahkan ucapan suami beserta putranya.

"Dera, ayo muntahkan lagi, jangan ditelan," desak pria itu. Ia tidak bohong, rasanya memang mengerikan. Mungkin Jayden terlalu banyak menambahkan garam tadi.

Menelan kunyahan di dalam mulutnya, Dera kembali mengayunkan sendok. "Enak," komentar wanita itu, membuat mereka yang berada di sana kembali terkejut.

"Dera, saya mohon, jangan dimakan lagi, ya? Nanti kamu sakit perut ...," pinta Jayden, namun Dera menolak.

Melihat ibunya yang begitu lahap memakan masakan sang ayah, Jansen, Jean, dan Raiden hanya bisa meneguk ludah.

"Jangan melihat Mommy seperti itu. Ayo dimakan sarapannya, atau mau mencoba punya Mommy?" tawar Dera pada ketiga putranya.

Kontan Jean dan Raiden langsung menggeleng, namun Jansen merasa penasaran. Menatap sang ayah, Jansen mengerjap. Di lihat dari cara Dera makan sepertinya enak, tapi ayahnya bilang jika rasa nasi goreng itu mengerikan.

"Mau nyoba dikit," ujar Jansen, membuat saudara beserta ayahnya terkejut.

"Sen, jangan," larang Jean.

"Jansen, jangan. Sudah Daddy bilang rasanya tidak enak," larang Jayden.

Namun Jansen belum tahu jika tak membuktikannya sendiri.

"Enak kok, cobain," ujar Dera, menyodorkan piringnya, dengan ragu, Jansen menyendok nasi goreng itu lantas mengendus baunya.

Baunya enak, entah rasanya.

Menatap kakak kembarnya dengan serius, Jean dan Raiden hanya bisa menelan ludah. Begitu nasi goreng itu masuk ke dalam mulut Jansen, reaksi sama seperti Jayden kembali terulang.

Jansen langsung memuntahkan isi mulutnya. "Asin!" seru pemuda itu, menjulurkan lidahnya dengan ekspresi tak sedap dipandang.

"Pfftt—" Jean dan Raiden langsung membuang wajah ketika mendapat pelototan dari Jansen karena menertawakan dirinya. Kedua pemuda itu mengulum bibirnya menahan tawa.

"Sudah Daddy bilang jangan. Rasanya tidak enak, lebih baik makan sarapan kalian sendiri saja," ujar Jayden, lalu beralih menatap Dera. "Jangan dimakan lagi ya, tolong ... biar maid membuatkannya yang baru jika kamu masih menginginkan nasi goreng," pinta pria itu, namun Dera masih keras kepala.

"Enak," balas Dera, mengambil kembali piring nasi goreng tersebut dan memakannya.

Jayden menghela napas frustrasi, bingung harus mendesak bagaimana lagi, Dera sangat keras kepala. Ayah dan ketiga anaknya itu hanya bisa saling pandang dengan tatapan tak habis pikir.

Kenapa lidah ibu hamil bisa seaneh itu ketika sedang mengidam?

***

Pemuda yang tengah menggigiti ujung pensilnya sembari membuka-buka lembaran bukunya itu mengerjap ketika memperhatikan tanggal serta bulan yang ia tulis di pojok kanan atas buku tulisnya. Seketika ia langsung teringat sesuatu yang hampir saja ia lupakan. Meletakkan pensilnya, Raiden kontan berseru,

"Daddy, besok Mommy ulang tahun!" serunya membuat mereka yang ada di sana menoleh kompak pada dirinya.

Mendengar apa yang diserukan oleh Raiden, Dera spontan mengernyitkan dahinya, begitu pula dengan Jayden.

"Mommy?" beo pria berumur tersebut.

Raiden mengangguk. "Heem. Mommy Risa!" seru anak itu.

Jayden mengerjap, lantas beberapa saat ia baru mengangguk-angguk. "Ini tanggal berapa?"

"Tanggal delapan."

Jayden kembali mengangguk.

Melihat ayahnya hanya mengangguk, Jansen langsung angkat bicara. "Besok kita pergi kunjungin Mommy 'kan?"

"Tentu saja," jawab Jayden.

"Mommy ikut?" tanya Jean menoleh pada Dera.

"Hm?" sahut Dera balas menatap Jean, lalu pandangan Jayden berserta Jansen dan Raiden juga langsung tertuju padanya menunggu jawaban.

Mengulas senyum, Dera mengangguk. "Mommy ikut," jawab wanita itu, mengundang senyuman terbit di wajah mereka.

Biasanya, dulu ketika mereka mengajak Dera untuk mengunjungi makam Risa, wanita itu selalu menolak dengan alasan sibuk, atau terkadang jika ikut, ia tidak pernah sampai menginjakkan kaki di area pemakaman, selalu menunggu di dalam mobil.

Merangkul pundak istrinya, Jayden tersenyum. "Kita akan pergi besok sore, ketika matahari sudah sedikit redup. Kalian juga perlu sekolah dulu 'kan, boys?"

Mengangguk, mereka bertiga berseru, "Siap Bos!"

Lantas keesokan harinya, mereka pergi bersama menuju area pemakaman, membawa dua buket anyelir putih. Lalu langkah mereka terhenti tepat di samping sebuah makam yang menjadi tempat tujuan.

Melihat nisan yang bertuliskan nama lengkap beserta tanggal kelahiran dan kematian itu, Dera merasakan sesuatu seolah memberati hatinya. Rasa bersalah kini kembali bergelenyar. Bukankah sangat tidak etis sekali, setelah sekian lama, baru kali ini ia mengunjungi dan melihat makam Risa di depan mata kepalanya sendiri.

Lamunan Dera terpecah kala mendengar suara Raiden, pemuda itu bersimpuh, meletakkan buket bunga yang ia bawa di tepi nisan.

"Mommy selamat ulang tahun, maaf ya, Raiden sama Kakak jarang datang ke sini. Raiden kangen banget sama Mommy, Mommy kangen sama kita juga nggak?" ujar pemuda itu memegang nisan makam sang ibunda.

Kendati mereka sama sekali belum pernah melihat Risa secara langsung, ikatan dan perasaan mereka sebagai seorang anak terhadap ibunya adalah sesuatu yang nyata.

"Mommy bahagia selalu ya, di sana, kita di sini juga bahagia kok, walaupun kadang Raiden masih suka cengeng, tapi bukan Raiden aja kok, Kakak sama Daddy juga. Ngomong-ngomong, hari ini kita nggak cuma dateng sama Daddy aja, tapi bareng Mommy Dera juga, Mommy barunya kita. Mommy Dera baik, suka peluk Raiden tiap mau tidur, sering luangin waktu buat main sama kita juga, pokoknya Raiden sayang sama Mommy Dera. Mommy jangan cemburu ya, Raiden juga sayang kok sama Mommy, sayaaanggg banget!" cerocos Raiden panjang lebar, pemuda itu menyembunyikan air mata di balik senyuman lebarnya.

Pemuda itu memang aktif dan banyak bicara, namun tak pernah sekalipun ia berbicara sepanjang dan selebar itu di makam ibunya, ketika ikut berkunjung, ia hanya diam, memperhatikan, menyimpan ucapan batinnya, dan mendengarkan kalimat-kalimat yang disampaikan ayah serta kedua saudaranya pada sang ibu.

Maka dari itu, Jayden, Jansen, beserta Jean hanya diam, tersenyum kecil, melihat Raiden yang kini tengah mengatakan isi hatinya. Sedang Dera juga turut tersenyum mendengar bagaimana pemuda itu menceritakan dirinya pada Risa.

Usai Raiden puas mengatakan isi hatinya, kini berganti Dera yang mendekat dan meletakkan bunga yang ia pegang. Dengan bantuan Jayden, wanita itu sedikit berjongkok.

"Selamat ulang tahun, Risa. Kamu pasti belum pernah melihat saya ya? Maaf, karena baru pertama kali ini mengunjungi kamu. Saya Dera, ibu sambung dari ketiga jagoan kamu." Dera tersenyum, menoleh pada ketiga bersaudara itu bergantian.

Menarik napas dalam, wanita berbadan dua itu tak melunturkan senyum di wajahnya. "Anak yang kamu lahirkan empat belas tahun lalu sudah tumbuh besar dan pintar sekarang, mereka juga tampan seperti ayahnya."

"Maaf, karena saya pernah memperlakukan mereka dengan buruk dulu, I know it's too late, but I promise. Saya janji tidak akan lagi mengulangi hal buruk itu dan sebagai gantinya, saya akan menyayangi mereka, seperti anak kandung saya sendiri, membesarkan dan melihat mereka tumbuh menjadi lelaki yang hebat, walau sampai kapanpun saya tidak akan pernah bisa menggantikan posisi kamu di hati mereka, karena kamu tetap ibu kandung yang telah melahirkan mereka," ujar Dera, mengulas senyum simpul.

Raiden mengangguk. "Betul! Kita sayang sama Mommy Dera, tapi nggak akan ada yang bisa gantiin Mommy Risa! Pokoknya I love you both! Raiden sayang semuanya."

Dera tertawa tanpa suara, mengusap surai Raiden yang tengah tersenyum lebar, dan merangkul Jansen beserta Jean. "Love y'all more."

Sudut bibir Jayden melengkung ke atas, menerbitkan senyum bahagia atas pemandangan yang ia lihat. Lalu pria itu mendongak, menatap langit sore yang masih terlihat cerah bersama sepoi angin tipis yang menerpa epidermisnya.

Kamu juga melihatnya 'kan, Risa? batin Jayden.

"Terimakasih, Jay."

Tubuh Jayden menegang, bulu kuduk pria itu meremang seketika, bola matanya melebar sempurna bersama dengan tenggorokannya yang tersekat. Entah salah dengar atau hanya delusinya saja, Jayden seperti mendengar suara Risa melewati telinganya bersama embusan angin yang menerpa.

Tercenung di tempat, Jayden mengerjap, menatap makam di depannya dengan pandangan tak bisa diartikan, lalu beberapa saat kemudian pria itu melengkungkan sudut bibirnya dengan sorot mata yang melayu.

Ada banyak sekali kalimat-kalimat yang ingin ia utarakan di dalam kepalanya, namun yang keluar melewati kerongkongan hanya gumaman,

"Terimakasih kembali, Risa."

— AFFECTION —

lama juga ya aku ngga update hwhw. mumpung malem minggu, jadi ada waktu senggang buat ngetik. doain part selanjutnya cepet update yaaa, bye byee!!

Continue Reading

You'll Also Like

1.1M 107K 64
Apakah mungkin Tasbih bersatu dengan Rosario atau akan menjadi satu tasbih dalam dua tangan
192K 7.9K 22
Aksa menikahi Naila hanya untuk menyiksa batin wanita itu dan sudah hampir tiga tahun pernikahan Aksa belum juga membuka hati untuk Naila. Hingga sua...
2.3M 12.8K 26
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...
93.5K 4.5K 24
•Total 23 chapters, termasuk extra parts. ⚠ Terdapat beberapa kata kasar Sejak awal laki-laki dengan iris abu-abu itu mampu menarik perhatianku hingg...