Assalamualaikum..
Alena dan kawan-kawan kembali..
Jangan lupa Vote tekan bintang..
*******
☆ Selamat membaca ☆
40 - Clara, Alena Dan Gertakan!
Pagi harinya, Alena sudah siap dengan balutan seragam khas bina bangsa untuk pergi ke sekolah. Alena merapikan tatanan rambutnya di cermin. Selesai, ia turun ke bawah untuk memulai sarapan.
"Hi Mom, Dad, El," sapa Alena satu per satu. Semuanya membalas. Senyuman sedari tadi tadi tak luntur dari bibirnya.
Alena memulai sarapan. Hari ini Alena merasa bahagia, mengingat sudah ada beberapa informasi yang ada di genggamannya.
"Lena," panggil Afra. "El, bilang kalian sudah ketemu sama Kakek ya?"
Alena mengangguk. "Sudah, Dad. Katanya kalo Kakek hari ini jadwalnya kosong, Kakek mau ke rumah."
"Sepertinya, Mommy harus memasak Escargot, atau rendang khas Indonesia?" sahut Reta senang.
"Mommy bisa bikin rendang?" tanya Ael menimbrung.
"Bisa! Eh otw deng.. Mommy udah hubungin master chef buat di ajarin bikin makanan Indonesia," Reta tersenyum cerah. Afra yang melihatnya hanya bisa mengelus kepala Istrinya itu.
"Semoga Mommy gak kena mental." gumam Alena. Ia tau mengenai master chef itu di televisi yang tak sengaja ia tonton. pedas, tajam dan mengerikan sekiranya itulah yang dapat Alena deskripsikan.
Obrolan terhenti, mereka sibuk memakan makanan masing-masing. Alena dan Ael berpamitan untuk segera menuju sekolah.
"El, berangkat yuk, gue ikut lo." begitulah ucapan Alena kepada Ael. Hingga sekarang kedua saudara itu berada di atas motor.
Ael melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Tidak berniat untuk mengebut. Tahu, jika ia tak akan terlambat.
Sampai gerbang, Alena turun dari motor. Berdiri menunggu Ael yang sedang memarkirkan motornya.
"Yuk," ajak Ael.
Mereka berdua berjalan beriringan pada koridor sekolah. Menaikki undakan tangga untuk mencapai kelas mereka. Memang kelas 11 berada pada lantai 2.
Di perjalanan, tak sedikit banyak yang menyapa dirinya juga Ael. Di balas senyuman dan anggukan kecil sebagai bentuk menghormati. seperti..
'Kak Lena'
'Kak, tips wajahnya dong'
'Gue sih kapal banget sama mereka'
'Sorry, gue kapal 2Al,"
'Ael ganteng banget sumpah'
'Kak Ael! Jadi masa depan gue yuk'
Sampai di kelas, mereka meletakkan tas pada kursi masing-masing. Alena tersenyum melihat pesan di ponselnya.
"Lo kenapa, Kak." tanya Ael.
"Clara.. dia sekolah," Alena menjawab setelah meletakkan ponselnya di atas meja.
Ael mengangguk kepala. "Semoga aja gak ada bully-bullyan lagi."
"Zaman sekarang udah beda, El. bullying bahkan udah seperti makanan sehari-hari."
"Hm, iya juga si. Terus gimana perkembangan kasus Ayah Clara itu?"
"Pengacara yang gue utus udah dapat beberapa bukti, tinggal kita nunggu kepastian dari Ayah Clara."
"Dan masalahnya disitu?" sambung Ael.
Alena mengangguk sebagai jawaban.
Tidak berselang lama, munculah di ambang pintu, gadis cantik menenteng tas-nya.
Clara.
Semua anak kelas kompak berdiri, menyambut kedatangan Clara setelah beberapa hari tidak masuk.
"CLARA! WELCOME BACK!" teriak mereka semua.
Clara terkejut. Ia tersenyum haru. Melihat teman-temannya masih peduli dan percaya dengannya. Tak tau jika air mata sudah ada yang menetes.
"Thanks guys," balas Clara sambil membalas pelukan teman-teman yang memberikan semangat untuknya.
Clara menjelajahi isi kelas. Matanya bertubrukan dengan Alena. Gadis itu berjalan menghampiri.
"Apa kabar?.... Cabe?" tanya Alena tersenyum.
Clara menarik Alena ke pelukkannya. "Makasih Len, lo udah banyak bantu gue,"
Alena memegang kedua bahu Clara. "Fungsinya sahabat apa? Biar kalo kesusahan kita bisa saling membantu,"
"Semangat ya?"
Clara mengangguk. "Pasti,"
Ael berdehem, sedari tadi cowok itu hanya memperhatikan kedua insan yang baru bertemu itu. Bahkan tidak mendengar jika bel berbunyi. Alena dan Clara mengalihkan perhatian ke Ael.
"Nona, Nona.. kangennya nanti aja, bentar lagi upacara mau di mulai." tegur Ael. Ia berjalan keluar kelas terlebih dahulu tanpa menunggu jawaban.
*******
Pembina upacara menyelesaikan amanatnya. Amanat yang sederhana tetapi di kemas dalam panjang × lebar × tinggi × luas × volume.
Murid-murid kompak menghela napas lega. Keringat sudah membanjiri hingga ke dalam pakaian.
Topi seperti sudah tidak berguna. Kenapa tidak? Karena peluh juga bercucuran di sekitar pelipis. Huh!
Upacara selesai. Semua barisan di bubarkan. Ada yang menarik dari amanat kali ini, guru akan melaksanakan rapat. Artinya jam pelajaran akan kosong.
Ael berbisik kepada Alena yang sedang membersihi keringat dengan tisu.
"Kayaknya gue harus nyuruh Kakek buat menghilangkan kegiatan upacara,"
Alena terkekeh. Ia memberikan Ael tisu. "Gue sama Clara mau ke kantin beli minum, ikut gak?"
Ael menggeleng. "Gak, gue mau ngadem di kelas. Siti---salah satu murid, ngebawa AC baru, buat tambahan di kelas katanya," Ael mengipas-ngipaskan tangan ke wajah.
"Gak tanggung-tanggung." Alena berdecak. "Tapi gak papa si, lumayan ngurangin beban sekolah," Alena tertawa cekikikan.
"Gue titip air mineral yang dingin, ya?"
"Ok, uangnya?" Alena mengulurkan tangan.
"Pake uang lo,"
"Gak mau,"
Ael menatap Alena sebal. "Cari uang susah, lo malah minta," tidak seperti ucapan, cowok itu mengambil uang di sakunya.
"Nah itu lo tau, kalo cari uang susah. Jadi gue minta aja,"
Alena menampakkan giginya. Lalu langsung pergi menyeret tangan Clara.
"Untung sayang,"
"Untung saudara,"
"Untung Kakak," Ael mengelus dadanya sabar dan berlalu pergi.
"Saudara? Kakak? Mereka.." ucap seseorang yang tak sengaja mendengar perkataan Ael.
*******
Alena dan Clara berpisah untuk menuju stand jualan yang berbeda. Alena membuka salah satu kulkas dan mengambil pesanan Ael, begitupun minumannya.
Selesai membayar, Alena mendatangi Clara yang duduk menunggunya.
"Clar, yuk," ajak Alena. Gadis itu tau bahwa Clara tidak enak berada di keramaian sejak kasus Ayahnya.
Desas-desus mulai terdengar saat Alena berjalan dengan Clara. Mungkin dulu Alena sudah memberi pengertian, tapi ada juga yang masih menganggap Clara hanyalah anak seorang koruptor.
'Euw, Alena jauhin aja si Clara'
'Eh liat deh, tuh anak koruptor lagi nyari dukungan kah'
'Gue pikir dia udah keluar dari sekolah'
'Alena kok mau jalan bareng dia?'
'Spesies anak korup mah jauhin,"
"Eh, Alena!" panggil Sarah keras.
Alena dan Clara berhenti. Membalikkan badan dan melihat Sarah bersama anteknya sedang bersidekap dada.
Clara tidak terkejut. Ini sudah risiko, tapi ia tak menyangka akan ada yang mendatangi secara langsung.
Sarah.
Sepertinya gadis itu selesai menjalani masa skorsing lagi. Apakah dirinya harus meminta sang Kakek dan sang Paman untuk mengeluarkan gadis itu?
"Alena.. Alena.. lo gak punya teman apa gimana? Temenan kok sama anak koruptor," Sarah memutar ujung rambutnya dengan dagu yang di angkat.
"Bisa jadi, si Clara minta pertolongan Alena!" bisik teman Sarah memprovokasi.
"Eh, eh, eh. Atau dia ngemis minta di temenin!" bisik teman Sarah lainnya.
"Setidaknya ya.. pilih-pilih lah. Gue cuman kasian aja si sama lo," Sarah menatap Clara dari atas hingga bawah.
"Sorry, lo siapa? Gue gak kenal," jawab Alena datar. Minuman yang ada di tangannya sudah ia serahkan kepada Clara.
"Bangsat! Gue udah baik buat bilangin ini ke lo!" Sarah maju satu langkah ke Alena.
Alena tersenyum. "Sayangnya gue gak minta buat lo bilang ini semua,"
Alena melakukan hal sama. Ia maju selangkah lebih dekat kepada Sarah. Menatap Sarah tepat pada bola mata.
"Dan.. lo gak tau apa-apa, Sarah Tynessa." ujar Alena. Gadis itu meraih kerah baju Sarah. Tidak, bukan untuk di tarik. Ia hanya merapikan dan memasang 2 kancing baju Sarah yang terbuka.
Clara yang hanya tak bereaksi mendengarkan cerocosan Sarah kini menatap Alena dengan pandangan sulit di artikan.
Alena. Jika gadis ini sudah berbicara dan mengucapkan nama lengkap lawan bicara. Biasanya akan terjadi sesuatu dengan orang itu. Entahlah itu hanya pikiran Clara.
"Satu lagi.. ini terakhir kalinya gue liat lo ngungkit ini, kalo sampai ada laporan tentang lo buruk-burukin Clara. Lo berurusan sama gue. Camkan itu," Alena mengakhiri ucapannya dengan senyuman. Ia menarik tangan Clara untuk membawa pergi dari sana.
Sarah membeku sedemikian. Kalimatnya terdengar tidak main-main.
Terlanjur lagi dan lagi malu, ia langsung pergi dari kantin.
Meninggalkan murid-murid yang menyaksikan itu semua. Termasuk Inti Alister yang mendengar. Karena jarak mereka tidak begitu jauh.
"Alena ngomongnya tenang, tapi kok gue ngeri," gidik Rey.
"Tapi berdamage gak, si? Kek keren gitu," puji Aldo menopang dagu pada meja. "Lena mau gak ya? Jadi pacar gue?"
"Kak Lena baik banget, baju Sarah yang kebuka dia kancingin, sama kayak Mami."
"Apa nanti nikahnya sama Kak Lena aja, biar kalo pake baju di kancingin?" tutur Asep berpikir.
Tidak tau saja cowok polos itu jika tatapan tajam menatap tak suka ke arahnya.
Kenan tertawa, ia menggelengkan kepala melihat Al mukanya memerah menahan kesal mendengar ucapan Asep juga Aldo.
• Bersambung •
A/n: 8-3-22
Lanjut?
Vote dulu yuk..
Next? 100 komen besok up lagi!
Yg pts semangat! Gugel menyertaimu😋