Forever After

By dekmonika

102K 15.6K 1.6K

Seperti langit dan bumi. Nasib Andin dan Aldebaran memang teramat jauh berbeda. Di saat Andin tertatih berjua... More

Prolog
(2) Gadis Misterius
(3) Insiden Tak Terduga
(4) Sebuah Kebetulan?
(5) Sisa Pengkhianatan
(6) Kebetulan Lagi?
Cast
(7) Orang-orang Mencurigakan
(8) Gerimis dan Kita
(9) Penasaran
(10) Kenangan Masa Lalu
(11) Ada Untukmu
(12) Rumah Pagar Putih
(13) Pertemuan Mendadak
(14) Prasangka
(15) Melamar ?
(16) Mari Bercerita
(17) Gantung
(18) Payung Teduh
(19) Pertemuan Kembali
(20) Tidak Baik-baik Saja
(21) Yin & Yang
(22) Apa Kamu Rindu?
(23) Tabir Masa Lalu
(24) Kotak Musik
(25) Cemburu
(26) Ruangan Rahasia
(27) Pengganggu
(28) Gala Premier
(29) Malam yang Panjang (18+)
(30) Apa yang Terjadi?
(31) Hati-hati
(32) Jangan Takut
(33) Ketenangan
(34) Oma Diana
(35) Mimpi Buruk
(36) Fine Today
(37) Restu
(38) Menjagamu
(39) Pasti Kembali
(40) Baskara
(41) Serangan Tak Dikenal
(42) Musuh Misterius
(43) Hati ke Hati
(44) Putus?
(45) Hujan dan Airmata
(46) Segalanya Tentangmu
(47) Tampar
(48) Membuka Rahasia
(49) Selamat Tinggal
(50) Tunggu Aku
(51) Little Angel.
(52) Bintang Aldebaran
(53) Email: Jakarta - New York
(54) Andin's Graduation
(55) Dia Kembali ?
(56) Hari Bahagia (ENDING)
*SPECIAL EDITION* (21+)

(1) Kehidupan yang Dinanti

3K 239 7
By dekmonika

Namaku Andin. Aku ingin berbagi kisah istimewa dalam hidupku. Kehidupan yang tak pernah kusangka akan kudapati. Kebahagiaan yang tidak pernah kuduga akan datang menghampiriku. Masa lalu pahit yang pada akhirnya menghantarkanku pada cerita hidup yang manis seperti sekarang. Tentu saja aku tidak berperan sendirian. Ada banyak orang-orang baik yang hari ini begitu berarti di hidupku.

"Faktor hujan deras serta angin kencang tadi malam membuat beberapa pohon besar tumbang menghalangi berbagai jalan ibukota. Akibatnya, beberapa jalur transportasi roda dua dan roda empat mengalami gangguan..."

Kalian dengar suara berita di televisi itu? Jika suara itu terdengar di pagi minggu maka yang ada di depan televisi itu tak lain adalah tuan komisaris, alias papa mertuaku. Dia adalah informan orang-orang rumah apabila terjadi peristiwa terkini, baik di ibukota maupun luar negeri. Dia sosok ayah yang tegas, penuh tanggung jawab, namun sangat humoris. Meskipun dengan segala kesibukannya, dia sangat dekat dengan keluarganya, termasuk denganku. Dia papa mertuaku, tapi serasa papaku sendiri.

Kemudian, lihatlah perempuan anggun yang sedang mengunjungi kebun bunga kecilnya di salah satu sudut rumah. Dia adalah mama mertuaku. Sama seperti papa, dia menganggapku bukan layaknya menantu, tetapi seperti anak perempuan satu-satunya yang begitu ia sayangi. Dia memang suka berkebun bunga. Sesekali aku menemaninya disana, meskipun hanya menemani mengobrol dan kadang hanya mengganggu aktivitasnya, hehe.

Dan itu, pria yang sedang push-up di sisi kolam renang, dia adalah adik iparku. Namanya Roy. Meskipun dia adik iparku, tapi sebenarnya aku lebih muda satu tahun darinya. Roy saat ini sedang menikmati karirnya sebagai seorang aktor film, berbeda jauh dengan bidang yang digeluti Papa dan kakaknya. Itu salah satu yang menyenangkan di keluarga ini. Mereka tak pernah dituntut untuk menjadi yang paling hebat. Selama itu adalah hal baik dan mereka senang menjalaninya, maka tak ada masalah.

Cahaya dari luar sedikit menembus kaca jendela yang tertutup tirai tipis dan menyentuh kelopak mataku. Tubuhku yang terbalut selimut tebal masih terasa sedikit kaku dan pegal. Aku membuka mataku perlahan sembari mencoba beradaptasi. Sudut bibirku membentuk sebuah senyuman tipis saat mendapati sosok rupawan di depan mata yang masih terlelap.

Dia yang sudah membuat hidupku yang kelabu menjadi berwarna. Seseorang yang telah memiliki hati, raga, dan duniaku seutuhnya. Seseorang yang jika Tuhan tidak menghadirkannya dalam hidupku, maka aku tak tahu nasib apa yang menghampiriku saat ini. Pria dingin yang menebarkan banyak cinta pada setiap tatapannya padaku. Ya, hanya untukku. Pria yang dengan sentuhannya saja sudah mampu membuatku merasa aman ada di tengah dunia yang penuh bahaya.

Dialah Aldebaran, suamiku. Pria yang dua minggu lalu telah berikrar pada Tuhan dan dunia bahwa ia akan menjadi teman hidupku sekarang dan selamanya. Pria yang dua minggu lalu sudah berjanji pada papaku untuk selalu di sisiku dalam situasi senang atau pun di titik tersulit. Aldebaran Diaz Mahendra, pusat duniaku, cinta terakhirku.

"Pasti capek ya." Kataku seraya mengelus pipinya.

Dia baru tiba di Jakarta sore kemarin setelah empat hari berada di Jogja untuk menunaikan salah satu bagian tugasnya sebagai CEO perusahaan media terbesar di negeri ini. Selain itu, dia juga sedang kejar target untuk bisa menyelesaikan beberapa urusannya dalam pekan ini. Sebab jika semua pekerjaan sudah dibereskan, maka rencananya kami akan segera terbang ke Eropa dan mengunjungi beberapa negara dan kota sesuai list yang sudah kami rancang.

Benar. Sejak dua minggu lalu kami menikah, kami belum bisa berbulan madu seperti pengantin baru kebanyakan. Selain karena kesibukan kami berdua yang belum bisa ditinggalkan sementara waktu, alasan lainnya juga karena beberapa negara di Eropa sedang sering terjadi badai salju dan disana sedang puncaknya musim dingin. Kami berdua pun sepakat untuk berkunjung di penghujung musim dingin saja.

"Emmh." Dia menggumam setengah sadar sambil menangkap jemariku yang dengan iseng mencubit kecil hidungnya yang mancung.

"Sudah pagi. Bangun yuk." Bisikku. Bukannya bangun, ia malah merapatkan tubuhnya padaku dan mendekapku dengan sangat erat.

"Astaga, Mas. Sesak ini."

"Jangan bangun dulu. Saya kangen." Balasnya masih dengan mata yang terpejam. Akhirnya kami saling mendekap erat untuk beberapa saat.

Sekitar 10 menit waktu berselang, tak ada juga pergerakan dari pria yang masih memelukku. Rupanya dia benar-benar tertidur lagi. Aku terkekeh pelan dan perlahan melepaskan lingkaran tangan itu pada pinggangku. Aku mengedarkan pandangan, mencari-cari sesuatu. Dengan susah payah aku meraih piyama satin maroon yang tergeletak di lantai di sisi tempat tidur, lalu mengenakannya kembali. Kukecup kening pria itu lalu mengibrit menuju kamar mandi.

______________________________________

Pagi minggu yang dingin setelah semalaman diguyur hujan deras. Namun itu justru menjadi saat-saat yang disukai oleh sosok wanita yang masih mematut dirinya di depan cermin rias. Baginya, matahari yang tampil setiap hari dengan cahaya terik terkadang tak menarik. Begitu pula jika hujan sepanjang hari akan terasa menyebalkan. Segala sesuatu akan terasa baik dan menyenangkan apabila dengan porsi yang secukupnya.

"Ndin," Andin segera menoleh ke belakang dimana suara itu berasal.

"Sudah bangun kamu, Mas." Andin tersenyum ketika melihat suaminya bersandar di pangkal tempat tidur seraya mengusap kelopak matanya.

"Masih hujan ya?" Tanya Aldebaran mencoba menatap keluar jendela.

"Sisa gerimis." Jawab Andin membuat Aldebaran mengangguk mengerti sambil menggaruk-garuk lehernya.

"Kamu mandi gih, habis itu ke bawah kita sarapan."

Tanpa nanti-nanti, Aldebaran menuruti perkataan sang istri dan bergegas keluar dari selimut. Sebelum berjalan menuju kamar mandi, pria itu berhenti sesaat tepat di belakang Andin yang sedang memoles bibirnya dengan lipstik tipis. Aldebaran tersenyum tipis, lalu mencium puncak kepala wanita itu tanpa permisi. Dan Andin hanya tersenyum, memaklumi.

Setelah menyiapkan pakaian untuk Aldebaran, Andin turun dari kamar lebih dulu. Ia mengenakan dress simpel berwarna salem dengan panjang selutut. Sedangkan rambut pendek sebahunya seperti biasa ia biarkan tergerai cantik. Senyumannya kembali terukir tatkala mendapati sang papa mertua yang ternyata masih stand by menyaksikan berita di televisi. Ia pun berniat menghampiri.

"Selamat pagi, Pa." Andin datang menyapa dan langsung duduk di sofa di sisi sang papa.

"Selamat pagi, menantu papa yang cantik."

"Prediksi cuaca hari ini gimana, Pa?" Andin ikut menyomot kue kering yang menjadi cemilan andalan papa mertuanya.

"Cukup buruk, sayang. Siang nanti diprediksikan akan hujan deras lagi. Beberapa penerbangan jadi terhambat."

"Yah, kasian." Respon Andin, prihatin.

"Suamimu mana? Belum bangun?"

"Baru bangun, terus lagi mandi sekarang. Kecapekan mungkin, Pa, kan baru landing sore kemarin." Jawab Andin.

"Ohh, begitu. Papa kira kamu yang bikin dia capek." Andin melempar tatapan menyelidik saat menyadari sang papa mertua sedang meledeknya.

"Apaan sih, Papa! Sudah ah, aku mau ke mama dulu. Mama di dapur kan, Pa." Pipi Andin tampak memerah, menahan malu.

"Hahaha. Iya, mama di dapur."

Saat dalam perjalanannya menuju dapur, Andin tak sengaja melihat seseorang sedang melakukan berbagai gerakan stretching di pinggiran kolam renang. Seseorang itu tak lain adalah adik iparnya sendiri, Roy. Dengan iseng, ia mendekat menuju pintu penghubung kolam renang dan berniat mengusik aktivitas pria tersebut.

"Ciyee calon pengantin, rajin amat olahraganya. Takut baju pengantinnya nanti gak muat ya?" Usik Andin sambil tertawa.

"Heh, jangan ngeledek ya. Gini-gini badan gue masih proporsional. Olahraga itu biar sehat. Memang suami lo, olahraga sudah jarang, dikasih makan bininya gak kira-kira. Bentar lagi pasti melar itu!" Balas Roy, tak mau kalah.

"Enak aja! Itu tanda bahagia tahu. Awas saja ya habis olahraga nanti icip-icip pancake strawberry bikinan aku sama mama." Setelah memberikan peringatan, Andin pun berlalu pergi begitu saja.

"Loh, mama bikin pancake strawberry? Mauu!!"

Semua tampak sudah berkumpul di meja makan untuk menikmati sarapan bersama. Sarapan pagi ini seperti biasa disponsori oleh kolaborasi antara Andin dan sang mama mertua dengan tema pancake strawberry, yang mana kue itu menjadi favorit keluarga mereka. Aldebaran pun sudah turun dengan mengenakan setelan pakaian yang sudah disiapkan istrinya sebelumnya, sebuah kaos sweater abu-abu dan celana jeans selutut.

"Cuci tangan dulu!" Mama Rosa menepuk pelan tangan putra bungsunya yang baru bergabung namun langsung ingin menyomot salah satu pancake.

"Oh iya, lupa, Ma, hehe." Roy menyengir lalu berjalan menuju wastafel.

"Mau tambah saos strawberry-nya gak?" Tawar Andin sesaat setelah membantu mengambilkan pancake ke piring sang suami.

"Boleh, jangan banyak-banyak."

"Iya."

Melihat Andin yang begitu memperhatikan putra mereka, Rossa dan sang suami saling menatap bergiliran dengan tersenyum.

"Senang deh mama melihat satu anak kesayangan mama sudah ada yang mengurusi." Titah Rossa. Mendengar pernyataan itu, Andin dan Aldebaran tersenyum bersamaan.

"Iya, Ma. Akhirnya kita juga tahu kalau putra kita yang selama ini begitu mandiri, ternyata punya sisi manjanya sendiri." Timpal Damar membuat Rossa tertawa kecil, sedangkan Aldebaran terlihat mengerutkan keningnya.

"Maksud papa?"

"Iya, kamu ternyata manja ya sama Andin." Sang Papa bicara terus terang membuat Aldebaran sedikit salah tingkah, sementara Andin mengulum senyumannya.

"Yee si Papa baru tahu. Si Al mah sudah di tahap manja plus bucin-bucinnya ke Andin." Roy kembali bergabung dan langsung menyerobot bicara membuat Aldebaran yang baru saja memasukkan potongan pancake ke dalam mulutnya, tampak menatapnya tajam.

"Itu liat Pa, baru gak ketemu beberapa hari saja, itu rambut sudah pada basah dua-duanya."

"Roy, bisa diem nggak!" Aldebaran berusaha menyembunyikan rasa tengsin akibat ucapan tanpa rem dari adiknya tersebut. Sementara itu Andin tampak berusaha menyembunyikan kedua pipinya yang sudah hampir mnyerupai tomat tatkala melihat ekspresi kedua mertuanya yang sama-sama tersenyum ke arah mereka berdua.

"Yaelah, sudah sah suami istri juga masih aja malu-malu." Sahut Roy dan kali ini mendapat tatapan sengit dari Andin.

"Kenapa emangnya? Sirik ya?"

"Dih, ngapain gue sirik? Bentar lagi juga gue punya istri, wleek!" Ejek Roy diakhiri dengan menjulurkan lidahnya.

"Sudah-sudah. Ayo makan." Perdebatan kecil nan lucu itu sudah biasa terjadi di keluarga tersebut, terlebih sejak Andin sudah resmi menjadi anggota keluarga disana, ia menambah kehangatan di setiap kebersamaan mereka. Rossa dan Damar sebagai orang tua tampak sudah sangat maklum dengan tingkah anak-anak mereka.

Kehangatan keluarga itulah yangsangat dirindukan oleh Andin. Jauh bertahun-tahun yang lalu, ia sudahkehilangan saat-saat bahagia di dalam keluarganya. Bahkan ia lupa kapan terakhirperbincangan hangat di meja makan dengan formasi lengkap bersama sang papa.Bertahun-tahun sang mama berusaha mengasingkannya. Bertahun-tahun hanya sangadik, Baskara yang bisa ia ajak berbagi keluh kesah saat berada di rumah. Dansetelah bertahun-tahun itu, Andin tidak pernah menyangka bahwa ia akan kembalimengecap keharmonisan keluarga serta kehangatan di dalamnya. Andin beruntungbisa diterima dengan sangat lapang di keluarga itu. Andin bisa disambutistimewa tanpa cela sedikitpun di keluarga suaminya.

Continue Reading

You'll Also Like

54.3K 8.5K 52
Rahasia dibalik semuanya
74.4K 5.4K 24
"MOMMY?!!" "HEH! COWOK TULEN GINI DIPANGGIL MOMMY! ENAK AJA!" "MOMMY!" "OM!! INI ANAKNYA TOLONG DIBAWA BALIK YAA! MERESAHKAN BANGET!" Lapak BxB ⚠️ Ma...
1M 85.4K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
333K 27.7K 39
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...