𝐈𝐁𝐄𝐑𝐈𝐀: Chamènos

By pervenchus

1.5K 387 503

Kisah tentang sang putra mahkota─Evander, yang jatuh cinta dengan Edlynne─wanita pelukis dari negeri seberang... More

𝕻𝖗𝖔𝖑𝖔𝖌
Ενας | Nona Pelukis
Δύο | Setelah 4 Tahun
Τρία | Waktu Itu
Τέσσερα | Kehidupan Baru?
Πέντε | Berhenti
Έξι | Cupcake
Επτά | Perihal Perjodohan
Οκτώ | Mawar-Mawar
Δέκα | Darchelle De'Boutique
Εντεκα | Pesta Petang Hari
Δώδεκα | Gosip
Δεκατρείς | Akhirnya Pergi
Δεκατέσσερα | Sapaan Realita
Δεκαπέντε | Perihal Kebahagiaan
Δεκαέξι | Kita dan Dunia
Δεκαεπτά | Perburuan
Δεκαοχτώ | Pedang Dengan Pedang
Δεκαεννέα | Sosok Federline
Είκοσι | Kembalinya Seorang Budak

Εννέα | Kesan Pertama

46 19 14
By pervenchus

Sejak kecil, Edlynne selalu memandang seseorang berdasarkan kesan pertama yang mereka berikan. Namun jika dipikir kembali, rasa-rasanya ada yang salah dengan cara pemikiran itu.

Dulu, Edlynne memandang Tuan dan Nyonya Sanchez sebagai orang tua kandungnya yang senantiasa menyayangi dan menjaganya. Namun sekarang keduanya bahkan tak pernah memikirkan gadis itu setelah menjualnya dengan tega di usianya yang masih belia. Kendati begitu, Edlynne tetap menganggap kedua manusia dewasa itu sebagai orang tuanya meski hal yang sebaliknya tidak berlaku.

Sama halnya dengan Darien. Sedari pertemuan mereka, Edlynne selalu memandang pria itu sebagai majikannya. Jadi ketika Darien secara tiba-tiba mendatanginya malam itu dan bahkan memaksanya bercinta, pandangan Edlynne masih sama. Satu kali pun tak pernah terlintas di pikirannya memandang Darien sebagai sosok suami maupun ayah dari anaknya. Darien hanyalah majikannya.

Kali ini, Edlynne pun kembali menggunakan cara pikirnya itu.

Saat dirinya pertama kali berjumpa dengan Evander, Edlynne memandang pemuda itu sebagai sosok lelaki yang ceroboh namun baik hati. Maniknya yang membentuk bulan sabit manakala senyumnya terkembang hangat, pribadinya yang sopan dan ramah, serta raganya yang semampai dan gagah itu dengan cepat menarik atensi Edlynne.

Edlynne suka menghabiskan waktu dengan melukis bersama Evander. Ia senang melihat matahari terbenam di balik bukit dengan Evander di sampingnya setelah mereka selesai melukis. Edlynne juga suka mendengarkan celoteh Evander yang tak jarang membuatnya tertawa karena baginya itu lucu. Tanpa sadar, Evander mengambil hatinya dengan cepat.

Sedari awal, Edlynne tak pernah menganggap Evan sebagai kawan. Di matanya, Evander selalu menjadi sosok lelaki yang menawan dan menyenangkan. Yang mampu membuat bunga-bunga di hatinya seolah bermekaran. Yang mampu mengukirkan senyum dan tawa cerah di wajah Edlynne yang biasa layu. Dan yang mampu membuat Edlynne berkata dalam hati, "Seandainya kamulah yang sekarang berada di rumah dan bermain dengan Theon".

Maka dengan begitu, ketika mawar-mawar bergoyang diterpa angin siang itu, ketika Evander membuka identitas aslinya dan mengungkapkan perasaan sebenarnya terhadap Edlynne, perempuan itu memutuskan untuk meyakini perasaan yang ada dalam dadanya selama ini sebagai rasa cinta.

"Aku juga menyukaimu, Evan."

Begitu katanya. Selepas mengucapkan kalimat itu, Edlynne langsung berdiri dan berjalan membelakangi Evander yang tercenung. Bukan apa, hanya saja kini perutnya terasa menggelitik seakan menyimpan beribu kupu-kupu. Wajahnya pun terasa memanas dan sepertinya jantungnya bisa meledak sebentar lagi.

"Lynn."

Kala Edlynne berbalik, Evander mendadak sudah berada di belakangnya. Belum sempat ia menyahut, pria itu tiba-tiba melingkarkan lengannya di pinggang Edlynne dan menarik gadis itu mendekat. Setelahnya kedua birai mereka bertaut lembut.

"Bagaimana bisa kau menciumku lalu pergi begitu saja?" protes Evander selepas menyudahi ciuman mereka.

"Bukan begitu, hanya saja ... ku pikir jantungku akan meledak," balas Edlynne malu-malu. Keduanya tersipu.

Evander tertawa kecil, lalu mendekap gadis itu erat. Menyandarkan kepalanya pada bahu sang gadis yang lebih rendah.

Lucu sekali. Nampak seperti dua tomat rebus sedang berpelukan.

Kendati hubungan ini terasa sedikit tak mungkin untuk mendapatkan masa depan yang baik, dua pribadi itu memilih untuk tak memikirkan hambatan lainnya dan berfokus pada satu sama lain terlebih dahulu. Yang lain tidak penting selama mereka berdua bahagia. Urusan perjodohan dan Darien Casino biarlah dipikirkan nanti. Toh keduanya jarang bahagia. Jadi ketika mereka telah mendapat kebahagiaannya pada diri satu sama lain, maka urusan yang kemarin-kemarin menjadi tak berarti lagi sekarang.





꒰  C h a m è n o s  ꒱




Damian tersentak manakala sebuah suara ketukan terdengar dari balik dinding pembatas antara desa dengan wilayah istana yang ia sandari sedari tadi. Dengan cepat ia melemparkan tali yang sudah diikatkannya pada batang pohon ke arah sana. Tak lama setelahnya, nampaklah sosok Evander dengan peluh menghiasi wajahnya.

"Apa Anda baik-baik saja?" tanya Damian, takut sang pangeran terluka saat di jalan.

"Aku baik-baik saja. Apa mereka sudah berkumpul?" tanya Evander balik dengan napas yang masih tersengal berat.

"Ya. Yang Mulia Raja dan Ratu sudah berada di ruang makan sejak tadi. Putri Everiss juga nampaknya sudah tiba," jawab Damian cermat.

"Baiklah. Aku akan segera berganti baju dan menyusul. Katakan pada mereka bahwa aku sempat tersesat di perpustakaan dan masih bersiap-siap," titah pria bersurai pirang tersebut lalu dengan segera menuju kamar yang disediakan untuknya.

Maka dengan sigap Damian pergi ke ruang tempat keluarga kerajaan makan bersama. Dalam hati dirinya merasa sedikit kesal karena rasanya Evander semakin nekat saja. Sebagai pengawal pribadinya, Damian hanya takut terjadi sesuatu pada sang pangeran. Evander bahkan tak membiarkan dirinya ikut tadi. Sungguh, jika sesuatu terjadi pada Evander dan Damian gagal menjaganya, dapat dipastikan Damian akan ikut mati juga. Kesetiaannya pada Evander memang tidak main-main.

Ketika Damian membawa dirinya semakin dekat dengan ruang makan, dirinya mendengar pembicaraan antara Raja Elisium dan seorang dayang.

"Bagaimana dengan Putra Mahkota? Dimana dia?" tanya Democles.

"Kami tidak dapat menemukan Pangeran Evander," ucap dayang itu.

"Maaf, Pangeran Evander sempat tersesat di perpustakaan istana tadi. Sekarang beliau sedang bersiap-siap dan akan kesini sebentar lagi," papar Damian segera setelah dirinya memberi hormat.

"Benarkah itu? Saya dan Everiss juga berada di perpustakaan sedari tadi. Tapi kami tak melihatnya?" Ariadne tiba-tiba menimpali. Everiss lalu terlihat mengangguk ragu. Damian kini menelan salivanya gugup.

"Itu benar, Yang Mulia. Pangeran berada di perpustakaan bersama saya. Namun saya kembali terlebih dahulu karena urusan pribadi," celetuk Arienna tanpa disangka-sangka.

"Oh, benarkah? Apa kalian sudah mulai mendekatkan diri sekarang?" tanya Arion dengan perasaan antusias tergambar di wajahnya yang berjanggut.

Arienna membuang napas pendek, lalu menarik senyum paksa. "Entahlah, Yang Mulia. Kami hanya kebetulan bertemu tadi."

Benar, meski keduanya sudah bersekutu sekarang, Evander Javernick tetap menjadi sosok pria yang dibenci Arienna. Perasaan itu tak akan berubah kendati Evander berbuat baik padanya hingga 100 tahun ke depan. Atau mungkin selamanya.

"Kalau begitu marilah tunggu sebentar lagi hingga Putra Mahkota tiba. Pengawal pribadinya berkata ia sedang bersiap-siap sekarang," tukas Ratu Elisium yang lalu disetujui seluruh manusia dalam ruangan itu.

Tak berlangsung lama, para dayang dan penjaga pintu terlihat menepi dan menundukkan kepala diikuti suara yang berkata, "Yang Mulia Putra Mahkota sudah tiba".

Nampaklah sosok Evander dari bukaan pintu yang tingginya mencapai dua kali tinggi manusia dewasa tersebut. Pemuda itu memberi salam. "Maafkan keterlambatan saya. Perpustakaan kerajaan Elisium sangat luas sehingga saya tersesat di dalamnya," ucap Evander.

"Silahkan duduk, Putra Mahkota," titah Democles dengan senyuman sederhana.

Maka sesuai dengan titah sang Raja, Evander menjalankan kakinya menuju kursi yang sudah disediakan untuknya. Lalu mendudukkan dirinya dengan penuh adab.

"Kali ini kami tidak mempermasalahkan keterlambatan Anda. Asal kami dapat memastikan bahwa Anda tidak akan melakukan hal serupa di pesta besok malam. Apakah bisa?" tanya Democles kemudian.

"Saya menyanggupinya dan dapat memastikan hal ini tidak akan terulang lagi. Terima kasih atas kebaikan hati Anda sekalian karena telah menahan lapar hanya untuk menanti kedatangan saya," ungkap Evander lalu memberi hormat.

"Seperti yang sudah di duga, Putra Mahkota terdidik dengan sangat baik. Adab dan tata kramanya luar biasa sopan," sanjung Ratu Elisium yang langsung disetujui Democles.

"Putra Mahkota kami memang mirip sekali dengan ayahnya. Ia bahkan sudah dapat merayu wanita," canda Ariadne mengundang tawa beberapa orang disana.

Segera setelah suara-suara tawa itu memudar, Democles mengangkat garpunya. "Kalau begitu, haruskah kita mulai menyantap makan siang kita sekarang?"




꒰  C h a m è n o s  ꒱




Sepanjang perjalanan pulang, yang Edlynne lakukan hanya senyum-senyum. Sesekali ketika ia menyentuh bibirnya sendiri, senyuman itu berubah menjadi tawa penuh sipu. Hatinya berbunga-bunga, persis seperti padang rumput penuh dandelion yang sedang dilaluinya.

Edlynne memandangi gulungan kertas yang diberikan Evander padanya tadi. Itu adalah surat undangan. Evan membawakannya surat undangan pesta untuk esok malam. Ah, senang sekali. Ini pertama kalinya ia datang ke pesta kerajaan.

Evander bilang ia akan membeli gaun untuk Edlynne yang akan dipakai di pesta. Mereka berencana bertemu di sebuah butik terkenal se-Elisium. Bukan maunya, Evan yang ingin melihat Edlynne mengenakan gaun mewah.

Ketika Edlynne tiba di depan pintu rumahnya, ia menyembunyikan surat undangan pesta tersebut di belakang punggungnya. Lalu akhirnya memasuki kediaman kecil itu.

Kala dirinya membuka pintu, Edlynne menjumpai sosok Darien yang tengah meneguk secangkir teh. Perempuan itu membungkuk pelan dengan raut canggung.

"Dari mana?" tanya Darien tanpa menatap wajah Edlynne.

Edlynne diam sejenak untuk memikirkan jawaban yang pas untuk pertanyaan tersebut. Tidak mungkin ia mengatakan ia baru saja bertemu dengan sang Pangeran.

"Memetik bunga," jawab Edlynne seadanya. Darien hanya mengangguk. Edlynne menatap kaku. "Theon dimana?" Ganti dirinya yang bertanya.

"Bermain dengan kawannya," balas Darien sederhana. Kini Edlynne yang mengangguk. Dirasa tak ada lagi hal yang bisa dibicarakan, gadis itu cepat-cepat masuk ke kamarnya, berupaya menyembunyikan suratnya.

"Edlynne." Suara Darien yang tiba-tiba berada di ambang pintu kamarnya itu dengan seketika mengejutkan Edlynne. Untungnya ia sudah sempat menyembunyikan surat itu.

Darien menghampiri wanita bermanik hijau tersebut, lalu menghela napas. "Sampai kapan kita akan seperti ini?"

Edlynne mengerjap bingung. "Apa maksud Tuan?" tanyanya tak mengerti.

"Sampai kapan kau akan menganggapku sebagai tuanmu? Apa kau benar-benar tidak bisa melihatku sebagai seorang suami?" ungkap Darien dengan raut frustasi.

Pria dengan surai coklat terang itu melanjutkan, "Rasanya aku sudah melakukan semua yang aku bisa untuk menemukanmu dan menebus kesalahanku. Tapi kenapa kau selalu menganggap dirimu sebagai budakku padahal aku senantiasa memandangmu sebagai wanita yang aku cintai."

"Merubah pandangan saya terhadap seseorang tidaklah mudah, Tuan. Sampai akhir, Tuan adalah sosok yang akan saya layani kecuali Count Yudias secara resmi membebaskan hak saya atau menjual saya kembali," cakap Edlynne pelan namun terdengar pasti di setiap kata yang ia ucapkan.

Darien meraih tangan Edlynne dan menggenggamnya lembut. "Edlynne, aku mohon. Setidaknya bisakah kau berusaha? Aku akan menemui orang tuaku dan meminta izin mereka untuk menikahimu. Kita bisa memulai awal yang baru disana sebagai sebuah keluarga."

Edlynne menggeleng dan melepaskan tangannya dari genggaman Darien. "Kita tidak bisa seperti itu, Tuan. Bahkan meskipun saya melahirkan putra Anda, kita tidak akan pernah bisa menjadi keluarga. Berfokuslah pada kewajiban Anda saja. Saya tidak apa-apa menjalani hidup yang seperti ini. Toh, dari dulu kehidupan saya memang tidak pernah menyenangkan," tukasnya getir.

Darien menggeleng keras. "Karena itu aku disini. Aku ingin membuatmu bahagia. Mungkin bukan masalah untukmu, namun bagaimana dengan Theon? Apa menurutmu ia pantas hidup seperti ini? Seperti yang sudah aku katakan, Theon adalah putraku juga. Aku memiliki hak untuk mengatur kehidupan apa yang akan ia lalui sampai dewasa nanti. Dan aku tidak ingin ia menderita, begitu pula dengan dirimu. Jadi ku mohon, pikirkanlah sekali lagi."

Edlynne nampak terdiam sejenak ketika ia mau tak mau menelan kenyataan bahwa yang dikatakan Darien adalah benar. "Maaf, saya harus menjemput Theon sekarang." Ia hanya membalas begitu kemudian pergi meninggalkan Darien yang terpaku di tempatnya.

Pemuda itu menghela napas frustasi. Ia mendudukkan dirinya dengan lesu pada kasur, lalu mengacak rambutnya kasar. Sampai kapan mereka akan seperti ini?

Kala dirinya beranjak, kasur lapuk itu sedikit berguncang. Darien lalu menemukan sebuah gulungan kertas menggelinding dan jatuh. Diraihnya kertas tersebut sebelum kemudian mengurangi gulungannya.


Surat Undangan

Dengan ditulisnya surat ini, kami pihak istana mengundang penerima surat untuk hadir pada pesta kerajaan besok malam.

Penerima surat diharapkan datang dengan pakaian pesta lalu berkumpul di tiap persimpangan desa untuk mendapat kereta kuda yang akan mengantar Anda sekalian menuju istana.



Agaknya dari mana kah Edlynne mendapatkan surat ini?

─Chamènos
©pervenchus
revisi, 2023

Continue Reading

You'll Also Like

40.2K 4.2K 16
Romance story🤍 Ada moment ada cerita GxG
88.5K 12.6K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...
178K 8.7K 29
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
421K 34.1K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"