GOOD BOY || JAKE ENHYPEN ||

By AfifKhrnnsa

131K 22.9K 9.4K

FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ Jake Sim, siapa yang tidak kenal dengan pria itu. Hampir satu sekolah mengena... More

01.MURID BARU
02. RUANG OSIS
03. ULANGAN HARIAN
04. PULANG BARENG
05. PERDEBATAN KECIL
06. PERTEMUAN
07. CAFE
08. TERLAMBAT
09. KANTIN
10. SAKIT PERUT
11. KELUARGA?
12. TUMPANGAN PAGI
13. HUKUMAN BERDUA
14. PINGSAN
15. DI RUANG SERBA PUTIH
16. INTROGASI
17. DIBAWAH HUJAN SORE
18. MINIMARKET
19. SAKSI BISU
20. KESIALAN HANNA
21. AKSI KERIBUTAN
22. PASANGAN BARU
23. DI BAWAH SINAR REMBULAN
24. MONTIR TAMPAN
25. MOBIL MOGOK
26. HUKUMAN KETOS
27. BOLOS
28. KEMENANGAN
29. DUA GURU MATEMATIKA
30. SEBUAH FOTO
31. HARI KEDUA BERSAMA ALIEN
32. JAKEHANA
33. KEPERGOK
34. PUTUS
35. SEKOTAK SANDWICH
36. PERJODOHAN
37. MASALAH
38. SEBUAH PESAN SINGKAT
39. RASA PENASARAN
40. PERGI BERSAMA
41. KABAR BURUK
42. MENGIKHLASKAN
43. RAZIA DADAKAN
44. FLASHBACK (1)
45. FLASHBACK (2)
46. OLAHRAGA
47. KEMBALI SEPERTI DULU?
48. SOMETHING
49. TAK TERBALASKAN
50. PAHLAWAN KEMALAMAN
51. TIDAK DI RENCANAKAN
52. AMPLOP
54. FAKTA

53. KUNJUNGAN

1.2K 206 451
By AfifKhrnnsa

  [ Jake Enhypen ]
.
.
.
Happy reading :')))
.
.
.

Malu banget anjir! sampai tembus ke dalam otak kecil gue!!  - Park Hana.


"HUAAA! AKHIRNYA SELESAI JUGA PERJUANGAN TAK BERGAJI INI!!!"

Teriak Hana seraya merenggangkan kedua tangannya, ia baru saja selesai berperang dengan soal trigonometri. Beruntungnya ia tidak gugur di jalan.

Jake menggeleng pelan, "Nggak usah lebay, segitu doang belum ada apa-apanya."

Seperti biasa Hana mudah tersulut emosi, tapi kali ini masih kelas bawah, "Lo nggak tau seberapa bangganya gue bisa ngerjain soal matematika dengan susah payah biar bisa mencapai target akhir, tanpa bantuan orang lain." Ucap Hana menekankan setiap kata.

"Tapi lo minta bantuan gue."

"Anggap aja sedekah, jarang-jarang kan lo sedekah sama cewek bohay bin seksi kaya gue."

"Hmm."

Ruangan penuh buku yang berjejeran itu hanya berisikan dua orang makhluk hidup yang saling berhadapan, hanya di batasi oleh meja panjang sebagai penghalang. Bakteri yang sedang berterbangan mungkin bisa menjadi saksi bahwa keduanya sama-sama menahan lapar.

"Jake."

Hanya terdengar deheman dari Jake membuat Hana diam-diam menahal kesal.

"Gue mau nanya serius sama lo."

"Serius menurut lo biasanya bahan bercandaan buat gue."

Hana berdecak, "Emang bener akhlaknya kurang satu ons  jadilah jelmaan seperti ini, modelan yang minta banget buat di bakar hidup-hidup."

Jake tertawa pelan, lalu kembali memasukkan alat tulisnya ke dalam ransel.

"Apa?"

"Lo udah nggak berantem lagi sama Jay?"

Jake mengernyit, dari ribuan pertanyaan yang berseliweran di otak, kenapa Hana menanyainya seperti itu? Bukan apa-apa dari mudahnya melontarkan pertanyaan 'udah baikan sama Jay?' kenapa malah mempersulit menjadi 'udah nggak berantem lagi sama Jay?' Ajaib. Cewek aneh.

"Kenapa? Malahan besok gue mau ketemu orangnya sekalian bawa palu sama paku buat benerin otaknya yang sebentar lagi mau copot." Ucap Jake, bercanda.

"Jake, keknya bener deh lo udah muncul benih-benih psikopat."

Jake tertawa lagi, "Kenapa? Mau ikut dibenerin juga otaknya biar kokoh di dalam?"

"Garing lo! kalo nggak bisa ngelawak nggak usah berusaha buat gue ketawa deh. Malu-maluin muka ganteng lo aja."

"Setidaknya berusaha buat lo tertawa." Balas Jake lalu berdiri dari duduknya, "Ayo pulang."

"Bentar Jake, keknya ada yang nggak beres."

Pergerakan Jake menyampirkan ransel ke bahu kanan terhenti ketika ia mendengar nada aneh dari cewek di depannya, dahinya mengernyit melihat Hana duduk di bangku dengan tidak nyaman.

Kemudiam kedua mata Jake melihat keringat sebiji jagung mulai muncul di dahi Hana, seakan AC di dalam ruangan perpustakaan itu tidak berfungsi sama sekali.

"Kenapa?"

Hana tersentak ketika tangan kiri Jake mendarat di bahunya, Jake refleks menjauhkan tangannya kembali padahal tangannya bersih, bakteri saja insecure mau mampir di tangannya.

"G-gue..."

Salah satu alis Jake terangkat menunggu kata yang sedikit demi sedikit terlontar dari mulut Hana.

"...anu gue...em itu...Jake."

"Apa?"

"Bocor."

Jake diam, otaknya yang biasanya lancar jika di ajak berhitung kini seakan membeku, tidak bisa di ajak kompromi.

"Hah?"

Hana meringis, menahan malu yang sedikit lagi next level, "Iya bocor masa lo nggak tau sih?"

"Gue? Gue emng wajib tau yang kaya gituan? Bocor? Apanya yang bocor?!"

"Itu merah-merah yang bau anyir."

Otak Jake sedang loading, ngelag, ngebug sebentar lagi konslet.

"Ohh?" Jake membulatkan bibirnya, diam-diam menahan untuk tidak tertawa, "Terus?"

Hana diam sebentar, "Lo pulang aja duluan, ntar gue balik aja sendiri. Gapapa nggak usah merasa kasihan sama gue, gue nggak bakalan di culik sama kucing buat di jadiin babu."

Jake menaikkan salah satu alisnya lagi, "Oke, gue pulang." Ucap Jake lalu berlalu begitu saja dari hadapan Hana, wah...

Hana menganga di tempat, bodoh sekali. Padahal ia  sudah berharap Jake akan tetap pada tempatnya menemaninya hingga ia berani untuk berdiri. Ternyata tidak sesuai harapannya, ia di tinggal sendiri di dalam perpustakaan sekolah. Benar-benar tega.

"Kasihan banget lo Han, lagian ngarepin apa sih lo dari dia?" Tanya Hana, lalu tertawa sumbang.

°°° ( ° >< ° ) °°°

"Lo yakin nggak mau datang?" Tanya Hyunjin untuk yang ketiga kalinya.

Jay menatap Hyunjin malas, "Apa perlu gue perjelas kalo gue nggak bakalan datang ke sana, terlebih bareng sama lo."

"Coba deh lo pikirin baik-baik, dengan begitu seenggaknya lo bisa tahu siapa pengirim uang setiap bulan itu!"

Jay terdiam, memikirkan kalimat yang baru saja terlontar langsung dari mulut Hyunjin. Jika dipikir-pikir ada benarnya juga, setiap kali Jay menerima uang itu Jay selalu bertanya-tanya siapa pengirim yang sudah repot-repot memberikan uang sebanyak itu kepadanya. Nominalnya pun tidak sedikit.

Memang benar, sebuah amplop yang terakhir kali Jay terima tertera dengan jelas sebaris kalimat yang menyatakan itu adalah sebaris alamat yang harus Jay kunjungi. Lalu di akhir kalimat tertera nama Mr Money yang  Jay duga adalah si pengirim.

"Kalo lo ada niat mau ngajak gue... gue juga nggak masalah sih." Kekeh Hyunjin membuat Jay merotasikan bola matanya.

"Nggak perlu, gue bisa datang sendiri." Ucap Jay menyenderkan tubuhnya ke dinding kamar kosan.

"Dasar bocah prik! Gue sebagai besprend poreper lo sudah sepatutnya di ajak dong! Jaga-jaga aja siapa tau yang mau lo temuin itu orang psikopat kelas jengkol?!"

"Tinggal gue bawain rantang berisi nasi dan tahu tempe." Jawab Jay mampu memunculkan kerutan di dahi Hyunjin.

"Buat apa?"

"Makan bareng sebelum adu pisau."

Hyunjin menghela napas, energi dan kekuatan untuk menghujat Jay seketika kabur entah kemana.

"Pasrah gue asli. Mau diajak silahkan kalo nggak juga gapapa. Ikhlas gue ikhlas."

Jay tertawa, "Belum tentu juga gue bakalan mau datang kan?"

"Ini anak halal banget buat di tampol.  Emang sih minus akhlak, tapi kegantengannya kelebihan seperempat persen." Ucap Hyunjin lagi-lagi membuat Jay tertawa lebar.

°°° ( ° >< ° ) °°°


18.06

Hana masih duduk gelisah di kursi perpustakaan sekolah. Tidak berani berdiri apalagi untuk pulang ke rumah, ia takut cairan berwarna merahnya akan menetes ke lantai berwarna putih.

Masih memikirkan cara bagaimana ia bisa keluar dari perpustakaan ini tanpa khawatir tentang darah yang sudah melewati batas suci.

Hana mengutuk habis-habisan kenapa ia tidak membawa celana training yang biasanya selalu ia bawa untuk berganti ketika ia akan membolos sekolah. Benar-benar sial.

"Gue nggak bakalan mati karena nyeri pinggang di sini kan?" Guman Hana mulai dramatis, "Kalo gue mati dalam keadaan mengenaskan seperti ini nggak berdamage dong?!"

"Terus-terus warisan papa jatuhnya ke siapa? Kasihan papa udah kerja sangat keras tapi warisannya nggak jatuh ke gue." Ucap Hana seakan dirinya memang benar-benar ingin meninggal dunia.

Decakan keras keluar dari mulut Hana ketika melihat ponselnya sudah di alam baka, kehabisan baterai. Sungguh malang nasibmu wahai anak sultan.

"Ya Tuhan, hidup ini terlalu menyedihkan buat orang seceria hamba, tolong alihkan kesedihan ini kepada orang yang sudah sepatutnya bersedih."

Jika kalian gemas melihat Hana tidak kunjung berdiri untuk pulang padahal sudah malam hari, oke! kita semua sama gemasnya, ingin rasanya merebus kutu-kutu yang bersarang di rambut Hana saat ini juga—

"Gue pulangnya kaya Cinderella aja kali ya? Jam 12 malem, tapi yang ada ntar malah kaya mbakun kebelet pipis."

—bukan apa-apa saat ini sekolah sedang di bersihkan oleh petugas. Sungguh bukan Hana jika ia berdiri sok angkuh dengan rok berlumuran darah itu. Iyuhhh.

Tap! Tap! Tap!

Derap langkah seseorang semakin mendekat seiring bunyinya detak jantung Hana yang sedang maraton. Berlebihan memang, namun Hana sedang berada dalam fase itu.

"Semoga bukan bapak-bapak yang mau nyapu, gue takut di usir secara tidak kemanusiaan, asli ini mah ngga bohong." Ucap Hana membuat dirinya tambah frustasi.

1 detik...

2 detik...

....

7 detik tidak ada tanda-tanda petugas yang ingin membersihkan perpustakaan.

"Apa sekarang pocong bisa jalan pake sepatu ya?"  Batin Hana semakin tidak waras.

Hana berjengkit kaget ketika ada sosok cowok ganteng memakai hoodie abu-abu dengan sekantong plastik di tangan kanannya, tidak ada kata permisi yang terlontar. Hana mengernyit, lalu cowok ganteng itu menyodorkan plastik tepat di depan wajah cantik Hana.

"Apa?" Tanya Hana setelah tau siapa manusia di depannya itu.

"Roti jepang, tapi gue beli di indonesia."

Seperti biasa otak Hana selalu lemot jika sudah berhubungan dengan cowok ganteng, ya walaupun cowok itu selalu muncul di kehidupan sehari-harinya. Tanpa di undang lebih tepatnya.

"Seperti biasa tetep garing!" Sewot Hana walaupun sebenarnya ia menahan malu seperlima mati.

"Lagian siapa yang ngelawak?" Tanya Jake, "Daritadi lo cuma duduk di sini?"

Hana mengangguk membuat Jake menghela napas, "Nggak berusaha sendiri buat beli roti jepang?" Tanya Jake, lagi.

"Jauh Jake, ongkos ke sananya mahal, kan produksinya ada di Jepang. Mending ongkosnya buat gue beli es teh manis aja."

Jake berdecak, "Gue jadi tahu keahlian lo dan bakat terpendam yang lo miliki selama semasa hidup lo ini."

Hana menaikkan salah satu alisnya, "Gue sadar kalo gue nggak ada bakat selain bisa makan cepat."

"Keahlian lo adalah nyusahin orang lain dan bakat terpendam yang seharusnya ngga gue omongin saat ini adalah lo duduk sendiri selama berjam-jam tanpa ada usaha untuk keluar." Ucap Jake kesal.

"Gue nggak berusaha juga lo datang sendiri." Ucap Hana santai lalu merebut plastik yang berada di tangan Jake.

Hana menatap Jake lama membuat Jake ngeri sendiri, "Apa lihat-lihat?"

"Lo berbalik dulu dong, gue masih ada urat malu buat nampakin hal yang seharusnya nggak lo lihat." Jawab Hana galak refleks membuat Jake langsung berbalik.

Hana diam-diam tersenyum lalu dengan hati-hati ia berdiri dengan susah payah, tanpa menyusahkan orang di depannya lagi.  Percayalah perjuangan Hana saat berdiri seperti halnya perjuangan merebut sebungkus permen yupi milik ponakan, sama-sama membutuhkan tenaga.

"Jake? Mau tukeran nggak?"

"Apaan?" Tanya Jake masih menatap lurus jejeran buku di depannya.

"Tukeran gender, ribet banget anjir jadi cewek. Apalagi kalo udah kaya gini, kek berasa habis lahiran gue."

"Han...gue gorok juga leher lo lama-lama!!"

Hana tertawa keras, "Lo ada stok roti jepang apa gimana? Kok cepet banget dapetnya, katanya belinya di jepa—"

"PERGI KE KAMAR MANDI SENDIRI ATAU MAU GUE ANTERIN?!"

°°° ( ° >< ° ) °°°

Hyunjin menatap Jay dengan ekspresi tidak seperti biasanya, kali ini tampak seperti ingin memakan Jay hidup-hidup.

"Lo kalo bosen hidup nggak begini caranya. Mau berantem?"

Jay menaikkan salah satu alisnya, apa yang salah pikirnya, "Lo kalo bosen ngehujat mending diem."

Hyunjin berdecih, "Lo mau ketemu orang misterius yang ngasih lo duit segepok atau mau beli ayam geprek di warung Bu haji sih?"

"Mau ketemu orang baik sekaligus orang yang bikin gue sakit kepala mikirin uang sebanyak itu ntar di pake buat apa." Jawab Jay seraya menyugar rambutnya ke belakang. Cakep anjirr!

"Kenapa emang?"

"Gue tau kalo kita anak kos, tapi jangan pake kaos diskonan lah, Jay. Malu gue lihatnya." Ucap Hyunjin membalas pertanyaan Jay, "Bagus sih warnanya buat lo yang agak cakep—"

"—tapi tuh...ini bahannya tipis. Lo pernah lihat kain saringan tahu? Nah yang kaya gitu."

Jay tertawa, "Lagian perkara baju aja ribet lo, ayo berangkat."

Decakan kesal keluar dari mulut Hyunjin, "Mau gue pinjemin baju yang baru aja gue laundry? Masih wangi, seenggaknya nggak malu-maluin pas lo di ajak ngomong sama orang baik ntar." Tawar Hyunjin. Sebuah kelangkaan yang patut untuk di beri apresiasi.

"Orang itu juga nggak bakalan tau kalo ini kaos diskonan."

Hyunjin berusaha tersenyum, "Jay, gue lagi baik loh! Jarang-jarang kan gue sok baik kaya gini!"

"Tumben. Nggak usah terlalu baik, ayo cepet berangkat."

"Jay, ini beneran nggak bohong. Asli ini dari hati gue yang paling dalam gue bersedia pinjemin baju kesayangan gue demi lo. Denger nggak? DEMI LO JAY!"

"Berangkat sekarang atau nggak sama sekali?!"

"Y-ya ayo! Pake motor lo aja, motor gue belum minum dari kemaren."

Jay meliriknya malas, selalu saja begitu. Hyunjin si baik hati yang tidak pernah mau modal bensin. Julukan baru untuk Hyunjin dari Jay.

°°° ( ° >< ° ) °°°


"Jay, ini yang bener aja kita ke sini!" Teriak Hyunjin dari belakang. Saat ini ia sedang naik motor bersama Jay.

Jay yang memakai helm samar-samar mendengar teriakan Hyunjin, "APA? TAHAN DULU KALO LAPER! PERASAAN TADI LO UDAH MAKAN MIE INSTAN!"

Hyunjin melotot mendengar jawaban Jay, "HEH SIAPA YANG LAPER?! GUE TANYA YANG BENER AJA KITA KE SINI! INI MAH KAWASANNYA ORANG-ORANG BERMONEY DAN BERDASI!!"

Jay berdecak, "IYA NTAR GUE BELIIN NASI PAS PULANG! JADI COWOK TUH YANG KUAT! GITU AJA NGGAK BISA NAHAN LAPER!!"

Hyunjin mengelus dadanya sabar, "SERAH LO DEH JAYLANI! GUE PASRAH!!"

"IYA NTAR BELI NASI SAMA ES BUAH, MAU BERAPA BUNGKUS?!"

Di belakang Jay, Hyunjin diam-diam merutuki telinga Jay yang agak tuli.

"KOK DIEM?" Tanya Jay.

"MENDADAK TENSI GUE NAIK GARA-GARA LO!"

Setelah berdebat di perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai di rumah yang mirip dengan istana. Tiga kata yang Jay tangkap waktu ia melihat rumah itu kaya nggak asing.

"Buset pantes aja tiap bulan 10 juta! Rumahnya aja gede! Apalagi lampunya banyak banget kaya dosa lo, Jay!" Seru Hyunjin tidak tahu diri.

"Ayo! ayo masuk nggak usah sungkan! Anggap aja rumah sendiri!" Ajak Hyunjin seakan-akan dia pernah mengunjungi rumah ini, padahal sama sekali tidak.

"Kaya nggak asing ini rumah bagi gue, gue kayaknya pernah ke sini."

"Lo kapan pergi ke rumah segede ini? Palingan lewat doang." Jawab Hyunjin. "Udah ayo masuk!"

°°° ( ° >< ° ) °°°


"Selamat datang. Dengan tuan Jay Park dan tuan Huang Hyunjin?"

"Anjir gue di panggil tuan! Sedikit nggak terima sih gue, kek berasa orang kaya di panggil kek gitu..." Bisik Hyunjin kepada Jay.

Jay mengangguk sopan, "Iya saya, apakah benar ini rumahnya Mr money?"

"Exactly! Anda berdua sudah di tunggu beliau di ruang tamu, mari saya antar." Ucap pelayan rumah yang berjenis kelamin perempuan itu. Lumayan tinggi dan cantik.

"Harus copos sepatu nggak mbak? Soalnya takut kotor rumahnya." Ucap Hyunjin membuat pelayan itu tersenyum tipis. Sedangkan Jay sudah memberi tatapan mematikan untuk tidak bersikap konyol.

Apa? isyarat Hyunjin kepada Jay.

Pelayan itu berkata lagi membuat Jay dan Hyunjin mengikutinya dari belakang.

"Maaf tuan besar, tamu Anda sudah datang. Saya izin kebelakang." Ucap pelayan itu lalu pergi dari hadapan Jay dan Hyunjin. 

Di atas sofa terlihat pria berkepala empat yang masih terlihat gagah dan tampan, di temani sosok wanita cantik dengan dress berwarna merah maroon yang terlihat sangat cantik dengan berlian mahal melingkari lehernya.

Senyuman merekah kedua orang itu ketika melihat kedatangan Jay dan juga Hyunjin.

"Silahkan duduk kalian." Ucap pria itu terdengar tegas. Namun, ada sesuatu yang tersirat dari nada suaranya itu.

****


TBC!

Hai! Lama ngga up ya? Hahahah maaf ya, selain ngga ada ide buat nulis aku juga sok sibuk belakangan ini. Jadi, mohon di maafin guys (° ³ °)

Next??

Skuy spam komen 200 biar cepet up!! *Lebih malah bagus🤣🤗

Salam manis,
AfifKhrnnsa💜🐻

Continue Reading

You'll Also Like

5.7M 243K 56
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
318K 23.3K 23
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

538K 25.2K 49
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
4.9M 262K 60
Dia, gadis culun yang dibully oleh salah satu teman seangkatannya sampai hamil karena sebuah taruhan. Keluarganya yang tahu pun langsung mengusirnya...