Something About You

By matchamallow

4.2M 573K 253K

18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Ka... More

INTRODUCTION
Sinopsis - Something about This Story
Part 1 - Something about Blackmere Park
Part 2 - Something about Rejection
Part 3 - Something about True Sadness
Part 4 - Something about A New Hope
Part 5 - Something about Beauty
Part 6 - Something about Dream
Part 7 - Something about Madame Genevieve
Part 8 - Something about Reputation
OFFICIAL ACCOUNT
Part 9.1 - Something About Kindness
Part 9.2 - Something About Kindness
Part 10 - Something About Manner
Part 11 - Something About Rules for Lady
Part 12 - Something About The Season
Part 13 - Something About Scandal
Part 14 - Something About Laugh
Part 15 - Something About the Reason
Part 16.1 - Something About That Man
Part 16.2 - Something About That Man
Part 17 - Something About Gentleman
Part 18 - Something About Heart
PART 19.1 - Something About Lisette
Part 19.2 - Something About Lisette
Part 20 - Something About The Way You Make Me Feel
Part 21.1-Something About Missunderstanding
Part 21.2 - Something About Missunderstanding
Part 22.1 - Something About Distance
Part 22.2 - Something About Distance
Part 22.3 - Something About Distance
Part 23.1 - Something About Gossip
Part 23.2 - Something About Gossip
Part 23.3 - Something About Gossip
Part 23.4 - Something About Gossip
Part 24.1 - Something About Proposal
Part 24.2 - Something About Proposal
Part 24.3 - Something About Proposal
Part 24.4 - Something About Proposal
Part 25.1 - Something About Purpose
Part 25.2 - Something About Purpose
Part 26.1 - Something About Plan
Part 26.2 - Something About Plan
Part 27. Something About The Truth
Part 28 - Something About Chaos
Part 29 - Something About Revenge
Part 31.1 - Something About Friendship
Part 31.2 - Something About Friendship
Part 31.3 - Something About Friendship
Part 32.1 - Something About Betrayal
Part 32.2 - Something About Betrayal
Part 33 - Something About Seduction
Part 34.1 - Something About The Fear
Part 34.2 - Something About The Fear
Side story/ POV Raphael
Part 35.1 - Something About Happiness
Bab 35.2 - Something About Happiness
Part 36 - Something About Boundary
Part 37 - Something About Carlisle
Part 38 - Something About True Sadness
Part 39 - Something About Awakening
Part 40 - Something About Lost
Part 41 - Something About Hopeless
Part 42.1 - Something About Keele
Part 42.2 - Something About Keele
Bab 43 - Something About Doubt
Part 44 - Something About Invitation
Part 45.1 - Something About Love and Confession

Part 30-Something About Another Woman

79.1K 10.3K 24.6K
By matchamallow

UPDATE!!

Jangan lupa menekan bintang ⭐️

Jangan lupa komen

Jangan lupa follow akun penulis : Matchamallow

***

TOKOH YANG MUNCUL DI PART INI

Kaytlin de Vere

Raphael Fitzwilliam - Marquess of Blackmere

Sophie Lyndon - Duchess of Schomberg

Dowager Marchioness of Blackmere

Derek Vaughan - Viscount Vaux of Harrowden

George Sommerby

Winston Basset-Kepala Pelayan Blackmere Park


***

Lord Kimleigh
Lord/ Baron Osborne
Lord Fenwood
Lord Breadbaneberry
Countess Shelby (ibu Lord Breadbaneberry)
John si Bajingan

***

Ini panjang banget. Jangan lupa komen di setiap kalimat yang kalian suka supaya aku semangat up panjang-panjang begini ya. 


Acara kunjungan pertamanya di manor kemarin akhirnya selesai tanpa kejadian memalukan. Kaytlin bersyukur dengan itu saat menatap ke luar jendela, mengamati pohon-pohon yang meranggas. Hari ini tidak ada acara kunjungan. Dowager Marchioness sedang duduk di sofa sambil meminum teh seperti biasa. Lord Blackmere juga tidak ke London dan ikut di sana membaca surat kabar dalam diam di sudut ruangan.

Keheningan begitu terasa sehingga saat Dowager Marchioness terdengar menaruh teh dan mengambil surat kabar, Kaytlin langsung menuju ke atas perapian mengambil kacamata baca sang lady sebelum diminta, lalu bergegas ke sofa tempat ia biasa duduk.

"My Lady, jika Anda memerlukan seseorang untuk membacakan koran selama liburan musim dingin, aku dengan senang hati akan membantu Anda," tawar Kaytlin saat menyerahkan kacamata. Sudah biasa di kalangan para bangsawan lanjut usia yang penglihatannya tidak terlalu bagus untuk memakai jasa tukang baca sehingga mereka bisa bersantai di kursi sambil mendengarkan berita.

"Tapi aku tidak akan ada di sini saat musim dingin. Aku terbiasa ke rumahku di Harrogate."

"Aku belum pernah ke Harrogate tetapi aku pernah ke Bath saat orangtuaku masih hidup," tutur Kaytlin bersemangat. Bath dan Harrogate adalah dua kota di Inggris yang terkenal dengan pemandian air panas.

"Di sana kebanyakan hanya ada orang-orang tua."

"Aku jarang ke mana-mana sehingga pergi ke suatu tempat yang baru sudah seperti sebuah liburan untukku."

"Oh, itu pemikiran yang baik."

Tanggapan Dowager Marchioness tidak sesuai harapan Kaytlin, tapi Kaytlin belum menyerah. "Apakah Harrogate juga sama seperti Bath?"

"Bath adalah kota sedangkan Harrogate lebih menyerupai pedesaan. Di sana sepi dan jauh dari pusat perbelanjaan seperti Bond Street."

"Sepertinya tenang dan menyenangkan."

"Tidak. Di sana membosankan."

"Mungkin akan lebih baik jika Anda ditemani oleh seorang teman atau lebih agar tidak terlalu membosankan," usul Kaytlin mendapatkan celah.

Dowager Marchioness menoleh pada Kaytlin lalu menurunkan surat kabar. "Kau benar."

Kaytlin mengangguk-angguk dan tersenyum.

"Aku akan mencoba mengatakan pada Sir Walcott agar Perkumpulan Lanjut Usia mencoba Harrogate tahun ini dan menawarkan pada mereka menginap di rumahku di sana," lanjut sang lady yang membuat senyum di wajah Kaytlin pudar.

"I-itu ide yang bagus, My Lady," tanggap Kaytlin berusaha terdengar riang.

Ia menurunkan alis dan menoleh pada Lord Blackmere dengan malu. Pria itu ternyata menontonnya sekilas sebelum kembali membaca koran dengan senyum mengejek, tidak ada tanda-tanda berniat membantu Kaytlin.

➰➰➰

Sambil memeluk lututnya, Kaytlin duduk di bawah pohon di taman Blackmere Park. Daun-daun yang jatuh mewakili harga dirinya yang berguguran karena Dowager Marchioness tidak menawarkan mengajaknya ke Harrogate.

"Bukankah musim dingin kau akan ke Carlisle?"

Sebuah suara membuat Kaytlin mendongak, ternyata Lord Blackmere menghampirinya sambil menuntun seekor kuda berwarna coklat. Seketika Kaytlin merasa sedikit senang karena disapa pria itu dan segera membalas sepuluh kali lipat.

"Setelah kupikirkan mungkin memang benar bahwa bisa saja aku mengganggu Lissy dan Anthony. Tunggu...mengganggu mungkin ungkapan yang kurang tepat karena mereka pasti senang aku mengunjungi mereka. Hanya saja aku ingin memberi mereka kesempatan untuk lebih mengembangkan hubungan dengan tidak adanya diriku. Rencananya aku akan ke sana untuk menginap beberapa minggu, lalu pergi ke Harrogate hingga musim semi. Lissy dan Anthony selalu mengirimiku surat tentang kabar mereka. Sepertinya mereka baik-baik saja meski adik termuda Anthony sering marah pada Lissy karena cemburu. Mungkin aku akan berguna untuk mengalihkan perhatian Emma. Aku memiliki bakat menenangkan anak kecil sedangkan Lissy sebaliknya. Dulu saat masih remaja, Lissy sangat sebal pada anak-anak tetangga yang nakal, jadi aku mengajak mereka bermain. Karena hal itu, beberapa tetangga sering menitipkan anak mereka padaku jika mereka sedang ada kesibukan seperti harus pergi ke luar kota menghadiri pemakaman keluarga."

"Itu merepotkan."

"Rencanaku?"

"Tetanggamu."

Kaytlin menggeleng. "Tidak, itu berarti mereka mempercayakan hal yang berharga padaku."

"Baiklah, seperti biasa kau sudah menjelaskan segalanya dengan sekali ucap sehingga tidak ada yang perlu kutanyakan lagi," tukas Lord Blackmere praktis.

"Apa mungkin aku kurang terang-terangan menyampaikan maksudku pada Her Lady?"

"Ia mengerti maksudmu."

"Benarkah?" Dan hal itu membuat Kaytlin bertambah suram. Berarti Dowager Marchioness tidak ingin ia ikut. "Apakah Her Lady tidak menyukaiku?" tanyanya ragu.

Lord Blackmere mendengus dan menatap ke arah lain. "Ia menyukaimu, bahkan jauh melebihi rasa sukanya pada mendiang ibuku."

"Itu berlebihan. Her Lady pasti menyayangi keluarganya dibanding apa pun," sanggah Kaytlin, menganggap itu hal yang tidak mungkin. Tapi Lord Blackmere tidak melanjutkan sehingga Kaytlin menyimpulkan ia tidak mau membicarakannya.

Di saat yang sama, Tommy mengeluarkan bunyi dengusan dan mengibaskan leher, tanda ia tidak betah berlama-lama diam. Lord Blackmere terpaksa berjalan. Kaytlin berdiri dan menyusul.

"Sebelum Anda melarang, aku ingin menjelaskan bahwa aku masih ingat wanita tidak boleh mengejar pria, bukan? Dan Anda adalah pria, aku juga tahu itu." Kaytlin tertawa saat berjalan.

"Kau sudah tahu tapi tetap saja kaulakukan."

"Kebetulan aku ingin kembali ke manor." Kaytlin beralasan lalu melihat si kuda yang dituntun dengan tali kekang seperti seekor anjing. Dari Lord Vaughan, Kaytlin mendengar bahwa kuda itu adalah satu-satunya yang masih tersisa setelah marquess sebelumnya menjual semua yang ada di istal. Kuda itu pernah mengalami patah kaki sehingga tidak ada yang menginginkannya.

"Ini Tommy, bukan?"

"Ya, ia kuda tua yang harus selalu kuajak berja__jangan menyentuh wajahnya!" Lord Blackmere spontan menarik tangan Kaytlin tepat saat Tommy hendak menggigitnya.

Kaytlin menatap kuda itu tak berkedip. "Ia...menggigit?"

"Terkadang ia melakukannya pada orang yang belum terlalu ia kenal. Kau bisa menyentuh punggung Tommy tapi jangan terlalu dekat dengan wajahnya."

"Aku baru tahu bahwa kuda bisa menggigit. Kupikir aku hanya tidak boleh berdiri di belakang kuda."

"Sekarang kau tahu. Kau akan tinggal di tempat Malton jadi berhati-hatilah. Setiap kuda memiliki karakter yang berbeda."

"Terima kasih, aku juga akan memberi tahu Lissete tentang ini." Kaytlin menoleh.

"Aku ragu ia belum tahu. Malton pasti sudah memberitahukannya mengingat ia lebih ahli dalam hal itu dibanding kebanyakan orang." Lord Blackmere melepas tangannya.

Kaytlin baru sadar bahwa pria itu memegang lengannya sejak tadi karena terlalu fokus membahas kuda. Ia merasa malu sedangkan Lord Blackmere kebalikannya, selalu tampak biasa saja. Sekarang pria itu sibuk membetulkan tali kekang Tommy. Karena salah tingkah dan kebingungan harus melakukan apa, Kaytlin memilih menepuk-nepuk Tommy dengan riang bahkan terlalu bersemangat. "Jadi aku bisa menyentuh punggung dan lehernya, bukan?"

Lord Blackmere mengangkat wajah dan menatap ngeri saat Kaytlin melakukannya padahal pria itu sendiri tadi yang mengatakan bagian dari kudanya yang boleh disentuh.

"Kurasa ia mulai baik padaku," komentar Kaytlin lagi.

"Berhentilah, kau hanya membuatku tidak tenang!" gerutu Lord Blackmere kemudian.

Dengan tersenyum nakal, Kaytlin menarik tangannya dari Tommy dan menaruhnya di belakang rok. "Baiklah."

"Kupikir kau setidaknya akan takut setelah ia mencoba mengigitmu." Lord Blackmere memalingkan wajah dan meneruskan berjalan.

"Apa Anda pernah mendengar peribahasa orang bodoh tidak takut pada apa pun?"

"Aku hanya pernah mendengar orang bodoh tidak terkena flu."

Kaytlin mengangguk-angguk. "Orang bodoh tidak takut apa pun dan tidak terkena flu. Ada banyak keuntungan menjadi orang bodoh."

"Kau mulai mirip ibumu lagi."

Mendengar itu, Kaytlin berhenti melangkah. Ia akan sangat senang jika orang lain yang mengatakannya, tapi tidak orang ini. Ia hanya terdiam di sana beberapa saat sambil menatap ujung sepatu botnya yang menginjak tanah penuh dedaunan dengan perpaduan warna jingga dan kuning. Sudah beberapa bulan ia berhasil melupakan kenyataan bahwa pria itu pernah menciumnya karena kemiripannya dengan Josephine de Vere. Kini ia mengingatnya lagi dengan miris. Hubungan mereka sangat menyenangkan sebagai teman dan Kaytlin tidak ingin merusak tatanan pikirannya kembali dengan teringat hal itu.

➰➰➰

"Blackmere! Miss de Vere!!"

Lord Derek Vaughan berteriak memanggil mereka saat mendekati manor dan melewati istal. Pria itu menarik tali kekang hingga kudanya meringkik berdiri dengan kedua kaki belakang. Mr. George yang berada tak jauh dari Lord Derek bersiul keras. Kaytlin sempat terkesima menonton tapi akhirnya ia mengapresiasi dengan tertawa lepas dan bertepuk tangan. Di sekitar mereka tampak kuda berbagai warna berlari beriringan di kandang terbuka yang baru dibangun.

"Bagaimana kabarmu Miss de Vere?" Lord Vaughan turun dari kuda dan berjalan mendekatinya. Jauh di depan, Lord Blackmere sudah bercakap-cakap bersama Mr. George dan para pembiak kuda.

"Aku baik-baik saja, Lord Vaughan," sambut Kaytlin gembira seakan baru bertemu teman lama. "Anda membeli kuda balap?"

"Sudah lama aku mengusulkan untuk mengikuti kontes Derby dan akhirnya Blackmere setuju sehingga aku mencarikan kuda Thoroughbred terbaik. Lalu Blackmere tidak puas dengan Thoroughbred terbaikku sehingga aku harus mencari Appaloosa dan lainnya untuk persilangan. Ia merepotkan."

"Appaloosa?" Kaytlin terkejut. "Bukankah itu kuda suku Indian?" Mata Kaytlin mencari-cari dan menemukannya, sebuah kuda abu-abu dengan bintik berwarna hitam. Ia tahu ciri kuda itu dari sebuah buku ilustrasi yang ia baca di perpustakaan.

"Benar, Blackmere mendapat informasi dari Maximillian bahwa ada seseorang di Inggris yang membawa kuda semacam itu dari Benua Amerika," jawab Lord Vaughan.

"Kuda itu sangat unik." Kaytlin berkomentar sepanjang mengamatinya dengan takjub, lalu matanya menangkap juga sebuah kuda pendek berwarna krem di sebuah kandang terpisah. "Oh, His Lord juga membeli kuda poni!" Ia tidak bisa menahan diri berseru. "Apakah Anda juga akan menyilangkannya?" Kening Kaytlin berkerut membayangkan bagaimana hasil persilangan kuda balap dengan kuda poni. Rasanya ia belum pernah mendengar.

"Tentu saja tidak. Blackmere membelinya untuk pemandangan."

"Pemandangan?"

"Yahh..." Lord Vaughan menyeringai miris. "Entahlah, ia memang aneh."

Tidak terlalu mengerti alasan itu, Kaytlin melihat kuda poni sekali lagi. "Aku juga baru pertama kali melihatnya secara langsung selain dari buku bergambar. Ternyata memang sangat lucu, persis seperti anjing Mary Ann, temanku di desa. Aku tidak salah menamakannya Pony," jelas Kaytlin, lalu ia menoleh dengan bersemangat pada Lord Vaughan yang kebingungan. "Ah, aku belum menceritakan pada Anda, tapi aku sempat menceritakan pada Lord Blackmere tentang anjing Old Sherpherd milik Mary. Meski Mary pemiliknya, tapi ia tidak menamai anjing itu. Ia setuju dengan nama pilihanku padahal ia biasanya tidak pernah sepakat denganku, tapi karena saat itu Lisette memusuhinya dan semua anak di desa ikut memusuhinya karena semua menyukai Lisette, jadi hanya aku temannya. Kadang aku juga bisa menjadi seseorang yang memanfaatkan situasi."

Lord Vaughan menatapnya dan menunggu sepanjang Kaytlin berbicara. "Kau menceritakan itu pada Blackmere?"

"Ya, untunglah His Lord tahan menghadapiku. Aku selalu tidak sadar berbicara panjang lebar. Bahkan aku belum sempat menanyakan kabar Anda. Apakah Anda sudah berhasil menggaet putri lord kaya yang terakhir kali Anda katakan?"

Lord Vaughan tersenyum. "Belum, tapi perkembangannya cukup bagus. Aku akan kembali melanjutkan season depan."

"Maaf, aku hanya bisa mendoakan yang terbaik bagi Anda. Seandainya ada yang bisa kubantu," ucap Kaytlin sungguh-sungguh.

"Tidak, kau tidak perlu membantu rencana itu. Justru aku yang seharusnya membantumu tapi kau ternyata tidak perlu bantuanku lagi sekarang. Kudengar kau menjadi debutan, bukan? Dan cukup sukses mengingat banyak yang berdansa denganmu."

"Sebagian besar dari mereka adalah kenalan Her Lady dan para lansia," jelas Kaytlin merendah.

"Tapi kau juga masuk tabloid gosip. Itu sebuah kesuksesan besar," canda Lord Vaughan. "Tidak banyak yang mendapat kehormatan masuk tabloid gosip. Aku sudah sering tampil. Syukurlah sekarang kau dan Blackmere menyusul. Aku tidak menyangka."

Kaytlin tertawa. "Anda tidak mungkin tidak tahu kebenarannya."

"Ya, aku tahu itu tidak benar." Lord Vaughan terkekeh. "Pasti ada yang merancang rencana nakal itu di belakang layar, bukan?"

Kaytlin mengangguk-angguk dan tertawa kembali. Ia merasa bersyukur Lord Vaughan dan Mr. Sommerby tidak bertanya mengapa ia tiba-tiba menjadi debutan. Mungkin Lord Blackmere sudah menjelaskannya, entah apa penjelasannya.

"Tapi itu bisa saja menjadi kenyataan. Tidak ada yang tahu. Kau cocok dengan Blackmere," cetus Lord Vaughan tiba-tiba.

Seketika Kaytlin mematung dan merasakan panas menjalar dari tubuh hingga ke wajahnya.

"Ya, Tuhan. Kata-kataku pasti sudah membuatmu syok." Lord Vaughan tertawa lagi dan menampakkan wajah menyesal yang dibuat-buat. "Maaf, aku hanya bergurau."

"Ia hampir menggigitku."

"Menggigit?" Lord Vaughan menaikkan kedua alis kebingungan. "Blackmere?"

"Tommy."

"Ah...kuda jahanam itu." Lord Vaughan mengangguk-angguk penuh pengertian. "Kemarilah, ikut aku."

Kaytlin mengikuti pria itu yang menghampiri Tommy sembari mengambil sesuatu bungkusan dari kantongnya. Ia mengeluarkan isinya di telapak tangan. Ternyata gula. Dan ia memberikannya pada Tommy. Tommy mengendus tangan Lord Vaughan lalu memakan gulanya.

Lord Vaughan mundur dan menepuk telapak tangannya untuk membersihkan sisa gula. "Kau berani mencoba?"

Tanpa ragu Kaytlin mengulurkan telapak tangan sehingga Lord Vaughan bisa menuangkan gula ke atasnya.

"Vaughan..." Terdengar suara sarat peringatan dari belakang mereka. Kaytlin dan Derek menoleh. Ternyata Lord Blackmere menonton mereka dengan was-was bersama George.

Lord Vaughan menaikkan telunjuk, memberikan tanda untuk tenang, sebelum memegang pergelangan tangan Kaytlin untuk menuntunnya mendekati mulut Tommy. "Aku akan menarik tanganmu jika kurasa berbahaya. Kau tidak takut, bukan?" gumamnya pelan.

"Tidak."

"Gigitan kuda bisa sangat menyakitkan dan berbahaya. Salah-salah kau bisa kehilangan jarimu."

Kaytlin menoleh dengan bibir terbuka tak percaya tapi matanya bersinar geli. "Itu cara yang buruk untuk menenangkan seseorang, My Lord."

"Aku mencoba jujur." Lord Vaughan mengangkat bahu. "Jadi apa kau berubah pikiran?"

"Tidak."

"Bagus. Aku sudah tahu sejak awal mengenalmu bahwa kau tidak pernah takut."

Tommy mengendus gula di tangan Kaytlin dan memakannya. Kaytlin menahan napas dan menyaksikannya hingga habis. Lalu Lord Vaughan menarik tangannya perlahan tanpa membuat gerakan yang bisa mengejutkan Tommy.

"Selesai. Mudah, bukan?"

Kaytlin tersenyum dan mengangguk senang.

"Berilah sesuatu yang manis kepada makhluk buas," tukas Lord Vaughan bangga. "Lihat, aku bahkan bisa menciptakan puisi sekarang."

"Tapi kuda bukan makhluk buas," protes Kaytlin.

"Yah, kuda bukan makhluk buas. Aku lupa." Lord Vaughan berkacak pinggang dan menatap langit untuk berpikir. "Anggap saja ia makhluk yang sulit kalau begitu."

Kaytlin mengangguk. "Makhluk yang sulit terdengar lebih tepat."

"Sama seperti Blackmere," bisik Lord Vaughan dengan mata jail.

Senyuman Kaytlin berubah menjadi ringisan. Ia menoleh kembali pada Lord Blackmere dan George yang masih berdiri di tempatnya melihat mereka.

➰➰➰

Di pesta yang ia hadiri berikutnya, Kaytlin mendapati lebih banyak lagi para pria yang mengisi kartu dansanya. Tentu saja pria-pria itu bukan hanya kenalan ataupun kerabat dari para lanjut usia tetapi memang murni ingin tahu tentang Kaytlin setelah masuk tabloid gosip. Ditambah pujian para tamu di acara kunjungannya terakhir kali. Lord Kimleigh yang selalu berbicara berlebihan bahkan menyebarkan betapa Kaytlin begitu sempurna kepada semua orang.

Kaytlin berusaha sebaik mungkin untuk tetap menjadi dirinya sendiri agar orang tidak lanjut berekspektasi terlalu besar padanya. Ia tidak menutupi karakternya yang dianggap kekurangan bagi masyarakat Inggris. Semakin cepat orang-orang sadar bahwa Kaytlin hanya wanita biasa, itu akan semakin baik. Tapi anehnya mereka semua malah semakin akrab dengan Kaytlin. Sebagian besar dari mereka berpendapat Kaytlin membuat mereka tidak merasa seperti pria yang sedang mengejar lady yang mereka puja.

John--si bajingan--tiba-tiba berubah akrab seakan telah mengenal Kaytlin bertahun-tahun. Pria itu menyapanya di pesta dan tersenyum lebar secerah mentari Zanzibar. Mungkin pria itu memang sebetulnya sangat ramah, pikir Kaytlin. Namun belum kelar bertegur sapa, pria itu pasti sudah ditarik oleh Lord Kimleigh dan Lord Osborne untuk menjauh darinya.

Earl of Fenwood juga mengajaknya berdansa kembali. Pria itu mengakui bahwa acara kunjungan Kaytlin cukup menarik dan membuatnya terhibur. Kaytlin juga bercakap-cakap dengan pria itu tanpa beban karena mereka memang tidak bertujuan mendekati satu sama lain. Mereka berbicara tentang Lady Winny, lalu opera yang sedang tayang di Vauxhall Garden--di mana Kaytlin belum pernah ke sana--, dan apa pun yang bisa mereka bicarakan.

Lamat-lamat, Kaytlin teringat bahwa ia belum bertemu Duchess of Schomberg setelah tersebarnya gosip pertunangan itu. Bagaimana reaksi sang duchess mengetahui tentang ini? Kaytlin mengedarkan pandangan ke sekeliling ruang pesta, mengamati apakah Duchess of Schomberg ada di sana. Tidak sulit menemukannya jika ia hadir.

Dan memang ia ada di sana, baru saja selesai berdansa dengan seorang lord. Lantai dansa memang tidak hanya diperuntukkan untuk debutan. Para pria dan wanita yang sudah menikah pun boleh berdansa untuk bersenang-senang.

Duchess of Schomberg kebetulan melihatnya juga. Ia berpamitan pada pasangan dansanya dan berjalan menuju ke arah Kaytlin.

"Your Grace." Kaytlin memberi salam saat wanita itu sampai di dekatnya. "Mungkin Anda sempat mendengar apa yang terjadi."

"Aku bahkan ada di sana saat Lady Blackmere mengucapkannya pada semua orang. Tapi tentu saja aku tidak seketika percaya." Duchess of Schomberg meraih siku Kaytlin dan menuntunnya ke dekat balkon dengan akrab. Semua tamu yang mereka lewati memperhatikan mereka dengan kagum. "Tidak mungkin Raphael tidak mengatakannya padaku jika sejak awal kalian benar bertunangan. Dan kau juga tidak mungkin menutupi hal semacam itu padaku."

Kaytlin mengerjap lega. "Baiklah."

"Dan aku juga yang memberitahukan langsung kepada Raphael tentang tabloid gosip tersebut. Ia begitu terkejut."

"Jadi Anda sudah bertemu His Lord..."

Duchess of Schomberg menghela napas. "Hanya sebentar karena ia langsung meninggalkanku untuk kembali ke estat saat itu juga. Raphael bukan tipikal yang mengikuti gosip sehingga aku sangat paham ia pasti tidak akan tahu jika tidak ada yang memberitahu. Meski ia curiga dengan keanehan orang-orang di sekitarnya, ia juga tidak akan mencari tahu."

"Maafkan atas kesalahpahaman ini. Aku pun sebenarnya tidak tahu bahwa aku akan terlibat dalam gosip itu," tutur Kaytlin sungguh-sungguh.

"Tidak perlu meminta maaf. Aku tahu Lady Blackmere berusaha membuatmu dikenal sehingga bisa mendapatkan seseorang yang terhormat. Dan aku sangat mendukungnya. Bahkan aku sangat senang dengan rumor yang ia ciptakan."

"Senang?" Reaksi sang duchess membuat Kaytlin kebingungan.

"Selama ini aku sangat berhati-hati untuk mengirim surat kepada Raphael. Tapi dengan dikenalnya dirimu sekarang, akan lebih mudah bagiku berkabar dengannya karena aku akan mengirimkan suratku bersama undangan-undangan untukmu," ungkapnya hati-hati.

"Anda akan mengundangku ke pesta Anda?" Kaytlin terkejut.

"Tidak hanya pestaku tapi juga beberapa pesta yang diadakan lingkaran pertemananku. Kau tidak keberatan aku menjadi salah satu patroness-mu, bukan?"

"Tidak, aku merasa terhormat dengan itu," tutur Kaytlin. Semakin cepat ia terlihat akrab dengan sang duchess di depan publik London mungkin akan semakin baik.

"Perkiraanku benar saat dulu kau merasa kau adalah orang yang tepat untuk membantuku dan Raphael." Duchess of Schomberg menatap penuh harap. Kaytlin berusaha tersenyum.

"Lalu...ada yang ingin kubicarakan denganmu tentang sesuatu." Sang duchess kembali mengajaknya berjalan sepanjang selasar balkon. "Sebenarnya aku malu untuk membicarakan ini, tapi hanya kau yang tahu hubunganku dengan Raphael..." Wajah wanita itu terlihat gelisah.

"Jika Anda merasa tidak nyaman mengutarakannya__"

"Tidak, tidak." Duchess of Schomberg menggeleng. "Aku akan membicarakannya sekarang, tetapi bisakah kau merahasiakan hal ini dari Raphael?"

Kaytlin mengangguk kebingungan.

"Apa kau pernah melihat atau mengetahui jikalau ia dekat dengan seseorang?"

"Seseorang?"

"Wanita lain."

Kaytlin terbelalak cukup lama. Ia tidak menyangka dengan pertanyaan tersebut tapi sang duchess masih menunggu jawaban Kaytlin yang mengisyaratkan ia serius.

"Setahuku tidak ada, Your Grace," jawab Kaytlin cepat-cepat. "Jika di estat, His Lord selalu berada di ruang kerja atau di dekat istal. Dan tidak pernah ada wanita yang berkunjung mencarinya. Selebihnya jika ia di London aku tidak begitu tahu, tapi sepertinya tidak."

"Benarkah?"

Kaytlin mengangguk.

Duchess of Schomberg memejamkan mata sebelum menyentuh pelipis. "Maaf, aku merasa sangat malu menanyakan ini. Cukup sulit menjadi seseorang yang terlalu berpikir berlebihan. Aku bahkan sempat khawatir ia tertarik pada adikmu karena kecantikannya mirip dengan ibumu."

"Lissy?!" Kaytlin tercekat, lalu tertawa menggeleng. "His Lord bahkan jarang berbicara lebih dari satu kalimat dengan adikku."

"Yahhh...dan akhirnya adikmu menikah dengan orang lain. Sungguh di luar dugaan." Sang duchess tersenyum. "Raphael begitu sulit dibaca padahal aku mengenalnya bertahun-tahun."

"Di estat juga His Lord tidak terlalu banyak berbicara sehingga sulit mengetahui isi pikirannya," timpal Kaytlin penuh pengertian. "Anda harus percaya padanya karena kupikir His Lord selalu bertahan hingga saat ini demi Anda. Aku bahkan terkejut dengan pertanyaan Anda karena itu hal terakhir yang pernah aku pikirkan tentang Lord Blackmere. Mungkin Anda malah harus lebih mengkhawatirkan bersaing dengan pekerjaannya dibanding wanita karena His Lord lebih banyak meluangkan waktu bersama Mr. Maximillian," tambahnya dengan sedikit gurauan untuk menghibur.

Duchess of Schomberg terkesima dengan panjangnya Kaytlin berbicara. Kaytlin yang tersadar merasa malu dengan itu. Untunglah sesaat kemudian wanita itu ikut tertawa. "Kau benar. Selama ini aku juga tidak pernah mendengar rumor tentangnya bersama wanita. Kau membuatku sedikit lega."

"Yo-your Grace, Mi-Miss de Vere." Suara Lord Breadbane yang menghampiri mereka membuat Kaytlin kembali dari lamunan. Kaytlin dan sang duchess menoleh.

"My Lord," Kaytlin tersenyum dan merendahkan tubuh memberi salam, sedangkan Duchess of Schomberg hanya menganggukkan kepala yang mengindikasikan mereka belum pernah diperkenalkan.

Saat bersama Kaytlin saja Lord Brad sudah begitu gugup ditambah lagi dengan adanya Duchess of Schomberg di sana. Ia menatap kagum wanita itu untuk sejenak. "Ma-maaf aku ha-harus mengganggu percakapan Anda dan Mi-Miss de Vere." Lalu ia kembali menatap Kaytlin dengan semringah di wajahnya. "Da-dansa sebentar lagi akan dimulai."

Kaytlin memeriksa kartu dansanya. "Ah, Anda benar. Giliranku berdansa dengan Anda."

"Luar biasa, kartu dansamu penuh," komentar sang duchess dengan nada memuji.

"Ini mungkin hanya sementara," gumam Kaytlin dengan malu.

"Kau terlalu merendah. Apakah dia salah satu pengagummu?" bisik Duchess of Schomberg sambil melirik Lord Brad dari balik kipas.

"Aku tidak berani menyebutnya demikian, tapi Lord Brad sangat baik dan kami cukup sering bercakap-cakap," jawab Kaytlin berhati-hati.

Duchess of Schomberg mengamati Lord Breadbane kembali naik turun. "Aku tahu kau akan mendapat yang terbaik seperti yang diucapkan Lady Blackmere. Pria itu sepertinya baik, meski aku tidak terlalu mengenalnya."

"Terima kasih, Your Grace," ucap Kaytlin sebelum menerima uluran tangan Lord Breadbane. Komentar sang duchess membuat Kaytlin mengamatinya, pria yang Melissa katakan tergila-gila pada Kaytlin entah itu benar atau tidak. Mungkin Kaytlin harus berusaha mengenal lebih dekat, tapi ia tidak perlu terburu-buru memutuskan apa pun hanya karena bertepuk sebelah tangan. Masih ada season tahun depan.

➰➰➰

"Ajaklah dia ke Harrogate." Raphael memulai pembicaraan lebih dulu saat neneknya memasuki ruang kerja pagi itu, entah apa tujuannya ke sana.

"Seharusnya dia ke Carlisle."

"Tapi ia ingin ke Harrogate." Raphael memaksa.

"Aku tahu." Neneknya mengambil tempat di depan meja Raphael seperti biasa. "Tapi aku belum memutuskan. Ada yang ingin kubicarakan dulu mumpung popularitas Kaytlin sedang naik sekarang. Berkat dirimu tentunya. Usahamu untuk mempermalukan Kaytlin di hadapan semua orang sepertinya menjadi bumerang," komentar neneknya dengan senyuman. "Kau malah membuatnya semakin populer."

"Dan sepertinya kau sangat senang," balas Raphael dengan senyuman sarkas.

Neneknya menghela napas bahagia. "Sebenarnya aku cukup kecewa padanya setelah ia tidak mau menjalankan rencanaku untuk membuatnya populer, tapi secara tak terduga ia bisa memperbaiki dengan caranya sendiri. Aku terkejut dengan kemampuannya mempelajari sesuatu dengan cepat. Kau harus menarik ucapanmu bahwa Kaytlin adalah wanita bodoh."

"Ya, ia bukan wanita bodoh. Hanya anak baik yang tidak mengerti, seperti yang kaukatakan dulu. Lalu kau akan menerimanya di Harrogate?"

"Kita bicarakan itu lain kali karena ada hal mendesak lain yang perlu kita utamakan, yakni membahas para pria yang mendekati Kaytlin."

"Ini terlalu cepat."

"Tidak terlalu cepat mengingat apa yang terjadi."

"Bukankah belum ada lamaran?"

"Memang, tapi kita harus bersiap karena kemungkinan itu ada."

"Aku jelas tidak akan menerima jika ada yang melamarnya sekarang."

"Kecuali jika Kaytlin menerima," tambah neneknya.

"Ia tidak akan menerima," sergah Raphael.

"Bagaimana jika ia menerima?" desak sang nenek tak kalah memaksa. "Maka akan lebih baik jika aku tahu pendapatmu. Sebagai wali kau juga pasti akan ikut andil dalam memutuskan. Bukankah dulu kita juga membicarakan pria-pria yang mendekati Lisette?"

Menyipit kesal, Raphael akhirnya dengan berat hati menjawab, "baiklah."

Penuh senyum kemenangan, neneknya membuka kertas yang ia bawa untuk membacakannya. "Yang pertama adalah John Montieth."

Raphael mengerutkan kening mengingat-ingat. "Aku tidak pernah mendengar nama itu."

"Dia keponakan Lord Charles Blandford."

"John si bajingan?!" Raphael tercengang.

Neneknya mengangguk.

"Sebelum meminta pendapatku, apa Nenek sendiri setuju dengannya?"

"Awalnya tidak, tapi kita mungkin bisa mempertimbangkan karena ternyata ia pewaris Charles__"

"Lupakan saja. Siapa selanjutnya?"

"Yang kedua adalah Baron Osborne."

"Lupakan juga. Ia suka berjudi."

"Dari mana kau tahu?"

"Banyak yang menyebutkan."

"Berarti itu hanya isu yang belum tentu kebenarannya. Tapi ia tidak bangkrut. Ia juga cukup baik, cerdas, dan bisa mengimbangi Kaytlin yang__"

"Tidak. Siapa yang ketiga?" sela Raphael cepat.

"Earl of Kimleigh, ia tidak pernah terdengar suka berjudi ataupun bermain wanita."

"Ia pria besar kepala. Kimleigh tidak perlu menikah ataupun manusia lain dalam hidupnya."

"Tapi Kimleigh suka dengan Kaytlin yang gemar bertany__"

"Tidak. Siapa lagi?" Raphael bersikeras.

"Asheburry."

"Terlalu emosional. Ia tidak akan sabar menghadapi Kaytlin. Berikutnya."

"Lyons."

"Terlalu konservatif. Kaytlin akan membuatnya gila."

"Kau selalu mencari kelemahan mereka bahkan yang paling sepele sekalipun!" bentak sang nenek kesal.

"Bukankah memang itu yang harus kulakukan?" pungkas Raphael gelisah.

Neneknya memutar bola mata lalu kembali menatap daftar. Wajahnya tiba-tiba berubah cerah. "Yang ini paling menjanjikan. Dia adalah Earl of Fenwood, keponakan dari Lady Winnifred. Wajahnya tampan, sikapnya tenang, tidak pernah terdengar terlibat skandal, berpikiran modern, dan lulus dari Eton dengan nilai gemilang. Ia sempat berbicara sekali dua kali dengan Kaytlin dan sepertinya mereka menikmati pembicaraan. Ayahnya yang seorang marquess termasuk bangsawan kaya dan tentu saja Fenwood akan mewarisi semua itu suatu saat nanti. Terus terang aku belum menemukan kekurangan apa pun padanya. Bagaimana?"

Sementara neneknya tersenyum lebar penuh antusiasme, Raphael berpikir keras.

"Kurasa tidak," putus Raphael.

"Tidak?" Neneknya keheranan. "Apa ada kesalahan yang kautemukan padanya?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Aku hanya tidak suka padanya."

"Kau tidak su__" Dowager Marchioness tercekat tak percaya. "Raphael, bukan kau yang akan menikah dengan mereka!"

"Kau tadi meminta pendapatku," tukas Raphael datar.

"Baiklah!" Dowager Marchioness menahan geraman sebelum melanjutkan dengan tenang. "Jadi...karena menurutmu tidak ada yang pantas untuk Kaytlin, apakah kau punya saran pribadi siapa yang pantas menikahinya?"

"Aku tidak tahu."

"Kau tidak tahu?" Neneknya menatap jengkel.

"Bukan aku yang menemaninya ke mana-mana."

"Jika begitu, temanilah ia ke mana-mana."

"Rencana apa lagi ini?"

"Kau membuatnya menjadi debutan agar mendapatkan suami, bukan? Aku sudah membuat daftar yang mana sudah hampir keseluruhan kautolak!"

"Nenek, ini bahkan baru seperdelapan musim."

"Aku tidak yakin kau akan melakukan sesuatu meski lima musim berlalu."

"Baiklah, apakah tidak ada lagi yang tersisa dalam daftar kandidatmu?"

"Yang terakhir adalah Earl of Breadbaneberry."

"Pria gugup itu?"

"Tapi aku mengkhawatirkan Countess Shelby," lanjut neneknya. "Jelas terlihat ibunya mengendalikan Brad dan merasa memiliki hak untuk itu. Ia bisa saja mematikan semangat Kaytlin suatu saat nanti. Kaytlin tidak hanya memerlukan seseorang yang mencintainya, tapi juga keluarga yang mengerti keunikannya."

"Lalu kenapa kau masih memasukannya dalam daftarmu?"

"Karena dari sorot matanya ia sangat mengagumi Kaytlin dengan tulus."

"Kaytlin tidak mungkin memilihnya."

"Kita tidak bisa memprediksi itu. Ada beberapa orang yang memilih orang yang mencintai mereka dibanding orang yang dicintai. Kau ingat ia menolak Malton karena Malton tidak mencintainya?"

"Malton tidak pernah melamarnya," sanggah Raphael.

"Secara resmi memang tidak. Tapi ia sempat melamar Kaytlin secara pribadi. Malton jujur mengatakan tidak mencintainya sehingga Kaytlin menolak, tapi sekarang kasus berbeda. Breadbane menyukainya." Neneknya menjelaskan. "Bahkan sangat memuja Kaytlin."

Raphael mengerutkan kening mengingat pria bernama Breadbaneberry itu. Segala tentang pria itu sangat konyol. Namanya bahkan terdengar seperti makanan. Demi Tuhan, Kaytlin pasti gila jika memilih pria itu.

➰➰➰

Kebetulan sekali hari berikutnya ada acara kunjungan lagi. Dan karena tidak hujan, Kaytlin dan para tamunya berada di luar bermain croquet bersama. Countess Shelby dan Mrs. Humpwell juga ikut serta di taman sebagai pendamping. Dowager Marchioness bersama para lansia tidak ikut beraktivitas di luar dan memilih mengobrol di ruang duduk. Meski cuaca cerah, angin musim gugur tidak baik bagi orang tua. Raphael mengamati kegiatan itu dari jendela di ruang makan di mana akan ada jamuan untuk makan siang.

Semua pria, termasuk John si bajingan mengerumuni Kaytlin. Kaytlin mendengarkan mereka sesekali meski sedang asyik memukul bola dengan tongkatnya. Lalu Kaytlin berpindah tempat karena mengejar bola, mereka semua mengikuti seperti bebek.

Teman-teman wanita Kaytlin juga ada di sana dan menimpali obrolan serta bermain croquet juga. Selesai memukul bola, Lord Fenwood menghampiri Kaytlin dan membisikkan sesuatu. Kaytlin menatap pria itu lalu tersenyum dan balas mengatakan sesuatu. Melihat itu, Kimleigh dan yang lain menghampirinya. Kimleigh mulai berbicara dengan gestur sok tahunya seperti biasa, tapi Kaytlin mendengarkan dengan antusias dan menimpali--sepertinya dengan pertanyaan-- yang membuat Kimleigh makin menggebu.

Countess Shelby dan putranya tidak ikut bermain dan menonton sambil duduk di alas kain yang dihamparkan di atas rumput bersama Mrs. Humpwell. Breadbane memberikan tatapan memuja kepada Kaytlin seperti manusia gua yang baru pertama kali melihat wanita.

"Akhirnya Kaytlin kita memiliki pengagum. Mungkin sebentar lagi ia akan menikah. Aku merasa berat melepaskannya." Terdengar komentar Derek yang menyusul Raphael bersama George.

"Sejak kapan ia menjadi Kaytlin kita?" George tertawa.

"Bukankah kita yang pertama kali mengenal Kaytlin sebelum dikenal masyarakat London?" tukas Derek menjelaskan.

"Yah, kau benar." George memutar bola mata. "Tapi Miss de Vere cukup membuat orang penasaran. Baru-baru ini nenekku bahkan menyuruhku menyelidikinya. Mereka tidak tahu aku sudah mengenalnya sejak dulu."

"Nenekmu?!" Derek tertawa.

"Itu sangat konyol." Raphael ikut berkomentar datar.

George mengedikkan bahu. "Dan ibuku juga mendukung. Sudahlah, mereka akan mendukungku bahkan dengan kambing betina sekalipun asalkan aku menikah. Orang-orang tua itu." Ia berdecak.

"Tapi kau memang pernah merayu Kaytlin saat menyangkanya pelayan di manor ini," ledek Derek merujuk pada pertemuan pertama mereka di hutan.

George tertawa. "Jangan salahkan aku, ia memakai baju berkabung jelek itu. Kupikir ia wanita yang terlalu cantik untuk ukuran pelayan. Wajahnya unik seperti musim dingin dan tubuhnya tinggi semampai. Tapi begitu tahu ia anak Lady Josephine, aku mengurungkan niat. Aku belum ingin menikah meski bertemu wanita secantik Aphrodite sekalipun."

"Yah, menurutku ia juga menarik. Tapi aku mencari wanita pewaris kaya." Derek menghadap Raphael. "Omong-omong berapa kau memberi mas kawin pada Kaytlin?"

"Aku tidak pernah mengumumkannya," sahut Raphael.

Derek mengangkat kedua alis lalu menoleh keluar lagi pada para gentleman yang bersama Kaytlin. "Lalu apa yang mereka cari?"

"Tampaknya hampir sebagian besar orang-orang itu tidak miskin sepertimu, Derek." George balas meledek terang-terangan.

Raphael melihat lagi ke jendela. Kaytlin mengucapkan sesuatu kepada para gentleman yang mengerumuninya. Mereka mengangguk dan membiarkan Kaytlin pergi meninggalkan mereka sementara mereka melanjutkan percakapan bersama teman-teman wanita Kaytlin.

Ternyata Kaytlin menghampiri Countess Shelby dan Breadbane untuk menyapa. Wajah Breadbane tampak begitu bahagia dan gugup sedangkan pertanyaan selalu ditanggapi Countess Shelby setiap Kaytlin mengucapkan sesuatu. Kaytlin bersikap sama ramahnya terhadap semua, sama seperti sikapnya kepada Raphael sejak pertama mereka bertemu. Mungkin selama ini ia terlalu berlebihan mengartikan perhatian Kaytlin padanya. Kaytlin juga baik kepada Derek dan George, bahkan kepala pelayan Winston Basset tanpa kecuali.

Terdengar ribut-ribut di pintu masuk sehingga Raphael tidak sempat mengamati lagi. Dowager Marchioness diikuti para lansia memasuki ruangan. Jam besar di dinding sudah menunjukkan waktunya makan siang.

"Oh Raphael, syukurlah kau sudah di sini." Dowager Marchioness menyapa sekilas sebelum mempersilakan yang lain duduk. Raphael duduk di kepala meja sesuai kepantasan karena ada tamu, sedangkan Dowager Marchioness di ujung satunya. George dan Derek mengambil tempat duduk di dekat Raphael.

Countess Shelby memasuki ruangan dengan wajah senang. "Jangan khawatir, semua sedang membersihkan sepatu dan akan menyusul kemari," ucapnya menjelaskan mengapa ia hanya datang sendiri.

"Kuharap semua bersenang-senang," timpal Dowager Marchioness tersenyum. "Karena ini acara terakhir kami di tahun ini."

Tidak bisa dipungkiri, mungkin Raphael yang paling merasa lega mendengarnya di ruangan itu. Ia sudah berusaha memaksa dirinya menghadiri makan siang ini karena permintaan sang nenek.

"Tentu saja, My Lady. Kuharap kau membuka manor lagi di musim semi," sahut Countess Shelby. "Aku tidak bisa menahan diri untuk mengatakan betapa aku sangat mengagumi anak perwalianmu."

"Kaytlin?" Dowager Marchioness tertawa kecil. Raphael terdiam mendengarkan sementara para pelayan membalik gelas-gelas di meja dan mengisi dengan air dan anggur.

"Tentu saja," sahut Countess Shelby. "Tangan Brad sebenarnya baru saja mengalami patah tulang sehingga ia tidak bisa ikut bermain croquet. Dokter mengatakan Brad tidak boleh melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan cederanya kambuh untuk sementara. Tapi Kaytlin tetap memberikan perhatian padanya tadi."

"Benarkah?"

"Aku menceritakan hal itu pada Kaytlin dan Kaytlin meminta maaf telah asyik bermain croquet. Aku tentu saja memaklumi karena ia tidak tahu. Lalu ia menghentikan permainan agar bisa bercakap-cakap dengan Brad. Melihat itu, aku tahu ia pasti akan menjadi istri yang baik dan berdedikasi. Aku juga baru tahu meski ia putri dari seorang honorable, ia menghabiskan masa kecil dan remaja di Keele. Ini opini tak umum, tetapi aku cenderung menyukai gadis yang berasal dari pedesaan karena biasanya mereka rajin dan tak banyak menuntut. Aku sempat takut bahwa tidak ada wanita sempurna yang bisa mengurus Brad seperti aku, ibunya sendiri. Ternyata hal itu ada pada Miss Kaytlin de Vere," ceritanya dengan mata berbinar.

"Sebagai seseorang yang mengajarkannya tata krama, aku ikut senang mendengarnya," sahut Dowager Marchioness memaksakan seringai senyum.

"Jadi, Lady Shelby..." Raphael tidak bisa menahan diri untuk bertanya. "Kau sedang mencarikan anakmu istri atau pengasuh bayi?"

George hampir tersedak mendengarnya. Derek menahan geli. Countess Shelby ternganga, sementara Dowager Marchioness sangat terlihat berusaha menahan amarah.

"Tenanglah, Lady Shelby. Cucuku memang memiliki rasa humor yang hanya dimengerti orang-orang tertentu."

Countess Shelby menutup bibirnya dan terkikik. "Oh, begitukah? Aku harus lebih sering kemari untuk mengenal Anda jika begitu, My Lord."

Belum sempat Raphael melemparkan ucapan tajam lagi, orang yang mereka bicarakan memasuki ruangan.

"Oh, Brad sayang, Ibu di sini." Countess Shelby memanggil. Breadbane dengan senang menurut ke arahnya dan duduk di tempat yang disediakan.

Lalu Kaytlin memasuki ruangan bersama teman-teman wanitanya dan para gentleman lain.

"Kaytlin!!" Countess Shelby berseru merdu kembali. "Ayo kemarilah, duduklah di sini."

Kaytlin menoleh dan mau tak mau mendekat karena Countess Shelby memanggilnya di hadapan banyak orang. Ia duduk di kursi yang disediakan tepat di sebelah kanan Breadbane, sementara Countess Shelby duduk di samping Kaytlin sehingga Kaytlin berada di tengah-tengah mereka berdua. Semua memperhatikan monopoli itu dengan berbagai ekspresi termasuk Raphael yang hanya diam.

"Terima kasih, My Lady," ucap Kaytlin. "Seharusnya Anda tidak perlu repot melakukan ini."

"Jangan sungkan, My Dear." Countess Shelby tersenyum puas.

➰➰➰

Surat Duchess of Schomberg akhirnya tiba di tangan Kaytlin bersama surat-surat undangan lain. Lord Blackmere pasti juga sudah melihat surat tersebut karena semua surat terlebih dulu disortir sebelum kepala pelayan membagikannya. Tapi karena di amplop surat tertera nama Kaytlin, surat tersebut masih tersegel dengan baik. Lord Blackmere tidak membukanya.

Kaytlin meletakkan surat yang lain di meja dan memutuskan membuka surat undangan sang duchess lebih dahulu. Ia memotong ujungnya dengan pisau pemotong kertas. Begitu dibuka, ia menemukan satu surat undangan khusus untuknya beserta lembaran lain. Undangan minum teh dari Dowager Duchess of Torrington atas rekomendasi Duchess of Schomberg. Mata Kaytlin mengerjap-ngerjap tak percaya. Dowager Duchess setuju atas usul Duchess of Schomberg untuk mengundangnya? Jika wanita itu Dowager Duchess of Torrington berarti tidak salah lagi, ia ibu dari Duke of Torrington, rekan Lord Blackmere dan Mr. Maximillian, sekaligus duke muda yang tersohor sulit untuk ditemui. Melissa, Lissy, Selene, dan Elizabeth pasti berteriak jika mendengar ini. Petualangan Kaytlin di London sungguh melebihi ekspektasi yang bisa ia bayangkan.

Mencoba untuk tidak terlalu lama terlena dengan undangan spektakuler itu, Kaytlin mengambil satu lembar kertas lagi yang terlipat di dalam amplopnya. Ia membukanya ragu untuk memastikan.

Dear Raphael,

Begitu membaca kalimat pertama, Kaytlin terkesiap dan menutup surat itu kembali. Ia tidak boleh membaca surat itu, ucap Kaytlin berkali-kali dalam hati. Tapi ia tidak bisa menahan diri dan akhirnya membuka surat tersebut lagi dengan gemetar.

Ya, Tuhan, ia pasti akan masuk neraka.

Karena kau melarangku menulis surat lagi secara terang-terangan, aku menitipkan surat ini beserta undangan Kaytlin. Aku senang ia akhirnya menjadi debutan sehingga akan mudah bagiku berkirim kabar. Kuharap kau juga akan lebih sering berkabar untukku atas nama Kaytlin. Sudah terakhir kali kita bertemu dalam waktu yang hampir kulupakan, entah itu tiga atau empat bulan lalu. Setahun ini kita baru menghabiskan waktu (benar-benar menghabiskan waktu) sekali. Jangan menghitung pertemuan kita di London setelah gosip itu beredar karena tentu saja sangat singkat. Perasaan bahwa semakin hari kau memang sengaja menjauh dariku semakin kuat. Aku akan berlibur dan berada di chateau tiga hari lagi entah kau datang atau tidak.

Padahal Kaytlin sudah mempersiapkan hati, tetapi ia malah terpaku selesai membacanya. Isi surat itu sangat mencerminkan kesedihan, bukan romantisme. Ternyata Lord Blackmere memang jarang menemui sang duchess. Kaytlin pikir setiap kali pergi dari manor entah untuk urusan pekerjaan atau lainnya, pria itu akan menyempatkan bertemu Duchess of Schomberg. Tapi setahun sekali?

Kening Kaytlin berkerut. Otaknya berpikir keras tentang Lord Blackmere tetapi rasanya ia tidak pernah melihat pria itu bersama wanita lain. Mungkinkah Lord Blackmere bahkan lebih kacau dari yang ia pikirkan? Perselingkuhan di atas perselingkuhan? Membayangkannya saja membuat Kaytlin pusing. Ia belum menyerahkan surat itu saat turun dan sarapan pagi karena Dowager Marchioness masih ada di sana. Namun, karena masalah perselingkuhan itu, ia jadi tertegun mengamati Lord Blackmere terus menerus.

Pria itu tampak tenang, baik-baik saja, figurnya sama sekali tidak mencerminkan pria mata keranjang seperti Lord Vaughan. Sepertinya juga tidak sibuk beberapa waktu terakhir ini karena ia tidak kembali ke London. Bahkan ia banyak bersenda gurau bersama Lord Vaughan dan Mr. Sommerby, melakukan hal-hal yang tidak terlalu penting. Kaytlin memasukkan makanan ke mulutnya sepelan siput karena sibuk berpikir.

Merasa diperhatikan, Lord Blackmere mengangkat wajah. Kaytlin yang masih menggigit garpunya seketika terkejut. Ia cepat-cepat melihat piringnya kembali dan berkonsentrasi untuk makan.

➰➰➰

Kaytlin menyerahkan surat itu di dekat istal saat mereka hanya berdua. Dowager Marchioness masih di kamarnya, biasanya cukup lama sebelum minum teh di ruang duduk.

"Ada di dalam surat undanganku," jelas Kaytlin singkat.

Terlalu singkat untuk seorang Kaytlin yang tentu saja memunculkan kecurigaan. Lord Blackmere menatap datar suratnya, lalu bertanya. "Kau membacanya?"

"A-aku tidak sengaja."

"Sampai akhir?"

"Ya," jawab Kaytlin spontan tanpa berpikir. "Ma-maksudku tidak. Ya, sampai akhir...aku...tidak sadar. Tapi aku tidak terlalu meresapi isinya. Baiklah, aku minta maaf. Lain kali jika ada undangan dari Your Grace, Anda bisa membukanya dulu, daripada Anda mencurigaiku seperti ini."

"Untuk apa mencurigai lagi jika kau sudah mengakui membacanya?"

Kaytlin merasa malu, tapi ia teringat isi surat itu dan dugaan 'wanita lain' sehingga memulai topik pembicaraan. "My Lord...ini serius. Seharusnya Anda tidak bermain-main."

"Apa maksudmu?"

"Itu..." Kaytlin mengerutkan alis kembali mengingat Duchess of Schomberg juga memperingatkan bahwa Kaytlin tidak boleh mengatakannya. "Tidak baik membuat orang menunggu dalam ketidakpastian."

"Kupikir kau tidak meresapi isi suratnya."

"Isi surat itu memang tidak perlu diresapi karena mudah untuk dimengerti sehingga aku merasa perlu memberikan...nasihat."

"Baiklah, kau memberiku nasihat yang baik. Tapi kau juga harus ingat bahwa ini urusanku."

Kaytlin menatap dengan bersungut-sungut kesal. "Tapi Anda sudah melibatkanku dengan urusan Anda, jadi aku berhak juga untuk sesekali mengemukakan pendapatku, apalagi Her Grace adalah wanita yang kebetulan juga sama denganku jadi sedikit tidak aku mengerti perasaannya. Jika ia tidak menyampaikannya dan tidak ada lagi yang menyampaikannya, maka siapa lagi yang akan menyampaikannya selain aku? Anda memutuskan...sudah terperosok dalam semua ini yang menurutku sebagai manusia biasa, aku cukup bisa menerimanya meski mengejutkan, tapi cukup sudah, jangan menggali lubang yang lain lagi sehingga Anda terperosok semakin dalam. Bagi wanita itu sangat menyakitkan, tapi semoga saja dugaan itu tidak benar."

Selesai penjabaran panjang lebar itu, Lord Blackmere terdiam dan memberikan tatapan kosong. Kaytlin ikut terdiam.

"Kuharap Anda mengerti," tambahnya.

"Sama sekali tidak!" keluh Lord Blackmere tak sabar. "Sebenarnya apa yang ingin kaukatakan?!"

"Aku juga tidak mengerti apa yang ingin kukatakan!" erang Kaytlin frustrasi.

Perdebatan mereka terjeda karena melihat kepala pelayan Mr. Basset berjalan di padang rumput ke arah mereka.

"My Lord, Miss de Vere, maaf mengganggu pembicaraan Anda. Saya hanya ingin mengabarkan jika ada seorang lord dan seorang lady yang berkunjung untuk menemui Anda, Miss de Vere. Mereka memperkenalkan dirinya sebagai Countess Shelby dan Lord Breadblackberry..." Winston menekuk kening dengan kaku. "Atau Breadbeancherry__"

"Breadbaneberry." Dengan riang Kaytlin meralat.

Winston mengangguk lega. "Ah, Anda benar, Miss."

"Usir mereka. Hari ini bukan jadwal kunjungan," cetus Lord Blackmere yang membuat Kaytlin terperanjat.

"My Lord, hari ini memang bukan jadwal kunjungan, tetapi ada sesuatu hal di dunia ini yang bernama 'sopan santun'," protes Kaytlin.

"Mengusir tamu yang tak diinginkan untuk ditemui dan belum membuat janji pertemuan, tidak melanggar hal yang disebut 'sopan santun' dan hal itu lumrah terjadi di belahan Inggris mana pun."

"Baiklah, mungkin ini adalah sesuatu yang normal di Inggris, tapi bagiku ini salah. Seharusnya kita semua mulai meninggalkan norma-norma aneh yang sudah tidak sesuai dengan peradaban." Kaytlin mengangguk-angguk dengan mata berbinar penuh harap.

Lord Blackmere tidak bisa ikut tersenyum seperti dirinya dan menyahut tajam. "Ini manorku."

Antusiasme Kaytlin seketika hilang. Ia hanya menatap pria itu yang terlihat kesal sekarang.

"Aku tahu. Maaf jika aku harus selalu melanggar 'sopan santun'. Aku tidak keberatan untuk diusir dari manor Anda setelah ini, tapi aku akan tetap menemui mereka." Tanpa menunggu balasan Lord Blackmere, Kaytlin menoleh pada kepala pelayan yang sejak tadi menonton perdebatan mereka dalam diam. "Terima kasih telah memberitahukanku, Mr. Basset."

Lalu ia berbalik untuk berlari ke arah manor.

➰➰➰

Setelah cukup beramah tamah dan mengarang alasan bahwa hari ini ia ada keperluan berbelanja bersama Dowager Marchioness, Kaytlin berhasil membuat Countess Shelby dan Lord Breadbaneberry pulang dengan inisiatif sendiri. Mereka sangat senang Kaytlin menyempatkan diri untuk menyambut padahal harus bersiap-siap pergi.

Sambil melambaikan tangan dan tersenyum, Kaytlin berdiri di ambang pintu utama mengantarkan kepergian dua tamu yang gembira itu. Lalu saat kereta kuda mereka sudah keluar dari pagar dan tak terlihat lagi, senyum Kaytlin berubah menjadi ringisan was-was. Karena terlalu bersemangat, ia baru sadar sekarang bahwa tadi ia baru saja menentang Lord Blackmere di depan kepala pelayan di mana itu sangat menjatuhkan harga diri seorang pria. Bagaimana bisa Kaytlin melakukan itu?! Ia bahkan menantang pria itu untuk mengusirnya. Sebenarnya akan lebih baik jika Kaytlin diusir dari Blackmere Park karena itu berarti ia akan menjauh dari pria itu, tapi ia terkesan tidak tahu diri karena sudah memiliki Anthony sebagai ipar sedangkan Lord Blackmere yang menampungnya dulu saat ia dan Lisette tidak memiliki rumah.

Kaytlin berdiri mematung sambil memegang buket bunga pemberian Lord Breadbane sejenak, sementara di belakangnya para pelayan sibuk mengambil cangkir teh kotor dan membersihkan ruang tamu. Bisa dipastikan Lord Blackmere pasti sangat murka sekarang.

Bagaimanapun juga Kaytlin harus menghadapinya sehingga ia berbalik untuk berjalan cepat menuju perpustakaan.

Di sana ia menemukan orang yang ia cari, sedang duduk di sofa dekat jendela membaca sebuah buku. Langkah Kaytlin melambat dengan ragu menuju meja.

"Mr. Basset mengatakan Anda ada di sini." Kaytlin menaruh buket bunga, mulai memotong pita pengikat serta tangkai-tangkai bunga dengan gunting, dan berencana menatanya dalam vas kosong di sana. "Well, dengan sedikit keramahan, pada akhirnya Anda bisa mendapatkan hasil akhir yang sama, bukan? Countess Shelby dan Lord Brad sudah pergi dari manor Anda, My Lord. Dan sekarang hanya tinggal aku yang menjadi pengganggu."

Lord Blackmere mendongak dari bacaannya dan menyipitkan mata. "Kau menaruh bunga di mana-mana," keluhnya, kemudian kembali membaca acuh tak acuh.

Kaytlin merasa tak percaya. Hanya itu reaksinya? Pria itu malah mengomentari hal lain yang mengindikasikan ia tidak melanjutkan perkara.

"A-aku tidak tega membuangnya," timpal Kaytlin gugup sekaligus senang.

"Takut kehilangan pengagum?" sindir Lord Blackmere tanpa melepaskan pandangan dari buku. Suaranya terdengar tenang sehingga Kaytlin bisa benar-benar santai.

"Tidak, yang kulakukan hanya berusaha tidak membuat orang lain tersinggung."

"Memberikan perhatian hanya akan membuat kesalahpahaman bahwa kau menyambut perasaan mereka."

Kaytlin tertawa pelan sambil memasukkan setangkai bunga ke dalam vas. "Tidak mungkin semudah itu."

"Memang semudah itu."

"Bukankah suatu hal yang biasa jika kita balas bersikap sopan pada orang yang baik kepada kita?

"Pria menerjemahkan kode alam secara sederhana. Jika kau tidak ada keinginan di masa depan untuk menerima, jangan pernah membalas perhatian pria. Orang yang tidak mengerti karaktermu akan menganggap kau benar-benar membuka jalan."

"Lalu menurut Anda bagaimana aku harus bersikap?" tanya Kaytlin sembari menarik bunganya lagi karena merasa tidak pas.

"Jangan menunjukkan antusiasme dan inisiatifmu." Lord Blackmere menjeda sejenak. "Kecuali kau memang menyukai pria aneh itu."

"Pria aneh?" Kaytlin berhenti bekerja dan menoleh. "Lord Breadbane tidak aneh."

"Hanya dirimu yang mengatakan ia tidak aneh."

"Ia sama seperti yang lain. Hanya sedikit gugup."

"Sama seperti yang lain?" Lord Blackmere mendengus. "Aku tidak sudi disejajarkan dengannya."

"Tidak sudi__" Kaytlin tercekat, lalu menyipitkan mata mengamati wajah Lord Blackmere yang masih terpaku santai pada bukunya tanpa rasa bersalah. Baru saja tadi Kaytlin merasa senang luar biasa dan hendak meminta maaf, tapi entah kenapa kesombongan pria itu selalu membuat niat mulia Kaytlin berubah seratus delapan puluh derajat.

"Tentu saja Anda tidak bisa disejajarkan dengannya karena Anda merasa mungkin diri Anda lebih baik dari segi apa pun. Itu rasa kebanggaan diri yang patut dikagumi. Tapi Lord Breadbane juga memiliki nilai lebih yang tidak ada pada diri Anda." Kaytlin mengucapkan hal itu sambil menggunting keras tangkai bunganya hingga terdengar bunyi besi yang nyaring.

"Contohnya, ia selalu memperlakukan orang lain dengan sopan. Mungkin ia tidak akan mengusir orang yang datang ke rumahnya meski itu hal normal di Inggris. Dan ia tidak pernah mengatakan penjahit rendahan seperti yang Anda dulu lakukan." Kaytlin memotong tangkai yang lain lagi. "Bagi sebagian besar orang, terutama yang realistis pasti akan memilih tipe seperti Anda, tetapi kadang juga ada sebagian kecil yang mementingkan kenyamanan karena menghabiskan waktu seumur hidup bersama orang yang tidak menyenangkan hanya akan membu__"

Terdengar bunyi buku ditutup sebelum gunting Kaytlin memutilasi tangkai ketiga. Kaytlin menghentikan pekerjaan dan menoleh. Ia sukses mendapatkan perhatian Lord Blackmere sepenuhnya sekarang karena pria itu berdiri dari sofa dan mengambil langkah menghampirinya. Kaytlin buru-buru meletakkan gunting dan bunganya sebelum berbalik kabur. Tapi baru sampai di deretan rak kedua, Lord Blackmere sudah berhasil memerangkapnya dengan kedua tangan sehingga ia tidak bisa lari ke mana-mana.

"A-aku belum menyelesaikan ucapanku," ringis Kaytlin cepat saat memutar tubuh menghadap pria itu. "Tentu saja setiap orang memiliki nilai lebih yang berbeda-beda termasuk juga Anda...yang belum kusebutkan."

"Apa kau belum puas juga mengomeliku seharian ini, Madam?" tanya Lord Blackmere.

Tidak terdengar kemarahan dalam sindiran itu, malah terdengar lucu. Kaytlin menggigit bagian dalam bibirnya menahan tawa. Bahunya yang tadi tegang kini berubah santai. "Kurasa sudah. Tapi 'seharian' itu berlebihan karena ini bahkan belum pertengahan hari, My Lord."

Lord Blackmere menimpali dengan senyum setengah mengejek. "Sepertinya season-mu menyenangkan, sehingga kau sangat bersemangat meluapkan emosimu akhir-akhir ini. Bahkan mungkin kau mulai lupa untuk apa kau ada di sana."

"Tidak, aku tidak lupa. Aku bahkan sudah cukup akrab dengan Her Grace. Anda hanya tidak pernah ada untuk melihat itu," jelas Kaytlin mengangguk-angguk.

Lord Blackmere terdiam lagi.  Kaytlin merasa sedikit gugup ditatap olehnya. "Ya...kau benar," putusnya kemudian.

"Aku masih ingat bahwa aku bukan debutan," tambah Kaytlin untuk mengurangi kegelisahan. Ia balas menatap mata pria itu sesekali tapi tak bisa terlalu lama.  "Tapi aku juga sempat teringat ucapan Lissy saat ia masih di sini. Ia selalu mendesakku memakai kartu dansa dan mengatakan meski aku bukan debutan, aku berada di season...di mana itu sebuah kesempatan...yang belum tentu..."

Ucapan Kaytlin terputus-putus karena Lord Blackmere semakin mendekatkan wajah setiap patah kata yang Kaytlin ucapkan. Kaytlin hampir menyangka pria itu hendak menciumnya, tapi itu terlalu sulit untuk dipercaya bahkan hanya sebatas memikirkan.

"...ada dalam hidupku lagi," lanjut Kaytlin pelan tanpa melepaskan pandangan pada gerakan pria itu. Ia bisa menatapnya karena pria itu sekarang terpaku pada bibirnya. "Aku juga tahu itu terdengar hipokrit karena aku pernah mengucapkan tidak berencana menikah sekarang...tapi bagaimanapun juga itu hanya rencana hidupku...di mana yang terjadi bisa saja mungkin di luar dari rencana...tapi jangan pikirkan itu karena...apa yang Anda inginkan tetap kuutamakan di atas segalanya..."

Kaytlin tidak sanggup mengucapkan apa pun lagi karena pria itu memang menciumnya. Tidak salah lagi. Bibir pria itu menyentuh bibirnya dengan perlahan tanpa tuntutan. Kaytlin membeku di tempatnya berdiri. Isi kepalanya tidak bisa berpikir apa-apa karena terlalu terkejut. Jantungnya berdegup lebih cepat. Perasaan malu, bingung, dan anehnya juga senang bercampur aduk dalam dirinya.

Tidak mengerti apa alasan pria itu tiba-tiba menciumnya, Kaytlin juga melakukan hal yang tak beralasan dengan menyambutnya. Itu bukan keputusan yang berasal dari pikirannya, melainkan sesuatu yang berjalan secara naluriah seperti bunga yang selalu menggapai matahari meski mustahil. Tangannya terulur menyentuh sisi wajah pria itu dengan gemetar, merasakan bekas cukuran di dagunya, hingga ke belakang telinga. Mungkin kelancangan itu akan membuat Lord Blackmere berhenti tetapi sebaliknya, pria itu menarik tangannya sendiri dari rak buku dan meraih wajah Kaytlin. Satu tangannya turun ke punggung Kaytlin, membuat tubuh mereka makin dekat.

Kaytlin memejamkan mata, merasakan tekanan ciuman itu meningkat. Ia masih belum mengerti apa yang terjadi, tapi ia sudah mengerti apa yang harus dilakukan karena mereka sudah pernah melakukan itu sebelumnya, sehingga ia membuka bibir, membiarkan pria itu merasakan apa pun yang inginkan dari Kaytlin. Kaytlin juga merasakan segala yang ia inginkan darinya. Pada tahap itu seharusnya sudah cukup. Seharusnya mereka berhenti seperti yang mereka lakukan terakhir kali. Lord Blackmere melepas ciumannya, tetapi hanya untuk menyentuhkan bibirnya di leher Kaytlin. Sesaat Kaytlin hanya bisa berdiri pasif karena terlalu terkejut dengan itu, tapi sekujur tubuhnya meremang tak mampu mengendalikan getaran gugup yang menjalar hingga ke tulang belakang.

Kaytlin menyurukkan wajah ke dada pria itu, mengatupkan gigi menahan sesuatu di tenggorokan. Perlawanan terhadap perasaan itu membuatnya lelah. Lutut Kaytlin seketika berat dan lemas. Jemarinya mencengkeram kemeja pria itu untuk bergantung. Lord Blackmere  memegangi lengannya hanya untuk menahan Kaytlin agar tidak terjatuh seketika, tapi pada akhirnya mereka tetap berakhir di lantai. Kaytlin merasakan gerakan di kancing depan gaunnya hingga bodice-nya terlepas. Lord Blackmere menarik ikatan pita halus pakaian dalamnya. Tidak ada korset yang membatasi karena Kaytlin jarang memakai benda itu di rumah sehingga tidak ada lagi yang menutupi kulit telanjangnya. Kaytlin merasa malu tapi sensasi asing yang muncul lebih kuat melebihi apa pun. Ia memilih memejamkan mata agar tidak melihat. Hal itu hanya memperburuk keadaan karena ia masih bisa merasakan. Sentuhan di lekukan  payudaranya, ciuman di bahu dan tulang selangkanya, lalu ciuman itu menuju  salah satu puncak payudaranya yang sensitif.

Desahan yang sejak tadi tertahan akhirnya lolos dari tenggorokannya. Kaytlin merasa kacau sekaligus menginginkan sesuatu yang lebih, meski ia tidak tahu itu apa. Ia merasakan desakan gila untuk melepaskan diri dari sisa gaun yang mengumpul di pinggang. Tapi sesuatu di dasar jiwanya yang terdalam memberikan peringatan bahaya. Dengan sisa-sisa kewarasan, ia berhasil menahan bahu pria itu saat tangannya menyelinap masuk menarik tali stocking di bawah rok Kaytlin.

"My Lord!"

Seruan pelan itu membuat Lord Blackmere berhenti. Ia mengangkat wajah dan menatap Kaytlin yang masih terbaring di bawahnya dengan napas tak beraturan.

Wajah Lord Blackmere perlahan pucat menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Rautnya membuat Kaytlin merasa beruntung sempat menghentikan sebelum pria itu melakukan sesuatu yang sepertinya akan ia sesali.

Lord Blackmere berguling merebahkan tubuh di sampingnya dan menatap langit-langit perpustakaan dalam diam. Punggung tangannya menimpa dahi. Kaytlin juga tidak mengucapkan sepatah kata pun karena syok.

Sambil bergerak dengan keengganan, Lord Blackmere duduk untuk memperbaiki pakaian Kaytlin. Tangannya yang gemetar menyimpul pita dan menjalin kancing dengan hati-hati seakan takut menyentuhnya. Keheningan membuat gemerisik suara kain tetap terdengar sepelan apa pun. Kaytlin berusaha ikut membantu. Tangan mereka bersentuhan tanpa sengaja beberapa kali. Lord Blackmere menarik tangannya saat pekerjaan itu sudah hampir selesai.

"Maaf," ujarnya lirih sambil memalingkan wajah, lalu ia berdiri meninggalkan Kaytlin secepat kilat.

➰➰➰

--Bersambung part 31--

7000 bintang dan 20 ribu komen bisa?

Kalau nggak bisa, gpp ya. Aku tetap up pas sudah jadi.

Komen NEXT di sini.

➰➰➰


Continue Reading

You'll Also Like

9.5K 1.7K 30
Mereka sepasang anak kembar yang tinggal di sebuah panti asuhan, tanpa kekuarangan rasa cinta dan kasih sayang. Mereka telah berjanji untuk terus be...
50.2K 5.4K 34
Jeon Jeongguk seorang Jenderal Istri Dari Kim Taehyung sang Ketua Mafia.
1.5K 88 2
⚠️WARNING!!!⚠️ -Dilarang nge copy, PUNYA OTAK YA BUAT MIKIR LAH!! -Cerita ini rl buatan saya, no copy -Boboiboy hanya milik monsta, sy hanya meminja...
14.4M 807K 69
Sudah terbit di glorious Publisher! Coming soon Miniseries Devnay at Genflix Devano Fransisco Cromwell itu dingin, otoriter, kejam dan tolong tambahk...