Trigonometri

By Nadiapratama26

163K 39.9K 30.8K

📌Spin-off Atlas 2 Dulu ada yang pernah bertanya padaku, ingin menjadi apa aku ini saat dewasa nanti. "Aku i... More

Prolog
1. Triplet
2. Bertolak Belakang
3. Ingin Beli Waktu
4. Demi Hasna
5. Keras Kepala
6. Luka Yang Sama
7. Hanya Ingin Dekat
8. Kali Ini Terasa Lelah
9. Uluran Tangan?
10. Kecewa
11. Maaf
12. Masih Berharap
13. Penyesalan
14. Kehilangan Yang Abadi
15. Bangun Bahagia
16. Berdampingan Dengan Kenangan
17. Rumit
18. Terima Kasih
19. Akhir Cerita
20. Mengukir Senyum
21. Rindu Yang Tersampaikan
22. Not Alone
23. Everityng Will End
24. Hidup & Masalah
25. Jalani Sendiri
26. Salah
27. Peluk Untuk Papa
28. Pengakuan
30. Triplet
31. Hallo
Ekstra Part 1
Ekstra Part 2
Ekstra Part 3
Info Trigonometri 2

29. Drama Kehidupan

4K 1K 299
By Nadiapratama26


WARNING!

Cerita ini mengandung unsur semacam kekerasan, omongan kasar, dan beberapa hal buruk yang tidak pantas ditiru.

Semua tokoh, ras, agama, latar, hanya fiktif belakang.

Ambil sisi baiknya dan buang sisi buruknya.

Selamat membaca!! 














"Kalo semua orang hatinya berfungsi, nanti gak ada drama dalam hidup, kan, jadi gak seru."

-Althaf- 













Beberapa hari setelah Hafsah di pulang dari rumah sakit, Mamah empat anak itu dikejutkan dengan sikap Althaf yang menjadi lebih dewasa.

Perubahan demi perubahan yang dialami anaknya itu, membuat hatinya berbunga. Bahkan Althaf juga rajin membersihkan rumah, lebih rajin dari dua kembaran dan adiknya.

Namun ada satu hal yang mengganjal di hati Hafsah, biasanya Althaf ini paling bawel dengan hal apapun, tapi putranya itu sekarang jarang bicara ataupun ngelawak garing seperti biasanya.

Hafsah membuka pintu kamar putranya dengan pelan, sambil membawa beberapa celana jeans milik Althaf yang sudah dilipat rapi, dia akan menatanya dalam lemari.

Dilihatnya Althaf yang tengah berbaring di atas kasur sambil bermain gawai.

"Gak keluar sama temen-temen kamu, Bang?" tanya Hafsah sambil membuka pintu lemari.

"Enggak Mah," balas Althaf dengan mata yang tetap terfokus pada benda pipih dengan logo buah apel itu.

Setelah menata celana milik Althaf, Hafsah menghampiri putranya, duduk di tepi kasur sambil mengelus puncak kepala Althaf.

"Kalo Mamah perhatikan, kamu sekarang gak bawel, kenapa? Ada yang bikin kamu gak nyaman?" tanyanya lembut. Hafsah tidak ingin anak-anaknya memendam perasaan sedih sendirian.

"Masa sih Mah? Perasaan Mamah doang kali." Althaf mematikan gawainya lalu menggangi posisi, berbaring dipangkuan sang Mamah.

Hafsah tersenyum hangat, tangannya masih setia mengusap-usap rambut tebal putranya.

"Jangan simpan sendirian, bagi ke Mamah, apa sih yang buat Abang tiba-tiba jadi pendiam kayak Bang Altan?"

Althaf tersenyum tipis. "Aku cuma lagi renungin hidup aja Mah, selama ini aku hidup enak banget kayaknya. Sedangkan Alfan, pasti dia tersiksa ya karena punya trauma dan kekurang dalam pendengaran. Altan juga, dia pasti capek banget ngadepin kelakuan aku yang sering buat dia marah, aku pengen jadi Abang yang bisa lindungin semua anggota keluarganya ."

Hafsah mengangguk paham. "Mamah makin bangga sama Abang, boleh kok kamu jadi apa yang diinginkan, tapi satu pesan Mamah. Jangan buang atau korbankan apa yang bisa bikin kamu bahagia, dan tetap jadi diri kamu yang emang itu kamu, jangan jadi orang lain."

Althaf mengacungkan kedua ibu jarinya. "Siap bos." 


***

"Bangsat banget." umpat Althaf sambil melempar bolpoin ke arah Rafa yang duduk di depannya. Juno yang tengah sibuk melototi soal matematikan pun, seketika dibuat terkejut dengan tindakan Althaf yang tiba-tiba."

Cowok itu meringis kesakitan dan langsung menoleh. "Lo punya masalah apa sama gue, anjing?!"

"Untung gak ada guru," ucap Alam pelan lengkap dengan gerakan menggelengkan kepala. Suka heran dengan Althaf yang suka ngegas tiba-tiba.

"Kesel banget gue sama si Robi," balas Althaf.

"Robi siapa sih nyet? Kaga ada yang namanga Robi di kelas ini," balas Juno.

"Tau nih, keselnya sama Robi, eh gue yang kena," imbuh Rafa.

"Sabar Njing." Alam menepuk bahu Rafa pelan.

"Ini nih, Robi." Althaf menunjuk soal nomor enam yang ada di lembaran soal. "Dia yang beli mangga, dia yang makan mangga, gue yang suruh ngitung, bangsat gak tuh?!"

"ASU!" balas Juno, Rafa, dan Alam kompak.

"Sssst!!"

Ketiganya langsung menatap ke arah Altan di depan sana  yang ternyata sudah memberi tatapan tajam pada mereka.

Althaf memberi jempol. "Iya maaf."

"Kita udah serius dengerin, taunya bahas soal," cibir Alam.

"Orang pinter kok permasalahkan masalah mangga orang," imbuh Rafa.

"Otaknya lagi penuh sama Kansa." ucapan Juno membuat Althaf langsung memukul lengan sahabatnya itu.

"Gue bilang juga apa," ucap Juno lagi sambil kembali mengerjakan soal matematika. "Cewek itu jahat, makanya gue males pacaran."

Athaf menghela napas pelan, tatapannya beralih pada Kansa dan Alfan yang duduk bersama. Keduanya masih sama seperti dulu, dekat tak ada penghalang. Mungkin udah diterima. Batin Althaf.

"Enggak, bukan dia yang jahat. Baper gue aja yang salah tempat," balasnya lengkap dengan senyum tipis yang justru terlihat miris.

Semenjak kejadian di taman saat itu, Althaf memilih mundur perlahan meski dirinya menyesal karena melihat dan mendengar pembicaraan Alfan dan Kansa saat itu.

Althaf sebenarnya juga ingin ada di samping Kansa, memberi semangat untuk gadis itu, menjadi pendengar saat gadis itu ingin menumpahkan segala keluh kesah serta menjadi rumah ternyaman untuknya pulang.

Namun nyatanya semua hanya angan yang pupus ditengah jalan, tidak akan pernah tercapai sampai kapanpun.

Setelah melewati hari yang cukup melelahkan, triplet kini berada di luar gerbang sekolah. Mereka bersiap untuk pulang bersama karena kali ini tidak ada satupun yang membawa motor.

Mereka menunggu jemputan dari salah satu Om kesayangan mereka. Randi.

"Bang." panggil Alfan.

Althaf dan Altan kompak menoleh. "Kenapa?" tanya mereka kompak.

"Beli es cincau dulu yuk." Alfan menunjuk gerobak es cincau yang mangkal di pojok gerbang sekolah.

"Saya lagi gak pengen, kalian berdua aja yang beli," balas Altan sopan supaya kembarannya itu tidak tersinggung.

"Ya udah, yuk sama gue." kini giliran Althaf yang menjawab, bukannya langsung pergi, Althaf justru mengulurkan tangan pada Altan. Membuat cowok itu mengerutkan dahi.

"Apa?" tanya Altan dingin.

"Duit lah!" balas Althaf enteng. Alfan yang melihat hanya bisa menahan tawa.

Altan merogoh saku celana sekolahnya dan mengeluarkan uang lima puluh ribuan. "Nih."

"Sip, makasih." barulah dia pergi.

Altan menggelengkan kepalanya pelan. "Padahal jatah uang jajan sama, tapi kok punya kembaran tukang  ngabisin uang saya," ucapnya seorang diri.

Althaf dan Alfan bergabung dengan beberapa siswi yang juga tengah membeli es cincau. Ya meski terbilang sekolah elit, tapi ada beberapa siswa siswi yang masih bersikap sederhana.

Dan hanya Abang cincau ini yang setiap hari mangkal dekat sekolah mereka, karena memang sudah punya langganan juga.

"Eh, liat deh, mereka emang ganteng-ganteng ya." bisik salah satu siswi yang tengah mengantre sambil menatap Althaf dan Alfan.

Althaf yang mendengar pun, mendadak sok cool.

"Iya sih ganteng semua, tapi ada bedanya lah. Satu dari mereka, kan, aslinga budeg."

Ucapan itu langsung menusuk relung hati Althaf, dia perlahan menoleh ke arah Alfan yang masih diam seperti tidak mendengar apapun padahal ucapan tadi cukup terdengar ditelinga.

"Iya juga ya, kalo gak pake alat pendengaran ya gak bakal bisa hidup."

Kedua tangan Althaf mengepal, kalau saja bukan perempuan yang tengah membicarakan Alfan, sudah Althaf pukul.

"Kasihan banget sih."

Tanpa basa-basi, Althaf menarik alat pendengaran yang terpasang ditelinga Alfan, membuat sang  empunya terkejut.

"Bang, kenapa?"

Althaf tidak menjawab, dia maju beberapa langkah untuk menghampiri tiga siswi yang tadi berjulid tanpa beban.

"Eh, mulut kalian dijaga dong!" kesal Althaf. Ketiga siswi itu diam tanpa rasa bersalah.

Alfan mengikuti kembarannya itu, dia menarik-narik lengan Althaf untuk mengajak pergi. Meski tidak bisa mendengar tapi dia yakin bahwa saat ini Althaf tengah marah-marah.

"Lo semua punya mulut tapi kok pada gak bisa berfungsi dengan baik. Oh jangankan mulut ya, hati kalian juga keknya udah gak berfungsi."

"Apa sih?!" balas salah satu dari mereka.

Althaf melayangkan tatapan tajam pada cewek itu. "Lo yang apa, anjing. Gak usah ngehina kekurangan orang, kayak lo sempurna aja."

"Sadar diri dong!" ucap Althaf lagi. "Kalian pikir, kalian itu cantik? Sempuran? Sampe ngehina kayak tadi."

"Kaga! Otak aja gak punya." Althaf benar-benar murka kali ini.

Altan yang melihat dari kejauhan pun langsung menghampiri kembarannya. Alfan memberi isyarat agar Altan segera menarik Althaf pergi agar tidak terjadi masalah yang lebih panjang, dan saat ini mereka telah menjadi tontonan orang-orang.

"Udah, kita pergi aja." Altan langsung menarik Althaf dengan kasar.

"Gue belum selesai Tan!" tolak Althaf kasar.

Altan tetap mencegah kembarannya itu. "Sampe kapan kamu mau ribut?!" tanya Altan galak.

"Sampe gue jahit tuh mulut cewek-cewek julid itu." tunjuk Althaf.

"Udah! Gak usah ladenin!"

Althaf menatap Altan dengan tajam. "Gimana gue mau diem aja kalo kembaran gue dihina kayak tadi, parahnya lagi adalah. Gue penyebab dia jadi bahan hinaan." tatapan tajam itu mendadak surut, begitu juga dengan cengkraman tangan Altan pada lengan Althaf.

"Andai waktu itu gue gak nyuruh Alfan buat ambil mainan di luar rumah, andai gue sendiri yang ambil. Pasti dia gak bakal menderita, kalo gue bisa putar waktu dan balik ke masa itu." napas Althaf mendadak tercekat di tenggorokan saat ini. "Gue harusnya ajak lo sama Alfan tidur siang dari pada harus main." 

Alfan hanya mampu diam saat dia menatap dua kembarannya yang tiba-tiba terlihat ribut.

"Aku bisa liat kalian, tapi gak bisa denger apa yang kalian omongin."  



















***

Hallo, selamat hari minggu 💚

Gimana part ini? Seru?

Terima kasih buat yang udah setia baca kisah Triplet 💚 jangan lupa buat selalu dukung cerita ini dengan cara vote dan komen. Racuni juga tuh temen-temen kalian yang belum tau nih cerita 🤭

Sampai jumpa dipart selanjutnya 🖐️


Continue Reading

You'll Also Like

2.5M 146K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
13.8K 1.3K 62
Kisah kehidupan tiga orang pemuda dengan sifat yang berbeda-beda. Surya, cowo petakilan dan manja. Ardhian, cool boy irit sekali kalau bicara. Nirwan...
2.2K 237 15
Hyunjin x Yeji Local Story -- Razan Kautsar Dirmatajaya si cowok keras, tegas, tiba-tiba diberi pilihan sama bundanya "Nikah atau berhenti jadi dokte...
17K 1.4K 22
Minho yang tersesat tak sengaja menemukan sebuah toko di ujung jalan dan tak sengaja pula ia menaruh hati kepada sang pemilik toko. -bxb -yaoi Start...