Dunia Baru

By Malaikat_Subuh06

2.4K 214 115

Zain siswa SMA yang tidak pernah percaya tentang hal-hal berbau dongeng, tiba-tiba masuk ke dunia lain karena... More

Buku Tua
Arkadia (Revisi)
Terpilih (Revisi)
Kembali
Kenyataan
Para Pengendali Waktu
Mode Yang Sulit!
Siapa Yang Bertanggung Jawab?
Selamatkan Semuanya!
Penculikan!
Instant!
Sesuatu Yang Belum Tercapai
Perintah Kerajaan
Kemajuan!
Orang Misterius
Sebuah Ancaman Yang Mengganggu
Pengikut Keyakinan
Pemilik Sarung Tangan
Siapa Yang Memulai?
Tugas Seorang Sahabat!
Origin: Arif
Pertemuan Cepat
Bantuan Yang Gagal
Sebuah Tujuan
Fajar Yang Mengejutkan
Kejutan Yang Tidak Menyenangkan
Waktu Istirahat
Keputusan
Kembali Pada Waktu Yang Tepat!
Strategi!
Hari Dimana Tujuan Itu Terlahir - Bag. 1
Hari Dimana Tujuan Itu Terlahir - Bag. 2
Hari Dimana Tujuan Itu Terlahir - Bag. 3
On The Way!
Bertindak!
Rumit
Saling Berhadapan
Beritahu Mereka!
Alasan Yang Jelas
Origin: Clara Silvia
Perlawanan Yang Setimpal
Kembali Ke Arkadia
Mencuri Waktu
Mari Melakukan Sesuatu Yang Merepotkan
Mereka Yang Memukul Palu Keadilan
Pengakuan
Keadilan Yang Jelas - Bag. 1
Keadilan Yang Jelas - Bag. 2

Mari Temukan Yang Lainnya!

35 2 1
By Malaikat_Subuh06

Rakka yang dipindahkan menggunakan sihir pemanggil kini tiba di sebuah tempat yang gelap.

Ia memalingkan wajahnya beberapa kali untuk mengenali tempat itu.

"Selamat datang... Iblis pengguna sihir darah terbaik," sapa suara perempuan yang menyambutnya dari balik kegelapan.

Sambil menoleh kedepan, Rakka menjawab sapaan tak terduga itu.
"Suara ini.. Liva?" tebaknya yang mengenal suara wanita itu.

Sosok misterius dibalik kegelapan itu pun menepuk tangannya yang kemudian menyalakan obor-obor di dalam ruangan.

Rakka kini mengenali tempat dirinya berada yaitu di dalam sebuah kamar tidur, sementara di depannya, duduk seorang Putri raja iblis dengan rambut putih serta dua tanduk kecil yang menghiasi kepalanya sedang duduk di ranjang kamar.

"Sebelum kau bertanya kenapa aku memanggilmu, berdirilah terlebih dahulu," ucap Liva menghentikan gerakan mulut Rakka yang ingin menanyakan hal tersebut.

Rakka pun berdiri di tengah lingkaran mantra pemanggil.
"Lalu, katakan apa maumu?" tanyanya sambil menatap mata biru Liva.

Putri iblis itu pun menjawab pertanyaan Rakka dengan nada yang menggoda.
"Aku tahu di dalam hatimu.. Kau masih menginginkan kekuatan tiga mata iblis bukan?" tanyanya sambil merapatkan kedua pahanya yang tertutupi oleh gaun tidur nan tipis.

Sementara Rakka hanya diam menatapi gerak-geriknya itu.

"Apa sebenarnya maumu? Kau tahu kan kalau menggoda seseorang bukanlah cara yang baik untuk bernegosiasi," sindir Rakka.

Liva pun tersenyum dan berdiri memperlihatkan buntutnya yang bergoyang kemudian perlahan berjalan mendekatinya.
"Kita berdua menginginkan tujuan yang sama. Kekuatan dan kekuasaan, kau berniat menjadi yang terkuat dengan memiliki ketiga mata iblis dan aku yang menginginkan tahta Ayahku," jelasnya.

Liva kini mengunci jarak diantara mereka dan dengan lemah gemulai ia menyentuh punggung Rakka kemudian berjalan ke belakangnya dan berbisik:
"Kau tidak menginginkan tahtanya bukan?" bisik Liva diikuti tangan kanannya yang kini meraba perut telanjang mantan tiga mata iblis itu.

Hembusan nafas Rakka terdengar berat.
"Kalian para Succubus selalu menawarkan hal yang sama," jawabnya yang kemudian meledakkan tangan kiri Liva yang menyentuh bahunya.

Tanpa merasa sakit, Liva merespon serangan itu dengan godaannya.
"Aww.. Sangat disayangkan," bisiknya kemudian menekan kukunya di perut Rakka.

Rakka yang tersadar segera melepas pelukan berbahaya itu namun Liva dengan cepat merobek perut Rakka yang membuatnya terjatuh.

"Gahk.." erang Rakka sambil memegangi isi perutnya yang keluar.

Liva mengibaskan lengannya untuk membersihkan bercak darah yang mengotori tangannya.
"Pembohong, licik, rakus serta hal jahat lainnya adalah bagian dari sifat-sifat alami kita, dan kau sudah melupakan hal itu!" bentaknya yang mulai naik pitam.

Liva pun menyembuhkan tangannya kembali dan berlutut sambil menarik wajah Rakka untuk menatapnya.
"Tidak perlu merasa sungkan untuk kembali menjalani kejahatan yang kau perbuat dahulu," ucapnya menawarkan sebuah negosiasi.

Dalam tatapan yang meyakinkan itu, Rakka mengingat masalalunya, dimana dahulu ia adalah salah satu dari tiga mata iblis yang berkhianat untuk menguasai seluruh kekuatan besar itu.

"Melihatmu dihakimi waktu itu membuatku sadar bahwa apa yang kau perbuat bukanlah sebuah kesalahan. Kerakusan merupakan sifat utama kita! Seseorang pasti akan memperjuangkan apa yang dia mau bukan?" ucap Liva yang mengingat hari dimana ia duduk di samping sang Ayah dan Lahn serta Kabin dan seorang mata iblis lainnya tengah menghakimi perbuatan Rakka.

Ucapan itu membungkam Rakka dan menghentikan seluruh tubuhnya dari perlawanan atas kenyataan yang Liva ingatkan.

"Dalam dunia ini, kita adalah hewan liar yang penuh hasrat dan pemangsa unggul bagi makhluk lemah," lanjut Liva sambil mendekatkan wajahnya.

Dengan pelan Liva mempertemukan bibir tipisnya pada Rakka yang perlahan mengikuti aksinya.

***

"Kau ingin aku melakukan apa?" tanya Rakka yang berebah di ranjang kamar pada Liva yang bersandar di pundaknya.

Liva pun menyentuh dada telanjang Rakka.
"Aku hanya ingin kau mencapai tujuanmu," jawabnya.

"Jika aku akan mengambil ketiga mata iblis, itu berarti aku juga harus membunuhmu," tolak Rakka sambil berpaling menatap wajah sang putri Raja iblis.

Liva pun tersenyum.
"Itu tidak perlu. Aku akan memberikan milikku padamu dengan sukarela," jawabnya.

"Jadi kau juga ingin aku membunuh Lahn?" tanya Rakka lagi, membuat Liva mengangguk kegirangan.

"Jika dia masih hidup, aku tidak bisa menjadi Ratu iblis bukan?" jawab Liva mengisyaratkan tujuannya.

Rakka terdiam sesaat kemudian menarik selimut yang menutupi tubuh mereka.
"Lalu kenapa sekarang? Kenapa kau tidak menawarkan hal ini padaku sebelum aku kehilangan mata itu?" tanyanya ragu.

Liva pun tertawa kecil.
"Kau benar-benar bodoh dari yang aku kira dan itu membuatmu terlihat lucu!" godanya.

"Cih, tidak perlu basa-basi lagi! Katakan saja padaku," kekeh Rakka.

Liva pun mendekatkan wajahnya.
"Tentu saja karena para kesatria. Kurang dua orang lagi sebelum akhirnya mereka bersatu untuk mengalahkan raja iblis," bisiknya.

Rakka menyaksikan kelicikan succubus itu dengan mata kepalanya sendiri.
"Kau ternyata lebih licik dari yang kuduga dan itu menjengkelkan," pujinya.

Mendengar pujian itu Liva hanya tertawa.

"Lalu apa rencanamu? Yang Mulia berniat memberikan mata iblis milik Lahn padaku atau Kabin jika kami bisa membantu Lahn untuk mencegah bersatunya para kesatria," tanya Rakka.

"Kau tidak bisa menolak perintah itu kan? Sumpah darahmu dengan Lahn saja sudah sedikit melencengkan rencanaku," kesal Liva.

Rakka pun terdiam dan memikirkan cara agar dia bisa melepaskan sumpah darahnya dengan Lahn.
"Kau tidak perlu merubah rencanamu. Kematian raja iblis saja sudah cukup untuk melepaskan sumpahnya," sarannya kemudian.

"Seperti yang kuduga.. Kau memang paling memahami hal ini diantara semua iblis lainnya," puji Liva sambil mengeratkan pelukannya pada tubuh Lahn.

"Lalu apa yang akan kau lakukan diluar rencana ini?" tanya Rakka lagi.

"Aku akan melakukan apa yang sudah diperintahkan. Yaitu untuk, membunuh para kesatria! Tapi aku akan melakukannya dengan cara lain, yaitu membunuh mereka setelah mereka membunuh Raja Iblis dan sebelum saat itu tiba, aku hanya perlu beralasan kalau aku tidak bisa mendekati para kesatria," jawab Liva menjelaskan tujuan palsunya.

Merasa kalau semua hal tentang rencana mereka sudah dibicarakan, Rakka pun merubah pembicaraan mereka.
"Apa kau sudah bertemu dengan Lahn? Dia mungkin saja menemuimu suatu saat nanti untuk meminta bantuanmu untuk melenyapkan kesatria," tanya Rakka yang memberikan informasi tentang Lahn.

Liva pun menggenggam tangan Rakka yang sedari tadi mengelus kepalanya.
"Dia tidak akan menemuiku. Tidak lebih lama dari sekedar bertatap muka." jawab Liva mengakhiri pembicaraan mereka dengan menutup matanya dan tidur dalam pelukan Rakka.

Dua iblis kini bekerjasama dalam kelicikan mereka! Dibawah bersatunya para kesatria, mereka menunjukkan wajah aslinya!

...

Malam pun berlalu dan kini pagi di Arkadia, di sebuah lapangan kamp pelatihan, Zain sedang berdiri di depan sebuah pohon sambil memegangi pedangnya.

Ia sedang berkonsenterasi untuk mengendalikan pedang waktu.

Dengan satu tebasan ia berhasil menumbangkan pohon itu.

"Baiklah. Sekarang waktunya mengembalikan pohonnya!" serunya kemudian menutup matanya.

"Genggaman dengan keyakinan berarti memperlambat, tebasan yang tajam berarti mempercepat, dan tebasan yang buta berarti memutar balik. Yang aku lupakan adalah; bahwa pusaka juga merupakan senjata sihir yang berarti aku bisa merubah bilah pedang ini menjadi buta atau tajam!" batin Zain yang mengingat malam pertarungan Clara dan Darin dimana ia melihat Busur Absolut milik Clara berubah menjadi sebilah pedang yang ia gunakan untuk menahan serangan Darin.

"Lalu sisanya adalah.. Bayangkan bentuk bilah seperti apa yang akan kuubah," lanjutnya lagi.

Ia pun membuka matanya yang kini melihat semuanya secara lambat.

"Hehe. Slowmonya keren juga!" kagum Zain sendiri sambil melihat sekitar.

Tiba-tiba Zain teringat waktu ketika ia latihan bersama Clara, dimana Clara menamai sihirnya dengan bahasa inggris.

"Mungkin kalau kunamain pakai bahasa inggris bakal kedengaran keren juga," pikir Zain.

"Slowmo? Slow eye mode? Slow view mode? Slowman?" pikirnya lagi yang memilih panggilan untuk nama sihirnya itu.
"Slow view.. Ya! Mungkin bakal keren!" serunya setelah mendapatkan nama yang tepat.

Zain pun kembali mempersiapkan kuda-kudanya.
"Oke, kembali lagi!" ucapnya.

Sambil mengumpulkan konsentrasinya, Zain menggenggam pedang waktu.

Ia menatap pohon tumbang itu dan memikirkan bentuk perubahan senjata sihirnya, berupa sebuah pedang dengan mata serta sisi yang tumpul untuk mengembalikan waktu.

"Setelah ini batasi perluasan sihir waktunya, lalu kembalikan waktu ke beberapa saat sebelum aku menebasnya!" batin Zain merasa yakin kemudian menyebarkan sihir waktunya.

Sebuah batasan sihir waktu yang terlihat seperti tudung pun menyebar dari pedang Zain yang dengan cepat mengembalikan semuanya menjadi beberapa saat sebelum ia melayangkan tebasannya pada pohon itu sebelum akhirnya kembali menyusut kedalam pedang waktu.

"Apa yang terjadi?" tanya Zain yang hendak melancarkan tebasan untuk mengembalikan waktunya.
Ia melihat pohon di depannya sudah kembali seperti semula.

"Aku bahkan belum menebas.." gumamnya.

"Oi!!!" panggil Arif yang berlari mendekatinya.

"Arif?" panggil Zain yang menanyakan kedatangannya.

"Lu kalau makai sihir jangan sembarangan dah! Gue tadi dah mau nyampe malah balik lagi kesana!" protes Arif sambil menunjuk ke arah kamp latihan.

"Ee.. Sorry," jawab Zain yang masih kebingungan.

"Hadeh, jadi lu lagi latihan apa sampai ngebalikin waktu sejauh itu?" tanya Arif.

"Gue tadinya cuma mau ngebalikin nih pohon," jawab Zain sambil menunjuk ke arah pohon di depan mereka.

"Lah tuh udah balik? Lu min berapa sih?" kesal Arif.

"Nah itu maksud gue, pohonnya balik sebelum gue tebas untuk ngebalikin waktunya," jelas Zain.

"Hah? Gimana-gimana?" tanya Arif yang tidak mengerti.

Zain pun memijat dahinya, meratapi kebodohan Arif.
"Dahlah lupain aja, lu ngapain juga tiba-tiba kesini?" tanyanya.

"Ooh itu, kita dipanggil Raja," jawab Arif yang sigap memperbaiki cara berdirinya.

"Dipanggil? Buat apa?" tanya Zain lagi.

Arif pun menggerakkan kedua bahunya sambil memasang wajah polos yang menandakan ketidak tahuannya atas panggilan itu.

"Okelah, ayo!" ajak Zain yang segera berhenti latihan.

Mereka pun kembali ke istana untuk menemui Raja.

Di tengah mereka berjalan mengiringi karpet merah menuju ruangan tahta, mereka bertemu Clara dan Amel yang sudah menunggu mereka.
"Kemana aja sih kalian?" tanya Amel.

"Sorry gue habis latihan tadi," jawab Zain.

Ditengah obrolan mereka, Azarel tiba-tiba datang bersama Darin.

Melihat kedatangan Pangeran, para kesatria itu pun menundukkan tubuh mereka.

"Kalian sudah berkumpul, kalau begitu ayo masuk, Ayah pasti sudah menunggu," jawab Azarel yang tidak ingin membuang waktu dan langsung mengajak mereka untuk segera masuk.

Para penjaga yang berdiri berseberangan saling merapikan barisan mereka ketika Zain dan yang lainnya melalui mereka.

"Selamat datang para kesatria," sambut Napoleon yang duduk di singgasananya bersama Ietessa yang langsung berdiri menyambut mereka.

"Terimakasih atas sambutan anda yang mulia," jawab Zain dengan serentak bersama teman-temannya.

Raja pun menjelaskan alasannya memanggil mereka.
"Maaf tiba-tiba memanggil kalian sepagi ini, tapi ada hal penting yang harus segera kita diskusikan, yaitu tentang pencarian dua kesatria lainnya," ucapnya.

Zain pun teringat dengan hal itu, dua murid lainnya yang juga dipanggil ke dunia ini.
"

Benar juga. Entah kenapa rasanya semakin lama berada di sini membuatku lupa tentang tujuan yang sebenarnya," batinnya.

"Kalau begitu, kurasa akan lebih baik mendiskusikan ini di ruangan lain," ajak Napoleon yang berdiri dari singgasananya.

"Baik yang mulia," jawab para kesatria serentak.

Mereka pun mengikuti Yang Mulia ke ruangan tempat Arif dan Clara pernah merencanakan misi penyelamatan Zain.

Di dalam ruangan itu mereka sudah ditunggu oleh Rose yang berdiri di samping meja panjang yang menggambarkan peta Arkadia.

"Selamat datang Yang Mulia, Pangeran dan tuan Putri serta para kesatria," sapa Rose sambil menundukkan tubuhnya.

"Terimakasih sudah menunggu Rose," jawab Azarel.

Mereka pun segera duduk dibangku masing-masing.

"Baiklah, sekarang saatnya mendiskusikan rencana kita! Pertama: Darin, tolong beritahu kami seluruh informasi yang kau ketahui tentang dua kesatria yang lainnya," pinta Raja memulai diskusi mereka tanpa basa basi.

Setelah menundukkan kepalanya dengan hormat, Darin pun menjelaskan.

"Kedua kesatria yang lainnya berada di–"

"Sebaiknya kau tidak berbohong! Karna rencana ini juga merupakan ujian dari kami untuk mengetahui seberapa besar niatmu untuk membantu para kesatria," potong Azarel yang mengancam Darin dengan pedangnya.

Melihat hal itu jelas membuat Zain dan teman-temannya panik.
"Duh, baru mulai juga udah tegang gini," bisik Amel pada Clara.

"Sssst!" balas Clara yang menyuruh Amel untuk diam.

Sementara Arif menyapu keringat di dahinya.

"Gile ini udah kayak di interogasi sama Izia!" batinnya.

Sementara Zain terus menahan dirinya untuk tidak angkat bicara.
"Tenang.. Aku harus yakin kalau Darin benar-benar serius untuk bantu kami!" batinnya.

Darin yang sempat terkejut pun kini terlihat tenang.
"Tenang saja Pangeran.. Anda bisa membunuh saya setelah semuanya selesai jika benar saya berbohong. Jika saya tidak serius pun saya lebih baik mati di malam itu daripada harus mengikuti pengadilan dan berada di tempat ini," jawab Darin cukup meyakinkan mereka semua.

"Fiuhhh..." Zain bernapas lega setelah mendengar jawaban itu.

Darin pun kembali menjawab permintaan Yang Mulia.
"Dari informasi yang saya ketahui, kedua kesatria yang tersisia berada diluar Arkadia," ungkapnya pada Napoleon.

"Diluar Arkadia? Bahkan ketiga kesatria sebelumnya dipanggil di sini," sahut Ietessa.

Darin pun mengangguk.
"Benar, tapi itu tidak menutup, kemungkinan kalau mereka dipanggil di tempat yang berbeda, mengingat bahwa ancaman para iblis tidak hanya mengancam Arkadia, tapi seluruh umat manusia serta ras lainnya," sambungnya.

"Lalu di manakah tempat itu?" tanya Azarel.

Darin pun memperhatikan meja panjang di depannya.
"Hal menarik mengapa mereka mudah ditemukan adalah karna salah satu dari mereka membuat kemajuan yang mencolok," ucapnya.

Darin pun menunjuk sebuah Negri yang berada tepat di seberang Arkadia, negri itu dipisahkan oleh gambat laut yang membentang luas di dalam peta.
"Kesatria cincin teleportasi berada di Iswa," tunjuknya.

"Iswa tempat apa itu?" tanya Amel.

Rose pun mengambil penanda besi untuk menandakan peta di meja itu kemudian menjawab pertanyaan Amel.
"Iswa adalah Negri yang berada di seberang barat lautan Arkadia, sebuah negri yang berdiri di atas dataran besi," jelasnya.

"Woah, jadi tanah mereka adalah besi?" kagum Arif dengan pertanyaannya.

Rose pun mengangguk yang membuat Amel kini ikut terkagum.

"Semua yang tinggal di Iswa adalah orang-orang yang tidak menginginkan adanya aturan, satu-satunya aturan yang mereka, patuhi hanyalah Empat Sandi Sidero! Bagaimana bisa kesatria terpanggil di sana?" ungkap Napoleon yang kebingungan.

"Empat sandi Sidero? Apa itu?" tanya Clara.

"Itu adalah aturan yang dibuat oleh keluarga tertinggi penguasa Iswa, keluarga Fer," jawab Ietessa.

"Lalu aturan apa yang merangkum empat sandi itu?" sosor Zain yang ikut bertanya.

Azarel pun menjelaskan.

"Empat sandi Sidero adalah aturan tentang kebebasan. Sandi pertama: kebebasan adalah segalanya. Sandi kedua: mereka yang melakukan sesuatu atas nama kebebasan tidak akan dihukum. Sandi ketiga: dilarang mengusik kebebasan seseorang, jika ada yang melanggar maka orang itu berhak mendapatkan hukuman kebebasan dari oranglain. Sandi keempat: mereka yang paling mendapatkan kebebasan adalah para keluarga Fer. Itulah empat sandi Sidero," jawabnya.

"Sandi ketiga.. Apa maksudnya hukuman kebebasan?" tanya Clara yang berusaha memahami aturan itu.

"Hukuman kebebasan adalah hukuman dimana oranglain bebas melakukan sesuatu terhadap pelaku, mulai dari dihinakan, dipukuli, dipaksa melakukan sesuatu yang tidak ia sukai dan yang paling parah adalah pelaku bebas dibunuh oleh semua orang diluar algojo," ujar Ietesa menjelaskan pertanyaan Clara.

"Itu benar-benar mengerikan!" resah Amel yang mengkhawatirkan kehidupan di sana.

Clara pun mengangkat telunjuknya.
"Berarti singkatnya, siapapun yang melanggar sandi ketiga maka haknya dari sandi pertama akan dicabut!" tebaknya.

"Benar dan pencabutan itu diucapkan langsung oleh penguasa Iswa di depan banyak orang agar semua yang menyaksikan bisa langsung merenggut kebebasannya," sahut Napoleon.

Pembahasan mengenai Iswa, membuat Arif menelan ludahnya karna ketakutan.
"L-lalu kenapa anda menyayangkan kesatria cincin teleportasi yang terpanggil di sana?" tanya Arif pada Napoleon.

Napoleon pun menjelaskan.
"Karna 4 sandi kebebasan itu, kehidupan di Iswa benar-benar berantakan, tata krama dan moral masyarakatnya benar-benar sudah tidak bisa tertolong. Mereka berkelakuan buruk atas nama kebebasan sampai menyepelekan ancaman serta pertolongan para kesatria," jawabnya.

"Tapi bukankah mereka masih berhak ditolong? Mereka masih berhak menerima perlindungan dari kami karena ancaman ini," bantah Zain yang berusaha mencari hal baik dari penduduk Iswa yang tengah mereka bicarakan.

Napoleon pun menggeleng.
"18 tahun lalu, aku mengunjungi Iswa untuk menyiarkan keyakinan terhadap para kesatria serta ancaman para iblis. Hasilnya mereka cuma mengolok-olok kami dan bilang bahwa mereka bisa melawan ancaman itu," ungkapnya sambil menatap Zain dan temannya dengan putus asa.

Mendengar hal itu, Zain pun terdiam dan ikut putus asa.
"

Tapi.. Jika mereka merespon begitu, bukan berarti kita harus kehilangan harapan!" batinnya menyimpan jawaban itu untuk menjaga perasaan Yang Mulia.

...

"Apakah sudah selesai? Aku akan memberitahukan di mana keberadaan kesatria cincin peningkat," pinta Darin yang sedari tadi menyimak percakapan mereka.

Melihat Napoleon yang mengangguk mengiyakan permintaannya, Darin pun melanjutkan informasinya.

"Tempat kesatria cincin peningkat berada tidak ada di dalam peta, dia berada dalam Hutan Tersembunyi para Elf," lanjutnya.

"Hutan tersembunyi saja sangat sulit untuk ditemukan, lalu darimana informasi itu kau dapatkan?" tanya Azarel yang meragukan informasi Darin.

"Informasi itu beredar karna sebelumnya ada rumor yang beredar dari para Elf di Efre kalau mereka kedatangan seseorang yang lebih kuat dari pemimpin mereka dan orang itu membasmi hampir semua ancaman Iblis yang hendak menyerang hutan tersembunyi," sambut Darin menjawab keraguan sang Pangeran.

"Kenapa hutan tersembunyi itu tidak bisa ditemukan?" tanya Amel tiba-tiba.

"Itu karna para Elf pandai dalam menyembunyikan keberadaan mereka, mereka juga bisa berbicara pada lingkungan, yang membuat tempat mereka dilindungi oleh alam itu sendiri" jawab Ietessa.

"Lalu bagaimana cara kita menemukannya?" tanya Arif.

"Aku akan mengirimkan surat pada pemimpin Elf melewat para elf yang tinggal di Arkadia, dan kurasa itu bisa menjadi jalan untuk menemukan kesatria cincin peningkat," jawab Napoleon yang memberikan solusi.

"Kalau begitu yang mana harus kita dahulukan? Pergi ke Iswa untuk mencari kesatria cincin teleportasi atau ke Hutan Tersembunyi untuk menjemput kesatria cincin peningkat?" tanya Zain.

Azarel dan Ietessa menatap kearah sang Ayah untuk memutuskan hal itu.
"Pergi ke Iswa membutuhkan waktu setidaknya 10 hari. Sedangkan Jika surat yang ku kirim bisa sampai dengan cepat, kita bisa menjemput kesatria cincin Peningkat yang ada di Hutan Tersembunyi, dan itu tidak terlalu jauh untuk meninggalkan Arkadia karna masih satu daratan," jawab Napoleon yang mengusulkan untuk pergi ke Hutan Tersembunyi lebih dulu.

Arif pun tiba-tiba berdiri dari bangkunya!
"Kalau begitu sudah diputuskan!" sahutnya yang senang mendengar keputusan itu.
"Ahhh... Para Elf wangi wangi!!! Aku akan datang!" batinnya bersemangat.

"Tenangkan dirimu!" pinta Amel yang tiba-tiba kaget, sementara Clara hanya tersenyum di sampingnya.

Melihat semangat Arif yang menggebu membuat Zain menggenggam tinjunya karna terbawa suasana.

Sambil memasang senyum penuh harap, Zain menyeru dalam hati.
"Ya, kita akan menemukan yang lainnya!"

Selangkah menuju tujuan utama! Mereka akan menemukan kesatria lainnya!

-BERSAMBUNG-

Continue Reading

You'll Also Like

1.4M 75.9K 76
[𝐇𝐚ðŦ𝐚ðĐ 𝐟ðĻðĨðĨðĻ𝐰 𝐎𝐞𝐛𝐞ðĨðŪðĶ ðĶ𝐞ðĶ𝐛𝐚𝐜𝐚] [𝐂𝐞ðŦðĒ𝐭𝐚 𝐭ðĒ𝐝𝐚ðĪ ðĶ𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧𝐝ðŪ𝐧𝐠 𝐛ðĒ𝐛ðĒ𝐭-𝐛ðĒ𝐛ðĒ𝐭 ðĐ𝐞ðĨ𝐚ðĪðĻðŦ] [𝐓𝐞ðŦ𝐝...
470K 32.7K 43
menikah dengan duke Arviant adalah hal yang paling Selena syukuri sepanjang hidupnya, ia bahkan melakukan segala cara demi bisa di lirik oleh Duke Ar...
85.6K 5.8K 19
KAILA SAFIRA gadis cerdas berusia 21 tahun yang tewas usai tertabrak mobil saat akan membeli martabak selepas menghadiri rapat perusahaan milik mendi...
966K 91.6K 30
Kaylan Saputra anak polos berumur 12 tahun yang tidak mengerti arti kasih sayang. Anak yang selalu menerima perlakuan kasar dari orangtuanya. Ia sel...