ALVABETH

By hfcreations

67.7K 12.1K 5.4K

"Lo anak IPA, belajar Fisika, 'kan? Selamanya akan selalu ada Betha di antara Alva dan Gamma." **** Kata oran... More

PERKENALAN
1 - HUJAN & UUD 1945
2 - SAKSI PERTAMA
3 - HUKUM ALAM
4 - TERLALU (NGGAK) PANTAS
5 - MENGHINDAR
6 - ES KRIM DAN BENDERA
7 - IYA, SAHABAT
8 - PASTI SUKA?
9 - SI PENCURI HATI
10 - BOLA BASKET
11 - MASIH ADA HATI
12 - JAS OSIS
13 - JUTEK YANG SAMA
14 - CEMBURU
15 - SOK PAHLAWAN
16 - DOA, KUAT, PERCAYA
17 - ROTI COKELAT
18 - KONTROVERSI HATI
19 - DOUBLE AL
20 - ANTI BAPER
21 - USAHA MOVE ON
22- AKU JUGA SERIUS
23 - BUNGA MAWAR
24 - MENYERAH
25 - MUNDUR
26 - GARA-GARA GAMMA
27 - URUSAN LAIN
28 - OMEGA
29 - ABANG
30 - BUKU KIMIA
31 - DISKUSI
32 - MENURUT PAPA
33 - SEIMBANG
34 - TIDAK BURUK
35 - KESEPAKATAN
36 - TANGGUNG JAWAB
37 - Curiga
38 - LEMBARAN BARU
39 - PACAR BARU
40 - SEMI SAKIT
41 - SAKIT
42 - RUMAH ALVA
43 - LAWAN MAIN
44 - SUARA HATI ALVA
45 - BEBAN BETHA
46 - MIMPI
47 - PUNCAK EMOSI
48 - SAHABAT
49 - MASA LALU
50 - PANIK
51 - PERMINTAAN
52 - BUTUH
53 - PEKAN FAVORIT
54 - VILLA
55 - AIR TERJUN
56 - RAHASIA
57 - INGKAR
58 - Kembali
59 - LEBIH BISA
60 - PEMBELAAN
61 - SENYUM
62 - Cory's Point Of View
63 - VIDEO CALL
64 - DONGENG TENGAH MALAM
65 - PACARAN LAGI
66 - GIRL'S TALK
68 - JATUH CINTA LAGI ?
69 - SUNSET DAN PELANGI
70 - KEMANA GAMMA ?
71 - VALENTINE'S DINNER
72 - KEMBALI
73 - NEXT LEVEL
74 - PEMENANG
75 - OSPEK
76 - EMPAT BELAS JULI
77 - TEMAN SEKELOMPOK
78 - PERSIAPAN SBMPTN
79 - ONE FINE DAY
80 - JELAS
81 - CEMBURU
82 - BERHENTI
83 - HAMPIR MENYERAH
84 - SELESAI
85 - BAHAGIA DULU
86 - LEPAS
87 - PULANG
88 - START OVER
89 - AKHIR
SPECIAL PART 1.0 - BERKUNJUNG
Special Part 2.0

67 - PRIORITAS

557 125 169
By hfcreations

ALVABETH BY VALENT JOSETA

Dari spoiler"nya sih hari ini bukan part yang "baik-baik saja" ya 😌

Semoga kalian sabar✌

Selamat membaca! 💜

Instagram : @valentj8 & @hf.creations

***

Delta baru saja selesai merapikan kembali kabel charger yang sudah berjasa mengisi penuh daya baterai ponselnya. Rencananya setelah ini dirinya mau rebahan sambil membaca buku untuk beristirahat dari latihan yang melelahkan hari ini. Sayangnya, rencananya harus sedikit ditunda karena bel rumahnya berbunyi dan seingatnya Gamma masih mandi.

Delta bergegas membuka gerbang rumahnya dan mendapati sosok Alva berbalutkan jaket bomber hitam, kaus hitam, celana hitam, dan sepatu kets hitam. Delta melayangkan tosnya sebelum meminta Alva masuk dan menunggu di dalam.

"Apa kabar lo?" tanya Delta seraya membukakan pintu agar Alva dapat masuk ke dalam rumah.

"Biasa aja," jawab Alva seadanya, "Lo gimana?" Lelaki itu duduk di kursi ruang tamu setelah dipersilakan oleh Delta, sedangkan Delta memilih berdiri dambil bersandar ke tembok.

Delta mengangkat kedua bahunya. "Ya, kembali sibuk untuk pertandingan tingkat provinsi bulan depan."

"Tim inti aja 'kan yang turun?" tanya Alva memastikan dirinya tidak terlibat.

Delta mengangguk. "Lo juga lagi persiapan olimpiade Kimia, 'kan?" tanyanya.

"Iya. Kayaknya gue akan fokus di olimpiade dulu untuk beberapa bulan ke depan."

Delta mengangguk sekali lagi tanda dirinya mengerti. Dia kemudian berjalan ke dekat tangga dan mendongak untuk melihat ke lantai atas. "Bocil, Kak Alva sudah di bawah!" serunya memanggil Gamma agar turun.

Tidak ada balasan dari seruan Delta dan sepertinya lelaki itu juga tidak terlalu peduli. Dirinya kembali ke ruang tamu lalu duduk di hadapan Alva.

"Udah janjian?" tanya Delta mengingat adiknya sangat jarang terlambat jika urusan janjian dengan orang lain.

Alva mengangguk. "Jam sebelas janjiannya," jawabnya mengerti isi pikiran Delta. Jam memang masih menunjukkan pukul 10.45 WIB. Wajar saja Gamma masih siap-siap.

"Kalian nggak lagi ribut, 'kan?" tanya Delta lagi mengingat Gamma belakangan ini tidak pernah membahas Alva. Biasanya gadis itu selalu bercerita mengenai hal-hal random yang dia dan Alva lakukan atau bicarakan. Ditambah lagi, sepulang dari rumah Betha kemarin, gadis itu tampak tidak seceria biasanya.

Alva menggeleng ragu. "Dia cerita sesuatu sama lo?" tanyanya was-was.

"Oh, nggak. Cuma dia jadi jarang ngoceh tentang lo gitu," jawab Delta dengan cepat, menghindari Alva tahu bahwa dirinya sedikit mencurigai hubungan mereka.

Alva manggut-manggut menerima jawaban Delta. Beberapa saat kemudian diisi keheningan sebelum akhirnya Delta memberanikan diri.

"Al," panggil Delta.

Alva mendongak. "Ya?"

"Ini gue bicara sebagai sesama cowok dan sebagai abangnya Gamma sama lo," ucap Delta serius lalu menghela napas.

Alva mengangguk sekali, mempersilakan Delta mengutarakan maksudnya.

"Gue lihat Gamma belakangan ini jadi nggak seantusias dulu sama hubungan kalian. Gue nggak tahu apa yang terjadi di antara kalian dan kalau bisa, gue nggak mau tahu juga. Gue juga nggak pernah melarang Gamma untuk dekat sama siapapun. Tapi, selama ini gue berusaha sangat menjaga dia sebagai adik gue, salah satu perempuan yang paling berharga di hidup gue. Sekarang, dia punya lo sebagai salah satu sumber kebahgiaannya. Gue harap, lo bisa menjaga apa yang gue jaga, Al. Bahkan lebih dari apa yang gue lakukan."

Alva tertegun. Benarkah Gamma tidak seantusias dulu dengan hubungan mereka?

"Tapi, gue sama dia beneran nggak lagi kenapa-napa, Ta," jelas Alva ragu-ragu.

Delta mengangguk mengerti. "Iya, gue percaya. Tapi, hari ini gue mau ulangi peringatan yang pernah gue kasih buat lo." Lelaki itu menelan salivanya. "Jangan main-main sama dia atau lo berhadapan sama gue."

Alva tersenyum tipis. "Tenang aja. Cewek kayak Gamma nggak pantas dipermainkan."

Delta menepuk pundak Alva dua kali. "Gue yakin lo orang yang bisa dipercaya."

****

Satu jam setelah perbincangan Alva dan Delta selesai. Kini Alva dan Gamma berada di sebuah toko kopi dengan gaya minimalis bercahaya remang-remang dihiasi berbagai macam dekorasi dari kayu. Alva sedang sibuk menelepon seseorang yang katanya akan menjadi kuasa hukum Bunda Nadia di persidangan nanti. Gamma masih setia menunggu lelaki itu. Ya, walaupun jadi sedikit bete karena Alva lebih banyak bolak-balik menelepon daripada mendengarkannya.

"Kak Alva lagi sibuk banget, ya?" tanya Gamma hati-hati sekembalinya Alva ke tempat duduk mereka. Namun, tetap saja raut wajah dan sorot matanya tidak bisa dibohongi.

Alva mengalihkan perhatiannya sebentar dari kolom pesan ke Gamma, menangkap raut wajah gadis itu. "Sorry, ya. Gue nggak nyangka kalau bakal kayak gini hari ini. Padahal kemarin orangnya bilang baru bisa mengurus perkaranya Bunda minggu depan," jawab Alva terburu-buru. Tatapan lelaki itu kembali fokus pada ponselnya, jemarinya bahkan tidak berhenti mengetik daritadi.

Gamma mengembuskan napasnya kasar sekali. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada, kemudian menyandarkan punggungnya ke kursi dengan sedikit kasar.

"Apa nggak lebih baik kita pulang aja?" usul Gamma berusaha sabar, "Biar Kak Alva lebih fokus urus semuanya. Ketemu Gamma 'kan bisa kapan-kapan lagi."

Alva mendongak lagi. "Sabar, Al," tegurnya, "Gue usahakan ini selesai cepat."

Gamma mengangkat kedua bahunya seraya mengembuskan napas kasar sekali lagi. Gadis itu geleng-geleng, berusaha memaklumi "kesibukan" Alva hari ini. Gamma putuskan main ponsel dan mengabaikan Alva juga.

Lima belas menit kemudian, Alva menyimpan ponselnya di atas meja. Sebuah pergerakan yang membuat Gamma mendongak dengan cepat. Lelaki itu berdiri diikuti pergerakan mata dan kepala Gamma.

"Titip ponsel gue, ya. Gue ke toilet sebentar," ucapnya lalu melenggang pergi.

Gamma mengangguk pasrah lalu membenarkan posisi duduknya. Sayangnya, secara tidak sengaja Gamma menangkap sesuatu yang menarik perhatiannya dari ponsel Alva. Ya, lock screen-nya. Masih foto yang sama dengan apa yang Delta lihat di villa.

Gamma menekan sekali tombol di samping ponsel Alva untuk menghidupkan benda pipih itu. Sekarang, Gamma bukan hanya bisa melihat lock screen yang Alva gunakan, tetapi juga notifikasi yang membuat ponsel itu menyala beberapa detik lalu.

Bethanny(a) Al(va) : Okay. Nanti berkabar ya, Al. Aku bantu semampu aku.

"Lihat apa?" Alva mendadak muncul di hadapannya tanpa Gamma sadari.

Gamma mendongak lalu menggeleng. "Tadi ponsel Kakak nyala. Takutnya penting, jadi Gamma lihat sekilas." Gadis itu memaksakan senyumnya. "Maaf."

Alva membalas senyum Gamma, tanda ia menerima permintaan maaf Gamma. "Betha, ya?" tebaknya tidak meleset.

Gamma mengangguk pasrah. "Katanya tadi ngobrol sama kuasa hukum Bunda? Namanya Betha juga?" tanyanya sedikit sarkas.

Alva menyimpan kembali ponselnya setelah membalas pesan dari Betha. Bukan Alva namanya jika dia tidak langsung menangkap perubahan pada nada bicara Gamma.

"Bunda menggugat cerai Ayah dengan KDRT sebagai alasan terkuat, Al. Kami harus punya saksi untuk memperkuat tuduhan itu," jelas Alva menghindari salah paham antara mereka.

Hitung sudah berapa kali Gamma mengangguk pasrah hari ini. Gadis itu kembali bersandar dan memainkan ponselnya. Sebut saja dirinya tidak pengertian dan egois sekarang. Tapi, sungguh, Gamma lelah dengan semua ini. Entah kenapa semua yang berhubungan dengan Alva dan Betha menjadi begitu melelahkan.

"Lo marah, Al?" tanya Alva hati-hati.

Gamma menyimpan ponselnya kemudian menatap Alva serius dengan senyum pasrahnya. "Menurut Kak Alva, Gamma berhak marah nggak?"

Alva mengangguk, sedikit merasa bersalah pada gadis ini. Dia menggenggam salah satu tangan Gamma yang terletak di atas meja. "Maaf, ya. Gue benar-benar nggak bisa tinggalin urusan ini."

"Gamma benar-benar nggak punya hak untuk melarang kalau hal itu tentang keluarga Kak Alva. Tapi, apa itu harus berlaku juga kalau berkaitan sama Kak Betha?"

Alva melepaskan genggamannya yang tidak Gamma balas sejak tadi. Dahi lelaki itu mengernyit. "Kenapa jadi Betha?"

Gamma memejamkan matanya lalu menghela napas panjang. "Kalau Kak Alva ada masalah, ada nama Gamma nggak, sih, di pikiran Kakak? Kayaknya hampir semua masalah, selalu Kak Betha duluan yang tahu."

"Lo cemburu sama Betha?" Alva masih berusaha mengerti maksud perkataan Gamma yang meskipun nadanya tetap rendah, menjadi sangat dingin dan tajam.

Gamma meringis. "Terserah Kakak mau anggap apa. Karena, sepertinya Gamma nggak berhak juga untuk cemburu sama Kak Betha, 'kan?"

Alva menggeleng frustrasi. "Gue lagi pusing banget sama urusan persidangan dan sekarang gue nggak ngerti maksud lo. Bisa to the point aja?"

"Okay." Gamma mengembuskan napasnya sekali lagi. "Gamma selalu berpegang sama janji Kak Alva di hari pertama kita jadian. Kak Alva yang katanya nggak mau kehilangan Gamma dan akan selalu berusaha untuk membuktikan keseriusan itu. Nggak pernah sedikit pun Gamma nggak percaya sama Kak Alva. Bahkan waktu Gamma lihat dengan mata Gamma sendiri kalau Kak Alva masih berjuang untuk Kak Betha. Sekarang, boleh Gamma minta sesuatu sebagai bukti kalau Kak Alva memang serius?"

Bahkan di saat seperti ini Alva masih sempat-sempatnya salah fokus dan mengagumi gadis di hadapannya. Alva tahu benar bahwa gadis itu sedang marah, tapi setiap kalimatnya benar-benar tanpa intonasi yang mengintimidasi.

Lelaki itu tersenyum tipis. "Minta apa?"

"Boleh jadikan Gamma prioritas?" pinta Gamma takut-takut. "Gamma nggak pernah keberatan untuk selalu ada buat Kak Alva. Tapi, Gamma nggak bisa melakukan itu kalau Kak Alva sendiri seperti nggak butuh kehadiran Gamma."

Senyum Alva mendadak hilang. Alva memejamkan matanya kemudian bersandar secara kasar bersamaan dengan helaan napas panjangnya. Entahlah apa yang membuatnya sulit untuk hanya berkata 'iya' seperti jawaban yang ingin Gamma dengar.

Gamma tersenyum getir. "Nggak apa-apa kalau nggak bisa. Gamma mengerti."

Alva kembali menatap Gamma. Dia menggeleng tak percaya. Kalimat tadi terdengar begitu menyebalkan dan sarkas di telinganya. "Berhenti memahami gue, Al. Berhenti bertindak seolah-olah lo mengerti."

Dahi Gamma mengernyit. "Salah lagi?" tanyanya bingung. Kenapa nada bicara Alva meninggi tiba-tiba?

"Semuanya rumit, Al. Masalah perceraian ini nggak bisa selesai tanpa melibatkan Betha. Gue sangat membutuhkan dia. Gue mohon, lo mengerti bagian itu aja sudah sangat cukup."

"Bukan masalah perceraian ini topik utamanya, Kak." Gamma masih berusaha agar nada bicaranya tidak ikut meninggi. "Waktu Kak Alva sakit dan nggak masuk sekolah. Kak Betha duluan yang Kakak cari, 'kan? Waktu ayahnya Kak Alva mulai bertindak mencurigakan, siapa yang lebih dulu tahu tentang kecurigaan Kak Alva? Bahkan waktu Kak Alva bertengkar sama Bunda, Kak Betha yang kasih kabar ke Gamma soal itu. Ini yang Gamma maksud prioritas. Boleh nggak, cari Gamma duluan?"

Alva menggeleng. "Gue telepon Betha untuk pimpin rapat OSIS, Al. Waktu gue bertengkar sama Bunda, itu Bunda yang telepon Betha duluan. Okay, gue minta maaf untuk yang pertama. Terus gue harus gimana kalau Bunda lebih memprioritaskan Betha?" balasnya penuh penekanan.

Senyum Gamma semakin getir. Gadis itu mengalihkan pandang ke arah berlainan, menghindari kontak mata dengan Alva. "Iya. Kak Betha memang sepenting itu di hidup bahkan di keluarga Kak Alva, ya?"

"Al, please. Pikiran gue lagi sangat tersita sama masalah perceraian Bunda dan penangkapan Ayah. Gue butuh pengertian lo di sini."

Gamma menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan matanya yang sudah panas dan berkaca-kaca dengan helaan napas panjang berkali-kali. "Maaf kalau Gamma nggak pengertian dan egois di waktu yang nggak tepat, Kak. Gamma nggak se-sempurna yang Kak Alva harapkan."

Alva terdiam. Dia menatap Gamma masih dengan tatapan dingin yang sama. Beberapa saat tidak ada yang berani buka suara lagi. Gamma menunduk dan Alva kembali sibuk dengan ponselnya.

Sepuluh menit kemudian, Gamma mengusap air matanya yang terus saja menetes. "Gamma dengar waktu Kak Alva ngajak Kak Betha balikan di villa."

Alva masih diam. Dia hanya menyimpan ponselnya agar lebih fokus mendengarkan Gamma.

"Gamma nggak mempermasalahkan itu sejujurnya. Tapi, kalau lihat semua yang terjadi, mungkin keberadaan Gamma di hidup Kak Alva cuma akan jadi batasan yang nggak Kakak inginkan."

Alva berdecak. "Nggak, Al. Nggak gitu. Gue cuma nggak ngerti sama jalan pikiran lo saat ini. Di tengah masalah kayak gini, lo mempermasalahkan prioritas gue. Itu yang gue nggak ngerti."

Air mata Gamma kembali menetes, namun gadis itu tetap saja tersenyum. "Iya, Gamma yang salah. Gamma minta maaf sudah egois dan nggak pengertian di waktu yang nggak tepat. Mungkin Gamma cuma lagi capek dan kehabisan alasan untuk mengerti alasan dari cowok yang Gamma sayang tetap memprioritaskan mantan pacarnya. Maaf, Gamma nggak bisa sepenuhnya membuktikan kalau Gamma bisa bantu Kak Alva membuktikan keseriusan Kakak. Gamma nggak punya kendali atas hati seseorang kalau Kakak lupa."

"Kenapa jadi merembet kemana-mana, sih, Al?" Alva memijat pelipisnya yang mendadak jadi pening. Dia bahkan tidak tahu juga dimana letak kesalahan Gamma sampai gadis itu minta maaf.

"Kalau gitu, putus aja, ya?"

****

#FROMHFCREATIONS

Nahkan :)

Setelah baca part ini, kalian tim Gamma atau tim Alva?

Putus atau terus nih? 😌

Continue Reading

You'll Also Like

3.3M 268K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
3.6M 175K 64
[SEBELUM BACA YUK FOLLOW DAN VOTE SETIAP CHAPTER SEBAGAI BENTUK PENGHARGAAN BUAT AUTHOR YANG CAPE CAPE MIKIR ALURNYA, YA WALAU MUNGKIN ADA YANG GAK M...
6.2M 267K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
8.8M 946K 65
[SUDAH TERBIT] Tersedia di Gramedia dan TBO + part lengkap Apakah kalian pernah menemukan seorang pemuda laki-laki yang rela membakar jari-jari tanga...