Cicatrize ✔️

By chocokiiim

48.4K 5.7K 1K

Dia hadir dan memperbaiki semuanya, menjadikanku sosok tangguh yang lebih baik. Dia datang dengan cinta, dan... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43 - Fin
Epilog
Bonus Chapter - 1
Bonus Chapter - 2

Chapter 33

717 94 26
By chocokiiim

Hening menyelimuti ruangan bernuansa putih ini sejak tadi. Seorang gadis berambut merah muda tengah terbaring lemah di atas ranjang pasien, tak kunjung membuka mata bahkan setelah hari menjelang senja. Terhitung sudah lima jam lamanya ia tertidur setelah menyelesaikan operasinya dan tak ada tanda-tanda gadis itu akan membuka mata.

Di sisinya, seorang pemuda berambut merah masih setia duduk di tempatnya. Sejak awal Sakura menutup mata, tak sedikitpun Gaara beranjak. Tak lupa ia terus menanyakan keadaan Sakura setiap kali perawat memasuki ruangan untuk kontrol lebih lanjut. Sang perawat terus menenangkan Gaara, mengatakan kepada pemuda itu jika Sakura hanya kelelahan dan membutuhkan istirahat selama beberapa saat.

Pelatihan ninja medis selama tujuh hari sukses membuat Sakura nyaris remuk redam. Sebagai seorang ninja medis senior, tentu ada banyak hal yang membuat gadis itu harus turun tangan seperti membantu pemateri desa lain apabila diperlukan, membuka forum diskusi, dan ikut serta dalam pelatihan intensif. Tidak perlu ditanyakan lagi betapa lelahnya tubuh serta pikiran gadis itu. Kendati demikian, ia masih bisa menyanggupi permintaan ninja medis Suna untuk ikut serta dalam kegiatan operasi.

"Kau terlalu memaksakan dirimu," gumam Gaara di sampingnya.

Gaara mengusap lembut telapak tangan Sakura yang sejak tadi ia genggam. Tak lupa ia mengangkat tangan lemah tersebut, mengecupnya dengan lembut tanpa memutuskan harap agar Sakura segera siuman. Namun belum puas ia menyapukan bibirnya di tangan gadis itu, Gaara menyadari pergerakan kecil dari jemari lentik itu, membuat dirinya terpaku sejenak di tempatnya.

Tepat di detik ketiga, mata Sakura mengerjap. Kelopak mata itu terbuka perlahan, menampakkan netra berwarna hijau jernih bak giok yang mampu membuat siapa saja jatuh ke dalam pesonanya. Gaara langsung bangkit, menatap tak percaya sekaligus lega melihat Sakura yang sudah siuman.

"Sakura, kau baik-baik saja?"

Sakura menatap sekitarnya dengan bingung. Akhirnya sepasang emerald jernih itu terhenti pada pemuda berambut merah di sisinya. "Apa yang terjadi?" tanya gadis itu dengan nada lirih.

"Kau kelelahan lalu pingsan setelah melakukan operasi. Bagaimana keadaanmu? Ah tidak, aku akan memanggil ninja medis sebentar."

Dengan cepat, Sakura mencekal pergelangan tangan pemuda itu, menahannya untuk tetap berada di tempat. Gaara memandang heran ke arah Sakura. Namun ketika ia mendapati gadisnya menggeleng pelan, Gaara langsung menurut dan duduk kembali di samping gadis itu.

"Kau masih harus diperiksa, Sakura," ujar Gaara dengan lembut, berusaha untuk membujuk gadis itu.

Sakura mendengus geli. Ia menautkan jemari mereka kemudian tersenyum lemah. "Aku baik-baik saja, hanya perlu sedikit istirahat."

"Bukan sedikit. Tapi banyak."

Sakura kembali mendengus, mengiyakan perkataan pemuda itu tanpa mau membuka kontes debat di antara mereka.

"Oh iya, bagaimana kondisi putra Tuan Hisobu?"

Gaara memasang wajah datar. Tentu saja. Sakura ini baru saja siuman- bahkan Gaara tidak yakin jika kondisinya memang benar baik. Namun bagaimana bisa gadis itu mengkhawatirkan orang lain dibandingkan dirinya sendiri?

"Hei, aku bertanya padamu, Gaara-kun. Dia baik-baik saja, kan?" tanya Sakura kembali setelah mendapati pemuda itu terdiam cukup lama.

"Pikirkan dirimu sendiri terlebih dahulu, Sakura. Sekarang istiraha-"

"Tidak, Gaara-kun. Dia adalah pasienku. Oh Tuhan, aku bahkan belum sempat membuat penawar racunnya."

"Sakura-"

"Aku harus pergi." Sakura melepas jarum infus serta menyibakkan selimut, bersiap untuk beranjak dari ranjang pasien. Dengan cepat Gaara menahan pergerakan Sakura. Pemuda itu mengunci kedua bahu kekasihnya dengan erat, memaksa tubuh ramping itu kembali berbaring seraya mencondongkan tubuhnya di atas gadis itu.

"Jangan pergi kemanapun, Sakura."

"Tapi aku-"

"Jangan memulai perdebatan, nona. Diam di ruangan ini atau kuikat kau sekarang juga."

Sakura memandang sebal pemuda Kazekage tersebut. Matanya melotot lucu, siap untuk menyemburkan untaian kalimat guna mengekspresikan amarahnya. Namun belum sempat ia buka suara, suara ketukan pintu membuat keduanya tersentak. Gaara langsung menjauhkan tubuhnya dari Sakura sebelum pintu ruang rawat inap ini dibuka. "Selamat sore," sapa seseorang dari balik pintu.

"Oh? Hiroomi!"

Wajah Sakura mendadak cerah sementara Gaara tak segan menatap sosok itu dengan tatapan tajam. Ah, dia lagi, batin pemuda itu.

"Bagaimana keadaanmu, Sakura?"

"Aku baik. Oh iya, kenapa kau belum kembali ke Kirigakure?"

Hiroomi melirik Gaara yang kini berada di sampingnya. Pemuda itu tersenyum tipis lalu berkata, "Kazekage-sama memberi tugas tambahan untukku. Katanya putra salah seorang petinggi Desa Suna terserang racun, jadi aku membuat penawar untuknya."

"Kau melakukannya? Sungguh?"

"Hahaha, begitulah. Ini merupakan suatu kehormatan untukku."

Sakura menatap Hiroomi tak percaya. Tidak, bukannya ia meragukan kemampuan pemuda itu- justru Sakura paham betul jika Hiroomi memang ahli di bidang penawar racun seperti ini. Namun yang membuatnya terkejut adalah perintah itu datang secara langsung oleh Gaara. Apa ini? Apakah pemuda itu telah berhasil menyingkirkan rasa cemburunya sehingga mau bertatap muka dengan Hiroomi?

"Begitu, ya?"

"Benar. Ditambah lagi, Kazekage-sama bilang kau tidak sadarkan diri setelah melakukan operasi. Kurasa kekasihmu ini khawatir padamu."

Gaara melirik sinis pemuda di sampingnya, merutuki Hiroomi yang terlalu banyak bicara. Pemuda bersurai merah itu bangkit dari duduknya, bersiap untuk pergi meninggalkan mereka. Namun belum sempat Gaara melangkah walau hanya satu langkah, suara Hiroomi menginterupsi, "Anda mau kemana, Kazekage-sama?"

Gaara memandang Hiroomi dengan tatapan datar khas dirinya lalu menjawab, "Kurasa kalian butuh waktu untuk mengobrol."

Sadar akan gelagat si Kazekage itu membuat Hiroomi terkekeh canggung. Ia menggaruk bagian belakang kepalanya, diam-diam menggerutu bahwa Gaara terlihat kekanakan jika melihat dirinya.

"Kurasa itu tidak perlu, Kazekage-sama. Saya harus pergi sekarang. Saya tidak bisa membuat Mizukage-sama menunggu lebih lama," ujarnya dengan jujur. Kebetulan ia baru mendapat kabar jika rumah sakit militer Kirigakure sedang ada masalah dan selaku kepala rumah sakit tersebut, keberadaan Hiroomi sangat dibutuhkan secepatnya.

"Aa, hati-hati di jalan. Sampaikan salamku kepada Mizukage."

Hiroomi mengangguk, mengiyakan perkataan pemuda itu lalu membungkukkan badan. Setelahnya ia menatap Sakura kemudian tersenyum tipis pada gadis musim semi itu.

"Aku kembali duluan, Sakura. Jika ada pesta pernikahan, jangan lupa undang aku, ya," ujar pemuda itu dengan enteng seraya mengedipkan sebelah matanya, lagi dan lagi menggoda Sakura.

"Mou, cepat pergi sana! Kau membuatku semakin sakit karena tingkah menyebalkanmu itu."

Hiroomi kembali terkekeh. Ia segera mengenyahkan dirinya setelah pamit secara resmi kepada Gaara, meninggalkan pasangan muda-mudi yang sebenarnya masih bersitegang itu.

***

"Satu suap lagi."

"Aku kenyang."

"Satu lagi, Sakura."

Sakura mendengus kasar mendengarnya. Kendati demikian ia tetap menurut, berhasil meloloskan satu sendok bubur ke dalam mulutnya. Gaara tersenyum puas kemudian meletakkan mangkuk bubur yang telah kosong di nakas, bertepatan di samping ranjang Sakura. Setelah memberikan gadis itu segelas air, Gaara mengusap surai merah muda itu seraya tersenyum lembut.

"Istirahatlah."

Sakura memajukan bibir sejenak lalu berkata, "Kupikir kau sudah mengatakan itu sebanyak sepuluh kali seharian ini."

Gaara mengendikkan bahu pertanda tak peduli. "Kalau begitu ini akan menjadi yang kesebelas. Ayo istirahat."

Sakura mendengus geli. Ia segera berbaring di atas ranjang dengan nyaman. Tubuhnya ia miringkan ke samping agar lebih mudah menatap kekasihnya dalam hening. Gaara pun melakukan hal yang sama. Ia menumpu wajahnya dengan satu tangannya, menatap Sakura seraya menggenggam tangan gadis itu. Tak ada kata yang berujar. Keduanya hanya saling diam menikmati figur wajah masing-masing di tengah sunyi.

"Sebenarnya aku sudah bisa pulang," ujar Sakura membuka pembicaraan. Gaara menggeleng sebagai respon, tidak membenarkan perkataan Sakura yang sebenarnya juga tidak salah.

"Jika kau mau kembali besok, kau harus tetap ada di sini."

"Bagaimana jika aku menolak?"

Gaara tersenyum tipis menatapnya lalu berkata, "Kalau begitu kau bisa pulang minggu depan."

"Yang benar saja!"

Sakura berseru kesal, mendatangkan tawa dari pemuda di sampingnya. Melihat bagaimana Gaara terkekeh membuat Sakura mau tak mau ikut mengulas senyum.

"Ini sudah malam. Tidurlah," ujar Gaara dengan lembut. Sakura mengangguk kemudian menggeser tubuhnya, menciptakan ruang kosong di sisi samping ranjang yang tengah ia tiduri. Tak lupa gadis itu menepuk sisi kosong tersebut, memberi isyarat pada Gaara untuk bergabung bersamanya di atas ranjang rumah sakit.

"Kupikir kau anti tidur di ranjang yang sama denganku," celutuk pemuda bersurai merah tersebut. Kendati demikian, ia tetap naik ke atas ranjang, merebahkan tubuh tegapnya di sisi sang kekasih.

"Jika kau tidak mau, kau bisa pergi," sahut Sakura dengan nada ketus.

"Tidak bisa. Aku sudah terlanjur berbaring."

"Aku bisa menendangmu jika kau mau."

"Hahaha."

Gaara tertawa mendengar hal tersebut. Kini ia merentangkan sebelah tangannya, memposisikan kepala Sakura di atas lengannya, bermaksud untuk mengikis jarak di antara mereka.  Sakura menurut saja. Ranjang ini tidak terlalu besar, namun masih bisa diisi oleh dua orang jika tidurnya berdekatan seperti ini.

"Pejamkan matamu," bisik Gaara dengan lirih. Sakura menenggelamkan wajahnya di dada bidang pemuda itu. Tak lupa tangannya melingkari pinggang sang kekasih bersamaan dengan Gaara. Mereka berbaring seraya merengkuh satu sama lain, berusaha menghalau udara dingin yang menerpa nakal mengenai kulit.

"Sakura?"

"Hm?"

Gaara memanggil namanya tanpa membuka mata. Ia menghirup dalam aroma khas yang selalu menguar dari rambut merah muda gadisnya, mengisi rongga paru-parunya dengan aroma memabukkan yang senantiasa membuatnya merasa candu. Di sisi lain, Sakura hanya diam, menunggu kalimat lanjutan dari pemuda itu.

"Bagaimana pendapatmu tentang pernikahan?"

Pertanyaan itu sukses membuat Sakura tergugu, sedikit salah tingkah. Sejenak ia merasakan jantungnya bertalu keras. Perlahan tapi pasti, rona merah mulai menguasai wajahnya. Untung saja ia tengah berada di posisi ini sehingga tak perlu repot menyembunyikan ekspresinya di depan pemuda itu.

"Sakura?"

Namun tetap saja, ia tidak bisa mengelak pertanyaan tersebut.

"Pernikahan?"

"Aa. Pernikahan."

Gaara melonggarkan pelukan mereka namun ditahan oleh Sakura. Paham akan tindak tanduk gadis itu membuatnya mengulum bibir, menahan senyum lantaran tau jika gadisnya tengah malu saat ini.

"Y-ya, kupikir itu bukan hal yang buruk- maksudku, semua orang pasti menginginkan pernikahan, bukan?"

Gaara tersenyum tipis mendengarnya. Ia mengusap lembut surai bak bunga sakura itu lalu bergumam, "Begitu, ya."

"Iya, begitu. Walau tidak semua pernikahan berakhir bahagia, setidaknya hal itu menyenangkan untuk pasangan yang saling mencintai."

"Hn? Memangnya ada pernikahan yang berujung sengsara begitu?"

"Tentu saja ada!" jawab Sakura menggebu-gebu. "Kau tau, seperti di dalam drama. Sepasang pria dan wanita yang menikah tanpa ada kecocokan di antara mereka hanya akan berakhir buruk. Oleh karenanya, orang-orang yang ingin menikah harus dilandasi cinta dan menerima segala hal dalam diri pasangannya. Tidak sedikit pasangan yang bercerai karena mereka tidak cocok. Itu karena mereka tidak saling mencintai dan tidak mau menerima pasangan mereka apa adanya," jelas Sakura panjang lebar. Di sampingnya, Gaara kembali terkekeh, puas dengan jawaban panjang tersebut.

"Kau tau banyak soal itu," komentarnya.

"Tentu saja. Itulah gunanya drama dan film diciptakan. Asal kau tau saja, sedikit banyak mereka memberikan pelajaran hidup, loh."

"Begitukah?"

"Hm!"

"Lalu jika aku berkata bahwa aku ingin menikahimu, bagaimana?"

Tak ada alasan bagi Sakura untuk tak tersenyum. Gadis itu setengah mati menahan diri untuk tidak memekik. Jantungnya semakin berdetak kencang tak tau diri, bersamaan dengan wajahnya yang memanas. Perutnya terasa menggelitik layaknya diterbangi oleh ribuan kupu-kupu di dalam sana, menghantarkan sensasi geli yang menyenangkan baginya. Namun beberapa saat kemudian, senyuman itu hilang, tergantikan dengan beberapa hal yang merasuki pikirannya tanpa permisi. 

Merasa jika gadisnya tak kunjung memberi respon, Gaara mengurai kontak fisik di antara mereka. Sepasang iris berwarn a itu menatap paras ayu sang kekasih, sedikit terhenyak kala mendapati keraguan yang tergambar jelas di netra yang sewarna dengan rumput tersebut.

"Hei, Sakura. Ada apa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya pemuda itu bertubi-tubi.

Sakura mengerjapkan mata dan menggeleng secepat mungkin. "Tidak. Aku-"

"Jangan berbohong, Sakura. Katakan saja."

Gadis itu mengulum bibir. Benar. Tak ada gunanya jika ia berbohong saat ini. Gadis itu menunduk, memilih untuk menatap fabrik berwarna maroon yang biasa membalut tubuh kekasihnya dibandingkan menatap wajah tampan sang empu. Sakura menarik napas panjang lalu berkata, "Hanya teringat beberapa hal."

"Tentang apa?"

"Apakah aku... Pantas?"

Kini Gaara paham sepenuhnya apa yang terjadi pada Sakura. Pemuda itu memilih untuk diam alih-alih protes, membiarkan Sakura mengeluarkan semua yang ada dalam benaknya agar tidak salah paham dengan perasaan gadis itu.

"Kau tau, perkataan Tuan Hisobu saat itu sedikit mengganggu pikiranku. Aku benci mengakuinya tapi dia ada benarnya. Orang terpandang sepertimu pasti bersanding dengan seorang gadis yang terpandang juga, kan? Maksudku- kau ini seorang Kazekage. Semua hal yang kau lakukan pasti akan menjadi sorotan, termasuk perihal pasangan."

Gaara setia membisu, membiarkan Sakura terus berbicara meski harus mengabaikan hatinya yang tercubit. Pemuda itu tak menyalahkan pemikiran tersebut karena memang begitulah adanya. Gaara tak menampik jika para petinggi desa menginginkan dirinya bersanding dengan seorang gadis dari kalangan bangsawan. Namun bukan berarti jika dirinya tak bisa menolak. Tentu saja. Mereka itu bukanlah siapa-siapa bagi pemuda itu. Jadi untuk apa mereka ikut campur soal urusan pribadinya?

"Aku bukanlah seorang gadis dari klan terkenal. Ayah dan ibuku hanyalah shinobi dengan pangkat chuunin hingga hari tua mereka. Aku bukan seseorang yang terpandang, bukan pula orang hebat. Rasanya sangat tidak pantas jika aku harus bersanding dengan orang besar sepertimu."

"Para petinggi desa pasti menginginkan yang terbaik untukmu. Hidupmu bukan hanya tentang dirimu sendiri, Gaara-kun. Kau bertanggung jawab atas rakyatmu, kehidupan suci yang harus kau lindungi dengan segenap nyawamu. Mereka semua bergantung padamu, termasuk juga pada penerusmu."

Kendati demikian, ia tetap memaklumi perasaan Sakura. Wajar jika gadis itu merasa ragu, apalagi saat dirinya hampir mendapatkan ancaman dari Hisobu tempo hari Terlebih lagi caci maki yang dilontarkan pria itu di koridor rumah sakit pasti sampai pada telinga kekasihnya. Maka, di sinilah keberadaan Gaara diperlukan. Ia harus bisa meyakinkan gadis itu jika semuanya akan baik-baik saja.

"Kalau begitu aku ingin bertanya padamu." ujar pemuda itu. "Kekasihmu itu siapa?"

"Kau," jawab Sakura tanpa berpikir panjang.

"Kau itu siapa, Sakura?"

"Sabaku no Gaara."

Gaara tersenyum geli kala Sakura menyebut nama lengkapnya. Pemuda itu berdeham lalu berkata, "Lalu aku tanya lagi. Kau mencintai Sabaku no Gaara itu, tidak?"

"Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja iya."

"Apa si Sabaku no Gaara itu mencintaimu, Sakura?"

"Hmm." Sakura memicingkan mata, berniat untuk menggoda Gaara sejenak. "Dia bilang padaku jika dia mencintaiku. Tapi bisa saja dia hanya membual, kan?"

"Sakura!"

"Ahahaha, iya deh, iya. Tuan Sabaku itu mencintaiku. Memangnya kenapa, Kazekage-sama?" tanya Sakura kembali, tanpa berniat untuk berhenti menjahili pemuda itu.

"Sabaku no Gaara adalah kekasihmu dan kau adalah kekasihnya. Dia mencintaimu dan kau mencintainya. Lalu untuk apa ada orang lain, Sakura?" 

Kini keadaan kembali serius. Sakura menundukkan kepala, tak berniat untuk menjawab karena tidak menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu.

"Kenapa kau memikirkan mereka dalam hubungan kita?"

Pertanyaan itu sontak membuat Sakura terhenyak, meski tetap saja membuat bibirnya bungkam.

"Hei, lihat aku."

Sakura menurut. Ia mendongak guna menatap wajah sang kekasih yang kini tengah melempar senyum. Namun sedetik kemudian, wajahnya berubah kaku kala bibir tipis pemuda itu mendarat di dahinya, mengecupnya lembut penuh sayang. Beberapa detik berada dalam posisi ini membuatnya berhasil melupakan resah yang melanda hatinya. Tepat di detik ke sepuluh, Gaara kembali pada posisinya semula lalu berkata, "Percayalah pada dirimu sendiri, Sakura. Kau berhak hidup sesuai keinginanmu. Jangan biarkan hidupmu bergantung pada persepsi orang lain."

Sakura menghela napas. Ia paham betul apa maksud perkataan Gaara. Namun tetap saja, ini terlalu sulit untuknya. Tapi, hey! Kita sedang berurusan dengan Haruno Sakura saat ini, sang kunoichi legendaris yang dikenal sebagai sosok yang pantang menyerah. Mendengar kalimat yang diucapkan oleh Gaara barusan membuat rasa percaya dirinya kembali bangkit. Gadis itu mengangguk kecil lalu memejamkan mata, mendoktrin pikirannya sendiri bahwa ia pasti bisa melewati semua ini.

Semua akan baik-baik saja, batinnya.

Melihat gadisnya yang mulai menunjukkan raut wajah cerah, Gaara pun menyeringai kecil menghadapnya.

"Yosh, urusan dengan tetua desa akan menjadi bagianku. Tugasmu cukup mempersiapkan diri untuk malam pertama kita saja. Tidak perlu- aw!"

"Apa-apaan itu?! Bahkan aku belum mengatakan jika aku mau menikah denganmu, shannaro!"

Sakura mencubit perut pemuda itu, membuat Gaara merintih kesakitan. Kendati demikian, Gaara masih bisa mengulas senyum diam-diam. Meski ia harus menahan sakit akibat cubitan maut tersebut, setidaknya itu lebih baik daripada melihat wajah murung Sakura.

"Sudahlah. Ayo tidur. Kau masih harus memulihkan dirimu."

Sakura mengiyakan dalam hati. Gadis itu segera menyamankan posisinya dalam pelukan Gaara. Tak lupa tangannya ikut melingkari pinggang pemuda itu, memeluknya seakan Gaara adalah guling kesayangannya di rumah. Kini mata keduanya terpejam, bersiap memasrahkan diri dalam rengkuhan mimpi di malam sunyi.

"Ne, Gaara-kun."

"Hm?"

Gaara hanya bergumam kecil sebagai respon. Ia pikir, Sakura sudah terlelap setelah keheningan mengisi setiap sudut ruangan ini sejak lima menit yang lalu. Mendapati gadis itu masih memanggil namanya membuat Gaara ikut bertanya-tanya.

"Itu- apa kau serius dengan perkataanmu tadi?"

Sadar akan apa arti dari perkataan yang disinggung Sakura membuat Gaara mengangguk. Ia menambahkan, "Memangnya aku terlihat sedang bercanda saat mengatakannya?"

"Tidak, sih." Sakura menjawab dengan nada lemah. Kini Gaara mengecup pucuk kepala Sakura, membiarkan gadisnya tersentak karena mendapat perlakuan mendadak seperti itu.

"Jangan jadikan itu beban untukmu. Kau masih punya banyak waktu sampai kau benar-benar siap untuk menjawabnya. Santai saja."

"Gaara-kun.."

"Tidurlah. Besok kau akan menempuh perjalanan panjang."

Beberapa saat kemudian, hembusan napas teratur mengiringi mereka yang perlahan kehilangan kesadaran. Baik Gaara maupun Sakura tak membutuhkan waktu lama sampai benar-benar terlelap. Dalam posisi yang intim seperti ini membuat mereka merasa damai dalam tidurnya. Gaara begitu menikmati saat dimana ia bida berbaring di ranjang untuk tidur- satu hal yang cukup jarang ia lakukan. Sementara di sisi lain, Sakra mendapatkan tidur yang berkualitas setelah sekian bulan dihantui oleh memori masa lalu yang menyakitkan. Tak ada mimpi buruk, tak ada pula isak tangis di tengah malam. Dalam pelukan sang kekasih, Sakura terlelap dengan seulas senyum tipis di bibirnya.

*

*

*

Tbc...

Chapter 33, updated!

Hai hai haiii! Aku kembali lagi dengan sebongkah keuwuan pak kades dan bu dokter buat kalian hahahaha.

Ekhem ekhem. Gimana, nih? Tanda-tanda berlayar sudah ada di depan mata. Apakah perlu kita karamkan kapal ini di tengah jalan? /ketawa setan.

Okelah aku gatau sih mau ngomong apa. Jadi langsung aku tutup aja kali, ya. Atau mungkin kalian mau ngobrol-ngorbol di sini, mengutarakan semua keluh kesah atau apa aja, boleh bgtt! Mau itu di wall, dm, atau di comment section ini. Atau mungkin kenalan? Juga boleh bgt! Aku justru bakal senang kalo aku bisa kenal secara personal dengan kalian semua. Jadi hubungan kita tuh bukan hanya sekedar antara author dengan readers, tapi juga berinteraksi sebagai teman.

Atau hayukk mutualan di sosmed! Kalian bisa follow instagram aku dengan username @ilazahra_ atau twitter dengan usn @chocokiiim kalau mau di follback, kalian bisa dm aku, yak! Pasti langsung aku follback kok hihi.

Let's be friends, guys. Tapi kalo uda temenan sama aku, aku harap kalian ga nyesel soalnya aku agak separuh ajaib ini anaknya /nangis di pojokan.

Okede aku rasa sekian untuk chapter ini, aku harap kalian suka. Seperti biasa aku mengharapkan vote dan komen dari kalian karena satu vote dan komentar dari kalian adalah semangat aku buat lanjut nulis. Akhir kata, terima kasih dan sampai jumpa di chapter selanjutnya><

Salam

Ilaa.

Continue Reading

You'll Also Like

8.1K 1.3K 9
Di hari itu, ketika kristal-kristal salju turun dan membawa warna putih dan dingin ke bumi, Scorpius berbalik dan melambaikan tangan.
814K 19K 140
Naruto characters x reader. More simple Naruto Oneshot Stories. Hope you like them. ❤️💜🖤❤️💜🖤
17.5K 969 35
Mina moved from Japan to Korea to go to University, she met a girl who was close and she was her neighbor what will happen? Will the love be mutual...
17.8K 290 39
I love dinosaurs and I love this anime when I was a kid. After rewatching this again I fell in love with Seth and wanted to give him some love. Hope...