[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.2 :...

Od Wiki_Dwiki

88.7K 26.5K 8.2K

Wooyoung : "Matanya Santoso warnanya ungu, kece!" Yohan : "Iya kece banget kayak anak indihome!" San : "Maksu... Více

Intro : "Setan Tanah Rejowerno"
"Sigel Kagungane Basukarna"
1. Hari yang Indah (?)
2. Ubah Haluan
3. Jalan Alternatif
4. Drama Double Y
5. Persiapan
6. Memanipulasi?
7. Debat Antar Calon OSIS
8. Saksi Mata Lain
9. Mengintip Kegelapan
10. Kalimat Asing
11. Keberangkatan
What Do You Think?
12. Hari Pertama
13. Bincang Malam dan Penampakan
14. Arus Sungai
15. Sesuai Rencana?
16. Jiwa Yang Terganggu
17. Area Pangkalan Militer
18. Critical In
19. Menyusup
21. PARANOIA
22. Kembali Pada Tempatnya
Epilogue : Lembar Kisah Terakhir

20. Rangkaian Tragedi

3K 1K 459
Od Wiki_Dwiki

.
.
.

    Wooyoung ama Changbin beneran nggak bakal mau kalo suruh nyelametin Yeonjun lagi, pokoknya. Kesannya kayak nggak guna banget gitu. Udah masuknya susah, hampir ketangkep kalo Changbin nggak pinter bacotin orang, eh, sampai sana bukannya Yeonjun yang butuh pertolongan malah para ilmuwan bejat itu yang butuh.

    Yeonjun mah enak enakan tidur di atas ranjang ruangan itu, kayaknya emang nungguin diselamatkan tapi lantai di bawah kaki ranjang udah persis kayak set film Rumah Dara. Pas Changbin ama Wooyoung masuk ruangan, mereka auto muntah karena liat ruangan itu.

  "Lama banget, anjir! Aku sampai mikir buat motong tubuh mereka makin kecil!" Yeonjun berdecak kesal sambil berjalan menuju mereka.

    Kakinya yang tanpa alas kaki menapak di lantai penuh darah itu, pas dia jalan ke Wooyoung ama Changbin, kedua anak itu jelas mundur, nggak khawatir ama Yeonjun, mereka khawatir ama keselamatan mental diri sendiri. Ya gimana nggak ngeri? Si Yeonjun aja udah bersimbah darah kayak baru datang bulan.
 
 
  "Yeon, kamu jujur sama aku.." Wooyoung menarik nafas ngeri, "kamu mens?"

    Yeonjun lantas memukul puncak kepala Wooyoung. Tapi pelan, Alhamdulillah Yeonjun masih punya kesadaran kalo Wooyoung itu temen dia. Changbin yang melihat rambut Wooyoung kena darah auto histeris, begitu pula Wooyoung yang coba membersihkan darah itu dari rambutnya.

  "ANJING, YEON! NAJIS ITU! NAJIS MUGHOLADOH! ALLAHUAKBAR! ASTAGFIRULLAH!!!" Changbin teriak.

  "SERIIIMMM!! AKU BERDARAH!!!" Wooyoung ikutan teriak.

    Sementara Yeonjun cuma bisa masang muka "-_-".
 
 
    Sambil menjaga jarak, Wooyoung dan Changbin mengeluarkan Yeonjun dari ruangan uji coba itu dan berjalan entah kemana. Yeosang udah bilang ke mereka, rencananya itu cuma bisa masuk, buat keluar itu Wallahualam. Sebenernya Wooyoung ragu ama rencana itu, tapi Changbin kepala batu dan tetep jalanin rencana yang bakal dengan bangga Wooyoung sebut, "Oprasi gas poll tapi nggak bisa keluar."

  "Yunho, Yeosang ama Serim nggak ikutan?" Tanya Yeonjun.

  "Ikutan, yang Serim di ruang tahanan, yang Yeosang-Yunho lagi menggeledah tempat ini buat bikin sinyal minta tolong." Jawab Changbin.

  "Gimana buatnya?" Tanya Yeonjun.

  "Ledakan." Balas Wooyoung.

    Yeonjun ketawa garing, "gausah ngelawak, kalian kira bakal berapa hektar hutan kebakar kalo ada ledakan, hah?"

  "Kita udah bicarain itu tadi, Yeon. Ini satu satunya cara. Biar tentara atau siapapun yang melihat kepulan asap mendatangi tempat ini." Kata Changbin, "sebuah pohon bisa ditanam kembali, tapi nggak pernah ada kesempatan kedua buat memaafkan apa yang para ilmuwan itu lakukan."

    Yeonjun terkejut mendengar jawaban Changbin, dia menoleh pada Wooyoung yang tersenyum pasrah padanya. Mata kawannya itu seakan berkata jika Changbin sudah terlalu lama menahannya, baik kerusakan psikisnya, kematian keluarganya, tangisan tanah kelahirannya, dan jeritan orang orang yang sama kehilangannya.

    Changbin tak akan pernah bisa menjadi seperti Tuan Khabbab yang mengorbankan dirinya untuk putranya, dia juga bukan kakek Wooyoung yang berdiri di garda terdepan untuk melindungi cucu dan tanah kelahirannya, bukan pula ayahnya yang berani menentang tetua dan rela dibunuh oleh mereka.

    Changbin mencoba menjadi versi terbaik dirinya disetiap kesempatan, kalo kata Yeonjun, Changbin itu pemuda paling mencintai tanah airnya lebih dari siapapun. Senasionalis itu sampai bikin Yeonjun kadang heran pake banget. Ketika pemuda sekarang dengan perlahan mengembangkan sifat individualisme, Changbin dengan percaya diri menyatakan cinta paling seriusnya untuk tanah kelahirannya. Yang paling layak menjadi pemimpin, mungkin itulah pujian terbaik yang bisa Yeonjun sematkan buat Changbin.

    Ketika anak seusianya masih ragu menghadapi kerasnya dunia, Changbin sudah menaklukkannya lebih dulu. Dia tumbuh dewasa lebih cepat dari siapapun karena jiwanya yang emang sekuat itu. Yeonjun sampai bisa sombong ke dunia kalo punya temen kayak Changbin.
 
 
  "So? Sekarang kita mau ngapain?" Tanya Yeonjun.

  "Kumpul sama Yohan, San." Kata Wooyoung.

  "Dimana mereka?" Tanya Yeonjun mengedarkan pandangannya.

  "Harusnya mereka sudah sampai sini, tapi mana, ya?" Kata Changbin.

 
  "OY!"

 
    Ketiganya menoleh ke lantai atas dan menemukan San yang sedang menggendong Yohan itu di lantai dua. San memberi isyarat dengan tangannya untuk memanggil Yeosang dan Yunho dan naik ke atas sana karena ada sesuatu yang harus mereka lihat.

  "Aku bakal nyuruh mereka berdua kesana." Kata Yeonjun.

  "Loh? Manggil, doang?" Tanya Wooyoung.

    Yeonjun mengangguk lalu menggaruk pipinya pelan, "aku harus minta maaf sama Serim karena nyusahin dia lagi."

    Wooyoung dan Changbin saling tatap sebelum tertawa gemas.

  "Utututu, Yeonjing so sweet bangett." Kata Changbin.

  "Yeonjing." Wooyoung membatin, jiwanya doang, ketawa tapi raganya nggak berani, takut dihajar ama Yeonjun.

  "Changjing sialan kamu, yaaa..." Balas Yeonjun tersenyum psikopat.

  "Maaf." Changbin berhenti ketawa seketika.
 
 
    Yeonjun menghela nafas dan mulai berjalan meninggalkan keduanya, "jangan khawatir, aku bisa pergi sendiri."

  "Beneran, Yeon?" Tanya Wooyoung khawatir.

  "Beneran. Lagian.." Yeonjun kembali menghela nafas, kali ini lebih panjang, "lagian dari awal aku yang paling nggak tau apa apa, kan? Jadi nggak guna buat aku."

  "Yeon—"

  "Bacot, anjer! Udah pergi sana!" Yeonjun membentak dan keduanya langsung berlari pergi dari sana.

 
    Yeonjun lalu mendengar suara ramai di depannya, dia menoleh ke depan dan tersenyum miring melihat para penjaga bersenjata menghadang jalannya.

  "Kalian jangan menghalangiku." Kata Yeonjun.
 
 
  "Dia cuma seorang remaja, bunuh dia!"
 
 
    Yeonjun berdecak sambil tersenyum makin lebar, "aku sudah memperingatkan kalian." Yeonjun kemudian mengambil pistol yang dia dapat dari para korban sebelumnya dari saku celananya. Kan, celana pramuka banyak sakunya, tuh.. Fyi, Yeonjun punya pistol di setiap sakunya.

.

    Serim yang menahan muntah karena melihat betapa mengerikannya tahanan yang para ilmuwan gila itu modifikasi tak bisa menahan air mata kasihan ketika melihat mereka. Di salah satu sel, dia temukan salah satu anak bola yang hilang itu terduduk lemas dengan kedua tangan yang buntung, ketika Serim coba mendekat, anak itu berteriak histeris seakan Serim akan menyakitinya.

  "Kau bajingan!" Teriak Serim pada pria paruh baya itu, namun ketika dia menoleh ke arahnya, dia tak temukan orang itu ada disana. Serim lantas menoleh kanan kiri waspada. Matanya menelisik ruangan gelap itu. Walau sudah berada di kewaspadaan paling tinggi, Serim tak bisa mengelak ketika pria brengsek itu melompat ke arahnya dan mencekiknya.

    Tangan pria itu membawa sebuah besi yang ujungnya baru saja dibakar untuk waktu yang lama. Dengan senyum mengerikan, ditempelkannya besi panas itu ke paha Serim. Siksaan yang dilakukan pria itu mengingatkan Serim dengan siksaan yang ayahnya lakukan dulu, ingatan mengerikan itu berputar putar di kepalanya sehingga dia tak bisa melakukan perlawanan dan hanya bisa berteriak kesakitan.

    Melihat penyiksaan yang menimpa Serim membuat seluruh tahanan ikut berteriak ketakutan, beberapa memohon mohon agar pria itu berhenti melakukan hal kejam itu. Para hewan yang dikurung juga berteriak dan menghantamkan diri mereka me sel karena ketakutan mendengar teriakan Serim.

  "Kau tau kemungkinan terburuk, nak? Besi ini bukan besi biasa, ada racun yang aku oleskan di ujungnya.. dan kau tau apa? Racun ini bersifat korosif, dia merusak dengan permanen semua syaraf di kakimu. Kelumpuhan tak terelakkan lagi, kau akan menghabiskan sisa waktumu untuk duduk di atas kursi roda, selamanya!" Teriak pria itu lantang sambil tertawa terbahak bahak.

    Serim hampir pingsan ketika seseorang menubruk pria itu agar menyingkir dari Serim. Walau dengan pandangan buram, Serim bisa lihat jika pria itu menggeliat kesakitan karena seseorang itu menusukkan sebuah paku di matanya.
 
 
  "Astagfirullahalazim, Serim!" Teriak seseorang yang ternyata adalah Yeonjun itu.

  "ASTAGFIRULLAHALAZIM SERIM KAKIMU! ALLAHUAKBAR! KAKIMU SERIM!!" Yeonjun teriak makin kenceng.

  "Bisa budeg aku nanti, Yeon!" Balas Serim menapuk mulut Yeonjun.

    Yeonjun menatap nanar kaki Serim, kemudian dia mulai terisak, "harusnya aku lebih cepat datang.."

    Mendengar isak tangis Yeonjun justru membuat Serim bergidik ngeri, psikopat bisa nangis ternyata—batin Serim. Apalagi pas Yeonjun meluk dia, Serim makin shuudzon kalo Yeonjun baru dicuci bersih otaknya.

  "Maafin aku, Rim.. harusnya aku langsung kesini tadi. Tapi aku tadi malah main domino dulu pakai kepalanya para penjaga.. maaf.." Kata Yeonjun.

    Sekarang Serim kesel banget, soalnya secara nggak langsung kesimpulannya gini, "dia lumpuh selamanya cuma karena Yeonjun main domino"—nggak estetik betul. Tapi dia nggak mau nyalahin Yeonjun juga, karena dia kesini buat nyelametin Yeonjun, bukan diselametin Yeonjun.

    Serim pun hanya menepuk pucuk kepala Yeonjun, "nggak apa apa. Lumpuh doang, pokok nggak mati."

  "Bahasamu, njir." Kata Yeonjun.

 
  "Kalian tak akan tau apa yang akan terjadi.." suara serak pria paruh baya itu terdengar bersama rintihan sakitnya.
 
 
  "Apa yang coba kalian ciptakan?" Tanya Yeonjun.

  "Sesuatu yang telah ditakdirkan." Balasnya.

  "Kau bukan Tuhan yang mengatur setiap takdir di Alam Semesta." Kata Yeonjun.

    Pria itu tertawa, "siapa yang butuh Tuhan jika kau bisa menjadi dia?"

  "Bajingan sekali mulutmu itu. Sekte mana kamu, hah? Gausah sok deh, mata ketancep paku aja nanges." Ucap Yeonjun.

  "Penemuan bisa membuat siapapun menjadi Tuhan." Katanya.

    Yeonjun tersulut emosi, dia lantas mendatangi orang itu.

  "Apa yang membuatmu merasa begitu?" Tanya Yeonjun.

  "Aku ikut andil dalam eliminasi ini." Jawabnya.

  "Oke, dan kau adalah yang pertama kali tereliminasi dari fantasi konyol dan kejimu itu." Kata Yeonjun dan sedetik berikutnya dia menginjak keras tulang leher pria itu hingga suara retakan terdengar dari sana.

  "Eliminasi apa yang dia bicarakan?" Tanya Serim memegangi pahanya yang begitu nyeri.

    Yeonjun menghampiri Serim untuk membantunya berdiri, "untuk sekarang aku nggak tau.. Namun kita bakal tau, sebentar lagi dari mereka."

    Serim cuma mengangguk.

  "Bagaimana mengeluarkan para tahanan ini? Mereka takut dengan kita." Kata Yeonjun.

  "Kita harus membuat mereka semua tidur dulu aku rasa." Kata Serim. "Apakah masih ada penjaga atau ilmuwan yang tersisa disana?"

    Yeonjun menaikkan bahu, "beberapa kubiarkan hidup tapi aku menggantung mereka."

  "Kurasa membius mereka semua agar tertidur akan lebih mudah." Kata Serim terus meringis.

  "Kau benar." Balas Yeonjun, "mari kita lakukan ini selagi menunggu yang lain menjelaskan semuanya pada kita nanti."

.
.

    Yeosang dan Yunho akhirnya tiba di ruangan yang Yeonjun maksud, disana keduanya melihat keempat anggota Klub 513, cuma minus si psikopat yang tadi langsung berlari pergi ke tempat tahanan selepas menyampaikan pesan. Yohan duduk di depan layar komputer dikelilingi oleh ketiga anak lainnya.

  "Apapun yang kita cari," Kata Yohan lemas, "ada di dalam komputer ini."

  "Lalu?" Tanya Yeosang.

  "Komputernya di sandi." Jawab San.

  "Lalu kenapa kau memanggilku? Apa aku keliatan kayak tukang bobol wi-fi?" Tanya Yeosang sedikit kesal.

  "Aku menemukan sesuatu, Yeosang.." Wooyoung menoleh pada Yeosang dengan tatapan sendu.

  "Menemukan apa?" Tanya Yeosang.

  "Hubungan persahabatan kita di masa lalu." Jawab Wooyoung tersenyum pelik, seakan dia benar benar telah dikhianati oleh Yeosang.

    Pupil mata Yeosang melebar, "apa maksudmu?"

  "Ketiga makam yang ada di puncak bukit kala itu. Khabbab, Thuringbert, dan satu lagi, seorang kesatria yang meninggal di umurnya yang masih sangat muda, itu aku, kan?" Tanya Wooyoung.

  "Apa yang kau bicarakan?" Yeosang masih berusaha mengelak.

  "Sudahlah, Yeosang.." suara Yunho menengahi kedua anak itu, "bukankah ini yang kau inginkan? Kau ingin kita bersama lagi, kan?"

    Yeosang menggigit lidahnya sendiri, "terlambat, aku sudah tak berhak menginginkannya lagi.. aku tak berhak menginginkan kita kembali seperti dulu. Aku tak akan pernah pantas bahkan untuk mengatakan 'kita' lagi. Ucapannya benar, Yunho.. tak ada kesempatan kedua untuk kita, kita kehilangan awal dan akhir, lalu apa yang aku harapkan dari candaan ini, hah?!"

  "Yeosang," suara lembut San terdengar, "memang tak semua orang memiliki kesempatan kedua. Namun, menganggap bahwa pertemuan ini hanya sebuah candaan sedikit membuatku marah. Aku tak tau apapun sampai Yunho mengatakannya padaku, aku tak tau beban seperti apa yang kau pikul di umurmu yang masih sangat muda seperti ini, namun aku rasa kau sudah siap, Yeosang.. kau siap untuk memulai dari awal lagi, bukan begitu?"

  "Kau tak tau apapun." Kata Yeosang.

  "Memang, karena itu, katakan padaku.. pada Wooyoung. Kau 'sang pembawa cerita' itu, kan?" Tanya San.

    Mendengar julukan lawas itu terucap membuat Yeosang lemas. Dia terduduk di atas lantai memegangi kepalanya yang begitu pening. Bukan ini yang dia inginkan, semua orang yang terlibat dengannya selalu celaka, dia tak mau mengulangi kesalahan yang sama.

  "Bagaimana kau mengetahuinya?" Tanya Yeosang balik.

  "Sesuatu ada disini, Yeosang. Mendekatlah padaku, aku akan carikan jawaban dari pertanyaan seumur hidupmu itu sekarang. Karena itu, bantulah aku." Kata Yohan melambaikan tangannya pelan, Yeosang dengan langkah gontai mendekat ke arah Yohan, menatap layar komputer itu penuh selidik.

  "Aku sudah mencoba beberapa sandi, tapi tak ada yang berhasil." Kata Yohan.

  "Lihatlah sekitarmu," Yeosang berucap.

    Yohan tertawa, "sudah. Ruangan ini milik direktur utama laboratorium ini. Dia banyak membaca buku sejarah, dominan buku Nazi dan Perang Dunia ke II. Kesimpulannya—"

  "Orang klasik." Yeosang menyela.

    Yohan mengangguk, "benar, orang klasik. Apa yang dia lihat ketika duduk disini adalah.. sebuah peta besar." Yohan menunjuk keberadaan peta yang tertempel di dinding.

  "Password nya pasti berupa nama." Kata Yeosang.

  "Bagaimana kau tau? Bisa jadi itu tanggal perang dunia ke II, kan?" Tanya Changbin.

    Yeosang menggeleng, "dia orang yang hati hati, dia tak mungkin menggunakan sandi kelewat mudah seperti itu. Di sisi lain, dia juga mudah lupa karena meminum obat antidepresan." Yeosang menunjuk ke arah meja yang di atasnya ada sebotol kaca obat dengan label 'antidepresan'. "Dia harus sering sering membaca password itu sehingga tidak lupa, dan karena dia memikirkan kemungkinan terburuk, dia harus bisa mengingat hal lain yang memuat password itu. Buku yang paling sering dia sentuh ada di rak buku nomor 4 urutan ke 3 dari bawah, judulnya, Tokoh Nazi Dibalik Layar Pemerintahan."

    Yeosang menyentuh keyboard komputer itu, "dulu pernah ada seseorang yang datang kepada kakekku, dia seorang wanita cantik keturunan Timur Tengah. Dia memberiku sebuah buku yang semester kemarin telah aku antarkan kepada yang berhak mendapatkannya. Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai istri dari orang Jerman yang dulunya bernama—"

    Yeosang tersenyum sambil menekan tombol Enter, "—Alarich."
 
 
 
 
 
 
  
  
 
 
 
 
 
   
 
 
 
 
  
  
 
 
 
 
 
 
#######

Halo, Hola!

Apa kabar kalian?
Sehat wal afiat, kan?

Apakah pusing? Semoga tidak, ya :D
 
Semangat terus buat minggu ini ^^
Semoga kalian menemukan banyak kebahagiaan!
Jaga kesehatan jangan lupa bahagia <3
 
 
Makasih udah baca!
 
 
Luv kalian semua ❣️❣️❣️
 
 

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

Psycho | TXT √ Od siputtt

Mystery / Thriller

66.8K 14.2K 23
[ Hargai penulis dengan follow terlebih dahulu] "Kalian semua bakalan mati." Start: 17 Juni 2020 Finish: 26 Juni 2020
57.4K 19.9K 34
Beomgyu : "Gua nggak sudi saudaraan ama anak gatau terimakasih kayak Heeseung!" Heeseung : "Gua juga ogah saudaraan ama anak nemu kayak Beomgyu." Jeo...
104K 25.7K 27
Seorang guru SMA menemukan buku harian anak murid yang hilang dua hari yang lalu. Buku itu menunjukan keseharian anak itu dan ditiap halaman baru buk...
175K 34.8K 62
Kertas yang berasal dari tong sampah membuat mereka pergi ke dunia lain? Kenapa bisa begitu? Rank! #1 In Sunghoon (27 Juli 2021) #1 In Jungwon (26 Ju...