Affection

By sourpineapple_

497K 34.4K 452

COMPLETE - FOLLOW SEBELUM MEMBACA Mature Content (18+) so selection ur reading. *** Derana Gangga Mirabelle... More

P R O L O G
BAB SATU
BAB DUA
BAB TIGA
BAB EMPAT
BAB LIMA
BAB ENAM
BAB TUJUH
BAB DELAPAN
BAB SEMBILAN
BAB SEPULUH
BAB SEBELAS
BAB DUA BELAS
BAB TIGA BELAS
BAB EMPAT BELAS
BAB LIMA BELAS
BAB ENAM BELAS
BAB TUJUH BELAS
BAB DELAPAN BELAS
BAB SEMBILAN BELAS
BAB DUA PULUH
BAB DUA PULUH SATU
BAB DUA PULUH DUA
BAB DUA PULUH EMPAT
BAB DUA PULUH LIMA
BAB DUA PULUH ENAM
BAB DUA PULUH TUJUH
BAB DUA PULUH DELAPAN
BAB DUA PULUH SEMBILAN
BAB TIGA PULUH
BAB TIGA PULUH SATU
BAB TIGA PULUH DUA
BAB TIGA PULUH TIGA
BAB TIGA PULUH EMPAT
BAB TIGA PULUH LIMA
BAB TIGA PULUH ENAM
BAB TIGA PULUH TUJUH
BAB TIGA PULUH DELAPAN
BAB TIGA PULUH SEMBILAN
BAB EMPAT PULUH
BAB EMPAT PULUH SATU
BAB EMPAT PULUH DUA
BAGIAN EMPAT PULUH TIGA
E P I L O G

BAB DUA PULUH TIGA

9K 701 21
By sourpineapple_

Mengambil napas dalam-dalam dan membuangnya perlahan, Dera berusaha membangun kembali pertahanan diri, agar ia tak kehilangan kendali atas emosinya ketika berbicara dengan Jayden nanti.

Memejamkan matanya sejenak dan mengangguk tipis, Dera melangkahkan kaki mencari presensi Jayden hingga ia menemukan pria itu tengah duduk santai di depan televisi. Ah ... bahkan setelah apa yang terjadi beberapa saat lalu, pria itu masih bisa duduk santai dan tenang seolah tak terjadi apa-apa.

"Jay," panggil Dera, disahut deheman oleh sang empu, walaupun kepalanya sama sekali tak menoleh dari televisi.

"Aku ingin membicarakan sesuatu," ujar Dera, menunggu Jayden mengalihkan atensi dan mendengarkan baik-baik apa yang ingin ia sampaikan.

Dera bukanlah orang yang mudah tersugesti, namun ucapan serta permintaan anak-anaknya terlalu berat untuk ia tolak, mengingat ini mungkin akan menjadi hal terakhir yang bisa ia lakukan sebelum ia benar-benar keluar dari rumah dan keluarga ini, walaupun mungkin ini juga hanya akan menambah dalam rasa sakit di hatinya.

Ia tak bisa menjanjikan apa-apa, karena ia juga tidak yakin jika Jayden akan mau mengubah keputusannya. Katakanlah, Dera adalah wanita bodoh, yang mau-maunya berjuang demi sesuatu sia-sia dan tak pasti seperti ini, namun biarkan ia untuk sekali dan terakhir kali ini saja egois atas perasaannya. Ia tidak akan membiarkan Jayden menjadi milik orang lain semudah itu.

"Katakan," sahut Jayden, masih belum mau menolehkan kepalanya. Benar atensi pria itu ada di televisi, namun isi kepalanya bercabang kemana-mana.

Benar jika ia terlihat tenang dan santai, padahal ego dan akal sehatnya tengah berperang sengit. Ia merasa bersalah karena telah membentak dan hampir memukul putranya tadi, ia terlalu lama memendam emosi, hingga sekalinya tersulut bisa meledak seperti tadi.

"Aku mempunyai satu permintaan, izinkan aku untuk tetap tinggal di sini hingga surat perceraian kita keluar dari pengadilan. Bukan bermaksud untuk tidak tahu diri, tapi paling tidak, beri aku waktu untuk benar-benar bisa melepaskan kalian, dan beri aku ruang untuk menghabiskan sisa waktu bersama anak-anak, sebelum nanti kita akan jarang bertemu," urai Dera dengan tatapan mata yang tak luput dari Jayden.

Terlihat pria berbadan atletis itu menoleh tipis, menggerakkan bola matanya. "Saya tidak menerima permintaan tanpa imbalan," balas Jayden arogan, membuat Dera tersentak pelan.

Mematikan televisi, Jayden menoleh sepenuhnya, menatap balik kedua bola mata Dera. "Saya izinkan, tapi setelah itu kamu tidak akan pernah bisa bertemu lagi dengan anak-anak saya, dan tidak saya izinkan, tapi kamu masih tetap bisa bertemu kapanpun kamu mau dengan mereka. Silakan pilih," ujar Jayden lagi.

Melebarkan pupilnya, Dera tak menyangka jika Jayden akan menjadi seangkuh ini, sebegitu bencikah pria itu padanya?

"Jay—"

"Saya tidak menerima protes, silakan memilih antara dua pilihan itu, jika mau. Jika tidak? Up to you, you can go from here," sela Jayden, mengusir secara tidak langsung.

Hati Dera mencelos. Mengepalkan tangannya, Dera menunduk sesaat, ini adalah pilihan yang sulit, namun ia tidak memiliki waktu untuk berpikir panjang. "Opsi pertama," jawab Dera dengan suara bergetar, menahan emosi.

Setidaknya, ia masih bisa menghabiskan waktu bersama ketiga putranya, sebelum mereka berpisah 'kan?

Jayden mengangguk tipis. "Fine. Silakan memilih kamar kosong, terserah ingin tidur di mana."

***

"Baiklah, aku akan jujur, tapi kamu harus berjanji untuk tidak melakukan sesuatu setelah ini."

"Oke, I will."

"Kami bercerai. Jayden menggugatku setelah membawa perempuan itu ke rumah dan berkata jika dia akan menikahinya."

Fuck Jayden. 

Jessy tak berhenti menyumpah-serapahi Jayden di dalam hati pada setiap langkah panjang yang ia ambil. Ia tidak peduli jika Dera akan marah padanya setelah ini, karena ia sudah berbohong untuk tidak melakukan sesuatu setelah mendengar apa yang telah terjadi. Jessy sudah kepalang marah, ubun-ubunnya seperti mendidih ketika mendengar apa yang diceritakan oleh Dera.

Jessy yakin, jika masih ada hal yang ditutupi dan tak diceritakan oleh sahabatnya itu, ia tidak bodoh untuk menyadari jika suara Dera terdengar bergetar ketika bertelepon dengannya semalam. Berani-beraninya Jayden memperlakukan Dera seperti ini, memangnya pria itu pikir ia siapa?!

Tak mempedulikan banyaknya pasang mata yang memperhatikan Jessy berjalan cepat melewati meja resepsionis, tidak perlu berbasa-basi dengan bertanya, "Dimana ruangan Jayden?" mereka hanya akan bertanya kembali dengan pertanyaan, "Sudah membuat janji temu?"

Janji temu? Langkah konyol apa itu? Jessy tidak butuh, ia sudah kepalang marah, dan orang yang tepat menerima amarahnya saat ini adalah Jayden.

"Maaf, Nona sedang mencari siapa?" tanya perempuan yang menjaga meja resepsionis, berlari mengejar langkah cepat Jessy, lantaran wanita itu tidak melapor pada resepsionis terlebih dahulu hendak bertemu dengan siapa.

"Bukan urusan kamu," sahut Jessy tanpa menghentikkan langkahnya.

"Barangkali bisa saya bantu, apa Nona sudah membuat janji temu sebelumnya?" tanya perempuan itu lagi.

Lihat? Pertanyaan pasaran itu pasti akan keluar dari mulut seorang resepsionis, jadi Jessy memilih untuk mengabaikannya daripada harus membuang waktu untuk menjawab.

"Saya tidak punya urusan dengan kamu, jadi berhenti mengikuti saya," sentak Jessy, berhenti mendadak, menatap perempuan dengan setelan formal kantor itu galak.

"Maaf, tapi Nona tidak bisa sembarangan masuk tanpa membuat janji temu terlebih dahulu," ujar sang resepsionis setengah gugup karena tiba-tiba dibentak dengan galak.

Merotasi bola matanya, Jessy membuang muka. Pada saat yang sama secara tak sengaja, ia mendapati dua orang laki-laki keluar dari ruangan saat pintunya dibuka. Mengenali salah satu dari laki-laki itu, Jessy menyipitkan mata, tanpa membuang waktu lagi, ia melanjutkan langkah, menghampiri laki-laki itu dan melayangkan tamparan keras.

Bunyi telapak tangan yang mendarat mulus di pipi pria itu terdengar menggema, saking kerasnya tamparan yang diberikan. Bekas jari menapak jelas di kulit sang empu yang ditampar sedang penampar merasakan telapak tangannya kebas.

"Son of a bitch!" maki Jessy dengan dada kembang kempis, menatap nyalang pria yang barusaja ia tampar. Siapa lagi jika bukan Jayden?

Melihat hal yang barusaja terjadi, Wisnu selaku sekretaris Jayden terkejut bukan main, bahkan perempuan yang berlari menyusul Jessy tadi sampai merapatkan jemari di depan mulutnya, tercengang melihat pemandangan tersebut.

Memegang pipinya yang terasa perih dan panas, Jayden menoleh cepat, menatap perempuan yang telah melayangkan tamparan padanya itu dengan pandangan terkejut sekaligus marah. Jelas saja, siapa yang tidak marah ketika tiba-tiba ditampar begitu keras dan dimaki di depan para karyawan kantor?

"Wisnu, usir perempuan ini," titah Jayden dengan suara rendah.

Mendengar itu, Jessy segera mengangkat tangannya, membuat gerakan Wisnu terhenti. "Jangan sentuh saya. Urusan saya di sini bukan dengan kamu, melainkan dengan dia," tunjuk Jessy pada Jayden, jari telunjuknya mengacung, menunjuk Jayden tepat di depan dada.

"Wisnu," titah Jayden lagi, segera diangguki oleh Wisnu.

"Maaf, tapi anda harus pergi, sebelum saya memanggil keamanan untuk mengusir anda dari sini," ujar Wisnu, membuat Jessy menggertakkan giginya.

"Dengar, Jayden, jangan harap aku akan diam setelah apa yang kamu lakukan pada Dera, dan apa yang kamu dapat kali ini sama sekali belum setimpal dengan kelakukan bejat yang telah kamu perbuat. Aku berani bersumpah, Demi Tuhan, kamu akan menyesali hal ini suatu saat nanti, camkan itu!" seru Jessy penuh dengan penekanan, menatap Jayden nyalang, seolah mengibarkan bendera perang.

Tertawa miring, Jayden balik menatap perempuan di depannya tak kalah tajam. "Kamu pikir saya peduli? Wisnu, bawa perempuan gila ini pergi." Jayden kembali bertitah.

Namun sebelum Wisnu mencekal lengan Jessy, perempuan itu sudah lebih dulu menyela. "Tidak perlu, saya bisa pergi sendiri." Lalu memberi death glare-nya pada Jayden, menyempatkan diri untuk menendang penuh tenaga tulang kering pria itu sebelum berbalik dan melangkah pergi.

***

Mendengkus dan berdecak, Jayden memandang kesal bekas kemerahan di pipinya yang masih belum mau menghilang, entah kenapa bisa awet begini, bahkan rasa panas dan perihnya masih terasa hingga kini. Sepertinya perempuan itu benar-benar menggunakan seluruh tenaga untuk melayangkan tamparannya.

Tak hanya pipi, tulang kering Jayden pun juga masih terasa sakit akibat terkena tendangan keras dari high heels berujung tajam milik Jessy. Benar-benar memalukan, seumur-umur hidup, baru kali ini Jayden menemui wanita sekasar tadi.

Dan karena kejadian ini pun, Jayden sampai meminta Wisnu mengosongkan jadwal dan memilih untuk pulang lebih awal. Jayden jelas tidak mungkin untuk bekerja dengan keadaan seperti ini, terlebih ia memiliki jadwal rapat dan makan siang bersama salah satu rekan bisnis hari ini.

Sesampainya di rumah, Jayden sempat berpapasan dengan Dera yang sepertinya hendak pergi ke butik, namun langkah wanita itu terhenti kala melihat sang suami pulang lebih awal dengan ekspresi tak bersahabat dan ... cara jalan yang aneh.

"Jay? Kamu baik-baik saja?" tanya Dera, membalik langkahnya, mengikuti Jayden.

"Tidak," sahut Jayden seadanya, memang ia tidak baik-baik saja, jelas tulang kering dan pipinya sakit.

Dera mengerjap, ketika mendongak dan memperhatikan lebih dekat, ada sesuatu yang juga tampak tidak biasa di pipi Jayden, seperti bekas telapak tangan. Apa Jayden barusaja ditampar oleh seseorang?

"Pipi kamu kenapa?" tanya Dera, mengangkat tangannya untuk menyentuh pipi Jayden, namun pria itu segera menepis karena pipinya terasa perih saat disentuh.

"Jangan menyentuhnya."

Sedikit terkesiap, Dera segera menyingkirkan tangannya. "Oh maaf, sebentar kamu duduk dulu, biar aku ambilkan sesuatu," intruksi Dera menyuruh Jayden untuk duduk di sofa ruang tengah.

Membuang napas pelan, Jayden mengambil duduk di sofa sementara Dera pergi ke belakang setelah meletakkan tasnya di atas meja. Tak lama, wanita itu kembali dengan sebuah baskom berisi es dan kain kompres.

Meletakkannya di atas meja, Dera mendudukkan diri di samping Jayden.

"Mau apa kamu?" tanya Jayden ketika melihat apa yang dibawa oleh sang istri.

"Pipi kamu. Biar aku kompres," ujar Dera, mengulurkan kain kompres yang membalut beberapa balok kecil es batu itu ke pipi Jayden, menekan-nekannya pelan, membuat Jayden meringis pelan ketika rasa dingin menyapa permukaan epidermisnya.

"Ini seperti bekas tamparan," ujar Dera di sela-sela kegiatannya.

"Memang," balas Jayden.

Dera mengerjap, netranya beralih pandang. "Siapa yang melakukannya?" tanya wanita itu.

Katakan jika itu bukan ulah Essy, batin Dera menatap Jayden menunggu jawaban.

"Teman kamu," jawab Jayden membuat gerakan tangan Dera terhenti. Tatapan wanita itu berubah tidak enak.

"Jay, maaf, aku—" Ucapan Dera tersendat, ketika tiba-tiba Jayden memegang tangan wanita itu dan menggerakkannya seperti semula yang Dera lakukan.

"Lakukan ini sebagai permintaan maaf," sela Jayden, tak hanya kalimat Dera yang tersendat, namun napas wanita itu juga.

Segera menguasai diri, Dera menggangguk pelan. "M-maaf," ujar wanita itu kembali meneruskan kegiatannya, hingga suasana hening menyelimuti kedua insan itu ketika tak ada percakapan di antaranya.

Dera merasa canggung, namun Jayden tidak, pria itu berusaha untuk tetap nampak tenang dan tidak terbawa perasaan, untuk mengalihkan fokus, Jayden menarik celananya ke atas, hingga lebam kebiruan tampak di garis tulang kering kaki kirinya.

Dera yang sempat tak sengaja melihat pun terkejut. Pantas saja cara jalan Jayden aneh. Apa itu juga ulah Jessy?

"Jay ... itu— apa itu juga ulah Essy?" tanya Dera, menatap lebam di kaki Jayden.

"Menurut kamu?" tanya Jayden balik.

"A— baiklah sebentar, lepas dulu sepatu kamu," titah Dera berdiri dari duduknya, meletakkan kain kompres itu ke dalam baskom.

"Untuk apa?" tanya Jayden, mengangkat sebelah alisnya.

"Agar mudah untuk diobati, kamu bisa sedikit bergeser ke sana dan menyejajarkan kaki kamu," urai Dera memberi intruksi.

Tak lagi berkata, Jayden melepas sepatunya, sedikit bergeser dan menyejajarkan kakinya di atas sofa.

"Nah, sebentar." Dera mengambil kompres tadi bersama baskomnya, duduk di tepi sofa, wanita itu mulai melakukan hal serupa seperti yang dilakukannya tadi, membuat Jayden yang berada di posisi seperti ini bisa melihat apa yang dilakukan oleh sang istri.

Memperhatikan Dera dari tempatnya, Jayden seakan dibuat tak bisa beralih dari objek yang dipandangnya, mengirimkan getaran halus membuat darahnya berdesir.

Sial.

Dera terkejut ketika tiba-tiba Jayden menarik kakinya dan berdiri. "Terimakasih," ujar pria itu sebelum akhirnya berlalu pergi, meninggalkan Dera yang menatap punggung menjauh itu dengan tatapan bingung.

— AFFECTION —

mau tau dong, alur dengan ending kayak
gimana yang kalian harapin ke depannya?

Continue Reading

You'll Also Like

1.2K 72 11
diumurnya yang ke 21 tahun Agnestasia harus menjadi asisten pribadi tuan Samudra danugraha, seorang pria berusia 35 tahun yang begitu angkuh dan juga...
67.7K 4.2K 25
Berwajah manis dengan tubuh mungil, membuat Airin mudah dikagumi dan dicintai oleh banyak orang sekaligus menjadikan Airin sangat dimanja dan dilindu...
55.2K 3.8K 26
[BLUESY JENRINA] Tuhan, kenapa harus dia? Aku bahkan kesulitan menahan diri setiap kali ia melempar senyumnya padaku. Aku tahu, kadang Tuhan tak adil...
151K 5.5K 25
Bagi Sagara wanita ditakdirkan untuk dikerjar bukan mengejar dan membuatnya muak. Ia benci Kayla, wanita itu selalu mengejarnya membuat Sagara benar...