Love For Eleanor

بواسطة FatimahIdris3

1.1K 807 528

Kutulis kisah ini untuk banyak orang. Untuk mereka yang pernah terluka dan ragu untuk kembali membuka hatinya... المزيد

BAGIAN 1
BAGIAN 2
BAGIAN 3
BAGIAN 4
BAGIAN 5
BAGIAN 6
BAGIAN 7
BAGIAN 8
BAGIAN 9
BAGIAN 10
BAGIAN 11
BAGIAN 12
BAGIAN 13
BAGIAN 14
BAGIAN 15
BAGIAN 16
BAGIAN 17
BAGIAN 18
BAGIAN 19
BAGIAN 20
BAGIAN 21
BAGIAN 22
BAGIAN 23
BAGIAN 24.1
BAGIAN 24.2
BAGIAN 25
BAGIAN 26
BAGIAN 27
BAGIAN 29
BAGIAN 30
BAGIAN 31

BAGIAN 28

8 3 0
بواسطة FatimahIdris3

Hai..... Ma'af nie author  lama kagak muncul. Author tuh super sibuk dan kagak ada waktu. Mohon bersabar ya yang setia sama cerita ini. Author kagak janji tapi diusahain.

Ma'ap2 jdi puanjang cuap2nya. Okey langsung aja dibaca lanjutan ceritanya.

🌺🌺🌺

Wajah Diaz mengeras dengan gurat kemarahan yang tercetak jelas. Tangannya mengepal, siap melayangkan pukulannya. Mata tajamnya menatap marah pada sosok didepannya. Bukan takut, orang didepannya malah menampilkan seringai penuh ejekan.

Diaz tidak sendiri, ada Sharga dan Aro disampingnya juga beberapa bodyguard yang berdiri dibelakang.

"Apa yang kau inginkan sebenarnya?" Akhirnya Diaz bersuara meski tangannya sudah gatal ingin membuat wajah sosok didepannya babak belur.

Bukannya menjawab pertanyaan Diaz, pria didepan Diaz yang tidak lain Roy itu tertawa terbahak-bahak. Sharga dan Aro saling pandang. Seolah saling menanyakan kewarasan pria itu. Lalu setelah beberapa menit tertawa, pria itu melemparkan sebuah frame foto ukuran kecil tepat dikaki Diaz.

Diaz mengernyit saat melihat foto dalam frame itu. Pasalnya Diaz sama sekali tidak mengenal foto siapa itu.

"Apa maksudnya ini?" Bukan Diaz yang bertanya, melainkan Aro.

"Tanyakan itu padanya, apa yang sudah dia lakukan pada gadis didalam foto itu" Roy menunjuk Diaz dengan pisau yang sejak tadi dipegangnya.

Diaz membungkuk, mengambil frame foto itu.

"Gadis yang manis, apa dia kekasihmu?" Tanya Diaz penuh ketenangan.

"Jangan pura-pura baik didepanku, aku muak!!!. Kau harusnya bertanggung jawab atas kematiannya" Jawab Roy sambil berteriak histeris.

"Apa maksudmu? Kenapa aku harus bertanggung jawab, mengenalnya saja aku tidak, kau mungkin salah orang" Diaz masih dengan sikap tenangnya. Namun jangan lupakan wajah dinginnya.

"Berhenti bersikap bodoh, orang-orang sepertimu memang tidak pernah mau mengenal orang-orang seperti adikku, bahkan apapun yang dia lakukan untuk dekat denganmu tidak berarti apapun, kau orang terpandang hanya memikirkan kepentinganmu sendiri"

Roy terisak. Tidak terlihat memang, namun lewat mata berairnya semua orang yang berada ditempat itu tau kalau Roy menyimpan banyak luka. Tersirat rindu mendalam dari suara lirih saat menyebut adiknya.

"Dia hanya gadis belia yang mengidolakan sosokmu, baginya kau adalah segalanya. Lalu semua usahanya kau abaikan, kau patahkan hatinya dan akhirnya dia memilih untuk mengakhiri hidupnya"

"Aku kehilangan adikku satu-satunya, aku hancur kehilangannya bahkan aku harus tersiksa karna depresi lalu kau masih bisa berdiri disini, menghirup udara segar dan tertawa bahagia, aku tidak akan membiarkan hal itu. Kau tidak boleh bahagia, kau harusnya berada ditempat yang sama seperti adikku" Roy menggenggam pisau ditangannya lebih erat.

Semua berjalan begitu cepat dan tidak satupun menyangka pisau yang dipegang Roy memakan korban. Tangan Roy berlumuran darah. Semua orang tercengang tanpa bisa berkata-kata. Seolah terhipnotis, mereka hanya diam. Mematung menyaksikan kejadian yang tidak pernah disangka sebelumnya.

"Ya ampun Sikhaaaaaaaa!!!!!!!" Teriakkan dari arah pintu masuk seolah menyadarkan semua yang ada diruangan itu.

"Brrruuuuuuugh"

Roy terduduk lemah melihat wanita yang sudah menjadi teman baiknya bersimbah darah dan itu karnanya. Roy memeluk tubuh Sikha yang terkapar didekat kakinya.

"Dasar bodoh!!! Sudah kukatakan tidak ada gunanya kau menyukai orang seperti Diaz itu, apalagi sampai mengorbankan dirimu seperti ini"

Dengan nafas sedikit tersenggal, Sikha berusaha bicara.

"Pa... Pa... Pak Di... Di... Az ti... Ti..dak ber... Sal... Ah. Aa.. Dikmu ya... Ng sa... Lah"

"Jangan terus membelanya Sikha, lihat akibat karna kau terus membelanya" Suara Roy melemah. Tangannya begitu erat merengkuh tubuh Sikha.

Sikha menggelengkan kepalanya tanda tidak setuju dengan perkataan Roy.

"Aa... Dikmu bu...nuh di...ri kar...na ke...ta...hu...an ha...mil"

"Apa maksudmu? Bagaimana mungkin adikku hamil dan siapa yang menghamilinya?"

Sikha menunjuk kearah tas yang dipakainya. Memberi isyarat bahwa ada sesuatu yang ingin ditunjukkannya. Roy mengikuti arah pandangan Sikha dan mengambil sesuatu yang ada didalam tas milik Sikha.

Hanya ada sebuah alat perekam suara yang didapatkan Roy.

"I...tu su...ara a...dikmu. di...a mem...bu...at pe...nga...kuan se...be...lum bu...nuh di...ri"

"Di...a ing...in me...min...ta ma...af pa...da pak... Di...az"

Suara Sikha makin melemah, darah yang keluar dari tubuhnya semakin banyak. Tanpa memperdulikan suasana tegang yang tengah berlangsung, Aro berlari kearah Sikha. Mendorong tubuh Roy dan dengan cepat membawa Sikha keluar.
"Tolong siapkan mobil, wanita ini harus segera dibawa kerumah sakit sebelum kehabisan darah" Oceh Aro yang bajunya ikut kotor karna darah yang berasal dari tubuh Sikha.

Sementara Sikha yang melihat Aro panik sambil menggendongnya, masih sempat melempar senyum.

"Ter...nyata ka...u pria ya...ng pe...du...li ya"

"Sudah jangan banyak bicara, simpan tenagamu itu, tetap buka mata sampai tiba dirumah sakit nanti" Aro membuka mobil milik salah satu bodyguard Sharga dan dengan segera membawa Sikha kerumah sakit.

"Ayo susul Aro" Sharga memberi perintah.

Ahra, Fai, juga El mengikuti langkah Sharga. Namun tidak dengan Diaz. Pria itu malah berjalan kearah Roy yang masih tertegun ditempatnya.

"Ini belum selesai, kau harus bertanggung jawab dengan apa yang sudah kau lakukan pada Sikha, aku janji jika memang benar akulah penyebab adikmu bunuh diri, aku juga akan bertanggung jawab, percaya padaku" Diaz mengulurkan tangannya kearah Roy.

Sebelum Roy meraih uluran tangan Diaz, El yang kembali lagi ketika melihat Diaz tidak mengikuti langkah Sharga mencegahnya. Langsung saja hal itu membuat Diaz heran sekaligus bingung.

"Dia memegang alat bukti terlukanya Sikha, sidik jarimu bisa menempel disana" Jelas El mengingatkan.

Diaz lupa akan hal itu. Lalu tangannya yang terulurpun ditariknya lagi.

"Kau benar, ayo pergi. Terserah kau ikut atau tidak, yang pasti aku tidak akan membiarkanmu bebas begitu saja" Diaz meraih tangan El dan mulai melangkah menyusul yang lain.

"Aku ikut" Roy bersuara. Pisau yang tadi digenggamnya sudah tergeletak begitu saja.

Diaz memberi kode pada beberapa bodyguard Sharga untuk mengawal Roy. Pria itu hanya menurut saat tangan kanan dan kirinya dipegang bodyguard suruhan Sharga itu.

🌺🌺🌺

Flashback on :

Ahra, El dan Fai juga ibu El cemas sekaligus bingung karna para pria tidak mengijinkan mereka untuk keluar rumah. Beberapa bodyguard berjaga disekitar rumah milik orang tua El. Bahkan untuk minum saja, ada bodyguard khusus yang mengambilkan.

Fai yang sudah tidak sabar menunggu didalam rumah, akhirnya bersuara.

"Heh memangnya apa yang terjadi diluar sana? Dimana Diaz, Sharga juga Aro? Kenapa kami harus menunggu disini?"

"Ma'af nona, keadaan diluar sangat berbahaya. Kami diminta untuk menjaga para wanita didalam rumah dan sebisa mungkin memastikan para wanita baik-baik saja, terutama nyonya Ahra dan kandungannya" Salah satu bodyguard menjawab pertanyaan Fai dengan takut.

Fai memutar matanya jengah. Mulutnya gatal ingin menceramahi 3 pria diluar sana. Lihat saja nanti saat keadaan kembali seperti biasanya, Fai akan menuntaskan niatnya.

"Kau baik-baik saja kan, Ahra? Jangan sampai kejadian diluar sana mengganggu kehamilanmu" Kata Ibu El khawatir.

Ahra tersenyum, "Aku baik-baik saja ibu, aku rasa ada yang lebih mengkhawatirkan dibanding aku" Ahra melirik kearah El yang sejak tadi mengintip lewat jendela.

"Ck, siapa yang tidak cemas dan bingung kalau tiba-tiba saja ada suara ledakan disaat acara pertunanganku berlangsung" El akhirnya duduk dikursi meja riasnya setelah beberapa menit lalu berdiri didepan jendela.

"Ini pasti ada hubungannya dengan Sikha, wanita itu juga tidak terlihat tadi" Sambung El.

"Sikha?" Tanya Fai dengan alis yang terangkat sebelah tanda tidak mengerti maksud El.

El akhirnya menceritakan semuanya. Tentang ketakutannya, kecurigaannya hingga Diaz yang diam-diam mencaritau tentang Sikha.

"Apa mungkin ini perbuatan Sikha?" Tanya Fai menebak.

"Hush, kita tidak ada bukti untuk menuduhnya, lagipula Diaz sudah mengatakan kalau Sikha orang baik" Jawab Ahra yang terlihat tenang.

"Tapi... "

"Tenanglah El, ibu yakin semua akan baik-baik saja" Ibu El mencoba menenangkan hati sang anak.

El menarik nafas berat. Dalam hatinya berusaha untuk yakin bahwa semua akan baik-baik saja. Walau dalam fikirannya terus berkecamuk sejuta pertanyaan tentang apa yang terjadi dihari pertunangannya dengan Diaz. Mungkinkah ini pertanda bahwa keduanya tidak cocok satu sama lain. Atau mungkin hanya ujian kecil untuk meraih kebahagiaan yang sesungguhnya.

Tidak lama, keempat wanita berbeda usia itu dikejutkan dengan suara ponsel Ahra yang berdering memenuhi ruangan. Ahra meraih ponsel yang ada didalam tas kecil miliknya.

"Siapa?" Tanya Fai penasaran.

"Sikha" Ahra menjawab sambil menunjukkan kontak ponselnya kearah Fai dan El bergantian.

"Angkat saja, siapa tau penting" Saran Fai.

"Baiklah, sekalian aku perbesar volumenya" Kata Ahra seraya menekan tombol hijau dilayar ponselnya.

"Ya Sikha? Ada apa?" Ahra menyapa.

"Nyonya, apa anda bersama pak Sharga saat ini? Ada hal yang ingin saya sampaikan, ini sangat penting" Suara Sikha diseberang terdengar sangat panik.

Ahra menatap bergantian orang-orang didepannya. Meminta persetujuan apa yang harus dikatakannya.

"Sayang sekali, Sharga tidak bersamaku. Kau bisa menyampaikan padaku Sikha, nanti akan kukatakan pada Sharga"

Beberapa saat tidak terdengar suara Sikha. Ahra dan yang lain mulai tidak sabaran.

"Sebenarnya ini berhubungan dengan acara pertunangan pak Diaz dan nona El. Seseorang berusaha menggagalkannya"

"Kenapa? Siapa orang itu?" Bukan Ahra, melainkan El yang tidak sabaran ingin tau siapa yang berniat jahat dihari bahagianya dengan Diaz.

"Oh nona El, ma'af sebelumnya. Aku tidak bisa menceritakan lebih banyak. Tapi intinya orang itu salah faham dan menganggap pak Diaz adalah orang yang menyebabkan adiknya bunuh diri. Tolong cegah pak Diaz, Aro, pak Sharga atau siapapun untuk mengikuti semua perkataan orang itu" Suara panik bercampur cemas Sikha diseberang seolah menggambarkan bahwa saat ini keadaan tidak baik-baik saja.

"Aku rasa kau terlambat mengingatkan kami, 3 pria itu baru saja pergi dengan mobil" Kali ini Fai yang berbicara setelah mengintip dari jendela.

"Astaga, ini gawat. Orang itu bisa melukai mereka"

"Hei hei Sikha, tenanglah. Kau lupa siapa bosmu? Ada beberapa bodyguard yang ikut bersama mereka, jadi tidak perlu khawatir. Sekarang kau punya waktu untuk menceritakan lebih rinci apa yang terjadi" Kata Fai sambil bersidekap.

Sikha mulai menceritakan yang terjadi beberapa waktu yang lalu. Awalnya El, Ahra dan Fai tidak percaya begitu saja. Terlebih El, seolah apa yang diceritakan Sikha hanya bualan saja. Namun El mulai memahami bahwa cinta terkadang bisa membuat seseorang lupa segalanya. El juga sadar bahwa karna cinta pula dia hampir kehilangan dua sahabatnya.

"Jadi si Roy itu masih berusaha untuk membalas dendam pada Diaz? " Tanya Ahra setelah Sikha selesai dengan ceritanya.

"Iya, dia berusaha agar pak Diaz kehilangan orang yang paling disayang"

"Harusnya targetnya aku, tapi buktinya aku masih disini" Gumam El heran.

"Iya benar, El disini bersama aku dan Fai" Sambung Ahra.

"Aku juga tidak tau apa yang Roy rencanakan. Tadinya aku ingin membuatnya tidur dan melupakan niat jahatnya. Tapi ternyata dia tau semua rencanaku"

"Hmm... Mungkin sebaiknya kita menunggu kabar dari 3 pria itu saja" Kata Fai pada akhirnya.

"Kabari aku jika terjadi sesuatu"

"Ya tentu, terima kasih sudah memberitau. Lalu dimana kau?" Tanya Ahra.

"Perjalanan kesalah satu tempat yang biasa dikunjungi Roy, aku harap dia masih disana dan aku bisa mencegahnya melakukan kejahatan"

"Hati-hati Sikha, aku akan mencoba memberitau Sharga" Kata Ahra.

"Terima kasih Nyonya"

Sambungan telepon dari Sikha berakhir. Baru saja Ahra akan menghubungi Sharga, dari luar kamar terdengar suara ribut. Tidak lama, pintu kamar didobrak. Muncul seorang pria yang sama sekali tidak ada yang mengenalinya.

"Siapa kau?" Tanya Fai dengan berani.

Pria itu tidak menjawab pertanyaan Fai. Lewat pintu yang terbuka lebar, Fai bisa melihat beberapa bodyguard tergeletak dengan darah berceceran. Fai tau orang itulah yang dimaksud Sikha. Fai melirik kearah El, ibu El dan terakhir kearah Ahra.

Fai mulai khawatir sekarang. El sudah pasti jadi target pria itu. Lalu bukan tidak mungkin dia akan menyakiti Ahra. Para bodyguard Sharga saja bisa dilumpuhkan oleh pria itu dengan mudahnya. Sudah pasti dia merencanakan niat jahatnya dengan sangat matang.

"Jangan ada satupun yang mendekat atau aku akan melukai kalian" Seru pria itu dengan pisau kecil ditangannya.

Fai mengangkat kedua tangannya keatas. "Owh... Owh... Tenanglah, kau tidak perlu mengancam kami, cukup beritau saja apa yang kau inginkan"

Roy memandang remeh Fai. Lalu berjalan kearah El sambil terus menodongkan pisaunya kearah El.

"Bagaimana jika aku ingin nyawa wanita ini??" Roy mengarahkan pisaunya kearah leher El.

Ahra memeluk tubuh ibu El karna ketakutan. Wajahnya sudah pucat melihat pisau yang berada dileher El. Ingin rasanya berteriak. Namun mulutnya seolah terkunci rapat. Begitu pula ibu El yang hanya bisa pasrah. El menatap penuh kegeraman kearah Roy. Tapi dia berusaha untuk tetap tenang.

Tanpa sepengetahuan Roy, Ahra mengambil ponsel yang masih digenggamnya. Melakukan panggilan pada Sharga. Lalu menyembunyikan ponselnya disaku bajunya. Ahra bersyukur baju yang dipakainya memiliki saku disamping.

Meski takut, Ahra berusaha membuat suara saat tau panggilannya dijawab Sharga. Seolah memberitau kalau saat ini dia dalam bahaya.

"Kau... Tidak boleh menyakiti El" Ahra mulai bersuara. Sedikit meninggikan nada suaranya agar Sharga diseberang sana mendengar.

"Kenapa tidak?"

"Pisau itu, kau tidak tau kalau itu sangat berbahaya" Ahra mencoba mengulur waktu dan Ia berharap Sharga mengerti kode yang diberikannya.

"Hahahahahah apa kau fikir aku ini anak kecil? Tentu saja aku tau kalau pisau ini berbahaya, karna itu aku membawanya dan akan kugunakan untuk melenyapkan wanita ini"

Sementara diseberang sana, Sharga mulai emosi mendengar suara Ahra. Walau terdengar tenang, Sharga yakin istrinya itu sangat ketakutan. Bukan hanya Sharga, Diazpun ikut menahan emosi. Tanpa banyak bicara, Sharga dan Diaz bergegas menuju rumah El.

"Hei kalian mau pergi kemana? Aku...."

"El dalam bahaya" Sharga memotong perkataan Aro yang baru saja ingin menyampaikan informasi tentang orang yang meneror ketiga pria itu tadi siang.

"Ya ampun... Apalagi sekarang" Kata Aro bermonolog sendiri. Lalu berlari mengikuti Sharga dan Diaz.
Terlambat sedetik saja, mungkin El sudah berlumuran darah. Beruntungnya Sharga, Diaz dan Aro datang disaat yang tepat. Diaz langsung menerjang tubuh Roy hingga pria itu terjatuh kelantai. Berkali-kali Diaz memberikan pukulan pada Roy. Ditambah lagi Sharga yang seperti orang kesurupan. Jika Ahra tidak mencegahnya mungkin Roy hanya tinggal nama.

Begitupun Aro yang berusaha menahan amukan Diaz yang membabi buta.

"Hentikan Diaz!!! Kau bisa membunuhnya"

"Biar saja, orang seperti ini tidak bisa dikasihani, dia meresahkan banyak orang"

"Tenanglah sedikit, beri dia waktu untuk menjelaskan apa maksud dan tujuannya meneror kita" Aro dengan sikap dewasanya berusaha menenangkan Sharga dan Diaz.

🌺🌺🌺

Tegang, itulah suasana yang saat ini terjadi disalah satu lorong rumah sakit. Beberapa polisi berdiri disekitar salah satu ruangan. Ada beberapa bodyguard juga disana. Orang-orang yang sedang menunggu pasien diruangan lain penasaran. Menebak siapakah orang yang sudah membuat heboh rumah sakit itu. Atau ada juga yang menebak mungkinkah pejabat atau pesohor yang begitu terkenal hingga begitu ketat penjagaan disekitar ruangannya.

Bebarapa orang yang mengenali wajah Sharga tentu saja bertanya2 siapakah gerangan yang terbaring didalam ruangan itu. Namun tidak ada yang berani bertanya ataupun mendekat, melihat bagaimana ketatnya penjagaan.

"Kau baik-baik saja, sayang? Bagaimana dengannya?" Sharga memulai pembicaraan diantara suasana tegang yang terjadi. Tangannya mengelus perut Ahra lembut.

Ahra mengangguk. "Aku dan dia baik-baik saja, tidak perlu khawatir"

"Kau yakin?" Tanya Sharga tidak percaya.

Lagi-lagi Ahra menganggukkan kepala sebagai jawaban. Ahra bersyukur dengan keadaannya sekarang. Walau baru merasakan kehamilan, tapi bayi yang berada dalam kandungannya seolah bisa mengerti keadaan sang ibu. Sejak berada dirumah El hingga saat ini, tidak ada tanda-tanda bayinya mengalami masalah.

Namun sepertinya Sharga terlalu berlebihan. Beberapa kali dia menanyakan keadaan Ahra dan calon bayinya. Tentu Ahra memaklumi hal itu. Sama seperti suami pada umumnya saat sang istri tengah mengandung anak pertama.

"Anak kita sama seperti ayahnya, kuat dan tidak takut apapun, jangan khawatir ya" Ahra memasang senyum semanis mungkin untuk membuat Sharga lebih tenang.

Sharga menghembuskan nafas lega. Tangannya masih berada diatas perut sang istri. Sharga harap yang dikatakan sang istri benar. Anaknya baik-baik saja.

Berbeda disudut yang lain. Aro menguap lebar menahan kantuk. Dari semalam dia tidak bisa tidur dengan tenang. Masalahnya saja sudah menguras tenaga, ditambah dengan masalah El dan Diaz. Jika saja dia bisa masa bodoh, mungkin akan lebih mudah baginya. Namun Aro sudah terlanjur masuk dalam lingkup Sharga dan semua yang ada disekitarnya. Jadi apa boleh buat, hanya mereka yang saat ini Aro anggap keluarganya, orang-otang terdekatnya.

Baru saja Aro memejamkan matanya, terdengar pintu yang dibuka dokter. Aro menghela nafas sebelum mengikuti yang lain mendekat pada dokter.

"Bagaimana keadaan Sikha, dokter?" El mewakili yang lain bertanya pada sang dokter.

"Hmm... Pasien banyak mengeluarkan darah, beruntung dia segera dibawa kesini. Walau cukup parah, tapi tidak masalah. Semua baik-baik saja dan berjalan dengan baik. Mungkin butuh beberapa waktu sampai dia sadar" Terang dokter berusia sekitar 40 tahunan itu.

Semua yang ada disana menghela nafas lega. Setidaknya Sikha bisa tertolong. Dia satu-satunya kunci dari masalah antara Diaz dan Roy.

"Bolehkah kami menjenguknya?" Tanya Ahra sedikit tidak sabar.

"Hanya beberapa orang saja, pasien butuh ruang untuk beristirahat penuh" Jawab dokter.

"Jika ada yang bisa dibantu, bisa menghubungi saya atau perawat yang sedang berjaga, saya permisi" Lanjut dokter itu seraya berlalu meninggalkan Ahra dan yang lain.

Setelah dokter itu berlalu, merekapun sibuk berdiskusi. Memeutuskan siapa yang akan masuk melihat keadaan Sikha.

"Aku tetap diluar saja" Aro memberikan suaranya.

"Aku juga, aku kan tidak berkepentingan" sambung Fai sambil melenggang duduk dikursi tunggu.

"Baiklah kau dan El saja kalau begitu. Aku akan mengantar Ahra memeriksa kandungannya" Putus Sharga tegas.

"Heh, kan sudah kukatakan aku dan bayiku baik-baik saja, untuk apa diperiksa" Protes Ahra keberatan.

"Anak kita, sayang. Aku belum puas sebelum ahlinya yang mengatakan, ayo pergi" Sharga merangkul pundak sang istri tanpa memberi kesempatan sang istri protes.

"Pasangan yang cocok" Gumam Aro sambil mperhatikan Sharga dan Ahra yang mulai menjauh.

"Ayo masuk" Ajak El pada Diaz.

Diaz bergeming sebentar. Lalu dilihatnya Roy yang sedari tadi diam seribu bahasa. Tidak tau apa yang kini tengah berkecamuk dalam tempurung kepalanya. Rencana buruk lagi atau penyesalan karna telah melukai Sikha.

"Tunggu sebentar" Diaz perlahan menghampiri Roy.

Meski terlihat tenang, El, Aro dan Fai sedikit khawatir Diaz akan melayangkan tinjunya pada Roy. Aro berdiri dari duduknya dan mendekati Diaz.

"Kau tidak mau melihat kondisi Sikha didalam sana?" Tanya Diaz setelah berada tepat didepan Roy.

Roy yang sejak kedatangannya hanya menunduk, perlahan mengangkat kepalanya. Menatap mata hitam Diaz yang entah mengapa tidak ditemukan bahwa pria itu orang jahat. Hati Roy gelisah, penuh dilema.  Mungkinkah yang dikatakan Sikha itu benar. Benarkah selama ini dia hanya salah paham. Jika benar, alangkah malunya dia. Mungkin juga ada rasa penyesalan yang mendalam hingga membuat sahabat baiknya jadi korban.

"Sikha mungkin belum sadarkan diri, tapi dengan adanya dirimu disampingnya mungkin bisa sedikit membuatnya perlahan membaik" Kata Diaz lagi, kali ini berharap mendapat respon dari lawan bicaranya.

Tak kunjung mendapat respon dari Roy, akhirnya Diaz menyerah. Bukan munafik atau berusaha terlihat baik. Namun karna hatinya tidak setega itu mengucilkan orang yang terlihat tidak tau apapun terhadap apa yang sudah dilakukan. Intinya orang dihadapannya saat ini salah paham padanya dan Diaz ingin semua diselesaikan dengan baik-baik tanpa dendam atau drama yang memicu kehidupannya dan orang terdekatnya dikemudian hari.

"Ayo El, kita masuk" Ajak Diaz pada tunangannya.

El dan Diaz masuk kedalam ruangan tempat Sikha dirawat. Seperginya El dan Diaz, Aro masih berdiri didepan Roy. Fai mengawasi dari tempatnya duduk. Merasa heran dengan sikap Aro yang terkadang sulit ditebak.

"Hah, terkadang ada banyak hal yang tidak sepenuhnya kita tau. Satu cerita kecerita selanjutnya kadang berbeda. Hanya bagaimana kita harus mencerna cerita itu sebaik mungkin. Seperti manusia, Yang tampak baik belum tentu baik dan yang tampak jahat belum tentu jahat" Kata Aro entah ditujukan pada siapa kata-katanya itu.

Fai termangu mendengar perkataan Aro. Roy juga sama, seolah kata-kata Aro ditujukan padanya. Harusnya sejak dulu Roy mencari kebenaran dari semua cerita tentang kematian sang adik. Hanya bermodal curhatan dan cerita teman-teman sang adik, Roy lantas percaya begitu saja kalau penyebab adiknya bunuh diri adalah Diaz. Roy memukul kepalanya sendiri menyesali kebodohannya.

"Mau kubantu sekalian?" Rupanya Aro masih berdiri tegap didepan Roy. Melihat betapa bodohnya Roy yang memukuli kepalanya sendiri.

"Daripada kau berbuat hal bodoh seperti itu, lebih baik kau masuk menjenguk Sikha. Jangan sampai kau menyesal nanti" Lanjut Aro lagi.

Tidak ada yang tau apa yang saat ini ada didalam tempurung kepala seorang Roy. Melihat keterdiamannya mungkin dia menyesali perbuatannya. Mungkin juga dia menyusun rencana lain yang lebih dari sekedar teror. Atau hal-hal lain yang tidak satu manusiapun mengetahuinya kecuali sang penciptanya.

🌺🌺🌺

Huft....... Ngelanjutin ini tuh butuh perjuangan bgtzzzzzzz.  Moga kagak ngecewain kalian yang baca ya....

Love you All!!!!!!!

Tunggu bagian selanjutnya ya 😘😘😘😘

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

836K 31.4K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
745K 6.5K 20
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
3.9M 159K 69
Highest rank: #1 in Teen-Fiction and sci-fi romance, #1 mindreader, #2 humor Aaron's special power might just be the coolest- or scariest- thing ever...
133K 18.4K 48
hanya fiksi! baca aja kalo mau