NIKAH demi KONTEN (Ada Di Pla...

By SashiArumi

475K 10.2K 324

Ganiya Ammara, seorang selebgram yang mempunyai image baik. Namun, kehidupannya berubah 180° karena mendapat... More

Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Info Cetak
E-book

Bab 6

12.6K 1.6K 48
By SashiArumi

Selamat membaca, yak.

Ganiya memperhatikan rumah di depannya dengan perasaan campur aduk. Wanita itu merasa sudah berdiri cukup lama, tapi belum ada keberanian untuk masuk.

Mengambil ponselnya dari dalam tas, dia mengirimkan pesan untuk laki-laki yang membuatnya berada di sini.

Ganiya : Gue pulang aja, ya. Ke sini lagi sama lo.

Tidak menunggu lama, bunyi notifikasi Ganiya berbunyi. Katanya sibuk, tapi bisa balas pesan dengan cepat. Sungguh mencurigakan.

Bara : Udah langsung masuk, ada ibu di dalam.

Ganiya mencengkeram erat ponselnya, guna meredam kekesalan akibat balasan Bara. Enak banget anak itu, tinggal bilang masuk padahal dia sudah deg-degan sejak tadi.

Dasar tidak punya empati!

Perempuan itu berniat memasukkan kembali ponsel dalam tasnya, karena tidak mau meladeni calon suaminya yang berpotensi membuat dongkol. Namun, hal itu urung dilakukan  begitu benda pipih di tangannya kembali berbunyi.

Bara : Cepat masuk, sebelum ibu yang menjemputmu ke depan.

Ganiya mengentak-entakkan kaki, jengkel. Selain itu dia juga diserang panik, bukankah pesan Bara berarti ibu laki-laki itu sudah mengetahui keberadaannya?

Apa yang harus dia lakukan?

Bukan itu saja, dia merasa kredibilitasnya hancur karena bisa saja calon mertuanya itu akan menganggapnya sengaja berdiri lama-lama di sini karena tidak mau masuk.

Menarik napas panjang lalu mengembuskannya sebanyak tiga kali, lalu melakukan afirmasi positif. Mengatakan pada dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.

Lagipula dia cukup tahu seperti apa ibu Bara, tidak mungkin wanita itu berpikir seperti yang dia bayangkan tadi.

Memejamkan mata sejenak, lalu dia menatap lekat wanita di depannya. Memasuki halaman dengan mudah karena pintunya tidak dikunci, untuk sejenak dia tersenyum ketika melihat ring basket yang tertempel di tembok.

Ingatannya kembali berputar pada masa-masa sekolah di mana selalu hadir dalam pertandingan Bara dan juga memberi semangat dan dukungan penuh pada laki-laki itu. Selain itu dia dulu selalu terpesona ketika Bara sedang berada dalam lapangan.

Eh, tunggu! Apa yang baru saja dia lakukan? Memuji Bara?

Menyebalkan! Sepertinya dia mulai tertarik pada Bara. Lagi.

Ganiya menggeleng, saatnya melupakan tentang Bara. Ada hal yang jauh penting untuk dilakukan yaitu memasuki rumah keluarga laki-laki itu.

Setelah drama mengunggah foto, yang berujung dia terpaksa mengikuti akun Bara. Laki-laki itu lantas mengirimkan pesan agar hari dia datang ke rumah keluarganya.

Hal tentu saja dia sanggupi, karena bagaimana pun juga nanti keluarga Bara akan jadi keluarganya juga. Dalam pikirannya kemarin Bara akan menjemputnya pagi.

Sayangnya ketika tadi dia bertanya kapan laki-laki menjemputnya, jawaban yang dia dapatkan sukses membuat suasana hatinya memburuk. Bara mengatakan sedang bekerja, dan dia di suruh sendiri. Ya, sendiri! Dari berangkat sendiri sampai mengahadapi keluarga laki-laki itu sendirian.

Memangnya dia tidak protes? Oh, tentu saja dia melakukannya. Namun, seperti biasanya pada akhirnya dia malah menuruti laki-laki itu.

"Assalamu'alaikum." Ganiya mengetuk pintu, dalam hati berharap tidak ada siapa-siapa di rumah ini, yang tentu saja itu adalah hal mustahil.

"Wa'alaikumsalam."

Nah, kan. Dia baru mengetuk satu lagi langsung ada sahutan dari dalam disusul kemudian pintu terbuka dan menampakkan seorang wanita cantik yang tersenyum ramah padanya.

"Ayo, masuk!"

"Iya, Tante."

"Langsung ke ruang tengah saja, ya. Sebentar lagi kita juga akan jadi keluarga."

Ganiya mengangguk. Wanita yang berjalan di depannya sama sekali tidak berubah, masih sama seperti dulu, ramah.

Dahulu sewaktu SMA bisa dibilang sering ke sini, mengantar makanan dari orang tuanya atau meminta tolong pada Bara untuk menjelaskan pelajaran sekolah. Ya, semua itu dia lakukan sebagai modus guna merebut hati laki-laki itu.

Sayangnya semua usaha yang dia lakukan berakhir tragis karena Bara menolaknya. Kisah cintanya memang dramatis dan menyedihkan.

"Ganiya mau minum apa?"

"Ngga usah repot-repot, Tante."

"Ngga repot kok. Teh saja mau?"

Ganiya mengangguk lalu duduk di sofa ruang tengah setelah dipersilakan oleh tuan rumah.

Jika biasanya dia hanya sampai ruang tamu, kini matanya bisa melihat betapa hangat keluarga ini dari banyaknya foto keluarga yang terpasang. Dari bingkai besar sampai kecil, semua menampilkan ayah bahagia keluarga Bara.

Matanya menyipit ketika potret Bara bersama adik-adiknya. Ketiga saudara itu tersenyum lebar dengan Barga dan Binar yang merangkul di sulung. Bisa-bisanya bocah yang terlihat menggemaskan di foto, tapi bikin mengusap dada di kehidupan nyata.

"Ganiya ngga pemotretan?"

"Eh, ngga Tante." Gara-gara terlalu fokus pada foto-foto yang tergantung di dinding, dia jadi tidak menyadari kehadiran calon mertuanya. "Tante ngga masalah punya calon mantu seperti saya?"

Entah apa yang ada di pikiran Ganiya, samapi-sampai perempuan itu bertanya hal yang aneh.

Sebenarnya pertanyaan itu sama sekali tidak direncanakan oleh Ganiya, hanya saja mendadak dia penasaran tentang pendapat wanita itu tentangnya.

Jantung Ganiya berdebar menunggu jawaban Dewi. Bagaimana pun dia tidak mau punya hubungan buruk dengan keluarga calon suaminya.

Baginya cukup hubungannya dengan sang mama saja yang buruk.

"Memangnya ada yang salah sama kamu?"

"Ya, saya 'kan bukan pekerja kantoran, Tan. Kerja saya cuma foto-foto saja."

"Lha? Tante rasa itu bukan masalah, selama kamu nyari rezeki yang halal."

"Nah, aku sebenarnya juga mikir gitu. Tapi banyak banget omongan ngga enak tentang pekerjaanku. Bahkan pas kumpul sama keluarga besar aku selalu dibanding-bandingkan sama sepupuku yang pada kerja kantoran." Ganiya mengulum bibirnya, saat sadar telah banyak bicara. "Eh, maaf, Tante. Jadi curhat, maaf saya tidak sopan."

Dewi tertawa kecil, dia bisa membayangkan bagaimana nanti rumah tangga anaknya, pasti ramai. "Ngga pa-pa, santai saja. Jangan bicara formal juga, Tante kan calon mertua kamu, bukan atasan kamu."

"Duh, Tante baik banget sih."

"Tante sudah baik dari dulu, kamu aja yang berubah ngga pernah main ke sini lagi," ujar Dewi bercanda.

"Habisnya anak Tante menyebalkan!" Ganiya menutup mulutnya, lagi-lagi dia keceplosan. "Maaf, Tante. Mulutku memang suka kurang ajar." Perempuan itu tersenyum canggung.

"Banyak yang bilang gitu sih." Dewi mengusap kepala perempuan yang duduk di sampingnya. "Bersikap biasa saja, oke? Dan soal yang tadi kamu tanyakan, Tante ngga masalah kok. Asal itu bukan hal yang buruk."

Ganiya tersenyum lebar. Ya, jika nantinya dia harus sering emosi menghadapi Bara, setidaknya ada hal baik dalam pernikahan ini. Dia mendapat mertua yang baik.

Pertemuan kali ini berlangsung menyenangkan, Ganiya bahkan membantu Dewi memasak. Ah, lebih tepatnya dia hanya membantu mencuci sayur. Karena saat memotongnya, hasilnya kurang memuaskan. Semua sayur dia potong besar-besar.

Ya, dia memang kurang andal dalam hal masak memasak.

Menjelang makan siang, sang kepala keluarga beserta anak-anaknya pulang. Gibran menyapa ramah Ganiya, sementara Barga menatapnya jahil, Binar masih menunjukkan raut permusuhan.

"Halo, Mbak Gani."

Ganiya berusaha tersenyum mendengar sapaan itu, meskipun dalam hati sedikit was-was. Dia memang jarang pulang ke rumah, tapi dia cukup tahu kejahilan Barga. Apalagi dia pernah menjadi korban anak itu.

Dulu ketika dia sedang di taman bersama Kayla, anak itu menyapa dan mau menyalaminya. Tentu saja saat itu dia menerima perlakukan Barga dengan baik, tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun.

Sikap sopan Bara menjadi tolak ukur dirinya menilai Barga, dia berpikir bocah itu sama dengan kakaknya.

Sayangnya asumsi yang terbentuk di otaknya salah besar. Karena saat Barga menyalaminya, yang ada sebuah permen karet menempel di telapak tangannya.

Sejak saat itu, dia selalu menunjukkan aura permusuhan pada anak itu. Masih jelas di ingatannya bagaimana Barga dan teman-temanya tertawa mengejeknya.

"Barga sama Binar kelas berapa sekarang?"

"Paud!"

"Oh, iya." Ganiya meringis kecut. Bukankah kemarin Binar tampak manis, tapi kenapa sekarang jadi sebelas dua belas dengan Barga?

"Jangan diambil hati, ya. Binar lagi kesel soalnya tau Bara mau nikah, anak itu takut ditinggal abangnya. Maklum lah mereka dekat sekali."

Ganiya tersenyum seraya menatap kepergian kedua bocah yang baru saja berpamitan untuk ganti baju.

Jadi nanti kemungkinan besar kedua bocah itu akan merecoki kehidupannya? Bagus sekali!

Continue Reading

You'll Also Like

325K 16.2K 32
[Follow dulu untuk bisa membaca part yang lengkap] Tarima Sarasvati kira akan mudah baginya menjadi istri bayaran Sadha Putra Panca. Hanya perlu mela...
960K 44K 42
(BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Warning! Mengandung unsur kata kasar! Harap bijak dalam memilih bacaan! Suatu hal yang paling buruk bagi Atlantik...
57.1K 2.8K 8
"Ini Surabaya bro! bukan Keraton Jogja apalagi Buckingham Palace buat nerapin aturan-aturan lo yang kolotnya ngalahin kitab Sansekerta!" Sekretaris R...
87.7K 3.7K 26
Cinta itu bisa datang darimana saja dan pada siapa, kita tidak akan bisa mengontrol pada siapa hati ini akan jatuh terkadang kita bertemu dengan cint...