[✔] Klub 513 | vol.2 | Ep.2 :...

By Wiki_Dwiki

88.7K 26.5K 8.2K

Wooyoung : "Matanya Santoso warnanya ungu, kece!" Yohan : "Iya kece banget kayak anak indihome!" San : "Maksu... More

Intro : "Setan Tanah Rejowerno"
"Sigel Kagungane Basukarna"
1. Hari yang Indah (?)
2. Ubah Haluan
3. Jalan Alternatif
4. Drama Double Y
5. Persiapan
6. Memanipulasi?
7. Debat Antar Calon OSIS
8. Saksi Mata Lain
9. Mengintip Kegelapan
10. Kalimat Asing
11. Keberangkatan
What Do You Think?
12. Hari Pertama
13. Bincang Malam dan Penampakan
14. Arus Sungai
15. Sesuai Rencana?
16. Jiwa Yang Terganggu
18. Critical In
19. Menyusup
20. Rangkaian Tragedi
21. PARANOIA
22. Kembali Pada Tempatnya
Epilogue : Lembar Kisah Terakhir

17. Area Pangkalan Militer

2.7K 1K 179
By Wiki_Dwiki

.
.
.

    Changbin yang memimpin jalan berjalan cepat ke arah salah satu pohon yang menarik perhatiannya karena mempunyai sebuah goresan cukup panjang di batangnya.

  "Tak ada hewan buas yang membuat goresan berbentuk silang seperti ini, Wooyoung atau San pasti membuat ini." Kata Changbin.

  "Tak hanya satu," kata Yeonjun menunjuk pohon lain yang berada tak jauh dari pohon penemuan Changbin.

    Merasa mendapatkan petunjuk besar, mereka segera mengikuti pohon pohon yang sudah digores oleh salah satu dari anak itu. Hingga mereka tak lagi menemukan goresan itu lagi, Changbin mulai panik.

  "Bin—sumpah, di kakimu," Yeonjun berucap sambil menutup mulut dengan tangan dan tangan lainnya menunjukkan sesuatu di bawah kaki Changbin.

    Changbin menunduk dan terkejut karena ada jejak kaki besar yang sama persis seperti yang dia lihat di masa lalu. Changbin berjongkok dan dan baru menyadari bahwa ada jejak sepatu yang entah milik San atau Wooyoung seperti berlari kembali dari tempat itu.

  "Mereka bertemu Sigel kemarin?" Tanya Yeonjun.

  "Pastinya." Kata Changbin langsung mengikuti jejak kaki itu, Yeonjun mengikuti di belakangnya.

    Jejak kaki itu kemudian berhenti di ujung lereng, Yeonjun berjongkok dan menemukan bekas seperti ada orang yang baru terperosok ke dalam sana. Yeonjun menggeleng, coba tak mempercayai jika Wooyoung dan San mungkin terperosok dari tebing itu, terjun bebas dan mati di atas bebatuan lancip yang ada di ujung sana.

  "Mereka pasti jatuh kesana." Kata Yohan yang ternyata ikut dengan mereka pergi ke sana.

  "Jangan mengatakan yang tidak tidak," Yeonjun menarik kerah baju Yohan, "kau tau? Di bawah sana hanya ada bebatuan, beberapa diantaranya berujung lancip, mereka sudah pasti mati jika jatuh ke bawah sana!"

  "Tapi kau lihat sendiri bekas itu, kan? Mereka jatuh kesana." Kata Yohan.

  "Bagaimana kau bisa berkata setenang itu, Yohan?" Changbin bertanya, "jika kau yakin keduanya mati, kenapa kau panik tadi? Kenapa kau mau ikut kemari?"

  "Aku tak mengatakan jika aku yakin kalau keduanya mati." Kata Yohan, "mereka memang jatuh ke bawah sana, namun besar kemungkinan mereka masih hidup. Lihat, ada sedikit bagian bukit yang menyembul keluar, jika kau mengamatinya lebih dekat, kau bisa melihat keberadaan senter yang tergeletak disana."

    Yeonjun dan Changbin lantas menengok ke bawah lereng dan yang Yohan katakan benar.

  "Mereka belum mati, setidaknya mereka tidak mati karena jatuh bebas dari lereng karena mereka sempat memperlambat jatuh mereka. Untuk keberadaan mereka, aku tak tau, dan kita harus mencarinya." Kata Yohan.

  "Apa kita akan menemukan keduanya?" Tanya Changbin.

  "Entahlah.." Yohan menjawab, "namun sepertinya aku tau dimana kita harus mencari keduanya."

:

    Mereka semua menuruni bukit, kini Yohan yang memimpin jalan. Hari mulai sore dan mereka mulai was was karena Yohan tidak juga mengatakan tujuan mereka. Serim sesekali merintih kesakitan, namun Yohan berlagak budeg dengan keadaan Serim yang semakin memburuk.

  "YOHAN!" Yeonjun akhirnya emosi, "jujur aku lebih suka dirimu yang merasa  bersalah dan terbebani seperti kemarin daripada kau yang cosplay jadi tunarungu dan tunawicara kayak gini!"

  "Kenapa kau marah, Yeon? Aku mencarikan kalian tempat berlindung." Kata Yohan.

  "Apa maksudmu?" Tanya Changbin.

  "Setelah melakukan perjalanan melelahkan tadi, aku menyadari sesuatu.. kita tidak benar benar tersesat. Kita tidak sendirian di tempat ini. Ini adalah jalur pendaki yang ditutup untuk membangun pangkalan militer." Jawab Yohan.

  "Hah?"

    Yohan menghela nafas, "kesimpulannya, kita ada di dalam sini.. di dalam pangkalan militer. Lebih tepatnya ada di bekas area latihan tembak." Lalu Yohan menunjuk sesuatu yang baru mereka sadari, ada sebuah rumah kecil tak jauh dari tempat mereka berdiri, lampu rumah itu menyala, seakan memang ada penghuninya.

  "Bagaimana kau menemukan tempat ini?" Tanya Changbin yang segera berjalan cepat membawa Serim untuk istirahat disana.

  "Aku melihat ada asap yang keluar dari sana tadi malam." Jawab Yohan.

  "Kenapa kau tak mengatakannya lebih cepat?!" Tanya Yeonjun emosi.

  "Aku ingin memastikan sesuatu terlebih dahulu." Jawab Yohan.

 
    Mereka mengetuk pintu rumah itu dan seorang pria tua membukakan pintunya. Dia melihat keheranan anak anak itu, namun segera setelahnya dia segera mengijinkan mereka masuk karena melihat salah satu dari mereka terbaring di atas tandu dengan luka luka yang cukup parah. Ketika mereka masuk, keduanya menemukan Wooyoung dan San terbaring di atas karpet dengan banyak balutan perban di lengan dan kepala mereka. Ada seorang wanita tua yang duduk di antara keduanya sambil berkala mengusap wajah keduanya dengan air.

  "Apakah kalian para pendaki juga?" Tanya wanita itu.

  "Bukan—"

  "Benar, kami tersesat." Yohan menyela ucapan Yeonjun.

  "Apakah kedua anak ini juga teman kalian?" Tanyanya lagi. Dia beranjak dan mulai mengobati luka kepala Serim.

  "Benar, kami mencari cari keduanya seharian ini." Kata Yohan dengan nada seperti orang yang emang minta dikasihani.

  "Kasihan sekali kalian." Ucapnya.

 
    Changbin jelas kebingungan sekali dengan situasi membagongkan ini. Katanya mereka ada di dalam pangkalan militer, terus kok ada dua orang manusia di dalam hutan ini? Dari isi rumah itu, Changbin bahkan langsung tau jika keduanya memang tinggal di tempat ini. Pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh wanita tua itu juga mengganggunya, kenapa dia langsung menyangka mereka pendaki? Lalu kenapa mereka mengijinkan anak anak ini masuk begitu saja ke dalam rumah?

  "Mereka kunci hutan dan gunung Rejowerno, Bin." Yohan berucap pelan.

  "Kalaupun kamu bilang gitu, kenapa rumah mereka ada di dalam kawasan pangkalan militer, anjir?" Tanya Changbin.

  "Mereka nggak tau. Juga alasan kenapa mereka mengira kita pendaki adalah mereka tidak diberitahu jika jalur pendakian ini sudah ditutup lama. Kau lihat? Rumah mereka jauh dari jalur utama, aku rasa mereka memang membangun rumah disini untuk mereka yang tersesat." Jawab Yohan.

  "Oh, astaga," suara serak wanita itu terdengar, "kau mengingatkanku pada seseorang." Ucapnya sambil menepuk pipi Yeosang. Pemuda itu tersenyum tipis sambil menggenggam tangan keriput wanita itu.

  "Apakah begitu mirip?" Tanya Yeosang.

    Wanita itu tertawa, "aku sudah terlalu tua untuk mengingatnya."

    Pria yang mereka yakini adalah suami wanita itu masuk ke dalam rumah membawa sebuah wadah yang berisi sesuatu yang aneh(?) sesuatu itu bewarna hijau dan sedikit berlendir.

  "Ini obat herbal, aku baru saja menumbuk dan merebusnya, apakah kalian baru melihatnya?" Tanya pria itu.

  "Ini pertama kalinya." Jawab Yunho ramah.

  "Aku sudah menimbun banyak sekali obat untuk para pendaki yang terluka, namun sudah bertahun tahun tak ada lagi pendaki yang terlihat disekitar sini." Katanya.

  "Kau tau jika ada desa yang bernama Rejowerno, kan?" Tanya Changbin, "kenapa kau tak pindah kesana?"

  "Tentu saja aku tau, aku lahir dan besar di sana. Tapi aku tak bisa pergi dari sini." Ucapnya sambil tertawa.

  "Kenapa?" Tanya Changbin.

  "Coba bayangkan, ketika aku menemukan kedua anak ini, mereka mengalami luka luka yang serius, keduanya selamat karena aku menemukan mereka. Jika aku pergi, bagaimana mereka, kalian, atau orang orang yang akan kembali mendaki bukit ini mengalami hal yang sama? Aku percaya, suatu hari, gunung ini akan kembali menjadi salah satu gunung yang memberikan pengalaman pendakian yang menyenangkan apalagi ketika sampai di puncak." Katanya.

    Changbin menggigit lidahnya sendiri, kedua orang ini adalah salah satu warga desanya. Ini memberikan gambaran jelas untuk Changbin jika penduduk Rejowerno bukan hanya ada di tempat ramai itu, mereka ada dimana mana, menyambung hidup dengan cara mereka sendiri.

  "Aku akan mengembalikannya," Changbin berucap, "aku akan mengembalikan pemandangan itu pada kalian, kumohon tunggulah."

    Kedua orang tua itu tertawa gembira.

  "Aku akan menunggunya." Kata wanita tua itu.

    Yohan tersenyum bangga pada Changbin. Trauma akibat kematian ayah dan kakaknya bukannya membuat Changbin kesulitan, namun itu justru menjadi pondasi untuk membuat Changbin tumbuh semakin kuat daripada hari kemarin.
 
 
  "Apakah kalian pernah melihat hewan buas disini?" Tanya Yeonjun.

  "Hewan buas? Em.. tak terlalu sering. Malahan beberapa tahun terakhir kami sering melihat orang mondar mandir sambil bernyanyi." Jawabnya.

  "Ada orang lain di daerah ini?" Tanya Yohan sedikit terkejut.

  "Aku tak begitu tau apa yang dia lakukan disini, namun dia terlihat sedikit menyeramkan." Jawab wanita itu.

  "Apakah kalian tak pernah melihat setan bertubuh manusia berkepala kerbau?" Tanya Changbin.

  "Maksudmu Sigel?" Pria tua itu menggeleng, "tidak pernah sama sekali."

    Yohan menekuk alis kebingungan, ini sangat aneh. Bagaimana orang yang jelas jelas tinggal di dalam hutan, di dalam kawasan pangkalan militer justru tak pernah melihat monster itu? Ingin menerka nerka rasanya juga nggak enak takutnya malah jadi fitnah. Akhirnya Yohan putuskan untuk menunggu lagi, dia harus menemukan apa yang menjadi perbedaan antara kedua lansia itu dengan mereka.

.

    Esok paginya, Yohan terbangun setelah mendapat tidur nyenyak yang sebelumnya tak dia dapatkan semenjak perkemahan hari pertama hingga kemarin. Dia berjalan keluar rumah itu dan terkejut karena Serim sedang duduk di depan rumah sambil bermain dengan para kucing peliharaan lansia itu. Anak itu tampak begitu sehat, jauh berbeda dengan hari hari kemarin, mungkin obat herbal yang kakek itu buatkan sebegitu manjurnya.

  "Sehat, Rim?" Tanya Yohan.

  "Banget, aku udah bisa gerakin tubuhku lagi. Biasanya bangun pagi pusing bener kayak baru naik mobil duduk belakang, kaca ditutup, ac dinyalakan, plus ste*** jeruk." Jawab Serim.

  "Aku bayangin doang, udah pusing." Kata Yohan. "Seenggaknya kamu baik baik aja, obat herbalnya mujarab banget, deh."

  "Nggak semujarab itu, le.." suara kakek terdengar, dia tampak membawa sekarung dedaunan kering di tangannya, "sepertinya tubuh temenmu ini emang kuat banget, soalnya obat herbal itu bukan menyembuhkan pusing karena luka bocornya, obatnya biar darahnya nggak keluar lagi."

  "Oh, mungkin Serim emang punya darah Hulk." Kata Yohan bercanda sambil mengambil alih karung itu dari si kakek, "aku akan membawakannya untukmu, kau ingin membawanya kemana?"

  "Terimakasih banyak, le.. aku ingin menyalakan api dengan daun daun kering itu untuk merebus air di luwengan yang ada di belakang rumah, bisa kau bawakan kesana?" Katanya.

  "Tentu." Kata Yohan.

    Sampai di dekat luwengan, Yohan meletakkan karung itu dan melihat si kakek mulai menyalakan api.

  "Bukankah lebih mudah menggunakan kayu?" Tanya Yohan.

  "Memang, tapi aku sudang terlalu lemah untuk mengangkat kayu kayu besar itu dari hutan, jadi aku hanya mengambil ranting dan dahan yang kecil kecil. Selebihnya aku menggunakan dauh daun kering." Jawabnya.

    Yohan berdeham panjang sambil mengangguk mengerti.

  "Sudah tidak ada pendaki yang akan lewat sini, aku sudah tau tentang itu, le.. tapi aku tak mau istriku juga mengetahuinya. Aku juga tau kalau rumahku ini ada di kawasan pangkalan militer, aku sudah seharusnya pergi dari sini, tapi ini impian istriku, jadi aku tak bisa pergi." Katanya.

  "Impian istrimu?" Tanya Yohan.

  "Dia menunggu seseorang yang membutuhkan bantuannya di tempat ini. Dia sangat suka membantu orang jadi dia ingin tetap disini walau para pendaki itu tak akan pernah terlihat lagi." Jawabnya.

  "Dia bisa membantu banyak orang di desa." Kata Yohan.

  "Dia mencintai tempat ini, karena itu dia tak bisa pergi begitu saja dari sini." Balasnya.

  "Tapi syukurlah kalian baik baik saja walau jauh dari desa." Kata Yohan.

.

    Setelah berbincang dengan si kakek, Yohan pergi ke dari sana dan menemukan San dan Wooyoung sudah sadar dan terduduk kursi panjang di depan rumah bersama Yeonjun dan Changbin. Dikelilingi beberapa anak kucing yang kayaknya cuma mau dipegang ama Bapak Para Kucing alias Raden Santoso Widayaka Khabbab, doang.

  "Kalian melihat Sigel itu?" Tanya Changbin yang duduk di samping San.

  "Jujur, yang liat cuma Wooyoung, aku nggak liat." Kata San.

    Menyadari kedatangan Yohan, San dan Wooyoung memasang muka takut. Yohan pasti marah—batin mereka. Namun Yohan hanya mengusap pipi mereka bergantian sambil tersenyum penuh rasa syukur.

  "Alhamdulillah kalian baik baik saja." Katanya.
 
 
    Keempat anaknya lantas terkejut dan sedikit ngeri.
 
 
  "Yohan ngucap basmalah, cuk!" Kata Yeonjun.

  "Gila, gila, gila, kesambet setan mana lagi ini?" Kata Changbin.

  "Jatohnya ngeri banget asli!" Kata San.

  "Kok Kemenag nggak ngasih tau kalo Nabi Isa mau turun ke Bumi, sih?" Imbuh Wooyoung.

  "Serem, Yong." Kata Yeonjun sambil mencubit lengan kawannya itu.

    Sementara Wooyoung mengaduh kesakitan.
 
 
    Yohan menghela nafas sabar. Lalu dia berucap, "apa yang terjadi kemarin, itu benar benar belum pernah aku alami."

  "Ya, kau bilang kalau kau ketakutan." Kata Yeonjun sedikit tertawa.

  "Nggak, ini lebih dari itu. Ini rasa ragu, ini sebuah keraguan." Kata Yohan.

  "Kau meragukan indramu sendiri, begitu?" Tanya Changbin.

    Yohan menggeleng, "seperti katamu, Bin, aku selalu mempercayai indraku lebih dari siapapun, karena mereka tak mungkin mengkhianatiku. Sampai malam itu, aku melihatnya, Sigel itu dengan mata kepalaku sendiri."

  "Kau bilang sendiri kalau kau tak percaya monster, kan?" Kata San.

  "Ya, monster itu nggak ada. Aku tidak mempercayai mereka, aku tak mempercayainya sedikitpun. Tapi aku melihatnya, malam itu, aku melihatnya sendiri. Setelah menenangkan diri, aku mengubah pertanyaanku, dari 'apa?' menjadi 'bagaimana?'." Jelas Yohan.

  "Lalu bagaimana kau akan menemukan jawaban itu? Mencari udang dibalik batu?" Tanya Wooyoung.

  "Kalau itu aku belum—" Yohan tiba tiba terdiam lagi, pupil matanya melebar sambil menatap Wooyoung.

  "Dia kesurupan lagi?" Tanya San.

  "Oke, ini mulai agak serem." Balas Wooyoung.

  "SUMPAH, YONG! KAMU JENIUS!!" Teriak Yohan sambil memegang kedua sisi pundak Wooyoung.
 
 
 
  "Hah?"
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 






#####

Halo, Hola!

Selamat Hari Minggu!
Selamat istirahat, mengumpulkan energi baru untuk minggu selanjutnya ^^

Gimana kabarnya?
Semoga selalu sehat wal afiat, ya?
Semangat terus!
Jaga kesehatan jangan lupa bahagia <3
 
 
Makasih udah baca!
 
Luv kalian semua ️❣️❣️❣️
 
 

Continue Reading

You'll Also Like

9.8K 1.7K 21
"Emang nya muka gue keliatan kayak pembunuh?" Program baru yang di adakan oleh sekolah SMA yang satu ini berjudul 왕자의 게임 : FIND THE ACE. Salah satu p...
194K 9.5K 31
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
26.9K 4.3K 20
Jihoon tidak pernah menyangka bahwa game zombie yang selama ini ia rancang, memiliki kehidupan yang sebenarnya.
62.9K 5.7K 48
Sebuah cerita Alternate Universe dari tokoh jebolan idol yang banyak di shipper-kan.. Salma-Rony Bercerita mengenai sebuah kasus masa lalu yang diker...