someone to take you home | HE...

Por tanukiwrite

183K 28.1K 2.9K

Kisah di mana hidup Jake menjadi simpang siur setelah ia bertemu dengan seorang single parent bernama Heeseun... Más

author's note
introduction: part one
introduction: part two
the good, the bad, and the okay i guess
how to be a good single dad 101, by heeseung
maybe you aren't as bad as i thought
the art of making a bad decision
day one, perhaps?
note to self: don't fall for him
so maybe I'm not okay
clown on a day out
love is bullsh*t
uh oh
just another normal day in jake's life
birthday boy
let's talk about love
the proposal
where we stand
unsaid feelings
the idea of us
from the kitchen counter
adore you
for lovers who hesitate
feelings are fatal
what I wish just one person would say to me
of growing up and everything else
a perfectly ruined thing
I'll weather your storms for the stillness in you
grumpy beginnings
wish you felt the way I do

unfamiliar comfort

5.9K 1.1K 149
Por tanukiwrite

cw // mentions of alcohol , toxic relationship traits , signs of mental health problem

─────────────────────────

Bel pulang sekolah telah berbunyi sejak setengah jam yang lalu. Dan kini seisi kelas telah kosong, hanya ada Jake di dalamnya. Ia membereskan barang-barangnya ke dalam tasnya sebelum keluar dari ruangan kelas.

"Kak Jake, gue balik duluan ya," kata Jungwon ketika ia berpapasan dengannya di lobby.

"Eh eh, Jungwon! Tunggu bentar," Jake meraih lengan Jungwon, menahannya untuk mengambil selangkah lebih jauh. "Gue mau minta pendapat lo."

"Cepetan, bis gue ntar lagi dateng."

"Sunoo hari ini ga masuk, dia sakit. Dan gue udah ngechat ayahnya, tanya apakah dia butuh bantuan gue atau engga. Tapi sama dia cuma diread doang dari tadi pagi. Menurut lo, gue harus ke sana, ngga?"

Jungwon mengangkat bahunya. "Iya, kali? Ngga tau deh, Kak. Suka-suka lo aja mau ke sana apa engga. Dah yaa, gue ga mau lari-larian ke halte bis. So, bye~"

Begitu kalimat yang diucapkan Jungwon.

Dan itu juga alasan mengapa Jake kini berdiri dengan kikuk di depan kediaman milik keluarga Lee.

Setelah mengatur jantungnya yang berdetak tak karuan, tangannya pun terulur untuk memencet tombol bel yang ada.

"Siapa?" suara Heeseung terdengar dari speaker bel rumah.

"J-Jake," jawabnya sambil mendekat ke microphone bel.

"Oh?" Dari respon yang Heeseung keluarkan, Jake dapat dengan jelas berasumsi kalau Heeseung agak sedikit bingung dengan kedatangannya kemari. Namun beberapa detik kemudian, ia membukakan pintu depan dan bertemu dengan yang lebih muda. "Saya ngga ngira kamu bakal beneran dateng. Silakan masuk."

Ini adalah kedua kalinya bagi Jake untuk mengunjungi rumah Heeseung. Meskipun saat terakhir kali ia ke sini adalah sebulan yang lalu, ia masih ingat betul daerah perumahan ini. Jadi Jake tadi memutuskan untuk naik bis agar bisa sampai ke kompleks sekitaran sini, lalu berjalan kaki dari depan blok hingga sampai ke rumahnya.

"You didn't respond to my text, so I got worried," katanya sambil membuka sepatunya dan meletakkannya di rak.

"Oh, itu saya lupa bales. Hehe sorry."

Ia memutar badannya menghadap Heeseung, lalu tersenyum maklum. "It's okay. Oh iya, ini aku bawain jus aloe vera sama buah-buahan buat Sunoo." Jake mengeluarkan kantong plastik dari tas ranselnya. "Sori ya, ngga rapi banget cuma dikantongin plastik. Aku baru beli itu tadi di supermarket menuju ke sini." Jake tersenyum canggung dan menggaruk tengkuknya.

"Makasih banyak, Jake. Jadi malah ngerepotin kamu. Mau lihat Sunoo? Dia ada di kamar"

Jake mengangguk, menerima tawarannya. Yang lebih tua pun berjalan beberapa langkah di depan Jake, menunjukkan jalan menuju kamar Sunoo yang letaknya tak jauh dari taman belakang.

Setelah sampai di depan pintu yang dihiasi dengan banyak tempelan sticker Transformer dan kartun Disney Frozen — Jake juga tak paham korelasi antara Bumblebee dan Olaf ada dimana. But then again, this is Sunoo. Jadi ia tidak begitu kaget.

Heeseung mengetuk pintu kamarnya.

"Masuk," respon yang Sunoo berikan sangat pelan, nyaris tidak terdengar kalau saja Heeseung tidak menempelkan daun telinganya di pintu.

Ia membuka pintunya, "Hey. Liat, nih, ada siapa yang dateng," si Ayah membuka pintunya lebih lebar, memperlihatkan sosok Jake yang berdiri di belakangnya. Ia menoleh pada si guru dan mengatakan, "Masuk aja, Jake."

Pemuda Australia itu pun mengangguk dan memasuki kamar milik Sunoo.

"Hey," ia duduk di kursi kecil yang ada di dekat tempat tidur Sunoo. "How are you feeling, buddy?"

"Not great," katanya. Tatapan matanya sayu, namun Sunoo tetap tersenyum lemah. Kompres demam masih menempel di keningnya dan tangannya memeluk boneka kodok.

"Seonsaengnim bawain Sunoo jus lidah buaya. Sama ada buah-buahan juga," katanya sambil mengangkat plastik yang ada di tangannya. "Dimakan yaa nanti."

Si anak hanya mengangguk pelan saja sebagai jawabannya.

"Ssaem taruh di sini yaa," ucapnya sambil menaruh plastik itu di atas nakas. "Kayanya Sunoo butuh istirahat yang banyak deh, biar bisa cepet sehat lagi. Seonsaengnim tinggal dulu yaa."

Jake pun berdiri, meninggalkan Sunoo di kamarnya agar ia istirahat.

─────────────────────────

"Makasih ya, Jake, kamu udah dateng." Heeseung membuka suaranya.

Jake melepas apron yang ia pakai dan mematikan kompor listrik di hadapannya ketika ia rasa bubur yang khusus ia buat untuk Sunoo sudah selesai masak.

"Kan aku udah bilang gapapa." Ia menyampirkan apron yang tadi ia pakai di gantungan dinding dapur.

"Kamu laper, kah? Mau makan?"

"Engga, makasih. Tadi udah makan siang di kantin sekolah," Jake menolaknya dengan sopan.

"Mau saya buatin kopi atau teh?" tawar Heeseung.

"Hmm boleh deh. Kopi."

"Biasanya suka beli kopi yang rasa apa?" Ia bertanya sambil mengambil gelas berukuran kecil dari rak peralatan makannya.

"Iced caramel macchiato."

Heeseung mengeluarkan container berisi penuh dengan coffee pods dari dalam laci. Matanya sibuk mencari tulisan di setiap foil-nya sebelum kemudian ia mengeluarkan dua buah pods yang bertuliskan espresso di atasnya. "Got it."

Tangannya menaruh gelas mungil tersebut di bawah mesin Nespresso maker. Kemudian ia memasukkan pod espresso ke dalamnya dan menyalakan mesinnya.

"Emang bisa bikinnya?" tanyanya sambil menyengir.

"Lho, jangan salah. Gini gini saya pernah ikut kursus barista," balas yang lebih tua. Sedangkan Jake hanya bisa tertawa, menganggap kalau jawaban Heeseung hanyalah bualan semata. "Ih, kamu malah ketawa. Awas ya kalo sampe kopi buatan saya enak."

Selagi menunggu mesin Nespresso-nya bekerja, Heeseung mengambil gelas lain yang berukuran lebih besar. Ia kemudian membuka botol Hershey's caramel syrup dan menuangkan isinya ke dalam gelas.

"Yang banyak, aku suka manis," pinta yang lebih muda.

Ia melirik Jake dari ujung netranya. Bibirnya menyeringai usil. "Banyak maunya ya kamu."

Ia tak begitu ingat sejak kapan dirinya dan Jake bisa jadi sesantai ini saat mengobrol. Seolah mereka kini sudah berada di garis pembatas antara profesionalitas dan teman. Namun Heeseung tidak keberatan sama sekali.

Ia terus membiarkan sirup karamelnya mengalir, memenuhi bagian dasar gelas, sampai Jake bilang stop. Setelah itu Heeseung berjalan membawa gelasnya dan menaruhnya di bawah ice dispenser, membiarkan setengah isi gelas itu terisi dengan es batu berukuran kecil.

Langkah selanjutnya yang ia lakukan adalah menambahkan dua sendok teh vanilla syrup dan susu hingga gelasnya hampir penuh. Dan ketika itu semua sudah ia lakukan, mesin kopinya secara bersamaan berhenti. Namun itu belum selesai. Heeseung perlu memasukkan satu buah espresso pod lagi ke dalam mesin dan menunggunya.

Ketika sudah selesai, ia menuangkan two shots espresso tersebut ke dalam gelas yang sudah ia racik tadi.

"Extra caramel?" tanyanya.

"Yes, please."

Ia pun menambahkan caramel drizzle di layer paling atas. Lalu Heeseung menaruh sedotan dari bahan metalik ke dalam gelas sebelum kemudian ia sodorkan kopinya pada yang lebih muda.

"Now tell me, is it good?"

Heeseung membungkuk, menyandarkan kedua lengannya di counter dapur, menghadap Jake. Senyumannya masih terukir di wajah, membuat yang lebih muda mau tidak mau mengalihkan pandangannya ke segelas kopi yang ada di meja jika ia tidak ingin Heeseung menyadari pipinya berubah warna.

Ia kemudian mengaduk isi gelasnya sampai semua layernya tercampur rata. Dan ketika Jake menyesap kopi buatan Heeseung, matanya melebar. Heeseung rasanya seperti bisa melihat cahaya halo di atas kepala Jake saat ini karena senyumannya yang begitu cerah.

"Wah!" Ia meminumnya lagi demi memastikan kalau indra perasanya tidak salah. "Ini persis banget kaya di Starbucks! Lebih enak ini malah, soalnya karamel sirupnya lebih banyak."

Heeseung terkekeh melihat yang lebih kecil.

"Thank you, I guess."

─────────────────────────

Gampangnya, kita mengerti saja dahulu kalau Sim Jake adalah seorang hopeless romantic. Ia sudah lama berandai-andai kalau saja suatu saat nanti ia dan pasangannya bisa menghabiskan senja mereka dengan duduk di kursi di taman belakang rumah. Mungkin segelas kopi bisa menemani waktu mereka bersama, kalau tidak ada kopi, teh pun tidak masalah. Langit di atas kepalanya terlihat cerah, dengan awan yang tipis dan semburat warna jingga di beberapa sudut langit, membuatnya berpikir kalau hidup tidaklah seburuk itu jika dihabiskan bersama.

Dan sialnya, suasana kali ini sangat persis seperti yang ada di angan-angannya.

Sialnya lagi, pria di sampingnya adalah Lee Heeseung. Pria yang kelewat tampan dengan kekayaan berlimpah, yang bahkan ia sendiri tak tahu apakah pria ini bisa ia miliki atau tidak.

Mimpi agar bisa bersama dengan Lee Heeseung terasa begitu besar, dan probabilitas yang ia miliki di dunia nyata terasa begitu kecil.

Tidak banyak yang mereka ucapkan selama mereka duduk di sini. Namun jika boleh jujur, Jake tidak merasa canggung dengan kesunyian yang ada. Ia justru cukup menkmatinya.

Dan setelah sekian lama kekosongan terbentang di antara mereka, Heeseung akhirnya membuka pembicaraan.

"Beberapa bulan yang lalu, waktu Sunoo masih di TK-nya yang lama, dia pernah dapet tugas buat nulis puisi untuk orang tua. And so, he did. Dia nulis puisi judulnya 'Parent',"

Jake menyesap kopi manisnya sambil menaruh atensi sepenuhnya pada pria di sampingnya.

"Dan begitu dia kumpulkan, si gurunya negur kalau yang bener ejaannya tuh parents — with s. Dan waktu pulang ke rumah, Sunoo tanya kenapa kata parents harus dalam bentuk plural, bukan singular, padahal yang dia punya cuma saya."

Nafas Jake tercekat mendengarnya, tetapi ia tetap diam. Ia memberi Heeseung segala waktu yang ia miliki agar Heeseung bisa dengan nyaman bercerita tanpa harus merasa waktunya dibatas-batasi.

"It all started when Sunoo was two years old. Saya ngga sengaja baca isi chat mantan istri saya sama laki-laki lain. Tapi saya terlalu lugu untuk percaya kalau mereka cuma rekan kerja. Itu terus berlanjut. Dia pulang semakin larut dan nafasnya selalu bau alkohol. Aroma yang nempel di baju-bajunya bukan kayak aroma parfum yang dia atau yang saya punya. Sikapnya juga jadi dingin ke saya. Dan saya pikir, mungkin itu normal di hubungan pernikahan. Ada kalanya ketika pasangan kita jenuh dengan satu sama lain."

"Tapi ngga seharusnya dia pake alasan kejenuhannya dia untuk main sama laki-laki lain..." jawab Jake pelan.

"Iya. Saya tahu. Tapi saya waktu itu terlampau sayang sama dia— atau terlampau bodoh, bedanya tipis. Saya takut kehilangan dia, sampai-sampai saya cuma diem aja meskipun saya tau dia selingkuh." Heeseung tertawa pahit. "Puncaknya, waktu itu adik sepupu saya lagi ngadain pesta ulang tahun. Dan dia bilang, dia ngga bisa ikut acaranya karena lagi ada meeting. Tentu saya ngga curiga. Jadi yang dateng cuma saya sama Sunoo aja."

Heeseung menghela nafasnya, dan tangannya sedikit bergetar. Jake yang sadar akan hal itu langsung menangkupkan tangannya di atas tangan Heeseung, berusaha untuk menenangkannya.

Tangannya dingin.

"Ketika di perjalanan pulang, Sunoo ketiduran. Jadi pas saya harus gendong Sunoo buat masuk ke apartemen kita yang lama. Dan waktu saya buka pintu, saya lihat mereka lagi bercumbu di dapur. Saya ngga bisa berbuat banyak. Sunoo masih tidur di pelukan saya, dan saya ngga mau bikin dia bangun dan ngeliat ibunya ngelakuin hal itu sama orang lain." Heeseung mengepalkan tangannya, seolah masih tersisa rasa kebencian di dirinya. "Mereka yang tau saya dateng, cuma buru-buru pake baju lagi. Lalu lelaki itu keluar, tanpa bilang sepatah kata pun."

Jake mencoba menautkan jemarinya dengan milik Heeseung, dan yang lebih tua membalas genggamannya meski lemah.

"Beberapa jam selanjutnya kita habiskan buat bertengkar. Dia bilang saya selalu ga ada waktu untuk dia dan dia bosen. Dia bilang saya terlalu konyol dengan cara saya ngedidik Sunoo. Dia bilang Sunoo nantinya bakalan jadi anak yang ngga punya aturan dan bertingkah semaunya sendiri karena saya yang bikin dia jadi begitu. And that's it. Saya mungkin ngga begitu mempermasalahkan kalau dia mencela saya. Tapi kalau dia sampe bawa-bawa Sunoo begitu, saya ngga terima."

Jake menghela nafasnya. "I know."

"Sunoo is just so perfect. He's everything I could ask for. Ngga ada satu pun orang yang boleh nyakitin Sunoo selama saya masih ada di sini," Heeseung menggigit bibir bawahnya sebelum ia melanjutkan. "Ngga lama dari itu, kita cerai karena komitmen kita udah ngga lagi sama. Saya cukup down saat itu. Setiap hari saya ngerasa sedih meskipun alasannya ngga jelas, dan badan saya terlalu berat rasanya untuk saya pakai beraktivitas seperti biasanya. Mungkin itu yang dinamain depresi, ya? Saya pun kurang tau, karena saya terlalu takut untuk dateng ke psikolog.

"Beberapa bulan setelahnya, saya nemuin coping mechanism saya. Dan itu adalah dengan cara nenggelamin diri saya sendiri di pekerjaan. Mungkin itu alasannya kenapa saya bisa sesukses sekarang. Tapi tolong, cara saya ini jangan ditiru. Kalau kamu ngerasa kesehatan mental kamu bermasalah, saya harap kamu bisa punya keberanian buat cari pertolongan profesional." Heeseung mengeratkan genggamannya pada tangan Jake sebelum melanjutkan.

"Karena transisi dari saya yang terlalu menyibukkan diri saya sendiri di pekerjaan sampai ke tahap di mana saya sadar kalau saya ini sebenernya ngga baik-baik aja tuh lama. Self healing process-nya juga lebih lama lagi."

Jake mengangguk. Ia bisa sepenuhnya bersimpati pada yang lebih tua. Ia bahkan tidak mengira ada kisah yang miris di balik sifat cerianya Sunoo dan sifat kerja kerasnya Heeseung. Dan fakta bahwa Heeseung sudah berani melawan apa yang ia alami sendirian sejauh ini, perlu Jake beri apresiasi.

Saat tangan Heeseung sudah kembali menghangat, Jake melepas genggamannya perlahan. Ia takut Heeseung merasa tidak nyaman dengan kontak fisik yang berlebihan.

Mungkin karena Jake rasa timing-nya pas, dan ia rasa Heeseung adalah seseorang yang bisa ia percaya, Jake pun juga membuka ceritanya.

"Aku pindah ke Korea sebenernya awalnya cuma karena program study exchange. The original plan was to finish my bachelor and then go back to Australia. Tapi waktu kuliah di sini, aku ketemu seseorang yang bikin aku nyaman. Dan seiring berjalannya waktu, kita pun akhirnya pacaran, meskipun kita berdua sama-sama laki-laki."

Ia melirik Heeseung, menunggu reaksi kaget atau tidak nyaman dari pria yang lebih tua. Namun ia tidak mendapatkan keduanya. Heeseung hanya balik menatapnya dalam diam, seakan ia tidak mempermasalahkan Jake dan orientasi seksualnya.

Dan diam-diam, Jake menghela nafasnya lega. Heeseung bukan seorang dengan homofobia. Ia tidak perlu takut untuk jadi dirinya sendiri di depan Heeseung.

Jake kembali menatap ke depan dan melanjutkan, "I don't know how, but the words travel fast. My family found out that I'm gay. They.... Well, I don't think they hate me. But there were definitely some tensions between us. Dan itu juga yang bikin aku jadi enggan buat balik ke Aussie. Jadi ketimbang aku balik ke sana dan memperkeruh suasana, aku lebih memilih menetap di sini."

"But did you settle it down with your parents or is it still going on until now?" tanya Heeseung.

"I've settled it down. Luckily, they could understand that I'm still the same. That I'm still their son, even though I'm gay. Tapi saat itu aku udah dapet pekerjaan di sini. Jadi yaa aku ngga balik," jawab Jake.

"And how about your boyfriend?"

"We broke up. It only last for four or five months, I think. We kinda realized along the way, that our feelings are just platonic — not romantic," Jake menyeruput kopinya sebelum kembali berbicara, "Tapi hubungan kita tetep baik meskipun kita putus, dan kita tetep bersahabat sampe sekarang. Fun fact, dia malah yang ngerekomendasiin aku di TK tempat aku kerja sekarang." Jake terkekeh pelan, "Lucu ya?"

Heeseung menatap yang lebih muda, sedangkan Jake tidak sadar kalau Heeseung masih memperhatikannya. Ia sendiri malah asik mengaduk isi gelas di tangannya yang kini semua es batunya sudah mencair, membuat konsistensi warna kopinya menjadi lebih terlihat transparan.

"Lalu, kamu bahagia kah kerja di tempat yang sekarang meskipun itu ngga sesuai dengan prodi kamu?"

"Bahagia-bahagia aja sih. Pada dasarnya aku emang suka anak kecil. Aku pengen banget punya anak, tapi sayangnya aku gay. Dan ngadopsi anak ngga semudah itu. Jadi ya ketika aku punya kesempatan buat bisa ngedidik dan berinteraksi sama anak kecil, aku seneng."

"Hmm, bagus deh kalo kamu nyaman di tempatmu yang sekarang."

Mereka berdua kembali terdiam. Namun kali ini hati keduanya merasa lebih ringan, seakan mereka baru saja melepas beban yang mereka pikul.

"Mas Heeseung," panggilnya. Ada sedikit keraguan di intonasi bicaranya. Seakan ia tidak yakin apakah ia boleh memanggilnya dengan embel-embel "Mas" atau tidak.

"Ya, Jake?"

Ia menoleh pada yang lebih tua, yang ternyata sudah duluan menatapnya. "Makasih ya udah cerita ke aku."

Heeseung tersenyum lembut, "Makasih juga udah percaya saya dan ngebiarin saya buat dengerin ceritamu."

Seguir leyendo

También te gustarán

19.1K 2.8K 24
Berawal dari ngerjain temen lewat aplikasi cari jodoh, Jay malah berakhir kesemsem sama adek gemes yang sialnya adek musuhnya di sma. "kak nichol?" ...
3.5M 27.1K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
152K 21.7K 80
Posisi Pangeran Permaisuri yang ia dapatkan ternyata berlandaskan alasan busuk. Jika memilih menjadi orang bodoh, Jungwon akan bersedia melepas gelar...
33.9K 3.4K 22
Di titipkan seorang anak laki-laki dari desa yang baru saja menginjak dewasa membuat Hugo tidak pernah sefrustasi ini selama hidupnya, namun agar tet...