Feeling Perfect

By diaryalna

2.6M 405K 39.3K

Gimana sih rasanya dijodohin sama cowok ganteng, paham agama, lemah lembut, cintanya tulus banget, tapi tunan... More

PROLOG
BAGIAN 1 : CALON ISTRI
BAGIAN 2 : KELULUSAN
BAGIAN 3 : DIJODOHIN?
BAGIAN 4 : HARI H
BAGIAN 5 : PINDAH RUMAH
BAGIAN 6 : MALAM PERTAMA
BAGIAN 7 : SISI LAIN QIA
BAGIAN 8 : UNGKAPAN CINTA
BAGIAN 9 : PERTEMUAN PERTAMA
BAGIAN 10 : CEMBURU?
BAGIAN 11 : SAKHA MARAH?
BAGIAN 12 : HADIAH DARI SAKHA
BAGIAN 13 : UNDANGAN PESTA
BAGIAN 14 : TELEDOR
BAGIAN 15 : UJIAN MENTAL
BAGIAN 16 : ORANG GILA!
BAGIAN 17 : SUNNAH HARI JUMAT
BAGIAN 18 : IMPIAN
BAGIAN 19 : SAKHA KENAPA?
BAGIAN 20 : PENJELASAN
BAGIAN 21 : MAAF
BAGIAN 22 : HAMIL?!
BAGIAN 23 : KESERUAN
BAGIAN 24 : USTADZ SAKHA
BAGIAN 25 : RAISA NEKAT
BAGIAN 26 : BERITA PERJODOHAN
BAGIAN 27 : BUNUH DIRI?
BAGIAN 28 : PERMAINAN
BAGIAN 29 : KADO PERNIKAHAN
BAGIAN 30 : TEROR?
BAGIAN 31 : DONOR MATA
BAGIAN 32 : HUJAN
BAGIAN 33 : KUE KERING
BAGIAN 34 : KECELAKAAN
BAGIAN 35 : TUGASNYA SELESAI
BAGIAN 36 : JANGAN PERGI
BAGIAN 37 : KENAPA BISA?
BAGIAN 38 : MERASA BERSALAH
BAGIAN 39 : MENGHILANG
BAGIAN 40 : PENYESALAN SESUNGGUHNYA
BAGIAN 41 : SEDEKAT NADI
EPILOG

SPECIAL PART

105K 12.8K 4.4K
By diaryalna

⚠️ PERHATIAN ⚠️

KHUSUS UNTUK SPECIAL PART DILARANG SPOILER/MEN-SCREENSHOT LALU DISEBARKAN.

KARENA PART INI SPESIAL BANGET, KAYAK KAMU💗

TOLONG YA, AKU YAKIN KALIAN ORANGNYA AMANAH HEHE😁❤️

Selamat membaca, semoga pesan baik dari cerita ini bisa tersampaikan :)

Astagfirullah, aku deg-degan.

***

Qia mengerutkan keningnya merasa sangat pusing ketika akan membuka kelopak matanya. Ia mengerjap beberapa kali, setelah itu ia mengedarkan pandangannya sekeliling.

Tempat ini sangat familiar. Mulai dari aromanya yang khas, baju yang digunakan Qia, serta sesuatu yang menempel di punggung tangannya. Belum lagi sosok wanita yang duduk di sebelah sambil mengusap kepalanya.

"Bunda ...." Qia berkata lirih, menatap heran keberadaan Naura.

"Alhamdullilah, kamu udah sadar. Bunda lega jadinya," ucap Naura tersenyum mengecup tangan Qia berulang kali. Hal itu membuat Qia mengerutkan keningnya bingung.

Gadis dengan infus di tangan juga selang oksigen di hidungnya itu memajukan bibir bawahnya. "Kenapa Qia bisa ada di rumah sakit?"

Naura memajukan kepala, memandangi wajah putrinya lekat-lekat. Wanita berjilbab itu mengangguk samar.

"Kamu habis kecelakaan."

"APA?!"

Kedua bola mata Qia spontan membulat praktis, serasa ingin lepas dari tempatnya. Bahkan tubuhnya ikut terdorong maju saking tidak percayanya ia dengan ucapan sang bunda.

Namun perlahan dirinya beringsut mundur. Beralih memejamkan mata sembari memegangi kepalanya yang langsung nyut-nyutan.

"Kok bisa?" gumamnya sambil meringis kesakitan. 

Dua kata itu terus mengambang di otak Qia. Dua kata yang membuatnya semakin pusing tujuh keliling. Naura yang tak tega melihat kondisi putrinya, segera menenangkan Qia.

Qia menggeleng lemah, masih belum yakin jika dirinya habis kecelakaan. Akan tetapi kassa di keningnya sudah menjelaskan semuanya. Qia telah bersiap mencecar Naura dengan suara pelan.

"Qia kecelakaan dimana, Bunda?"

Pikiran Qia mulai berkelana, mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya. Gadis itu terus menatap langit-langit kamar rawatnya.

"Perasaan ... tadi Qia udah ketemu sama Mas Sakha. Tapi tiba-tiba Mas Sakha meninggal."

"Kak Fardan dateng nemuin Qia. Habis itu Qia nunjukin hasil testpack positif. Terus Qia disuruh tidur. Qia bangun ketemu Mas Sakha lagi, tapi Mas Sakha udah bisa lihat."

"Setelah itu ...." Qia mengerem perkataannya, merasa ada sesuatu yang tak masuk akal. Ia seperti berhalusinasi, karena alur kejadiannya tidak jelas sama sekali.

Qia menoleh bingung ke arah bundanya, karena ia merasa semua hal yang terjadi padanya itu sangat nyata. Ia butuh penjelasan tentang kapan ia kecelakaan, dimana tempatnya, dan kapan.

"Kenapa kamu bisa mimpi Sakha meninggal?" Naura jelas terheran-heran.

"Emangnya enggak?"

"Astagfirullah ...." Naura refleks beristigfar, menepuk pelan mulut Qia yang berbicara seenaknya.

Setelahnya Qia hanya diam, mengembuskan napas penat. Tubuhnya masih sangat lemas. Dipaksa untuk berkata banyak hanya akan membuat tenaganya terus berkurang. 

Naura menggenggam dan mengelus tangan Qia yang tidak terpasang infus. Mengecupnya sekilas sambil tersenyum. Di dalam hati, ia sangat bersyukur karena Allah menyelamatkan nyawa sang putri.

"Istirahat aja, Sayang. Jangan terlalu dipikirin. Nanti kalau udah agak sembuh, Bunda ceritain semuanya," terang Naura dengan lembut.

"Terus Mas Sakha sama Ayah dimana, Bunda?"

"Mas Sakha gapapa, kan? Terus perutnya gimana?" tanya Qia lagi seraya menoleh sedikit ke samping.

Qia jelas khawatir, tidak ada Sakha di ruangan ini. Apalagi Qia tahu jika laki-laki itu menjadi korban dari dendam Vandy.

"Sakha gapapa, Sayang. Lukanya udah ditangani. Sekarang Ayah lagi nemenin Sakha operasi."

Qia mengerutkan keningnya samar. Kali ini Naura terlalu banyak bermain teka-teki kepadanya, padahal kondisinya sedang seperti ini.

"Operasi apa, Bunda?" lirihnya kemudian.

Naura mengulum bibirnya. Menarik napas dalam, lalu mengembuskannya perlahan. Hal itu membuat keheningan terjadi di antara keduanya.

Dada Qia berdegup cepat menunggu jawaban Naura. Darahnya seketika berdesir tatkala sang bunda mulai membuka mulutnya.

"Mata."

Detik itu juga, jantung Qia serasa loncat dari rusuknya.

***

Keadaan Qia pagi ini sudah membaik. Lukanya memang tidak terlalu parah. Mungkin karena ini memang pertanda dari Allah supaya ia segera bertaubat.

Sekarang Qia tengah duduk bersandar pada bed rumah sakit. Sesekali ia membuka mulut saat sebuah sendok terulur kepadanya. Sambil mengunyah, mata Qia berkaca-kaca melihat sosok yang amat ia rindukan selama ini sedang duduk di dekatnya.

Lelaki dengan penutup mata berupa perban itu sangat sabar menyuapinya, bertindak seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. Bahkan, senyum meneduhkan di bibir itu tidak luntur sama sekali.

"Qia minta maaf ya, Mas."

Sakha menarik napas mendengar permintaan maaf istrinya entah untuk yang ke berapa. "Dari tadi Dek Qia minta maaf terus, emangnya gak capek?"

Sakha terkekeh di akhir kalimatnya. Kepalanya memandang lurus dengan tangannya yang kembali fokus mengambil bubur di dalam mangkok.

Qia menggeleng pelan. Menundukkan kepalanya, merasa sangat bersalah.

"Sama sekali gak capek," ucapnya seraya mendekatkan wajah menerima suapan dari Sakha.

"Justru Qia merasa bersalah kalau Mas Sakha gak selamat."

"Soalnya ... Qia mimpi kalau Mas Sakha ninggalin Qia selama-lamanya," gumam gadis itu lagi membuat Sakha bingung.

"Kenapa bisa mimpi? Kan, Dek Qia lagi gak sadar karena kecelakaan," kata Sakha.

Gadis itu menggeleng. "Qia juga gak tahu."

"Tapi waktu Qia ketemu Mas Sakha yang bisa lihat lagi, langsung hilang mimpinya."

Qia menggaruk pipinya yang tak gatal, ia tak tahu kemana arah pembicaraannya. Sejak kemarin ia selalu mengungkit mimpinya yang terasa nyata.

Qia hanya belum bisa mempercayainya. Sementara Sakha memilih menyimak mendengarkan segala celotehan istrinya.

Karena Sakha merindukan Qia. Sangat.

"Kalau gak salah ... Qia tuh pingsan di mobilnya Mas Dev waktu otewe ke rumah sakit."

Qia baru ingat, kalau ia mulai tak sadarkan diri sewaktu perjalanan menuju rumah sakit. Dari situlah ia merasa telah sampai di rumah sakit dan melihat kondisi suaminya. Namun jika dicoba untuk mengingat lebih jauh, Qia malah pusing.

Gadis itu ingin melanjutkan ucapannya, tapi tak jadi. Lelaki dengan sweater abu-abu dan celana panjang itu menyela, "Nanti aja dibahasnya, sekarang makan dulu ya."

"Aaaa!" titah Sakha menyuruh istrinya membuka mulut.

Qia mengikuti Sakha sembari membantu lelaki itu mengarahkan sendok makan supaya tidak melenceng. Qia senyum-senyum sendiri melihat suaminya.

Gadis itu semakin tidak sabar menunggu hari esok, menyaksikan perban yang ada di wajah Sakha saat ini dibuka. Lalu Sakha bisa melihat dengan puas wajah cantiknya.

Qia menelan makanannya. "Alhamdullilah Ya Allah ... Qia gak sabar banget pengen Mas Sakha bisa liat!" ucapnya gemas sendiri. 

"Alhamdullilah, semua ini karena Allah." Sakha mengangguk pelan. "Jadi, Mas bisa wujudin keinginannya Dek Qia."

Sakha tersenyum membuat Qia kembali dirundung rasa bersalah. Impiannya memang terpenuhi, tapi Qia takut Sakha melakukannya karena terpaksa.

"Maafin Qia ya, Mas. Qia egois banget," ujarnya meremas ujung baju rumah sakit.

Sakha menggeleng. Meletakkan mangkok di atas nakas dengan hati-hati, kemudian meraba udara sampai tangannya menyentuh tangan Qia.

"Sejujurnya ... Mas belum siap."

"Mas takut."

Suara berat yang terdengar seperti menahan tangis itu membuat Qia mendongak dengan mata berkaca-kaca. Tanpa dijelaskan kembali, Qia sudah paham. Ia membaca dengan jelas ketakutan di wajah suaminya.

Sakha takut.

Sakha takut tidak bisa menjaga pandangannya.

Karena Sakha tahu ... hal tersulit bagi manusia terutama laki-laki adalah menjaga pandangannya.

"Doain Mas ya, supaya Mas bisa menjaga pandangan dan menggunakan mata ini dengan sebaik-baiknya."

Lelehan hangat keluar tanpa permisi dari ujung mata Qia. Qia merasa menjadi manusia yang paling egois di dunia. Gadis itu segera melepaskan genggaman tangannya dari Sakha kemudian ia menangis sesenggukan.

Mengetahui istrinya menangis, Sakha berdiri, kemudian ia memeluk Qia yang berada di atas tempat tidur. Lelaki itu mengecup kepala Qia penuh kasih sayang.

"Qia minta maaf, Mas ... Maafin Qia."

"Enggak, Dek. Ini bukan salah Adek," ucap Sakha lembut.

"Ini semua kemauannya Mas."

"Karena Mas juga gak mau kehilangan Dek Qia lagi."

Bukannya mereda, tangis Qia semakin kencang. Gadis itu bingung harus bahagia atau sedih. Sakha telah berjuang banyak untuknya, sementara ia hanya bisa menuntut saja.

"Allah udah menakdirkan ini terjadi. Allah lebih berhak terhadap hidup Mas."

"Jadi ... doain dan bantu Mas melewati semuanya, ya?"

Qia mengangguk lemah. Memeluk erat suaminya, berusaha membuang segala pikiran negatif dan melupakan mimpi paling buruk di hidupnya.

"Qia juga takut ...." Gadis itu tiba-tiba menyeletuk setelah tangisnya mereda.

"Takut apa, hm?"

"Takut kalau Mas Sakha ninggalin Qia karena Qia gak cantik."

Mendengarnya membuat Sakha tertawa lepas.

***

Sedari tadi Qia sibuk mengatur napas. Melihat kamera depan ponselnya berkali-kali sambil membenarkan letak jilbabnya kalau-kalau ada yang kurang pas.

Orang-orang di ruangan itu menahan tawa melihat kegugupan yang terpancar jelas di wajah Qia.

"Kayaknya lebih deg-degan ini daripada waktu nikah?" celetuk Naura yang berdiri di samping ranjang bersebelahan dengan Rafka. Sedangkan tak jauh di belakang mereka ada Fatma, Abdul, dan Haikal yang juga turut hadir.

Qia yang berdiri di hadapan Sakha yang duduk di atas ranjang pesakitan itu mendengus kesal.

"Qia itu takut kalau wajah Qia gak sesuai ekspektasinya Mas Sakha!" seru gadis itu mengundang tawa satu ruangan.

"Mbak Qia udah cantik, kok."

"MAU TANGAN ATAU KAKI YANG DIPATAHIN?!" Qia tiba-tiba mengamuk saat Haikal melontarkan pujian kepadanya.

"Qia, bisa diem gak?" titah Rafka melotot tajam ke arah putrinya. Masalahnya mereka sedang ada di situasi yang serius dan mendebarkan, rasanya tak elok jika ada yang bercanda.

Seketika nyali Qia menciut. Gadis itu memilih diam mengikuti perintah ayahnya.

Tidak lama, perban yang melingkar di wajah Sakha pada bagian mata perlahan habis. Dokter laki-laki itu membuka kapas yang berbalut kasa dari kedua mata Sakha.

Setelahnya Dokter tersebut memberikan aba-aba. Jantung Qia semakin bergemuruh tak sabaran. Ia bahkan mengode keluarganya agar mundur menjauh dari pandangan Sakha. Qia ingin dirinyalah yang pertama kali dilihat oleh Sakha.

Pelan-pelan cahaya di ruangan itu mulai masuk ke retina. Awalnya buram, namun lama-kelamaan semuanya terlihat jelas.

Akhirnya setelah sekian lama, Sakha bisa melihat warna dunia, bukan lagi kegelapan. Pandangannya langsung terfokus pada seseorang.

Gadis itu.

Gadis yang selama ini dicintainya.

Gadis yang sampai detik ini ia perjuangkan.

Berdiri di hadapannya dengan senyum yang mengembang ceria.

Untuk pertama kalinya ... Sakha menatap manik mata itu.

"ALHAMDULLILAH MAS SAKHA!!!"

Qia berseru kelewat senang. Ia sampai berjingkrak gembira saat memeluk leher Sakha. Bahkan orang-orang di sekitar mereka meringis ingin menghentikan tingkah gadis itu.

Qia segera melepas pelukan, menangkup wajah Sakha dengan hati-hati. "Mas Sakha bisa liat Qia, kan?"

"Qia cantik gak?"

Sakha mengulum bibirnya, tersenyum haru. Ia tak berhenti memandangi Qia dengan mata berbinar, mulutnya masih bungkam seolah kehilangan kata-kata.

Kecantikan perempuan di hadapannya, seakan mampu membius seluruh tubuhnya. Sakha memegangi tangan sang istri yang berada di wajahnya lalu mengangguk pelan.

"Masyaallah tabarakallah, Dek Qia cantik banget."

"Beneran?"

Sakha mengangguk yakin, lantas Qia memeluknya lagi. Seluruh manusia yang berada di ruangan itu merasa haru melihat ada kebahagiaan terjadi di depan mata.

Beberapa saat kemudian, keadaan kembali tenang. Setelah Sakha mengenali semua anggota keluarganya secara lengkap dan mendapatkan wejangan dari dokter, Naura angkat bicara.

Wanita itu mengelus punggung Qia, membuat gadis yang sedang bersemangat saling melempar tatapan dengan Sakha itu menoleh padanya.

"Kamu gak penasaran siapa yang donorin mata buat Sakha?" ucap Naura hati-hati.

Qia menghadap sang bunda sepenuhnya. Itu adalah pertanyaan yang ingin Qia tanyakan sedari awal. Namun karena terlalu menantikan momen ini, ia jadi lupa untuk menanyakannya.

"Siapa, Bunda?"

Naura tak langsung menjawab. Ia mengambil ponsel dari saku gamisnya, kemudian mengotak-atiknya sebentar. Baru setelahnya, ia memberikan kepada Qia.

Qia membaca sebuah portal berita online yang tampil di layar ponsel milik Naura.

"Orang yang meninggal dalam kecelakaan itu ...."

Hilang kendali, truk tabrak 1 mobil. Pengemudi mobil dikabarkan meninggal dunia, sementara satu penumpang di belakang mengalami luka ringan.

"... adalah dia yang mendonorkan matanya untuk Sakha."

***

Alhamdullilah, lunas ya. Maaf klo tdk sesuai ekspektasi kalian😂

Selamat kalian udah gak digantungin lagi wkwkw.

Gimana special partnya? Puas atau malah aneh? Ada masukkan buat cerita ini?

Sebarin dan ajak temen-temen kalian buat baca cerita Feeling Perfect yaa, kalau menurut kalian cerita ini bagus😍

Ohya, mau nanya, menurut kalian Feeling Perfect baiknya diterbitin gak ya?🤔

Sayang kalian semua yang udah bantu ramein cerita ini. Makasih banyak 💗

Follow Instagram: @wp.diaryalna

See you di cerita selanjutnya 👋🏻

Continue Reading

You'll Also Like

51.6K 9K 67
πŸ“Œ FOLLOW SEBELUM BACA ❗❗❗ πŸ“Œ Spin Off "Takdir si Kembar" πŸ“Œ Sudah End πŸ“Œ Belum Revisi Akbar Umair Al-Fariz yang kerap disapa Akbar adalah seorang pr...
169K 15.5K 27
Tahap revisiπŸͺ„ Di pending dulu re-update nya yaaβ™‘ [SEQUEL AFIKA!!] "Satu rumah sama lo bikin gue muak aja tau, nggak!!?" "Ya terus gue harus apa!!?" ...
2.2M 127K 45
Menikah itu ibadah , tapi jika menikahnya karena terpaksa apakah masih menjadi ibadah? Perjodohan? Bukan Salwa menikah dengan Raka karena sebuah kesa...
1.8M 25.1K 9
πΎπ‘’π‘‘π‘–π‘˜π‘Ž π‘ π‘’π‘œπ‘Ÿπ‘Žπ‘›π‘” π‘”π‘Žπ‘‘π‘–π‘  π‘˜π‘’π‘π‘–π‘™ π‘¦π‘Žπ‘›π‘” π‘‘π‘–π‘‘π‘Žπ‘˜ π‘‘π‘Žβ„Žπ‘’ π‘Žπ‘π‘Ž-π‘Žπ‘π‘Ž β„Žπ‘Žπ‘Ÿπ‘’π‘  π‘šπ‘’π‘›π‘—π‘Žπ‘‘π‘– π‘–π‘ π‘‘π‘Ÿπ‘– π‘˜π‘’π‘‘π‘’π‘Ž π‘‘π‘Žπ‘Ÿπ‘– οΏ½...