[HIATUS] Count Family's Young...

By yoggu033

76.7K 11.9K 1.9K

_CFYM_ (Unreliable Updates - [ON GOING]) Title 제목: Count Family's Young Master Judul Alternatif: Tuan Muda Ke... More

Tags
Chapter 1 ♗
Chapter 2 ♗
Chapter 3 ♗
Chapter 4 ♗
Chapter 5 ♗
Chapter 6 ♗
Chapter 7 ♗
Chapter 8 ♗
Chapter 9 ♗
Chapter 10 ♗
Chapter 11 ♗
Chapter 12 ♗
Chapter 13 ♗
Chapter 14 ♗
Chapter 15 ♗
Chapter 16 ♗
Chapter 17 ♗
Chapter 18 - 19 ♗
Chapter 20 ♗
Chapter 21 ♗
Chapter 22 ♗
Chapter 23 ♗
Chapter 24 ♗
Chapter 25 ♗
Chapter 26 ♗
Chapter 27 ♗
Chapter 28 ♗
Chapter 29 ♗
Chapter 30 ♗
Chapter 31 ♗
Chapter 32 ♗
Chapter 33 ♗
Chapter 34 ♗
Chapter 35 ♗
Chapter 37 ♗
Chapter 38 ♗
Chapter 39 ♗
Chapter 40 ♗
Chapter 41 ♗
Chapter 42 ♗
Chapter 43 ♗
Chapter 44 ♗
Chapter 45 ♗
Chapter 46 ♗
Chapter 47 ♗
Chapter 48 ♗
Chapter 49 ♗
Chapter 50 ♗
Chapter 51 ♗
Chapter 52 ♗
Chapter 53 ♗
Chapter 54 ♗
Chapter 55 ♗
Chapter 56 - 57 ♗
Chapter 58 ♗
Chapter 59 ♗
Chapter 60 ♗
Chapter 61 ♗
Chapter 62 ♗
Chapter 63 ♗
Chapter 64 ♗ (a/n)
Chapter 65 ♗
Chapter 66 ♗
Chapter 67 ♗
Chapter 68 ♗
Chapter 69 ♗
Chapter 70 ♗
Chapter 71 ♗
Chapter 72 ♗
Chapter 73 ♗
Chapter 74 ♗
Chapter 75 ♗
Chapter 76 ♗
Chapter 77 ♗
Chapter 78 ♗
Chapter 79 ♗
Chapter 80 ♗
Chapter 81 ♗
Chapter 82 ♗
Chapter 83 ♗
Chapter 84 ♗
Chapter 85 ♗
Chapter 86 ♗
Chapter 87 ♗
Chapter 88 ♗
Chapter 89 ♗ (Sinfhar's arc end)
Chapter 90 ♗
Chapter 91 ♗
Chapter 92 ♗
Chapter 93 ♗
Chapter 94 ♗
Chapter 95 ♗
Chapter 96 ♗
Chapter 97 ♗
Chapter 98 ♗
Chapter 99 ♗
Chapter 100 ♗
Chapter 101 ♗
Chapter 102 ♗
Chapter 103 ♗
Chapter 104 ♗
Chapter 105 ♗
Chapter 106 ♗
Chapter 107 ♗
Chapter 108 ♗
Chapter 109 ♗
Chapter 110 ♗
Chapter 111 ♗
Chapter 112 ♗
Chapter 113 ♗
Chapter 114 ♗
Chapter 115 ♗
Chapter 116 ♗
Chapter 117 ♗
Chapter 118 ♗
Chapter 119 ♗
Chapter 120 ♗
Chapter 121 ♗
Chapter 122 ♗
Chapter 123 ♗
Chapter 124 ♗
Chapter 125 ♗
Chapter 126 ♗
Chapter 127 ♗
Chapter 128 ♗
Chapter 129 ♗
Chapter 130 ♗
Chapter 131 ♗
Chapter 132 ♗
Chapter 133 ♗
Chapter 134 ♗
Ch 134 lanjutan
CFYM's notes 🍄
Characters References 1
Characters References 2
Characters References 3
Characters References 4
CFYM Readers
Review Section
Readers' Fanarts
References 🍎
Other Projects
Other Projects - bl
Recap ☕
Essay about TCF
Future Characters
My new project
announcement 21/05/2024
Hi

Chapter 36 ♗

637 121 8
By yoggu033

Berjalan Di Udara (2)

⧫︎ ⧫︎ ⧫︎

"Tuan muda." Laki-laki itu membungkuk ke arah mereka.

"Tuan muda, orang ini kepala juru masak di kediaman Bardev." Lika memperkenalkan.

Laki-laki itu beradaptasi dengan situasi dan kembali membungkuk memperkenalkan diri. "Nama saya Neal."

Valias sudah terbiasa dengan gaya bicara dan cara memanggil orang-orang. "Neal. Maaf kami mengganggumu. Apa kau yang selama ini membuat masakan untuk keluarga Bardev?"

"Iya, tuan muda. Bersama dua koki lain. Tapi mereka hanya datang ketika menjelang waktu makan malam."

"Oh.." Valias mendapat informasi baru. "Neal. Boleh aku pinjam dapurmu sebentar?"

Neal tampak terdiam. Valias mengamati laki-laki yang lebih tinggi darinya itu dan teringat dengan Kei. Neal menyisir rambutnya kebelakang dan memiliki mata tajam. Lengan baju yang dia gulung juga menunjukkan otot yang dimilikinya.

"Tentu, tuan muda. Saya hanya akan mengasah pisau-pisau ini. Tuan muda bisa melakukan yang Anda mau. Saya akan membereskan sisanya."

Valias bisa melihat sebuah keranjang diatas meja dapur terisi dengan beragam pisau. Valias belum pernah melihat pisau sebanyak itu. Dia akan mengasah semuanya?

"Oke." Merasa sudah mendapat persetujuan dari orang yang secara garis besarnya pemilik dari dapur itu, Valias mulai berjalan-jalan mengelilingi dapur masih dengan Dina menggenggam tangannya.

"Ah." Valias melihat bagaimana berbagai bahan makanan tertata bagian belakang dapur. Berbagai sayuran, buah, juga bahan makanan hewani yang tersimpan dengan begitu rapih di dalam kotak kayu yang mengeluarkan sensasi dingin. Valias tidak berpikir ada kulkas yang menggunakan listrik disini jadi dia berasumsi kalau tempat penyimpanan bahan makanan itu menggunakan sihir.

Tapi..

Terlalu berbeda.

Daging dan ikan tidak memiliki perbedaan dari yang biasa Valias lihat di Indonesia.

Tapi sayuran-sayurannya..

Valias berniat untuk membuat makanan seperti tumis kangkung, tempe, dan makanan Indonesia lainnya.

Tapi aku lupa kalau cerita ini bertema Eropa.

Bahan makananya pun berbeda dengan yang biasa Valias gunakan. Valias merasa ingin tertawa diluar tapi menangis didalam.

"Kakak akan membuat apa?"

Valias diam-diam tersenyum kecut.

Membuat apa? Aku kehilangan bahan-bahan yang kuperlukan.

Valias tertawa meringis dalam hati.

Tapi tidak masalah.

Valias melihat daging ayam yang sudah bersih. Dia juga melihat bumbu-bumbu yang menarik perhatiannya.

Valias membawa langkahnya ke tempat penyimpanan ayam. Tangannya bergerak meraih bahan makanan hewani itu dan Dina dengan tanggap melepaskan genggamannya. Melihat Valias memusatkan perhatian penuhnya pada bahan-bahan yang tampaknya hendak dia gunakan. Dia membawa beberapa bahan makanan ke atas meja di sebelah Neal. Neal diam-diam melirik apa yang tengah remaja berambut merah itu lakukan. Dina yang sudah berpindah ke tempat duduk pun menontoni kakak sulungnya bersama Danial.

Keempat orang di dapur sama-sama menaruh perhatian mereka pada laki-laki ringkih yang menggerakkan kedua tangannya dengan begitu telaten menggerus berbagai rempah. Mengusapkan campuran bumbu pada ayam dan memasukkan ayam itu ke dalam pemanggang. Bahkan sebelum Neal dan Lika sempat bergerak tuan muda mereka sudah lebih dulu menyalakan api di kayu pemanggang. Bekerja seolah dia sudah terbiasa melakukan hal-hal itu seumur hidupnya.

Dina memiliki wajah ceria sedangkan Danial memiliki mata yang sedikit melebar. Bertanya-tanya apakah kakaknya benar-benar sudah pernah memasak di dapur itu sebelumnya.

Pergerakannya, menujukkan seolah-olah dia sudah tahu apa yang harus dilakukan. Tanpa membutuhkan sedikitpun bantuan dari pelayan dapur.

Valias di sisi lain menggunakan besi pipih yang dia temukan bersandar pada dinding untuk membenahi tumpukan kayu pembakar. Memiliki fokus dan antusiasme penuh pada hal yang dikerjakannya.

20 menit berlalu dan harum ayam panggang memenuhi dapur. Hidung Dina brekedut mengendus wangi yang membuncahkan rasa penasarannya. Dia mengepalkan kedua tangannya tidak sabar ketika melihat Valias mengenakan sarung tangan dan mengambil loyang ayam matang dari meja memasak. Membawanya ke hadapan Danial dan Dina yang duduk mengelilingi meja.

Senyum terpatri di wajah Valias. Kepuasan memenuhi dirinya. Sudah lama dia tidak memasak. Rasanya menenangkan ketika akhirnya dia kembali bisa melakukan hal yang memang sudah biasanya dia lakukan.

"Apakah aku boleh mencobanya??" Dina bertanya tidak sabar.

Alis Valias bergerak naik. Teralihkan dari nostalgianya memasak di dapur tempat tinggalnya oleh suara Dina.

"Hm. Boleh."

Valias baru saja hendak berbalik untuk mengambil pisau tapi Neal sudah lebih dulu muncul di sampingnya. Mengulurkan kedua tangannya memotong ayam di atas meja tanpa instruksi dari siapapun.

Dina langsung mengambil salah satu bagian ayam. Membawa mulutnya ke arah ayam di tangannya dan menggigitnya. Terkesiap merasakan sensasi panas di tangan dan bibirnya.

"Ah!" Dina kembali meletakkan potongan ayam yang tadi dia ambil di atas loyang. Mengibaskan tangannya kepanasan.

"Nona muda!" Lika berseru panik.

"Dina." Danial mengerutkan keningnya gusar.

"Tidak apa-apa." Perhatian semua orang teralihkan pada uluran tangan Valias pada tangan Dina. Membalut jemari Dina dengan kain basah.

"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya. Kedua pipi Dina memerah malu tapi dia segera menggelang.

"Tidak apa-apa. Terimakasih kakak."

"Apa yang kamu lakukan. Itu bukan etika makan yang benar. Kau bahkan tidak mencuci tangan," tegur Danial.

"Kau sebegitu penasarannya?" Valias terkekeh. Menepuk-nepuk pelan tangan Dina yang terbalut kain.

"Ya..." Dina menjawab malu-malu.

"Kita bisa mencobanya bersama." Valias tersenyum. Dirinya juga penasaran dengan hasil masakan pertamanya di dunia ini. Tepat setelah itu Neal sudah meletakkan tiga buah piring beserta garpu dan pisau di atas meja.

"Silahkan, tuan muda."

"Ya. Terimakasih. Kau duduklah." Valias menepuk bahu Dina. Memberitahunya untuk kembali duduk setelah berjengit bangun ketika dirinya pertama kepanasan.

"En." Dina menjawab pelan. Dengan wajah menekuk mendudukkan dirinya.

Setelah melihat Dina duduk dengan nyaman baru Valias mendudukkan dirinya. Dia mengulurkan kedua tangannya. Menggunakan garpu dan pisaunya untuk meletakkan potongan makanan di piring Dina dan Danial.

"? Kakak tidak perlu repot-repot." Danial mengerutkan keningnya samar.

Valias menaikkan kedua alisnya. Kebingungan sebelum terkekeh.

"Apa yang merepotkan dari mengambilkan makanan untuk adik?"

Valias merasa sedikit aneh mengatakan itu tapi dia tanpa sadar memiliki cukup rasa penasaran dalam bagaimana rasanya memiliki satu atau dua saudara. Dia anak tunggal dan terbiasa melakukan segala hal sendiri tanpa siapapun menemaninya.

Melihat kini ada dua anak yang jauh lebih muda darinya menemaninya sarapan membuat hatinya sedikit menghangat. Ini hal yang belum pernah dirinya rasakan sebelumnya.

"Terimakasih kakak." Dina kembali tersenyum lebar. Meraih garpu seolah-olah dirinya tidak pernah merasa sakit sejak awal.

"Terimakasih." Danial ikut berujar pelan. Walaupun masih memiliki sedikit ketidaknyamanan di hatinya mendapat pelayanan dari kakaknya.

Valias memasang senyum kecil. "Makanlah."

Dirinya mulai merasa lapar. Danial dan Dina mungkin sudah makan tapi Valias ingin memastikan keduaya tidak melewatkan sarapan sepertinya.

Dina memasukkan irisan ayam ke mulutnya dan memiiliki mata berbinar.

"Enak!" serunya.

Danial ikut mencicipi. Mengangguk setuju.

"Aku tidak pernah menyangka kakak bisa memasak."

Valias hanya mengiris potongan ayam di piringnya tanpa merespon.

Valias sedang membuat irisan baru ketika dua tangan terulur kearah piringnya dan meletakkan potongan baru dari loyang.

"Kakak bisa makan lebih banyak." Danial berujar pelan seraya mengiris makanan di piringnya.

"Ah, terimakasih." Valias menjawab canggung.

Dina di tempatnya tidak ingin kalah dan mengambil potongan baru. Dia hendak meletakkannya di piring Valias tapi jaraknya terlalu jauh dan tangan pendeknya tidak mampu menggapai piring milik kakaknya.

Dina baru saja hendak membuka mulutnya ketika tiba-tiba sebuah garpu menusuk daging di garpu Dina dan membawa daging itu pergi ke piring lain.

Danial langsung mengiris daging itu dan memasukkannya kedalam mulutnya.

"Kakak! Itu bukan untukmu!" seru Dina protes.

"Aku sudah memberikan daging lebih banyak untuk kakak. Jika dia memakan darimu juga dia akan kekenyangan. Tidak baik memiliki perut kekenyangan di pagi hari."

"Tidak adil!"

Valias yang menyaksikan keributan itu hanya bisa terdiam memegang alat makannya. Sebelum tersenyum kecil.

"Terimakasih untuk niat baikmu Dina. Aku akan memakan makanan pemberianmu kapan-kapan."

"Benarkah?"

Valias mengangguk.

Dina tersenyum lebar. "Kakak harus berjanji!"

"Jangan merepotkan kakak demi kepuasanmu." Danial ikut bicara.

Dina melebarkan matanya. "Aku tidak merepotkan!"

Valias kembali dibuat tidak bisa berkata-kata. Sepertinya Danial juga punya sisi usilnya sendiri. Valias tidak menduga itu.

Valias berniat merubah topik.

"Apakah ada sesuatu yang membuat ayah sibuk?"

Dina hendak menjawab tapi Danial menjawab lebih cepat.

"Ya." Danial mengusap mulutnya dengan sapu tangan miliknya. "Ada bandit di kawasan Bardev."

Alis Valias terangkat naik. "Bandit?"

"Ya!" Dina buru-buru menyela. Tidak ingin terdahului lagi. "Ini kasus kedua bulan ini, kata guru Mallory." Dina menurunkan bahunya murung. "Apakah mereka orang jahat?"

"Mereka mengganggu orang-orang. Tentu saja mereka jahat." Danial menjawab datar. Valias mendengar respon Danial dan tahu bahwa topik tersebut bukan hal yang bisa dibicarakan di depan Dina.

Mungkin ini ada kaitannya dengan terlukanya seseorang. Atau lebih buruk.

Kata bandit terdengar agak asing bagi Valias tapi dia tahu jelas apa itu.

Perampok. Dan bersenjata.

Di sebuah buku fantasi, kata bandit berarti buruk.

Valias berpikir untuk mencari tahu soal itu.

Bandit..

Valias memikirkan sesuatu. Tapi dia menggeleng dan segera mengganti topik lagi. Khawatir rasa ingin tahu Dina meningkat.

"Dina, apakah ada yang ingin kau lakukan?"

"Aku?"

"Ya." Valias mengangguk. Mengiris makanan dan memasukannya ke dalam mulutnya.

Valias pikir, karena hari ini tidak ada satupun dari mereka yang memiliki sesuatu untuk dilakukan, Valias bisa menggunakan waktu itu untuk menepati janjinya pada Dina.

"Apakah kau mau ke kota?" tanya Valias.

Dina menerima pertanyaan itu langsung memiliki mata berbinar.

"Kakak mau?"

Valias mengangguk.

Ada yang sepertinya harus aku kunjungi.

"Kakak akan keluar? Setelah baru saja kembali?" Danial bertanya tidak mengerti. Kemudian muncul rasa penasaran tentang hal apa yang kemarin kakaknya lakukan. Terutama kakaknya pergi dengan orang yang tidak dirinya kenali.

Kakak juga pulang dengan baju kerajaan.

Dina mungkin tidak menyadarinya tapi Danial tahu. Kakaknya mengenakan pakaian yang berbeda dari kemarin dan ada insignia keluarga Nardeen di bagian dadanya. Di kiri, dimana jantung manusia berada. Berbeda dengan lambang keluarga Bardev yang diletakkan di bagian bahu kanan pemakainya.

Keadaan kakaknya yang mengenakan lambang keluarga Nardeen dan bukannya Bardev membuat Danial tidak nyaman.

"Ya.." Valias merespon asal. Dia pikir dirinya tidak lelah. Satu perjalanan lagi tidak mungkin merupakan sebuah masalah.

"'Baru saja kembali'? Apakah kakak habis dari suatu tempat?" tanya Dina bingung. Kesibukannya hari lalu membuatnya tidak mampu menemui Valias. Dan dia mengira kakaknya sedang di rumah dan melakukan kegiatannya sendiri.

"Ya."

Melihat Dina membuat Valias teringat dengan anak yang sebelumnya. Fee. Valias bertanya-tanya apakah Dina dan Fee bisa menjadi teman baik. Mereka terlihat seumuran. Dengan kepribadian yang tampak mirip.

Hal itu membuat Valias merasa sedikit tidak nyaman.

Fee dan anak-anak lainnya. Benar, mereka mengalami kehidupan yang tidak adil.

"Kau mau?" Valias kembali bertanya.

"Mau!" Dina menjawab antusias.

Danial melihat interaksi di antara kedua saudaranya memasang wajah datar.

Kedua bibirnya tertutup rapat oleh ketidaknyamanan di hatinya.

Valias merapihkan garpu dan pisaunya di atas piring. "Aku akan berganti baju dulu."

Dia bangkit dari duduknya. Dina mengangguk.

"Aku juga!"

Dina berencana untuk membawa beberapa aksesoris bersamanya.

Danial mengerutkan kening dan perlahan bicara. "Kakak."

Valias mendengar panggilan itu menolehkan wajahnya. Melihat Danial yang terlihat ingin mengatakan sesuatu tapi enggan. Satu tangannya mengepal.

Danial tiba-tiba berdiri.

"Aku juga ingin ikut."

Danial entah mengapa merasa gugup tapi langsung merasa lega ketika melihat Valias memasang senyum dan mengangguk.

"Ya. Kita akan pergi bersama."

Kesenangan menyelimuti hatinya. Dia menghampiri Valias dan keduaya bersama meninggalkan ruangan dapur. Manyusul Dina yang sudah keluar lebih dulu bersama Lika.

Neal yang masih berada di dapur dan melanjutkan kegiatan mengasah pisaunya melirikkan sudut matanya ke arah pintu.

Bandit-bandit itu masih di sini?

07 Efra, 1768 ☽ IX

31/12/2021 23.05 1810

Continue Reading

You'll Also Like

Anak Buangan Duke By Luna

Historical Fiction

27.7K 4.9K 15
[Brothership story!] "Padahal hanya anak buangan, tapi kamu seolah memiliki kuasa seperti seorang raja!" Kalimat itu ditujukan pada Arthevian Montros...
388K 57.7K 82
"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memiliki visual karakter dan isi cerita yang m...
3M 106K 41
"Gus arti bismillah itu apa sih?"tanya Aisyah "Dengan menyebut nama Allah" "Kalo Alhamdulillah?" "Segala puji bagi Allah "jawab ammar "Kalo subhana...
24.3K 2.2K 11
[Tamat] Renjana (n.) perasaan yang kuat. Hanya berisi beberapa keseharian pasutri gaje, Hatake Kakashi dan Hatake [Name] di zaman sekarang. Naruto S...