Jika kamu ingin diperlakukan spesial, maka kamu harus berada pada orang yang tepat.
***
"Itu rumahnya?" tanya Regen seraya menunjuk rumah bertingkat dua di sebelahnya. Sesuai keinginan Reka yang menyuruhnya untuk pergi ke rumah Resta, kini mereka berdua sudah berada tak jauh dari rumah gadis itu.
"Terus ngapain lagi kita? Diem-diem doang gitu?" Pertanyaan Regen tidak dijawab oleh Reka. Hantu lelaki itu sibuk mengamati rumah Resta dari dalam mobil.
"Halo, Reka. Gue lagi ngomong sama lo, ya. Bukan sama hantu," ujar Regen kesal karena terus diabaikan oleh Reka.
Reka langsung menoleh. "Lo gak nyadar kalo gue juga hantu?"
"Oh, iya ya?" Regen baru menyadari ucapannya. "Ah itu gak penting!" ujarnya kemudian. "Sekarang kita ngapain nih? Masa diem-diem aja di sini. Kalo ada yang curiga gimana?"
Reka mendengkus kesal. "Lo bisa diem gak? Tinggal ngikutin perintah gue apa susahnya?"
Regen mengernyit bingung. "Kenapa jadi galakan lo? Waah ngelunjak ya lo. Dah lah gue mau balik aja."
Regen ingin memutar stir mobilnya, namun Reka langsung menahannya dengan cepat.
"Eh, jangan dong. Iya-iya sorry."
"Yaudah cepet. Ngapain lagi nih kita?" tanya Regen mulai tak sabaran. Reka masih diam. Tapi matanya terus mencuri pandang pada lelaki itu. Seketika dia mempunyai ide.
"Gen," panggil Reka.
"Apa?" balas Regen dengan malas.
"Sorry nih ya, lo jangan marah. Tapi ...."
"Apa si? Ngomong yang jelas dong."
"Gue minjem tubuh lo, ya? Bentarrr aja."
Regen terbelalak. "Hah ap-" Belum sempat lelaki itu bicara dan mengizinkan, arwah Reka langsung masuk ke dalam tubuh Regen.
"Sorry, Gen. Semoga lo gak marah," cicitnya sambil meringis takut.
Setelah itu Regen alias Reka keluar dari mobil. Reka berdehem menetralkan suaranya sambil merapihkan pakaian sebelum memasuki halaman rumah di sampingnya.
***
Tok! Tok! Tok!
Mira mengurungkan niatnya untuk pergi ke kamar saat mendengar suara ketukan dari pintu utama. Wanita itu lantas pergi ke sana untuk melihat siapa yang datang.
***
Senyum manis tak pernah luntur dari bibir Reka. Lelaki itu berdiri di depan pintu sembari menunggu orang rumah membukakan pintu untuknya.
Tak lama kemudian, pintu terbuka dan menampilkan seorang wanita.
"Ya, cari siapa?"
Reka seketika mengerutkan keningnya bingung.
***
"Eh, Tiara?"
"Siang, Tante," sapa Tiara. "Resta nya ada gak?" tanyanya. Ternyata yang datang ke rumah Resta adalah gadis itu.
"Ada-ada. Mau main, ya?"
Tiara mengangguk canggung. "Iya, Tan."
"Yaudah yuk masuk dulu." Mira mempersilahkan Tiara masuk. Tiara mengangguk dan mengikuti Mira di sampingnya.
"Tante mau tanya, boleh?" tanya Mira di sela-sela mereka menuju ruang tamu.
"Boleh, Tan."
"Sekarang Resta gimana kalau di sekolah?"
Pertanyaan Mira membuat Tiara langsung tersenyum masam. Ia bingung ingin menjawab apa.
"Ngeliat dari raut wajah kamu, Tante udah tau jawabannya." Mira tersenyum tipis. "Yaudah gapapa, Tante ngerti. Tapi, Tante boleh minta satu hal sama kamu?"
Tiara mengernyit bingung. "Apa, Tante?"
"Tolong jaga Resta, ya. Tolong bantu dia supaya bisa lupain masa lalunya. Jujur, Tante sedih liat Resta yang sekarang." Raut wajah Mira berubah sendu. "Tante cuma kenal kamu sebagai sahabatnya Resta. Tante berharap kamu selalu ada buat dia. Karena, Tante gak tau lagi mau minta bantuan ke siapa. Tante cuma kenal sama kamu."
"Iya, Tante, Tiara janji. Tanpa permintaan Tante pun, Tiara siap jaga Resta atas kemauan Tiara sendiri. Karena, Tiara cuma deket sama Resta."
Mira tersenyum lega mendengarnya. "Makasih banyak, ya Tiara. Yaudah yuk kita ke kamar Resta."
***
"Eh?" Reka mengernyit bingung saat yang membuka pintu bukanlah orang yang dicarinya.
"Ada apa ya?" Wanita bertubuh gempal itu bertanya kembali saat tak ada jawaban dari Reka dan mengernyit bingung ketika rumahnya didatangi oleh lelaki tampan.
Reka menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Maaf, Bu kayaknya saya salah rumah. Permisi."
Reka hendak berbalik pergi, namun wanita itu menahan tangannya.
"Wait! You pasti pacarnya Sweety," tebaknya asal.
Reka terbelalak. "Sweety? Siapa?" tanyanya dengan raut bingung.
"Sweety! Come here!" Wanita berbadan gempal itu malah berteriak ke dalam rumah. Memanggil Sweety. Tak lama kemudian, terdengar suara sepatu heels menggema dari dalam rumah.
"Yes, Mom? I am here." Keluarlah seorang gadis bertubuh sama dengan wanita itu dengan penampilan yang sedikit ... norak. Ah tidak! Ini benar-benar norak.
Dress merah selutut. Memakai heels tapi anehnya memakai kaos kaki panjang berwarna polkadot. Tak lupa dengan rambutnya yang dikuncir ala landak. Belum lagi gadis itu membawa slingbag bergambar kartun hello kitty.
Reka bergedik ngeri melihat penampilan gadis di depannya itu. Sedetik kemudian, tatapan mereka bertemu. Sweety langsung membulatkan mulutnya dengan gerakan lebay.
"Oh my God, Mom?! Handsome ....," hebohnya terpesona dengan Reka sambil mengedipkan matanya genit.
"Your boyfriend?" tanya wanita itu pada anaknya sembari menunjuk Reka.
Reka langsung geleng-geleng dengan cepat. "Bukan. Ma-maaf, kayaknya saya salah alamat. Permisi." Reka buru-buru menarik tangannya yang masih dicekal wanita itu.
Setelah lepas, Reka langsung bersiap ingin pergi, namun kalah cepat dengan Sweety yang kembali menarik tangannya dengan kencang hingga tubuhnya menabrak tubuh gadis itu.
"Mau kemana sih ganteng? Mending temenin aku. Yuk!" Sweety mengerlingkan matanya. Sementara Reka bergedik ngeri melihatnya. Namun di mata Sweety, Reka terlihat menggemaskan jika seperti itu.
"Ihh kamu lucu deh, pengen aku cium."
Reka terbelalak mendengar perkataan Sweety. Matanya semakin membulat ketika gadis itu memajukan bibirnya.
"Mmmmuuaa ...."
Sebelum itu terjadi, Reka langsung mendorong wajah Sweety menggunakan telapak tangannya dengan kencang. Hingga gadis itu tersungkur ke bawah.
"AAAA MOMMY!" Gadis itu meraung-raung sambil berteriak.
Menggunakan kesempatan itu, Reka langsung berlari terbirit-birit dan memasuki mobilnya. Menjalankan mobilnya pergi dari sana.
"Nama sih Sweety, tapi gak ada sweety-sweetynya." Reka mencak-mencak sendiri di dalam mobil sambil terus bergedik ngeri.
***
Lopi meringkuk di atas kasurnya dengan tubuh yang gemetar. Rasa takut terus menyelimuti dirinya karena dia telah menyebabkan seorang gadis kecil yang tidak bersalah meninggal.
Saat mendengar kabar kalau Mia meninggal, Lopi langsung kabur dari rumah sakit.
"Enggak. Gue gak mau dipenjara." Lopi terus menggumamkan kalimat itu seraya menutup kedua telinganya. Bayangan tentang kejadian tadi terus berputar di otaknya.
"ENGGAK! GUE GAK MAU DIPENJARA!" jeritnya ketakutan. Teriakannya terdengar sampai keluar kamar. Karin-sang ibu-langsung menghampiri kamar anaknya.
"Lopi ada apa? Kenapa teriak-teriak?" Karin terus menggedor-gedor pintu kamar anaknya.
"PERGI! GUE GAK MAU DIPENJARA!"
Karin tersentak karena mendengar balasan teriakan dari Lopi. Wanita itu mengernyit bingung dan bertanya-tanya maksud dari ucapan Lopi yang tidak mau dipenjara. Maksudnya apa?
TOK! TOK! TOK!
Di sela-sela berpikirnya, suara gedoran di pintu utama membuyarkan lamunan Karin. Mengabaikan anaknya, Karin langsung beranjak pergi ke pintu utama.
"Ya cari siapa?" tanya Karin setelah membuka pintu. Namun sedetik kemudian, wanita itu terkejut dengan kedatangan tiga polisi di rumahnya.
"Selamat siang. Benar ini dengan kediaman Lopiana Queenby?"
"Iyaa benar. Ada apa ya, Pak?"
"Saudari Lopiana Queenby harus kami tangkap karena diduga telah menabrak seorang gadis kecil hingga meninggal."
***
#1087kata