Under The Mirage

By I_Majid

11.2K 3.3K 443

Sejak Monica Pölzl--narapidana paling berbahaya yang menguasai hipnosis--berhasil kabur dari penjara Jerman t... More

P R O L O G
NOW (1)
PAST (1)
PAST (2)
NOW (2)
PAST (3)
PAST (4)
PAST (5)
PAST (6)
NOW (4)
PAST (7)
NOW (5)
PAST (8)

NOW (3)

886 267 35
By I_Majid

Alohaaa ... pembaca Thorjid yang budiman. Maaf udah kelamaan nunggu lanjutan cerita ini, ya.

Sebelumnya aku ucapin selamat TAHUN BARU 2022

Kemudian
SELAMAT MEMBACA

🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉🎉

Penerangan di dalam rumahnya temaram. Asalnya dari lampu-lampu nordik yang menggantung di dinding-dinding dalam rumahnya. Theodore baru saja selesai mandi ketika ponsel di atas kasurnya tiba-tiba berdering. Handuk di tangannya bergerak mengeringkan rambut. Tubuh bagian atasnya masih polos dengan handuk yang membalut tungkai ketika tangan kanannya meraih ponsel.

Mandy Heoglir, ibunya. Theodore melihat nama itu di layar ponsel dan dalam sepersekian detik, ia merasa bimbang untuk menjawab panggilan itu. Belakangan, antara ia dan Mandy sudah sangat jarang berkomunikasi dikarenakan kesibukan Theodore yang kian hari kian mempersempit waktu. Mandy memang lebih banyak mengobrol lewat telepon dengan Laura dan Loneree. Akan tetapi, hari ini Laura tidak ada. Laura menghilang dan entah bagaimana caranya Theodore memberitahu tentang apa yang terjadi dengan istrinya.

Dalam kegelisahan yang sulit diartikan, akhirnya Theodore menjawab panggilan itu. "Hallo," sapanya.

"Hei, akhirnya kau mengangkat ponselmu." Suara Mandy terdengar lega di kejauhan sana. Theodore tidak tahu sudah berapa kali Mandy menghubunginya saat itu, kemungkinan besar lebih dari tiga kali.

"Maaf, aku baru selesai mandi," jawabnya.

"Yeah, aku tidak bisa menghubungi Laura, itu sebabnya aku menghubungimu. Hmm ... bisa kau berikan ponselmu pada Laura? Aku ingin memberitahunya sesuatu, dia pasti senang mendengarnya."

Theodore diam, sulit menanggapi. Ia mengatupkan bibirnya kuat seakan menahan rasa gelisah. Suara lolongan anjing di luar membuat suasana rumahnya semakin terasa sepi. Di beberapa tahun kebersamaannya dengan Laura, tidak pernah Theodore merasa kehilangan sehebat ini. Kebersamaan yang pernah ia anggap biasa saja itu benar-benar membuatnya menyesal.

"Theo! Hallo! Kau mendengarku?" tanya Mandy.

"Ya, aku dengar," jawab Thodore. Ia duduk di tepi tempat tidur, punggungnya sedikit membungkuk. "Mom, aku tidak bisa memberikan ponselku pada Laura."

"Kenapa? Laura di mana? Apa kalian ada masalah?"

"Yeah, besar. Masalah besar."

Diam beberapa detik. Di kejauhan sana, Mandy mengerutkan kening dan memasang wajah serius mendengarkan. "Masalah apa? Tolong beri tahu aku," desaknya.

"Dia menghilang." Theodore kembali mengendapkan bibirnya kuat, berusaha memberi tahu ibunya dengan cara halus agar wanita itu tidak panik. "Laura menghilang."

"Apa?" ucap Mandy pelan.

"Seseorang menemukan mobilnya terparkir tanpa alasan di pinggir jalan. Loneree sendirian di dalam mobil tanpa Laura. Dan aku tidak bisa membayangkan, kalau saja orang yang menemukannya terlambat sedikit, mungkin Loneree sudah diterkam singa."

Mandy hampir tidak percaya, terkejut bukan main sampai-sampai Ehrlich yang sedang duduk di sampingnya batal menyesap kopi. Ia bertanya dan terus bertanya seakan sedang menginterogasi seseorang.

"Bagaimana bisa kau tidak memberitahuku soal ini? Apa kau akan tetap diam jika bukan aku yang menghubungimu lebih dulu?" protesnya.

"Maaf, Mom. Aku benar-benar panik, terlalu sibuk di kantor polisi dan juga ... Loneree."

"Mereka tidak akan memproses penyelidikan jika korban belum menghilang lebih dari dua hari."

"Ya, itu juga yang mereka katakan," kata Theodore.

"Apa kau mengetahui sesuatu?"

"Polisi bilang, kemungkinannya ada dua. Laura diculik, atau dia sengaja pergi begitu saja tanpa meninggalkan jejak. Aku tidak tahu apa yang membuat Laura menghilang. Sungguh, aku sendiri bingung."

Suara embusan napas Mandy terdengar berisik di telinga Theodore. "Kalian pasti punya masalah belakangan ini," terkanya.

"Tidak, Mom. Kami—" Sedikit ragu di kalimat Theodore. "—baik-baik saja."

"Kedengarannya tidak begitu yakin."

"Well, perdebatan kecil dan itu hal biasa. Laura tidak pernah benar-benar mengeluh dan ia bahkan tidak banyak bicara." Theodore terkesiap seakan teringat sesuatu. Apa yang baru saja dikatakannya mengingatkan ia pada sifat asli Laura sebelum benar-benar menjadi Laura yang saat ini.

Felicia si gadis pendiam.

Dalam skala besar kecemasan Theodore, ia benar-benar takut jika Laura menemukan kembali ingatan dan jati dirinya yang dulu.

"Mom, bagaimana kalau ingatan Laura telah kembali dan ia tahu kalau selama ini kita menutupi semua kebenaran darinya?"

Bibir Mandy setengah menganga, antara percaya atau tidak. Setelah sebelas tahun lamanya gadis itu menjalani hidup normal sebagai Laura yang ceria dan manis, tidak mungkin jati dirinya berubah dalam waktu singkat.

***

Mobil yang diambil Ted di kantor polisi baru saja memasuki halaman depan rumah Theodore. Pria itu mematikan mesin, turun dari mobil kemudian bergegas mengetuk pintu rumah Theodore untuk mencari tahu apa yang tengah terjadi. Satu menit kemudian, pintu terbuka. Theodore muncul dari balik pintu dan mempersilakan Ted masuk.

Theodore berjalan di depan Ted, menuntun pria itu langsung ke ruang tengah tempat biasa ia bersantai sambil menonton TV.

"Kupikir sesuatu terjadi padamu. Ada masalah apa sampai kau ke kantor polisi?" tanya Ted saat bokongnya sudah mendarat di atas sofa beludru kelabu.

Theodore membuka lemari es dan mengambil dua buah kaleng minuman bersoda lantas menyuguhkannya pada Ted. "Laura menghilang," katanya.

Rasanya sudah berkali-kali Theodore mengatakan kalimat itu pada orang-orang yang ingin tahu. Lidahnya terasa keluh dan ia selalu murung setiap kali mengatakannya. Semua orang yang mengenalnya ingin tahu, tetapi Theodore tidak bisa merahasiakannya seperti kotoran telinga sebab ia juga memerlukan informasi.

Mereka duduk sambil memegang kaleng soda sampai Ted bereaksi sedikit terkejut.

"Istrimu?" tanyanya tak percaya. "Laura? menghilang?" Theodore mengangguk sedih. "Bagaimana maksudnya? Menghilang seperti magis atau minggat? Atau ... seseorang menculiknya? Aku tidak mengerti."

"Aku tidak tahu."

Wajah Ted tampak seperti orang penasaran yang gagal memperoleh jawaban. Theodore melihat pria itu dengan perasaan kesal yang menunjuk pada diri sendiri. Ted bertanya bagaimana kronologi ceritanya, tetapi Theodore belum sempat menceritakan apa pun ketika bel pintunya berbunyi.

"Sebentar, aku harus membuka pintu."

Orang selanjutnya yang ingin mencari tahu kronologi berdiri di depan ketika Theodore membuka pintu. Rasanya seperti diserbu lebih dari satu wanita ketika Anitha masuk dan bertanya langsung ke intinya tanpa basa-basi. Wanita itu bahkan masuk ke dalam rumah sebelum Theodore mempersilakan.

"Ceritakan padaku," desaknya tiba-tiba. "Bagaimana Laura bisa menghilang begitu saja sementara aku baru saja berbincang dengannya."

Theodore mengangkat bahu begitu mendengar nada bicara Anitha. "Seharusnya aku yang bertanya padamu. Kebetulan sekali kau datang."

Mereka melewati dinding yang dipenuhi pigura foto keluarga dengan berbagai ukuran untuk sampai ke ruang tengah, tempat di mana Ted sedang duduk menatap ponselnya serius. Cahaya putih dari layar ponsel menyorot wajah pria jangkung berkulit hitam tersebut. Dan ketika Ted menoleh untuk melihat kedatangan Anitha, ekspresinya tidak terlihat senang.

Mata Anitha balas menatap Ted.  Raut wajah yang tadinya dilumuri rasa penasaran, kini berubah setelah menyadari kehadiran orang lain kecuali dirinya. Tidak ada basa-basi perkenalan sebab kedua orang itu sudah saling mengenal meski sekadar formalitas. Anitha tahu Ted adalah asisten pribadi Norbert yang membantu mengurus ladang kakao dan juga memanajemen proses pendistribusian. Tidak pernah ada pembicaraan serius baik panjang maupun singkat di antara kedua orang itu. Sejauh yang Theodore tahu.

Theodore mempersilakan Anitha duduk di sofa tunggal, berseberangan dengan Ted yang duduk di sofa panjang. Kulit wajah kecokelatan Anitha tampak polos tanpa make up, bibirnya hanya dipolesi liptin tipis. Rambut keriting khas perempuan Gana diikat sanggul di atas kepala, upaya yang lumayan bagus untuk menghindari keringat di leher akibat suhu hangat.

"Halo, Ted. Apa kabar?" sapanya basa-basi.

Ted tersenyum, meneguk minuman sodanya setelah menyapa balik. "Kupikir kita sama-sama mau tahu apa yang terjadi pada Laura."

Thedore duduk di samping Ted. Satu kaleng minuman soda yang sama diangsurkan pada Anitha.

"Apa Loneree baik-baik saja?" tanya Anitha.

"Ya, anak itu sangat pemberani. Aku justru mengkhawatirkan diriku sendiri yang tidak bisa merawatnya tanpa Laura."

Suara kaleng terbuka berbaur dengan suara serak Anitha. "Aku tidak bisa percaya Laura tega begitu saja meninggalkan anak kesayangannya. Sesuatu pasti terjadi." Anitha meneguk minumannya sekali dengan mata yang masih menatap Theodore. "Laura bukan ibu yang sembrono."

"Tadi pagi, aku sempat bertemu dengan Laura saat ia hendak mengendarai mobil." Theodore menoleh cepat pada Ted. Begitu juga Anitha. "Aku minta izin padanya untuk mengambil laptop di ruang kerjamu, seperti yang kau suruh. Dia tidak terlihat sedang terburu-buru atau semacamnya, dia justru terlihat santai mempersiapkan Loneree. Sekilas tidak ada yang aneh. Aku bertanya ke mana tujuannya, tetapi dia hanya menjawab 'akan kupikirkan nanti'. Lalu dia masuk ke dalam mobil, dan pergi. Dan sekarang, aku mendengar kabar buruk itu darimu. Rasanya seperti ... mustahil."

"Aku berharap begitu. Mustahil." Theodore melirik Ted dan Anitha bergantian. "Aku berharap ini semua tidak pernah terjadi dan bisa saja dia pulang malam ini. Atau besok pagi. Terserah, yang penting Laura pulang dan kembali bersama kami. Tapi aku tidak bisa diam saja di tempat ini sementara aku tidak tahu apa yang sedang dia alami di luar sana. Bagaimana kalau dia butuh pertolonganku?" Theodore menarik napas, wajahnya tertunduk, menggeleng pelan. Jeda sesaat. "Aku takut sesuatu yang buruk terjadi padanya."

Udara hening beberapa detik ketika Ted dan Anitha saling memandang iba. Anitha meletakkan kaleng soda setengah kosongnya di atas meja. Ia tidak tahu seperti apa rasanya kehilangan orang yang sangat dicintai. Paling tidak, Yosef--suaminya--tidak pernah benar-benar meninggalkannya tanpa kabar. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, lebih dekat dengan Theodore.

"Aku sedang memeriksa anak gajah yang sakit ketika dia meneleponku jam 10. Saat itu dia sudah menungguku di rumah bersama Yosef. Aku tahu itu tidak seperti Laura yang selalu memberitahuku sebelum datang ke rumah satu hari sebelumnya. Tapi aku berpikir barangkali Laura memang sedang butuh teman, jadi aku segera pulang untuk menemuinya."

***

Jarak dari pusat penangkaran hewan dengan rumah Anitha sekitar tujuh kilometer. Hanya butuh waktu lima sampai sepuluh menit jika berkendara dengan mobil. Laura melihat jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul 10.30. Ia mendudukkan Loneree di pangkuan ketika Yosef memintanya menunggu di ruang mini bar tempat biasa Laura dan Anitha menghabiskan waktu mengobrol.

Yosef menuangkan jus jeruk kemasan ke dalam gelas yang sudah diisi es kristal. "Ini, minumlah. Cuaca hari ini sangat panas. Setidaknya ini cukup untuk membuatmu segar."

"Terima kasih, padahal aku bisa mengambilnya sendiri."

Yosef tertawa. "Aku tidak tahu berapa lama Anitha sampai kemari, tapi aku tidak mau dibilang payah karena membiarkan sahabat istriku kehausan."

Laura tertawa kecil. Ketika Yosef membalikkan badan untuk menaruh jus kemasannya ke kulkas, Laura menyembunyikan wajahnya menunduk. Matanya terpejam kuat menahan sakit. Sialan, ia merasakan denyutan hebat lagi di kepalanya. Laura mengepal tangannya, tanpa sadar menekan tubuh Loneree sampai anak itu menggeliat dan meringik. Denyut di kepalanya masih terasa sakit ketika ia sadar telah menyakiti Loneree. Permintaan maafnya terhadap Loneree terdengar samar dan bergetar. Laura mengambil jus dingin itu lalu meneguknya kuat.

Seakan-akan tumbuh akar pohon di dalam kepalanya dalam waktu instan. Laura sering merasakan sakit kepala sebulan terakhir yang ia sendiri tidak tahu kenapa. Rasa sakit itu ada tetapi samar dan hilang timbul di waktu yang tidak pernah bisa diprediksi. Tapi ia tidak pernah mengaitkannya dengan cedera serius yang pernah membuatnya koma sebelas tahun lalu, kecuali saat ia benar-benar teringat akan masa-masa sulit pemulihannya dulu. Sebagian mampu ia ingat, sebagian lagi hanya gambaran-gambaran yang lewat. Bagaimanapun ia berusaha untuk mencari memori yang hilang itu, hasilnya selalu sia-sia dan tidak ada bayangan sama sekali.

Yosef sudah tidak ada di ruangan itu ketika Laura berdiri. Ia membetulkan posisi gendongan Loneree di depan dadanya. Tak jauh dari minibar tempat semula ia duduk, ada sofa orlando yang bisa dijadikan sarana untuk merelaksasikan kepala. Mungkin akan sedikit membantu.

Suara ketukan sepatu keds terdengar semakin dekat. Anitha menyapanya hangat. Aroma parfum vanilla terhidu samar di hidung Laura ketika ia berusaha untuk tampak bugar. Anitha bersikap ramah pada Loneree sebagaimana adanya wanita itu setiap kali mereka berjumpa. Tawa khas mungil Loneree terdengar menyenangkan ketika Anitha menyambarnya dari pangkuan Laura. Mereka terlihat begitu dekat seolah saling bertaut. Memperlakukan Loneree sebaik itu bukanlah sesuatu yang terbilang buruk bagi Anitha yang hingga lima tahun pernikahannya belum juga dianugerahi anak.

"Dia sangat senang bertemu denganmu," kata Laura. Senyumnya tampak melegakan saat melihat Loneree tertawa lepas.

Anitha mencium pipi empuk anak itu sebelum kerutan di keningnya menjadi lebih serius ketika melihat wajah Laura. "Kau baik-baik saja? Wajahmu kelihatan pucat."

"Baik. Yah, aku baik-baik saja. Cuma agak sakit kepala. Mungkin karena kurang tidur."

"Tidak." Anitha menggeleng, sofa sedikit melesak ketika Anitha duduk di sebelahnya. "Jika kau sedang tidak sehat kenapa datang kemari? Kenapa tidak meminta Norbert untuk mengantarmu?"

"Norbert sedang sibuk. Dia ... selalu sibuk." Raut wajah Laura murung sesaat setelah mendengar nama itu. Ia menatap mata Anitha, seakan ragu untuk membuka kotak persembunyiannya. Rasanya sulit untuk dijelaskan, tetapi Laura tidak bisa menyimpan semua dan membiarkannya larut dengan sendirinya.

Sakit di kepalanya mulai menghilang, dan Laura bersyukur untuk itu. Ia ingin bercerita, tapi tidak tahu harus memulainya dari mana. Anitha menunggunya untuk mengatakan sesuatu, entah itu tentang Norbert atau mungkin tentang hal lain yang barangkali membuat sahabat berkulit putihnya itu gelisah.

"Sepertinya ada hal yang mengganggu pikiranmu. Katakan, apa kau punya masalah dengan Norbert?" tanya Anitha.

Laura menggeleng. "Entahlah, aku tidak tahu apakah Norbert berhubungan dengan ini. Tapi aku merasa ada sesuatu yang besar sedang disembunyikan Norbert. Mungkin tentang masa lalu yang tidak pernah kuingat."

Di pangkuan Anitha, Loneree mengoceh sendiri. Anitha mencerna dengan cepat kalimat Laura dan itu membuat keningnya berkerut heran. "Masa lalu yang tidak pernah kau ingat?" ulangnya.

Laura mengangguk, menggigit kecil bibir bawahnya.

"Maksudmu, kau melupakan sesuatu?" Anitha mencoba menyederhanakan makna yang dimaksud Laura.

"Bukan melupakan sesuatu. Anitha sebenarnya aku ingin memberitahumu sejak lama." Laura menelan air liurnya. Ia percaya pada Anitha. Ia tidak pernah meragukan kebaikan Anitha. Dan Laura tidak pernah salah menilai apakah orang itu punya maksud tertentu padanya. "Sebenarnya, aku pernah mengalami cedera serius karena kecelakaan mobil. Sebelas tahun yang lalu. Dan akibat kecelakaan itu, aku mengalami amnesia. Segala sesuatu tentang memori sebelum peristiwa itu lenyap dan hilang sama sekali. Aku tidak pernah tahu, seperti apa kehidupanku hingga usia lima belas tahun."

Udara di ruangan itu bagai kedap udara. Suara retakan dari es kristal yang dihancurkan Yosef di mini bar sampai tidak terdengar.  Bibir Anitha setengah menganga, matanya berkedip-kedip tidak percaya.

Laura mungkin perlu meyakinkan lebih. Di sisi lain, hatinya berkata bahwa ia telah berseberangan dengan suaminya. Bukan hanya sekali, Theodore memintanya untuk merahasiakan soal ingatannya yang menghilang.

___________________
Terima kasih sudah komen dan vote.
Tolong todong Thorjid kalau updatenya kelamaan. Aku sedang usahakan untuk bisa update sering-sering.




Continue Reading

You'll Also Like

S E L E C T E D By mongmong09

Mystery / Thriller

327K 17.3K 32
Tentang obsesi seorang pria misterius terhadap seorang gadis yang menolongnya. ---------------------------------------------------- Raina Karlova, se...
2.2K 283 14
𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬: Baru saja Kayla memaki tokoh antagonis dalam novel 'Fall in Love' yang ia baca, Kayla tak menyangka, setelah kecelakaan, ia malah t...
MONSTERS? By rachel

Mystery / Thriller

5.6K 619 37
" Aku membutuhkan darahmu sayang, untuk hidup ku " - monsters. *** Di malam hari, banyak manusia yang menghilang karena muncul suara seruling yang t...
KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.6M 550K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...