Affection

By sourpineapple_

481K 33.9K 449

COMPLETE - FOLLOW SEBELUM MEMBACA Mature Content (18+) so selection ur reading. *** Derana Gangga Mirabelle... More

P R O L O G
BAB SATU
BAB DUA
BAB TIGA
BAB EMPAT
BAB LIMA
BAB ENAM
BAB TUJUH
BAB DELAPAN
BAB SEMBILAN
BAB SEPULUH
BAB SEBELAS
BAB DUA BELAS
BAB TIGA BELAS
BAB EMPAT BELAS
BAB LIMA BELAS
BAB ENAM BELAS
BAB TUJUH BELAS
BAB SEMBILAN BELAS
BAB DUA PULUH
BAB DUA PULUH SATU
BAB DUA PULUH DUA
BAB DUA PULUH TIGA
BAB DUA PULUH EMPAT
BAB DUA PULUH LIMA
BAB DUA PULUH ENAM
BAB DUA PULUH TUJUH
BAB DUA PULUH DELAPAN
BAB DUA PULUH SEMBILAN
BAB TIGA PULUH
BAB TIGA PULUH SATU
BAB TIGA PULUH DUA
BAB TIGA PULUH TIGA
BAB TIGA PULUH EMPAT
BAB TIGA PULUH LIMA
BAB TIGA PULUH ENAM
BAB TIGA PULUH TUJUH
BAB TIGA PULUH DELAPAN
BAB TIGA PULUH SEMBILAN
BAB EMPAT PULUH
BAB EMPAT PULUH SATU
BAB EMPAT PULUH DUA
BAGIAN EMPAT PULUH TIGA
E P I L O G

BAB DELAPAN BELAS

8.3K 673 10
By sourpineapple_

Dera tak dapat berbohong jika ucapan Jessy siang tadi terus saja berkeliaran memenuhi kepalanya, bahkan Dania sempat beberapa kali menegur karena ia tertangkap sedang melamun ketika mereka tengah membahas tentang event Glamour Fashion Week yang akan terlaksana beberapa hari lagi.

Dera ingin bertanya langsung pada Jayden, namun wanita itu ragu, karena jika presepsinya salah itu sama saja seperti ia tengah menuduh Jayden yang tidak-tidak. Dera tak ingin Jayden salah paham, lantaran pria itu sendiri juga sedikit sentimental akhir-akhir ini. Lantas harus bagaimana lagi? Membiarkan pertanyaannya mengambang dengan dirinya sendirilah yang terus menyimpan rasa gelisah?

"Mommy, Mommy. Mommy besok sibuk nggak?" Lontaran pertanyaan dengan suara yang cukup nyaring itu membuat Dera tersadar dari lamunannya, menengadahkan kepala, wanita itu menatap sang pelontar tanya dengan kedua alis yang tertangkat.

"Hm? Iya, kenapa, Sayang? -oh, besok ya? Hmm, untuk beberapa hari ke depan Mommy emang lagi sibuk. Kenapa? Kamu ada acara di sekolah?"

"Yahh, sibuk ya? Padahal Raiden pengen jalan-jalan lagi sama Mommy, tapi nggak apa-apa deh, kalau Mommy sibuk, lain kali aja," ujar Raiden sedikit mengerutkan bibir bawahnya.

"Oh, jalan-jalan? Emangnya, kamu mau kapan?" tanya Dera lagi.

"Besok. Besok 'kan hari Sabtu, Daddy libur kerja, kita libur sekolah, tapi Mommy sibuk ...," urai Raiden, membuat Jansen merasa tidak enak pada Dera.

Berbeda dengan sang ayah yang seorang pekerja kantoran dan otomatis setiap tanggal merah atau hari Sabtu-Minggu selalu cuti- kecuali jika ada pekerjaan mendadak. Ibunya memang tak memiliki hari libur tetap, hanya saja, terkadang Dera tak pergi ke butik saat hari Sabtu atau Minggu jika tak ada sesuatu yang benar-benar penting atau memang tidak ingin untuk datang.

"Lain kali aja. Apa mau jalan-jalan sama Kakak dulu, besok? Kita ke Dog Shelter, gimana?" tawar Jansen pada sesuatu yang disukai sang adik, berharap adik kecilnya tu langsung luluh, namun ternyata tidak, hanya beberapa detik tersenyum sumringah, setelahnya Raiden kembali memberengut.

"Nggak mau. Lain kali aja nggak apa-apa kok. Nanti kalau Mommy udah nggak sibuk, kita lihat anjing di Dog Shelter ya?" ucap Raiden kembali menatap Dera.

Menyunggingkan senyumnya, Dera mengayunkan keempat jarinya. "Sini," ujar Dera, membuat ketiga remaja yang tadinya duduk di karpet, bermain balok kayu jenga itu beranjak mendekat padanya.

"Emangnya mau jalan-jalan kemana, hm?" tanya Dera, menatap ketiganya bergantian begitu masing-masing sudah mengambil duduk di dekat Dera.

Sedikit melirik lewat ekor matanya, Dera tahu jika sedari tadi pria yang tengah sibuk melihat sesuatu dari iPad-nya itu diam-diam mencuri pandang pada ketiga putranya. Pria itu adalah Jayden yang sejak- entah berapa puluh menit yang lalu sudah duduk lebih dulu di sana.

"Mau piknik lagi, waktu itu Daddy 'kan belum ikut, karena nggak ada di rumah, sekarang Daddy ada di rumah, jadi bisa ikutan!" jawab Raiden, dibalas anggukan beberapa kali oleh Dera.

"Hmm ... ya udah, ayo. Besok 'kan?" tanya Dera membuat kedua bola mata Raiden membulat sedang Jansen dan Jean tampak sedikit terkejut.

"Beneran?!" Raiden menatap Dera dengan berbinar.

"Bukannya besok Mommy sibuk?" tanya Jansen.

Dera mengangguk. "Heem," jawab wanita itu, membuat Jansen mengernyit.

" ... terus?"

Dera tersenyum. "Mommy besok memang sibuk, tapi selagi bisa, Mommy pasti luangin waktu buat kalian, lagipula, Mommy juga belum tentu bisa janji kalau minggu depan nanti nggak bakalan lebih sibuk dari besok," ujar wanita itu, membuat Jansen dan Jean tertegun.

"Jadi ... beneran besok kita jalan-jalan?!" tanya Raiden dengan antusias, melihat sang ibu memberi anggukan sebagai jawaban, senyuman lebar langsung terbit di wajah Raiden.

"Asyiikkk!! Raiden sayang Mommy!" Raiden berseru senang, seraya memeluk sang ibu.

Tertawa, Dera mengacak gemas rambut putra bungsunya. "Seneng banget, hm?"

Mendongak dengan senyum manis, Raiden mengangguk-angguk.

"Daddy mau?" tanya Jean beralih menatap eksistensi Jayden yang masih berada di tempatnya, diikuti Dera, Raiden, dan Jansen yang sama-sama menanti jawaban dari sang empu.

Mengalihkan atensinya, Jayden menyahut, "Mau apa?" tanyanya balik.

"Emangnya Daddy nggak denger daritadi kita ngomongin apa?" seru Raiden, melepaskan pelukannya pada Dera, berganti menatap sang ayah dengan wajah masam.

"Maaf, memangnya tadi kalian sedang membicarakan apa?" tanya Jayden lagi. Ia memang sempat menguping tadi, namun tak mendengarkan semua, karena fokusnya sempat terbagi pada orang yang tengah berbalasan pesan dengannya.

Membuang napas pelan, Jansen ikut bersuara, "Jalan-jalan."

Kedua sudut bibir Raiden kembali tertarik ke atas ketika melihat ayahnya mengangguk-angguk, namun ternyata ia salah duga, karena Jayden bukan memberi jawaban persetujuan.

"Nanti, kalau Daddy tidak sibuk," jawab Jayden, membuat Jansen dan Jean membuang muka sesaat.

Sudah mereka duga.

"Nggak asik! Daddy sibuk terus, kapan punya waktu buat kita?!" Raiden bersidekap kesal.

"Emangnya besok Daddy sibuk? Bukannya besok hari libur?" tanya Jean kembali menatap sang ayah.

"Iya, Daddy sibuk. Sabtu depan saja," jawab pria itu.

"Kita maunya Sabtu besok!" seru Raiden, kekeuh.

"Daddy nggak bisa."

"Emangnya Daddy mau kemana besok? Mommy juga sibuk kok, tapi tetep bisa ajak kita jalan-jalan, luangin waktu buat kita, nggak kayak Daddy, kerja mulu, kita dilupain!" sungut Raiden mengutarakan kekesalannya, membuat Jayden mengerutkan dahi, merasa tersinggung dengan ucapan anaknya.

Sadar jika atmosfir di antara mereka mulai terasa tidak nyaman, Dera segera menengahi, terlebih melihat ekspresi Jayden yang tak biasa.

"Sayang, nggak boleh ngomong gitu, Daddy 'kan kerja buat penuhin kebutuhan kita juga. Lain kali aja ya, kita jalan-jalannya? Mau sabar sampai Sabtu depan 'kan?" bujuk Dera, mengusap pundak Raiden.

Mengerucutkan bibir, Raiden membuang muka, kembali memeluk sang ibu. "Hng!" rajuknya.

"Daddy jahat. Besok kita nggak usah ajak Daddy aja ya, Mommy?" ujar Raiden, menatap Dera dengan kedua bola matanya yang berkaca-kaca.

Menghela napas, Jayden meletakkan iPad-nya di atas meja. "Besok kita ada acara lain. Sabtu depan saja jalan-jalannya, Daddy janji akan ikut."

"Acara apa?" tanya Jansen.

"Undangan pernikahan kolega Daddy," jawab Jayden, membuat Jansen membuang napas dan mengangguk.

"Nggak bisa. Kita sibuk. Daddy datang sendiri aja," tolak Raiden, dengan wajah dongkol menoleh pada ayahnya, lalu setelah itu ia bangkit dan pergi ke kamarnya sendiri.

Membuat mereka yang ada di sana terkejut akibat ucapan sarkas bocah laki-laki tersebut.

"Raiden," panggil Dera, beranjak dan menyusul Raiden yang sudah berlalu pergi dengan langkah kesalnya.

Berdecak pelan, Jansen menatap sang ayah sesaat sebelum ia ikut beranjak dan pergi, diikuti Jean yang mengekor di belakangnya.

Mereka berdua tak pergi ke kamar, melainkan menyusul Raiden yang berada di kamarnya sendiri. Begitu masuk, mereka mendapati Raiden yang tengah memeluk Dera seraya mengoceh tidak jelas, mengeluarkan isi hatinya.

Melihat kedatangan Jansen dan Jean, Dera tersenyum, melambaikan tangan, isyarat agar keduanya mendekat. Sedang Raiden tak tahu, karena pemuda itu sibuk menenggelamkan diri di pelukan ibunya sembari mengatakan sesuatu yang tak dapat terdengar jelas.

"Udah, nggak usah sedih. Kita jalan-jalan sendiri aja besok kalau Daddy nggak bisa," hibur Jean, menepuk-nepuk punggung adiknya.

"Iya, masih ada Mommy sama Kakak 'kan?" ujar Jansen ikut menghibur adiknya.

Mengusap kepala bagian belakang Raiden, Dera tersenyum. "Tuh, denger 'kan kata Kakak? Daripada sedih, mending bobo aja ya, Mommy temenin," bujuk Dera, membuat Raiden akhirnya mengangkat kepala.

"Dipeluk?" tanya pemuda itu.

Menyisihkan poni yang menutupi mata Raiden, Dera mengangguk. "Iya, sambil cerita. Mau 'kan?"

Raiden mengangguk beberapa kali. "Mau."

"Aku juga mau," Jean menimpali.

"Ikut," tambah Jansen.

Mencari tempat dan memposisikan diri dengan nyaman, mereka mulai bertukar cerita satu sama lain, hingga terasa lelah dan mengantuk, mereka akhirnya terlelap tidur satu persatu.

Melihat ketiganya sudah tertidur lelap, Dera tersenyum kecil, membenarkan letak selimut dan mematikan lampu kamar, sebelum ia menutup pintu dan keluar.

Pergi ke kamarnya sendiri, Dera terkejut saat tiba-tiba Jayden mengulurkan sesuatu padanya yang ternyata adalah sebuah undangan.

"Terserah kamu ingin ikut atau tidak, saya tidak memaksa," ujar Jayden, menatap Dera sekilas sebelum ia berbalik dan mendudukkan diri di tepi kasur.

Melihat undangan berwarna kuning keemasan itu, Dera tersenyum tipis. "Aku akan ikut."

Mengangguk, Jayden menyahut singkat, "Baguslah."

***

"Maaf menunggu lama."

Atensi keempat insan yang tengah menunggu di ruang tamu itu beralih spontan ketika mendengar suara Dera diiringi ketukan ujung high heels yang menapak pada lantai ketika sang empu berjalan mendekat.

Untuk sejenak, Jayden sempat terpukau hingga tak berkedip ketika melihat betapa anggun dan cantiknya Dera malam ini, dengan gaun berenda berwarna merah pudar serta rambut yang disanggul tinggi dan polesan make up yang tak tebal namun tak juga tipis, namun memperkuat karakternya yang dewasa dan elegan.

"Mommy cantik," puji Raiden, mengembangkan senyumnya setelah beberapa menit yang lalu ia hanya diam dengan wajah masam, tentu saja apalagi jika bukan karena sedang marah pada ayahnya.

Ia kira, Jayden akan berubah pikiran dan ikut mereka pergi jalan-jalan hari ini, namun ternyata ekspetasi Raiden terlalu tinggi, ayahnya malah tak berada di rumah sejak pagi sebelum sarapan dimulai dan baru pulang sore tadi, entah kesibukan apa yang sedang dikerjakan oleh ayahnya itu hingga hari libur pun harus pergi sepagi itu.

Jika bukan karena Dera pun, mereka bertiga- Jansen, Jean, dan Raiden tak akan mau ikut pergi untuk menghadiri undangan pesta pernikahan kolega ayahnya malam ini.

"Makasih, Ganteng," balas Dera, tersenyum, mencolek dagu Raiden, membuat pemuda itu senyam-senyum malu.

Berkedip dua kali, Jayden mengalihkan pandangannya, lalu mengecek sekilas arloji yang berada di pergelangan tangan kirinya. "Sudah siap semua 'kan? Kalau begitu, ayo berangkat," ajak pria itu, dibalas anggukan serta senyum tipis oleh sang istri.

"Ayo," ajak Dera, memberi anggukan dan senyum pada ketiga putranya. Menjawab dengan anggukan juga, ketiga remaja yang sudah rapi bersetelan formal itu mengikuti langkah ibu dan ayahnya.

Seusai perjalanan yang cukup panjang, Jayden menghentikkan mobilnya di area parkir. Mereka berlima memasuki gedung acara dengan Dera yang melingkarkan tangan di lengan kiri Jayden serta ketiga putranya yang mengekor, berjalan sejajar di belakang.

"Selamat atas pernikahan anda, Tuan Anthony," sanjung Jayden, mengulurkan tangan untuk menjabat tangan sang mempelai pria dengan senyum formalitas yang terulas di wajahnya.

"Terimakasih juga karena sudah berkenan hadir di acara pernikahan kami, Tuan Jayden," sambut Anthony dengan supel.

Menerbitkan senyum ramah, Dera juga ikut memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai. Setelah berbasa-basi sebentar, mereka berjalan meninggalkan pasangan pengantin itu, memberi giliran pada para tamu lain yang juga ingin menyapa dan memberi ucapan.

Dan selagi Jayden mengobrol dengan beberapa pria dewasa yang merupakan kenalannya, Dera berserta ketiga putranya mencari tempat duduk.

"Mommy ...," cicit Raiden pelan, menarik gaun yang dikenakan Dera, membuat wanita itu menaikkan kedua alisnya.

"Kenapa, hm?"

"Raiden mau yang itu," Raiden berbisik sembari menunjuk meja hidangan dimana aneka makanan tersedia di sana.

Mengikuti arah yang ditunjuk Raiden, Dera lantas tertawa pelan. "Mau yang mana? Ambil aja, nggak apa-apa."

"Malu," cicit Raiden, mengedip-ngedipkan kelopak matanya dengan gemas.

Mencubit gemas pipi Raiden, Dera menggeleng. "Nggak usah malu, Sayang, nggak apa-apa, ambil aja kalau mau. Ayo sini, Mommy temenin ambil."

"Mau juga, Mommy," Jean ikut meminta.

Dera mengangguk. "Jansen nggak mau juga?" tanya Dera menawari Jansen.

Mengerjap dan memperhatikan banyaknya makanan tersedia, Jansen mengangguk begitu netranya menangkap jejeran hamburger dan makanan cepat saji lainnya.

"Ayo, Mommy temenin ambil," ajak Dera, yang langsung diikuti oleh mereka.

Mengambil piring, Raiden menyapu bibirnya dengan lidah, mencomot satu persatu makanan manis mulai dari tanghulu, cupcake, donat, kue potong dan beberapa macam makanan penutup lainnya. Berbeda dengan sang adik, Jansen dan Jean hanya mengambil seperlunya.

"Perut kamu muat?" tanya Jansen, merasa sudah kenyang lebih dulu hanya karena melihat isi piring Raiden.

Menyecap jempolnya, Raiden mengangguk. "Muat, dong!"

"Jangan rakus, kamu ini kecil tapi makannya banyak," komentar Jean.

"Biarin, wlee," balas Raiden melahap roti potongnya dengan sekali hap, membuat Dera yang melihat itu tertawa, merasa gemas dengan tingkah putra bungsunya.

"Mommy mau?" tawar Raiden, mengangkat cupcake-nya.

Dera tersenyum dan menggeleng. "Kamu makan aja- eh, bentar, Mommy angkat telepon dulu, kalian jangan pergi jauh-jauh ya?" ujar Dera ketika tiba-tiba ponselnya bergetar tanda panggilan masuk.

"Mommy jangan lama-lama," ucap Raiden ketika ibunya hendak pergi.

Tersenyum, Dera mengangguk, lalu segera melangkah pergi, menjauh dari keramaian, Dera menggeser tombol hijau dimana nama Dania lah yang muncul di sana.

Seusai menjawab panggilannya, Dera kembali memasukkan benda pipih itu ke dalam dompet keluaran Saint Laurent berwarna merah marun miliknya, lalu menyeret tungkai untuk kembali masuk ke dalam.

Ketika berpapasan dengan seseorang, tak sengaja bahu mereka saling bertabrakan hingga membuat keduanya sama-sama terkejut.

"Oh, maaf-maaf, saya tidak sengaja," ujar Dera, sedikit menunduk merasa tidak enak.

"Maaf, saya juga tidak sengaja, anda- Nona Dera?" Pria setinggi enam kaki* itu mengerjap, nampak terkejut ketika melihat siapa yang tak sengaja bertabrakan dengannya, membuat sang empu yang namanya disebut mengernyit bingung.

"Nona ... Dera?" beo Dera, menatap pria asing di depannya ini dengan tatapan bertanya.

Tak lagi terlihat terkejut, pria itu mengembangkan senyumnya. "Senang bisa bertemu kembali dengan anda dalam keadaan yang baik ini, Nona."

Alih-alih membalas senyuman itu seperti biasa ia bertukar sapa dengan orang-orang, Dera justru merasa kikuk dan bodoh karena ia sendiri tak tahu- atau mungkin lebih tepatnya tak ingat siapa pria yang memanggilnya Nona ini. "Maaf, mungkin ini terkesan tidak sopan, tapi ... anda siapa?"

Tanpa melunturkan senyum, pria itu mengulurkan tangan kanannya. "Saya Theo. Theodore Abraham."

***

*enam kaki; sekitar 182-183 cm

anw, who's theo? 🧐

how beautiful she is.

please gimme vote/comments if you like my story.
i also post spoiler or anything on my instagram, if you want, leggo follow: @shena.av

Continue Reading

You'll Also Like

301K 20.5K 44
Ayu tidak pernah menyangka dirinya akan tinggal di kota setelah dijodohkan oleh anak dari keluarga Lihong. Seorang old money berpengaruh. Alih-alih...
64.8K 3.8K 114
Kehidupan masa lalu yang menyakitkan membuat Velicia mengambil keputusan untuk pergi. Ia melarikan diri ke New York untuk mencoba takdirnya sendiri...
30.7K 8.2K 55
Ia benci menjadi biasa saja, kesempurnaan merupakan hal yang sangat ia sukai. Baginya, kegagalan tidak akan pernah ada dalam kehidupannya. *** Kimber...
2.4M 12.8K 26
Menceritakan kehidupan seorang lelaki yg bernama Nathan. dia dikenal sebagai anak baik yg tidak pernah neko neko dan sangat sayang pada keluarganya...