Me vs Papi

By Wenianzari

39.8K 5.4K 1.6K

Kisah sederhana namun rumit dari mereka yang menjadi satu-satunya. Tentang Asterion Helios yang menjadi orang... More

Pulang
Satu April
Peluk Untuk Pelik
Sebuah Harap
Ketika Durenes Baper
Minggu Manis
Kenapa - Karena
Hari Bahagia
Pundak Ternyaman Kedua
Dua Pagi
Menjenguk
Jealousy
Tujuan
Kencan
Don't Leave Me
Welcome to My House
Moment Langka Rion
Dinner
His Everything
Telling a Secret
Pengakuan
Bitter - Sweet
Perasaan Membingungkan
Karena Papi Berhak
Hallo Om Ganteng
Double Date?
Lost Control
Terima Kasih dan Maaf
Morning Drive
Ketakutan Terbesar
Don't Mess With My Daughter
Crying Sobbing
Last Chapter; Me vs Papi
Bonus; Belum Terbiasa

Promise me

577 90 169
By Wenianzari

"Tea, sayang... Buka pintu nya ya? Mami masuk ya?" Itu suara Noushin yang sejak tadi terus-terusan membujuk Tea, supaya dia mau membuka pintu kamar nya yang dikunci rapat-rapat.

Tapi Tea hanya diam, dia tidak peduli dengan suara-suara lain, karena sekarang dia benar-benar sedang terluka. Dan rasanya sakit sekali.

Bahkan dari banyaknya rasa sakit yang pernah Tea dapat, tamparan dari Papi adalah yang terdahsyat. Sebab, bukan hanya pipi nya saja yang terasa ngilu, tapi hati nya pun demikian.

Gadis itu masih terus menangis tersedu-sedu di kamar nya dengan posisi tengkurap. Dia marah, sedih dan sedikit kecewa dengan perlakuan Papi nya. Pikir Tea, Papi jahat. Papi sudah tidak menyayangi nya lagi. Sampai-sampai, terlintas di kepala nya untuk menyusul sang Mami.

"Aku mau sama Mami aja... Papi jahat Mami.... Papi jahat..." Rintih Tea di sela-sela tangisan nya. Suaranya pelan, sangat pelan sekali sampai Noushin tidak bisa mendengar nya.

"Mami kenapa harus pergi ninggalin aku secepat itu... Aku butuh Mami... Aku mau di peluk Mami... Aku---" Tea tidak dapat melanjutkn ucapan nya karena tiba-tiba dada nya terasa sesak, sampai dia batuk-batuk. Lantas Tea segera merubah posisinya menjadi duduk, lalu mengambil napas dalam-dalam berulang kali, hingga pada akhirnya, usaha Tea membuahkan hasil. Dadanya sudah tidak sesak lagi.

Dan setelah itu Tea terdiam. Tangis nya terhenti, tapi dia masih sesenggukan. Dia melirik bantal nya yang kini sudah terbentuk seperti pulau kecil karena air matanya. Tea mengesah, lalu tanpa sengaja kedua matanya melirik foto yang ada di nakas, foto dia dengan Papi nya yang diambil setahun lalu, tepat nya di Paris, dengan background menara eiffel.

Di foto itu, Tea merangkul lengan kekar Papi nya dengan erat. Kepalanya pun menyender pada bisep Papi nya. Senyuman nya juga lebar, sampai matanya hanya terlihat garis lengkung saja.

Tea mengesah. Matanya jadi terasa hangat lagi sebab air matanya yang kembali jatuh.

"Papi jahat... Aku benci sama Papi..." Ujar nya pelan, sebelum kemudian dia meringkuk memeluk dirinya sendiri.

Karena sungguh, rekaman ingatan Tea saat Papi menampar pipi kiri nya, masih jelas terasa hingga relung hati nya dibuat sakit.

"Mami... Aku mau di peluk Mami... Aku mau Mami di sini...." Tea merintih lagi dalam sela tangisan nya.

Suara pintu kembali di ketuk. Kali ini lebih keras, yang kemudian di susul suara baritone Papi nya.

"Tea... Sayang... Maafin Papi."

"Maafin Papi, Nak. Tolong buka pintu nya ya.... Papi minta maaf sama kamu, Papi----"

"AKU NGGAK MAU NGOMONG SAMA PAPI! PAPI JAHAT! AKU BENCI SAMA PAPI!!!"

"Sayang... Papi minta maaf. Papi mohon jangan kayak gini, oke? Papi benar-benar nggak bermaksud buat--- Papi lepas kontrol, Nak... Papi minta maaf kalau udah bikin kamu terluka ya? Maafin Papi ya, sayang... Buka pintu nya ya, Nak?"

"NGGAK! PAPI PERGI AJA, AKU NGGAK MAU SAMA PAPI!" Tea benar-benar berteriak sekencang yang dia mampu, hingga pada akhirnya, ketukan pintu tidak lagi terdengar.

Tangisan Tea kembali pecah, kali ini lebih keras dari sebelum nya. Sampai ketika dia sudah merasa lelah, rasa kantuk menghampirinya, dan dia tertidur pulas sambil memeluk dirinya sendiri erat-erat.

***

"NGGAK! PAPI PERGI AJA, AKU NGGAK MAU SAMA PAPI!" Ada rasa sedih yang tidak bisa Rion ungkapkan hanya dengan kata-kata, ketika dia mendengar kalimat itu terucap dari bibir anak gadis kesayangan nya.

Dia merasa sudah menjadi Ayah yang buruk, karena telah membuat anak gadis nya terluka. Padahal dia sudah berusaha keras selama ini, supaya tidak ada seorang pun yang melukai Tea, tapi lihat, malam ini dia sendiri yang melukai nya, sampai anak itu tidak mau bertemu dengan nya.

Sedih, ini bahkan sama sedih nya ketika dia kehilangan Lavenia untuk selama nya.

Dan kali ini, Rion tidak tahu harus bagaimana dan dengan cara apa untuk membujuk Tea.

Untuk mengembalikan Tea nya yang manis dan juga manja.

"Pak Rion, saya pikir Tea butuh ruang untuk sendiri." Rion mengerjap. Bahkan dia baru sadar kalau sejak tadi ada Noushin di samping nya.

Rion mengangguk. Lantas dia mundur beberapa langkah dari pintu kamar Tea.

"Nou,"

"Iya?"

"Janji sama saya, kalau kamu bakal jagain dia untuk saya." Noushin langsung mengernyit.

"Maksud Pak Rion?"

"Saya titip Tea. Sebentar."

"Pak Rion mau kemana?!" Sontak Noushin langsung panik dibuatnya.

Rion mengehala napas nya. "Saya perlu udara segar."

"Nggak. Pak Rion nggak boleh pergi!"

"Sebentar."

"Nggak boleh! Saya nggak izinin ya Pak!"

"Nggak lama kok---"

"Kalau Pak Rion nekad pergi, saya marah loh Pak!" Rion tidak menjawab, melainkan langsung mendekap tubuh Noushin erat.

"Sama seperti Tea yang butuh ruang untuk sendirian, saya juga perlu melakukan itu." Bisik Rion tepat di telinga Noushin.

"Tapi---" Ucapan Noushin terpangkas karena Rion melepaskan pelukan nya. Pria itu lalu menatap Noushin lekat, lantas membubuhkan ciuman hangat pada kening wanita nya, sampai Noushin tidak bisa berkutik.

"Titip Tea." Dan setelah itu, Rion bergegas pergi, meninggalkan Tea yang masih menangis di kamar, dan Noushin yang mematung di tempat.

Tahu kenapa?

Karena ini mengingatkan Noushin pada sepuluh tahun lalu, ketika Mama dan Papa nya berpamitan sebelum pergi untuk selama nya, meninggalkan dia dan juga Eza yang saat itu masih duduk di bangku sekolah.

Sepuluh tahun lalu, Noushin tidak pernah berpikir kalau itu adalah perpisahan dengan Mama dan Papa. Karena mereka berpamitan seperti biasa, tapi... Dengan sedikit kalimat yang berbeda.

"Nou, janji sama Papa, jaga diri baik-baik dan jagain Eza. Jangan sering berantem, pokoknya kalian harus akur sampai tua."

"Dan janji sama Mama, selama Mama nggak ada, gantiin peran Mama buat Eza. Adek kamu tuh nggak bisa banget tidur tanpa pelukan Mama."

"Ma... Pa... Kalian mau ke Kalimantan aja kayak mau pergi kemana gitu, pake segala nitip-nitipin Eza. Nih ya, kalo Eza nggak bisa tidur karena nggak bisa peluk Mama, aku cariin dia janda gatel deh tuh, biar Eza sekalian di belai-belai, biar bobo nya makin nyenyak." Noushin yang saat itu masih berusia enam belas tahun, suka ngeyel kalau di nasehatin. Padahal seandainya dia tahu kalau itu pesan terakhir kedua orang tua nya, dia tidak akan membiarkan Mama sama Papa nya pergi hari itu.

Tapi, garis takdir sudah tetulis rapih, dan sempurna. Semua sudah diatur tanpa bisa di ganggu gugat. Dan Noushin tidak bisa berbuat apa-apa selain menerima semua hal yang sudah terjadi atas kehendak pemilik semesta.

Sampai kemudian ketika kesadaran membawanya kembali pada dunia nyata, Rion sudah tidak ada dalam pandangan nya. Maka cepat-cepat Noushin berlari menuruni anak tangga, berusaha mengejar Rion supaya tidak pergi.

Namun sayang nya, dia terlambat. Ketika sudah sampai di lantai bawah, suara mobil sudah terdengar meninggalkan halaman rumah, dan Noushin tidak bisa berbuat banyak selain mematung ditempat.

Perasaan nya tidak enak. Dia ingin pergi menyusul Rion, tapi di lain sisi, dia tidak bisa meninggalkan Tea di rumah. Sampai pada akhirnya, Noushin hanya bisa terduduk di lantai dengan perasaan campur aduk.

Tak lama kemudian dia di kagetkan dering ponsel yang berasal dari tas milik Tea yang tergelak di sofa. Wanita itu kontan bangkit untuk mengambil nya. Ketika tas milik Tea sudah dalam genggaman nya, ponsel itu berhenti berdering. Tapi tidak lama setelah itu, ponsel Tea berdering lagi.

Mama Jen♡ is calling...

Noushin pun menjawab nya.

***

Dalam keheningan malam, Rion duduk di mobil yang atap nya sengaja dia buka. Ada sebatang rokok yang terselip bibirnya. Dan ada banyak putung rokok yang berserakan di sekitar mobilnya.

Dia masih merasa bersalah tentu saja, tapi dengan mengepulkan asap ke udara, pikiran nya jadi teralihkan sedikit dari rasa bersalah nya.

Rion mengulas senyum nya, ketika sekelebat ingatan saat Tea memergokinya merokok di dekat kolam renang, beberapa bulan yang lalu.

"PAPI TUH JAHAT UDAH BOHONGIN AKU! KATANYA UDAH NGGAK NYENTUH ROKOK LAGI! KENAPA SEKARANG UDAH HAMPIR HABIS SATU BUNGKUS?!" Sontak saja Rion yang sedang syahdu menikmati nikotin dalam mulutnya, jadi tersentak dan langsung menginjak putung rokoknya dengan sandal yang dia pakai.

"Tea, kamu belum tidur?"

"Nggak usah ngalihin topik!"

"Iya-iya maafin Papi."

"Siniin rokok nya." Rion menurut, dia langsung menyerahkan satu bungkus rokok pada anak gadis nya.

"Korek nya juga!"

"Ck. Nggak usah lah... Kalau nggak ada rokok nya ya otomatis Papi udah nggak bisa ngerokok."

"Kuncinya tuh di korek. Kalau Papi masih kantongin korek nya, Papi pasti bakalan beli rokok lagi!" Rion langsung memamerkan deretan gigi nya.

"Tuh kan, malah nyengir."

"Kamu kalau kayak gini jadi makin mirip Mami kamu deh."

"Ya emang anak nya."

"Anak Papi kamu tuh..."

"Papi ih siniin nggak korek nya!"

"Iya-iya... Galak banget sih."

"Biarin. Aku galak juga demi kebaikan Papi!"

"Iya... Tuan putri iya..."

"Lagian, Papi bandel banget. Udah dibilangin nggak usah ngerokok, masih tetep aja dilakuin."

"Papi kan ngerokok kadang-kadang doang."

"Mau kadang-kadang kek, mau apa kek, ngerokok tuh nggak sehat! Pokok nya, habis ini aku nggak mau lihat Papi ngerokok lagi!"

"Nggak janji."

"Papi mau banget nyusul Mami dan ninggalin aku?!"

"Hust ngomong nya!"

"Ya lagian... Papi nya gitu." Tea jadi sewot. Bibirnya mengerucut. Hal itu kontan membuat Rion langsung merengkuh tubuh mungil putrinya--- yang meskipun pada awalnya enggan tapi akhirnya pasrah juga hingga sekarang sudah duduk di pangkuan nya.

"Papi bau rokok." Dumal Tea ketika sudah duduk di pangkuan Papi nya.

"Iya maaf. Tapi tahan bentar deh, Papi kangen kamu duduk di pangkuan Papi kaya gini."

"Ck. Aku udah gede Papi."

"Masih kecil."

"Aku udah SMA."

"Iya, kan Papi yang daftarin sekolah."

"Ihhhh... Nggak gitu."

"Yaudah iya, udah gede. Bentar lagi enam belas tahun."

"Tapi Tea, berapa pun usia kamu, kamu tetap anak kecil di mata Papi." Tea memutar bola matanya jengah. Dia sudah bosan mendengar kalimat ini.

"Anak kecil Papi yang manja, bawel, nyebelin, dan tukang ngambek." Tea merengut.

"Jelek-jelekin terusssss."

Rion terkekeh sebelum kemudian menarik hidung mancung anak nya sambil mengatakan; "Tapi Papi sayanggggg banget sama kamu."

"Dan kamu tahu?"

"Semesta boleh ambil apa aja dari Papi, asal jangan kamu."

Tea yang tadi nya hampir mendumal, jadi urung. Karena mendadak, dia jadi sedih ketika Papi mengucapkan kalimat itu. Sehingga kini, yang dia lakukan hanya menatap wajah Papi nya dengan sungguh-sungguh.

"Kenapa Papi larang semesta buat ambil aku?"

"Hng.... Karena apa ya?"

"Ih Papiiii...."

"Hahahhaa, kepo ya?"

"Tau ah, aku ngambek nih."

"Cium Papi dulu nanti Papi kasih tahu alasan nya."

"Malesin, Papi bau rokok."

"Yaudah kalo nggak mau---"

Cup

Secepat kilat Tea mendaratkan bibirnya di pipi kiri Rion hingga kini sang empunya jadi terpaku.

"Udah tuh. Cepetan kasih tahu aku alasan nya kenapa."

"Bentar, Papi masih shock."

"Papi aku beneran ngambek nih." Rion terkekeh lagi meskipun hanya sebentar. Lalu dia mengacak rambut hitam Tea dengan gemas, sebelum memusatkan pandangan nya pada anak gadisnya dengan intense.

"Anak Papi cantik banget sih."

"Bisa nggak to the point aja Bapak Asterion Helios yang terhormat?"

Ada jeda sejenak yang Rion manfaatkan untuk memandangi buah cinta nya dengan Lavenia.

"Kalau semesta ambil kamu... Nanti nggak ada kecantikan kaya gini lagi yang bisa Papi lihat. Soalnya dunia Papi jadi gelap kalau nggak ada kamu di samping Papi."

Karena nya, Tea dibuat tidak bisa berkata-kata. Bahkan kedua mata sipit nya mulai berkaca-kaca, tapi dengan cepat cewek itu mengalihkan pandangan nya ke sembarang tempat. Soalnya malu kalau sampai Papi lihat dia serapuh ini.

"Pantesan Mami luluh... Ditaklukin buaya soalnya." Canda Tea untuk mencairkan suasana. Tapi itu berhasil, Rion jadi tertawa.

"Hahahahaha."

Usai memastikan air matanya tidak jadi keluar, Tea kembali menatap kedua mata Papi nya.

"Tapi Pi,"

"Hm?"

"Mending semesta ambil aku duluan deh, dari pada semesta ambil Papi dari aku."

"Kenapa?"

"Soalnya... Nanti aku males hidup."

"Sayang, kalau semesta ambil Papi---"

"Nggak mau, nggak boleh. Papi harus terus sama aku."

Dan setelah itu Tea langsung memeluk Rion dengan sangat erat. Bahkan, air mata yang semula ditahan nya untuk tidak keluar, kini mengalir dengan sendirinya.

Rion jadi tersentuh. Anak gadisnya jarang mengungkapkan kalimat sayang, tapi sekalinya dia melalukan itu, pertahanan Rion nyaris runtuh.

"Iya, Papi bakalan terus sama kamu." Ucap Rion sambil mengelus punggung mungil putrinya penuh sayang.

"Aku sayang Papi. Makanya aku selalu marah kalau Papi ngerokok. Aku nggak mau Papi kenapa-napa. Aku mau Papi sehat selalu, biar nanti bisa ada di samping aku terus. Aku mau Papi ada di hari kelulusan sekolah aku, ulang tahun aku di tahun-tahun berikut nya, hari pengunguman aku diterima di kampus impian, hari pertama aku masuk kampus, hari wisuda aku, hari pernikahan aku, dan banyak hari bahagia lainnya. Cukup Mami aja yang pergi, Papi jangan."

Rion tidak akan lupa dengan permintaan Tea malam itu. Permintaan sungguh-sungguh dari putri kecilnya yang saat itu masih belum genap enam belas tahun, tapi pikiran nya sudah seperti orang dewasa, sehingga membuatnya benar-benar berhenti merokok untuk waktu yang lama.

Tapi lain lagi dengan malam ini. Dia terpaksa melanggar janji nya pada Tea untuk tidak merokok. Rion butuh nikotin untuk melepaskan segala hal yang bersinggah di dada nya.

"Maafin Papi Tea." Gumam Rion lalu menghisap lagi ujung batang rokok nya, kemudian mengepulkan asap nya di udara.

"Maafin aku juga La." Pandangan Rion beralih pada bintang paling terang yang ada di langit. Karena sampai sekarang dia selalu percaya kalau itu adalah Lavenia.

"Aku udah ngelanggar janji aku sama kamu, buat nggak lukain Tea."

"Malam ini, aku lukain anak gadis kita, La."

"Iya aku jahat, La. Aku Ayah yang buruk kan?" Rion mengambil napas dalam-dalam sebelum menghembuskan nya perlahan.

"Sampai sekarang... Aku selalu butuh kamu, La. Merawat anak sendirian itu nggak mudah. Semakin bertambah nya usia anak kita, tantangan aku sebagai orang tua juga semakin berat."

"Aku pikir selama ini udah melakukan yang terbaik. Tapi ternyata... Nggak."

"La... How are you?"

"Aku kangen banget sama kamu La."

Ketahuilah, selupa apa pun Rion dengan Lavenia, nama itu akan tetap ada di dalam lubuk hatinya yang terdalam.

Karena bagaimana pun, wanita itu lah yang sudah lama bertahta di hati nya. Wanita yang memberikan Rion banyak kebahagiaan dan anugerah indah seorang malaikat kecil yang sangat cantik.

Kalau boleh jujur, sekarang Rion membutuhkan kehadiran Lavenia untuk sekedar membuatnya tenang dan lupa bahwa dia sudah melukai putri semata wayang yang dia sayangi sepenuh hati, jiwa dan raga.

Sampai pada akhirnya, Rion merasakan matanya hangat. Dia menangis.

Menangisi perbuatan nya yang sudah melukai anak gadis nya, sampai putrinya mengatakan membenci dirinya.

Sungguh, kalimat yang Tea katakan beberapa saat lalu itu sangat menyakiti hati Rion. Tapi Rion tidak bisa menyalahkan Tea sepenuhnya, karena tanpa perbuatan nya, Tea juga tidak akan mengatakan itu.

Rion juga menangis karena merindukan Lavenia lagi setelah sekian lama. Rasanya, kenapa bisa Lavenia meninggalkan nya secepat itu.

Menangis karena beban yang dia pikul selama ini jadi terasa berat. Karena menjadi orang tua tunggal tidak semudah kelihatan nya. Ada kalanya, Rion butuh pendamping hidup, namun sekali lagi, Rion tidak bisa semudah itu menjadikan wanita lain sebagai pengganti Lavenia.

Dan menangis karena semuanya terasa menyedihkan malam ini.

Tidak apa-apa, untuk malam ini saja Rion membiarkan dirinya tidak baik-baik saja, dan melepaskan segalanya dengan air mata. Karena menangis, bukan menandakan seseorang itu lemah. Tapi menandakan kalau dia hanyalah seorang manusia biasa dan perasa.

***

Semalam, Noushin tidak bisa tidur nyenyak. Bahkan dia terbangun setiap jam hanya untuk menunggu Rion kembali pulang. Tapi sayang nya, hingga sekarang pukul sepuluh pagi, sosok Rion belum pulang juga. Bahkan ketika dia memastikan di kantor nya pun tidak ada.

Jujur saja, Noushin pusing. Dia khawatir Rion kenapa-napa. Tapi di lain sisi, dia juga tidak bisa meninggalkan Tea lama-lama, karena gadis itu masih mengurung dirinya di kamar. Dia bahkan menolak apapun yang ditawarkan Noushin.

Ah, sebenarnya Noushin sudah memegang kunci cadangan kamar Tea, tapi ketika dia baru saja memasukan kunci itu ke lubang nya, Tea malah mengancam nya begini;

"Tante kalau berani masuk ke kamar aku, aku nekad melukai diri biar bisa nyusul Mami!"

Jadilah Noushin hanya bisa diam. Dia takut Tea akan benar-benar melukai dirinya sendiri. Dan ya, Noushin juga sedih karena Tea memanggil nya dengan sebutan 'Tante'.

"Gimana Bi? Tea mau buka pintu?" Tanya Noushin ketika melihat kedatangan Bi Martem. Wanita itu berharap Tea mau membuka pintu kamarnya sedikit saja supaya dia bisa memastikan kalau anak itu baik-baik saja atau tidak.

Bi Martem menggeleng frustasi. "Padahal Bibi udah bilang kalau Bibi masakin makanan favorit Non Tea. Tapi tetap di tolak."

Noushin mengesah. "Yaudah, Bi. Makasih ya. Bibi istirahat aja."

"Harusnya Mbak sekretaris yang istirahat. Tadi katanya kepala Mbak pusing?"

"Saya nggak apa-apa."

"Bener?"

"Iya, Bi."

"Kalau Bapak gimana? Udah ada kabar belum?"

"Belum, Bi. Saya tanya Valdo juga katanya belum dapat kabar apapun dari orang suruhan nya buat nyari Pak Rion."

"Yasudah, kita tunggu saja ya Mbak."

"Hmm."

"Mbak, saya buatin teh hangat ya?"

"Nggak Bi. Saya cuma mau Pak Rion pulang."

"Sama mau Tea buka pintu kamar nya." Ucap Noushin lirih.

Hal itu tentu membuat Bi Martem tersentuh. Setelah sekian lama, baru kali ini lagi ada seorang wanita yang mengkhawatirkan majikan nya, selain Mama nya sendiri. Tapi di lain sisi, dia juga tidak tega melihat Noushin nampak kelelahan.

"Bibi buatin teh hangat ya, Mbak. Ini maksa." Lantas Bi Martem segera bergegas ke dapur, meninggalkan Noushin sendirian di ruang tengah yang sedang memijat kepala nya.

"Kalau aku telepon Mama, dia panik nggak ya?" Monolog Noushin.

"Pasti panik sih, anak nya hilang. Cucu nya ngurung diri."

"Ya Tuhan.... Ini gimana." Karena siapapun yang ada di posisi Noushin, pasti sama frustasi nya. Noushin jadi merasa serba salah dalam posisi ini. Dia diam saja, takut Tea kenapa-napa di dalam sana. Jika dia bergerak nekad, bisa jadi Tea lebih kenapa-napa.

***

From: Aneth

Kak

Sorry, gue baru pegang hp sekarang

Iya ini Gaby sama gue dari semalam

Dia nangis terus

Gamau gue tinggal

Makanya dari semalam dia datang, gue nggak kabarin lo sama Kak Evan

Hp gue di bawah soalnya

Gue tanya kenapa, dia cuma diam

Sebenarnya di rumah lagi kenapa sih?

To: Aneth

NETHHHH

😭😭😭😭😭

PLIS TAHAN ANAK GUE!!!

Gue sama Evan kesana

JAGAIN GABYYYYY

JANGAN SAMPAI KABUR!!!!

😭😭😭😭

Puji syukur Jeni ucapkan pada Tuhan, ketika dia mendapatkan pesan dari adik semata wayang nya yang tinggal di Bandung.

Tidak tinggal diam, Jeni segera menghubungi Evan yang sekarang masih berlanjut mencari anak gadisnya. Sebenarnya Evan sempat pulang pada pukul dua belas malam untuk istirahat sejenak, setelah mengantarkan Akrie dengan selamat. Tapi pada pukul tiga pagi, dia berangkat lagi sendirian, dan berlanjut mencari Gaby hingga ujung Jakarta.

"Hallo sayang? Kenapa? Kamu baik-baik aja kan?"

"VANNNNN..." Saking senang nya Jeni sampai berteriak ketika mendengar suara Evan.

"Jeni jangan bikin aku takut. Kamu kenapa? Perut kamu sakit?"

"Gaby Van..."

"Gaby ketemu?"

"Gaby di Bandung sama Aneth. Kamu buruan pulang jemput aku, kita ke Bandung sekarang."

"Alhamdulillah...."

"EVAN JANGAN NGELAWAK! KITA KRISTEN!"

"Oh iya. Yaudah aku pulang. Kamu siap-siap ya. Eh kita pinjam helikopter Rion aja gimana?"

"EVANNNN.... KEMAREN RION NGGAK JADI BELI HELIKOPTER!!"

"Astaga iya lupa sayang."

"BURUAN KAMU PULANG SEKARANG. SEKARANG EVANDER LAKESWARA!!!!" Jeni segera mengakhiri sambungan nya sepihak. Dia terlalu exited mau ketemu putrinya yang hampir seharian menghilang dari pandangan nya. Makanya, ketika selesai menghubungi suaminya, dia langsung siap-siap di kamar untuk merubah penampilan nya yang kacau menjadi kece.

***

Dalam keramaian kantin sekolah, ada satu meja yang hening. Tidak ada makanan yang di pesan, hanya minuman saja, itu pun baru di minum sedikit. Itu adalah meja Sean dan Akrie. Dua orang itu sama-sama melamun, sibuk dengan isi kepala nya masing-masing.

Akrie tentu saja memikirkan keberadaan pacar nya dimana. Karena sampai sekarang, dia belum dapat kabar kalau Gaby sudah ketemu.

Sedang kan Sean.... Pikiran nya benar-benar bercabang.

Dia memikirkan Tea. Gadis itu bahkan sampai tidak masuk sekolah. Sean yakin kalau semalam terjadi sesuatu mengerikan pada cewek itu. Dia juga memikirkan dirinya sendiri, yang sekarang yakin seratus persen di cap jelek oleh Papi Tea. Lalu memikirkan nama keluarga nya, dia tidak mau kalau sampai nama Athalas jelek di mata laki-laki yang ingin dia jadikan Ayah mertua nya suatu hari nanti. Agak berlebihan, tapi Sean benar-benar menginginkan Tea tetap menjadi miliknya sampai nanti.
Di tambah lagi, tadi Sean dapat kabar dari orang suruhan nya, kalau Tea tidak mau keluar kamar dari tadi malam. Dan Papi nya pun belum pulang dari semalam.

Damn! Sean pusing. Bahkan dari semalam dia tidak tidur karena memikirkan Tea seorang.

Terdengar helaan napas dari cowok itu, membuat Akrie yang duduk disamping nya jadi terusik.

"Kalau lo cuma mikirin, masalah nya nggak bakal selesai." Celetuk Akrie yang juga ikut frustasi melihat Sean frustasi.

Sean mengesah lagi. "Gue harus gimana?"

"Samperin rumah nya. Minta maaf sama bokap Tea."

"Masalah nya, bokap Tea pergi dari semalam."

"Sumpah lo?"

"Ini gue baru dapat kabar dari orang suruhan gue."

"Gila. Sampai segitunya tuh Bapak-Bapak karena anaknya pacaran? Childish banget."

"Bukan childish, Krie. Gue lebih kepikiran kalau semalam terjadi sesuatu yang bikin Tea terluka sampai Tea ngurung diri dan Papi nya pergi dari rumah karena merasa bersalah." Tanpa Sean dan Akrie sadari, seseorang mendengar percakapan mereka.

"Masuk akal sih. Eh tapi beneran Tea sampai ngurung diri?"

"Iya. Dari semalam pintu kamarnya di kunci, sampai sekarang juga. ART nya nawarin makan di tolak."

"Ya Tuhan. Masalah besar kayak nya."

"Makanya gue frustasi. Si Gaby gimana? Udah ada kabar?" Tanya Sean mengalihkan pembicaraan.

"Belum. Ini gue juga frustasi sebenarnya. Bukan cuma mikirin Gaby, tapi mikirin lo sama Tea juga. Gila. BFF banget deh mereka, punya masalah besar aja barengan."

"Tea sama Gaby?"

"Iya, cewek gue ama cewek lo."

"Hehe, iya. Cewek gue." Sean jadi nyengir.

"Anjrit. Bisa-bisa nya nyengir lo."

"Gue selalu seneng kalau ada yang nyebut Tea cewek gue."

"Terserah lo. Sekarang pikirin gimana nasib cewek lo sama bokap nya!"

"Fuck. Dari tadi juga gue mikir!"

"Samperin. Jangan jadi pecundang lo! Naksir anak nya, harus berani babak belur depan bapak nya!"

Kalimat terakhir Akrie benar-benar membuat Sean jadi menggebu-gebu untuk menemui Asterion Helios. Tapi bagaimana? Sean saja tidak tahu keberadaan pria itu dimana. Hingga akhirnya satu ide terbesit di kepala nya.

"Gue minta bantuin Daddy buat cari Papi nya Tea."

"Good idea. Pake agen CIA bila perlu."





A/N:

Helawwwww...
Apa kabar kalian semua. Masih nungguin ga? Hehe.

Maaf ya, kemaren2 aku masih berduka karena ditinggalin Ibu aku buat selamanya. Dia segala-galanya buat aku, sama kaya Papi Rion bagi Tea. Tbh, aku dapat ide buat nulis cerita ini tuh dari Ibu aku yang overprotective bgt😭
Aduh jd curhattt...
Semoga kalian bisa memahami yaaa.... Aku sayang kaliannnnn❤❤❤❤

Terus kira-kira Papi sama Tea gimana nih? Aduh sedih sebenarnya bikin anak sama bapak ini renggang. Tapi gimana yaaa, huhuuu. Insya Allah aku bakalan sering update. Semoga kalian sehat-sehat yaaaa.... xoxo.

BONUS:

*bocoran chapter berikutnya*

Rendy mengambil napas dalam-dalam, sebelum kemudian mulai mengetuk pintu kamar Tea. Well, tentu saja dia sudah diizinkan masuk Bi Martem dan juga seseorang yang Rendy tahu sebagai sekretaris pribadi Papi nya Tea, tapi dia lupa nama nya siapa.

"AKU BILANG NGGAK MAU YA NGGAK MAU BI!" Rendy terperanjat ketika mendengar lengkingan Tea dari dalam, sampai-sampai dia langsung mengelus dada nya berkali-kali.

Rendy berdeham. "Ini gue, Rendy."

Setelah itu hening. Tidak ada suara apapun yang dapat Rendy dengar dari dalam sana, sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengetuk pintu kamar Tea lagi.

"Gue boleh masuk?"

"NGGAK!"

"Yakin? Ini penting soalnya."

"Lo bisa ngomongin hal penting itu nanti. Karena sekarang gue mau sendiri."

"Emangnya waktu semalaman masih kurang cukup ya buat sendirian?"

Hening.

Rendy menghela napas nya, lalu membuangnya kasar. "Sorry, gue nggak sengaja dengar kabar, kalau dari semalam lo ngurung diri."

"Gue nggak tahu masalah lo seberat apa. Tapi.... Adrastea?"

"Are you okay, all alone in your room?"

Bonus 2:

asterionhelios

liked by noushinlova and 1.788 others

asterionhelios bocil nyempil

jenilaks cantiknya Mama Jen😍
evanderlakeswara tumben ya akur
gabylaks lucuuuu bgt ya pa?
evanderlakeswara lucu tea nya doang🥰
gabylaks GAK PEKA😤
noushinlova 🖤
renjuneron @adrasteahelios mata lo ilang kemana?
@renjuneron NGACA!!🙃
↪ orisneron @renjuneron @adrasteahelios ehem
adrasteahelios Maaf Pak, Rendy duluan🙏
adrasteahelios AKU UDAH GEDE PAPIIIIII😭
adrasteahelios btw nih, AKUNYA CANTIK BGTTT😭😭😭😭
asterionhelios anak siapa dulu?
adrasteahelios ANAKNYA PAPI RION DI LAWANNNNN😭😭😭
asterionhelios good girl😘

adrasteahelios

liked by yourocean and 2.012

adrasteahelios foto sama ayang😭😭😭

asterionhelios mau apasih dari kemaren manggil papi ayang2 mulu?
↪ adrasteahelios @asterionhelios MAU PACARAN SAMA JUNGKOOK BTS😭
gabylaks TOBAT LOOO, BOKAP SENDIRI😭
adrasteahelios @gaby.laks BUKANNN. SEHUN EXO ITU😭😭😭
↪ gaby.laks @adrasteahelios ANJIR😭
jeftanor ponakan gue lawak juga
j.javanese tumben apa akur
renjuneron kasian mana masih muda
melaniehelios lucu bgt kesayangan oma😍🥰💗
alijendrolee caption lo🤦‍♂️
radhamants TEA CAPTION LO😭




Home, 9 Februari 2022.

Continue Reading

You'll Also Like

889K 48.2K 49
Ini adalah sebuah kisah dimana seorang santriwati terkurung dengan seorang santriwan dalam sebuah perpustakaan hingga berakhir dalam ikatan suci. Iqb...
4.5M 552K 51
Hawa terlahir dari rahim seorang Ibu, yang berstatus sebagai istri kedua. Karena kutukan dari istri pertama sang Ayah, kelima kakaknya meninggal dun...
534K 34.8K 56
Cover by: google Entah dosa apa yang Tania lakukan sampai-sampai dunia mencampakkan Tania sesuka hati ke dunia asing yang bahkan Tania tidak tahu te...
570K 10.1K 19
suka suka saya.