Kisah Resta✔

By Adawiyahnc05

888 376 100

[FOLLOW DULU AUTHORNYA BIAR ENAK!] Resta tidak pernah menyangka akan kehilangan seseorang yang telah menemani... More

Prolog
BAB 1 - Dark
BAB 2 - Kakak Cantik
BAB 3 - Pantai
BAB 4 - Bertemu
BAB 5 - Kembali
BAB 6 - Poor Tiara
BAB 7 - Membujuk Resta
BAB 8 - Kembali ke sekolah
BAB 9 - Regendra Wiratama
BAB 10 - Sebelum misi
BAB 11 - Persiapan misi
BAB 12 - Tinggal kenangan
BAB 13 - Misi Regen
BAB 14 - Banyak kesamaan
BAB 16 - Re(ka)gen
BAB 17 - Nggak selamanya tentang dia
BAB 18 - Poor Lopi
BAB 19 - Pray for Mia
BAB 20 - Pinjam tubuh
BAB 21 - Tak terduga
BAB 22 - Resta comeback!
BAB 23 - Ulang tahun
BAB 24 - Akhir (EPILOG)

BAB 15 - Kehilangan lagi

25 11 0
By Adawiyahnc05

Di dunia ini tidak ada yang benar-benar abadi. Semuanya akan kembali pada Sang Pencipta.

***

"Gue udah bilang, kalo gue ngelakuin ini semua supaya Resta bisa move on dari gue."

"Bukannya bagus kalo dia gak bisa move on dari lo? Itu artinya dia setia sama lo," balas Regen.

Reka menggeleng pelan. "Gue gak mau Resta terus-terusan sedih mikirin gue. Gue gak tega liat dia yang sekarang. Sekarang Resta beda. Gue mau, ada seseorang yang narik Resta dari lingkaran itu."

"Tunggu-tunggu! Jangan bilang seseorang itu ...."

"Gue mau lo yang jadi pengganti gue, Gen," sambung Reka.

***

Ukhuk! Ukhuk!

Suara batuk terdengar terus menerus di antara keheningan malam. Sang Nenek tertidur dengan memegangi dadanya yang terasa sesak. Tubuhnya yang lemah serta wajahnya yang terlihat pucat.

Batuknya tidak juga berhenti. Sakit, sesak, itu yang dirasakan oleh Sang Nenek. Tubuh lemahnya perlahan bangun dari tidurnya. Beranjak untuk pergi mengambil obatnya. Di saat berdiri, di sekelilingnya tiba-tiba terasa berputar. Nenek memegangi kepalanya sembari tangannya berpegangan pada apa saja sampai di tempat obatnya berada.

"Astaghfirullah." Nenek terus menggumamkan kata itu. Memang benar-benar sakit! Tiba-tiba sang nenek terkejut saat melihat botol kecil yang berisi obatnya sudah habis.

"Ya Allah." Sang nenek menekan kepalanya kuat-kuat saat dirasa kepalanya semakin sakit. Seperti ada yang memukulnya dengan palu. Ditambah batuknya semakin menjadi.

Nenek menurunkan tangannya yang tadi digunakan untuk menutup mulutnya dan seketika terkejut melihat ada darah di telapak tangannya. "Astaghfirullah."

Bersamaan dengan itu, penglihatan Nenek semuanya berputar hebat. Tak tahan dengan sakit yang datang bertubi-tubi pada tubuhnya, Sang Nenek langsung jatuh tak sadarkan diri.

***

"Assalamualaikum," ucap Rendi ketika memasuki rumahnya. Lelaki itu melirik jam yang menempel di dinding yang sudah menunjukkan pukul 12 malam.

Rendi hendak berjalan ke arah dapur, namun terhenti ketika dirinya sudah di depan pintu kamar neneknya. Tidak tahu kenapa otaknya meminta untuk pergi ke sana. Perlahan Rendi melangkah mendekati pintu dan mendekatkan telinganya.

Hening. Tidak ada suara apa pun. Mungkin neneknya sudah tertidur. Rendi tersenyum lega lalu berbalik untuk pergi ke dapur.

***

Mia bergerak gelisah dalam tidurnya. Gadis kecil itu sudah berkeringat dingin. Mulutnya terus menggumamkan sesuatu.

"Jangan tinggalin Mia, Nek. Jangan tinggalin Mia. Nek! Nenek!" teriaknya dalam tidur.

"NENEK!" Gadis kecil itu langsung terbangun dengan napas yang terengah-engah.

Cklek!

"Mia?"

Rendi yang mendengar suara teriakan Mia, langsung buru-buru pergi ke kamar adiknya.

"Kak," rengek Mia dan langsung memeluk Rendi. "Nenek, Kak." Gadis kecil itu langsung menangis.

"Kenapa, hm?" tanya Rendi sembari mengusap kepala sang adik.

"Mia mau ke nenek, Kak," kata gadis kecil itu dengan suara terbata karena isakan tangis.

"Tapi nenek lagi tidur."

"Mia cuma mau liat nenek aja, Kak."

"Yaudah. Ayok kita ke kamar nenek." Rendi langsung menggendong Mia keluar kamar dan pergi ke kamar neneknya.

***

"Kita cuma liat nenek aja, ya. Abis itu kamu lanjut tidur lagi," ujar Rendi sebelum membuka pintu kamar sang nenek.

"Iya, Kak."

Rendi meraih knop pintu lalu menekannya ke bawah kemudian mendorongnya. Seketika lelaki itu terkejut ketika neneknya sudah terbaring di lantai.

"Ya ampun, Nenek!" teriak Rendi. Buru-buru lelaki itu menghampiri neneknya.

"Nek, bangun, Nek! Nek?"

"Nenek kenapa, Ka?" tanya Mia dengan suara gemetar dan panik.

"Nenek?"

Mia langsung menangis ketika neneknya tak sadar juga. "Kak ... Nenek kenapa?"

Melihat sang adik menangis, Rendi langsung memegang kedua bahu Mia dan menatap wajahnya.

"Mia denger Kakak sini. Mia tunggu sini, Kakak mau cari bantuan dulu. Ya?" ujar Rendi dengan tangan gemetar. Lelaki itu pun sudah panik.

"I-iya, Kak."

Setelah itu Rendi langsung pergi keluar kamar untuk mencari bantuan. Sementara Mia terus berusaha membangunkan neneknya.

"Nek, bangun, Nek."

***

Pagi itu keadaan duka masih menyelimuti kediaman Rendi dan Mia. Neneknya baru saja selesai dimakamkan. Ternyata malam itu, sang nenek sudah menghembuskan napas terakhir. Semenjak tau neneknya sudah tidak ada, Mia langsung menangis histeris. Begitupun dengan Rendi.

Kini, satu per satu warga langsung berhamburan pulang setelah mengucapkan belasungkawa dan kata-kata sabar pada Rendi dan Mia. Gadis kecil itu terus memeluk kakaknya dan tak mau lepas.

"Sing sabar ya, Ren," ujar Pak Badi-salah satu warga di sana- sambil mengusap bahu Rendi. "Kalau butuh apa-apa, kamu bisa datang ke rumah Bapak."

Rendi tersenyum dan mengangguk. "Terima kasih, Pak."

"Ya sudah, kalau begitu Bapak pamit pulang." Sebelum pergi, Pak Badi menepuk bahu Rendi berkali-kali terlebih dahulu.

"Kasian ya, Rendi sama adiknya sekarang tinggal sendiri."

"Yaa mau gimana lagi, Bu? Orang tuanya aja gak tau kemana."

"Huss! Gak baik ngomong begitu. Mereka sedang berduka," tegur ibu-ibu yang lain.

Rendi menunduk saat tak sengaja mendengar percakapan ibu-ibu itu. Tangannya setia mengusap punggung sang adik. Namun tak sengaja Rendi mendengar Mia menggumamkan nama orang tuanya.

"Kakak masih di sini sama kamu. Kakak janji gak akan tinggalin kamu."

***

Rendi perlahan membaringkan Mia di kasur. Mungkin karena terlalu banyak menangis, adiknya itu kelelahan dan langsung tertidur. Rendi menyelimuti Mia dan mencium kening gadis itu.

Setelah cukup lama menatap sang adik, Rendi berbalik dan beranjak keluar kamar. Menutup pintunya perlahan. Rendi langsung pergi ke kamar neneknya.

Rendi langsung sedih. Masih tidak menyangka dengan kepergian neneknya. Saat melihat-lihat, pandangan Rendi tak sengaja jatuh pada sebuah kertas di atas meja. Sejak kapan kertas itu ada di sana? Pikirnya.

Karena penasaran, Rendi langsung mengambilnya. Di saat ingin membuka kertasnya, suara ketukan pintu mengalihkan perhatiannya. Rendi memasukkan kertas itu ke sakunya dan buru-buru pergi ke pintu utama.

"Ya, cari siapa?" tanya Rendi ketika di hadapannya sudah berdiri dua orang pria.

"Maaf, rumah ini harus kami sita karena nek Ima sudah tidak ada. Seperti ketentuan yang berlaku, rumah ini akan kami ambil kembali."

Rendi seketika terkejut. Kakinya tiba-tiba terasa lemas, tak bisa lagi menopang tubuhnya. Masalah apa lagi ini?

***

Seperti ucapannya kemarin, pagi itu Rian sedang pergi ke rumah sang nenek. Untuk memastikan apakah buku milik Resta ada di Rendi atau tidak. Mobil Rian membelah jalanan yang tak begitu padat.

Beberapa menit kemudian, mobil Rian sudah sampai di daerah tempat tinggal Rendi dan neneknya. Sampai di rumah dengan cat berwarna hijau, Rian menghentikan mobilnya.

Pria itu seketika mengerutkan keningnya ketika saat turun, sudah ada bendera kuning. Juga banyak kursi-kursi plastik di depan rumah.

"Siapa yang meninggal?" tanyanya pada diri sendiri.

Rian langsung saja mendekati pintu dan mengetuknya. Lama mengetuk tapi tak ada tanda-tanda orang yang membukanya.

"Permisi." Rian terus mengetuk dan sedikit berteriak.

"Permisi, Mas." Tiba-tiba saja seorang ibu-ibu menghampirinya. "Cari siapa, Mas?"

Rian langsung menghampiri ibu itu. "Permisi, Bu, mau tanya. Orang di rumah ini pada ke mana, ya, Bu?"

"Rendi sama neneknya?" ulang ibu itu memastikan. "Nek Ima baru aja dimakamkan, Mas tadi pagi. Semalam beliau meninggal," beritahunya.

Rian terkejut. Tak menyangka. "Innalillahi wa innailaihi rajiun," ucapnya. "Kalau Rendi nya ke mana, Bu?" tanyanya lagi.

"Rendi baru saja pergi, Mas sama adiknya. Rumah neneknya baru saja disita."

Lagi-lagi Rian terkejut. "Ohh begitu. Yaudah, makasih, Bu infonya."

"Iya, sama-sama, Mas." Kemudian ibu itu langsung pergi.

***

#1137kata

Continue Reading

You'll Also Like

818K 23K 55
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
1M 32.8K 45
-please be wise in reading- ∆ FOLLOW SEBELUM MEMBACA ∆ Tentang Vanila yang memiliki luka di masalalu dan tentang Vanila yang menjadi korban pelecehan...
492K 37.1K 44
"Seru juga. Udah selesai dramanya, sayang?" "You look so scared, baby. What's going on?" "Hai, Lui. Finally, we meet, yeah." "Calm down, L. Mereka cu...
2.1M 98.2K 70
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...