Kisah Resta✔

By Adawiyahnc05

887 376 100

[FOLLOW DULU AUTHORNYA BIAR ENAK!] Resta tidak pernah menyangka akan kehilangan seseorang yang telah menemani... More

Prolog
BAB 1 - Dark
BAB 2 - Kakak Cantik
BAB 3 - Pantai
BAB 4 - Bertemu
BAB 5 - Kembali
BAB 6 - Poor Tiara
BAB 7 - Membujuk Resta
BAB 8 - Kembali ke sekolah
BAB 10 - Sebelum misi
BAB 11 - Persiapan misi
BAB 12 - Tinggal kenangan
BAB 13 - Misi Regen
BAB 14 - Banyak kesamaan
BAB 15 - Kehilangan lagi
BAB 16 - Re(ka)gen
BAB 17 - Nggak selamanya tentang dia
BAB 18 - Poor Lopi
BAB 19 - Pray for Mia
BAB 20 - Pinjam tubuh
BAB 21 - Tak terduga
BAB 22 - Resta comeback!
BAB 23 - Ulang tahun
BAB 24 - Akhir (EPILOG)

BAB 9 - Regendra Wiratama

23 15 0
By Adawiyahnc05

First impression saat bertemu kamu adalah tatapanmu sangat redup. Seperti tak ada sinarnya. Tapi, tenang saja. Aku di sini akan membuat matamu kembali bersinar. Bersinar seperti matahari.

***

"Baik. Terima kasih banyak, Pak," ucap Wira setelah itu berjabat tangan dengan Pak Adi, selaku kepala sekolah di SMA Unggulan.

Pak Adi mengangguk. "Ya, sama-sama. Baik kalau begitu, kamu bisa diantarkan oleh Pak Rozak ke kelasmu," ujarnya pada Regen. Si murid baru di SMA Unggulan.

Regen mengangguk kaku. "Emm ... Pak Rozak yang mana ya, Pak?" tanyanya ragu-ragu.

"Oh iya saya lupa," kata Pak Adi. Lalu pria itu menyapukan pandangannya untuk mencari Pak Rozak. "Itu dia. Pak Ro!" panggilnya sedikit berteriak ketika melihat Pak Rozak yang baru saja memasuki ruangan.

Pak Rozak yang merasa dipanggil langsung pergi menghampiri.

"Ini loh, ada murid baru di kelasmu. Boleh tolong diantarkan ke kelas?" ujar Pak Adi sembari memperkenalkan Regen.

"Murid baru?" ulang Pak Rozak. Lalu tatapannya beralih pada Regen. "Siapa namamu?" tanyanya.

"Regen, Pak. Regendra Wiratama," ucap Regen memberitahu.

"Oalaahh. Yaudah yuk ikut Bapak," ajak Pak Rozak pada Regen. "Kalau begitu, saya permisi, Pak. Mari," ujarnya lagi pada Pak Adi dan juga Pak Wira. Regen pun langsung berpamitan pada ayahnya.

***

Di sela-sela perjalanannnya menuju kelas baru yang akan ditempatinya, Regen menyapukan pandangannya melihat ke sekeliling. Sesekali menatap punggung Pak Rozak yang berjalan di depannya.

Tiba-tiba Regen merasakan hawa di sekitarnya terasa dingin dan horor. Lelaki itu mengusap belakang lehernya dan bergedik ngeri.

"Pak," panggil Regen lalu berjalan cepat hingga menyamakan langkahnya dengan guru lelaki itu.

Pak Rozak menoleh. "Ada apa Legend?" tanyanya salah menyebut nama.

Regen mengerutkan keningnya mendengar panggilan dari Pak Rozak. "Regen, Pak. Bukan Legend," ucapnya memperbaiki.

"Oh, udah ganti nama toh?"

Regen terlihat bingung. "Hah? Kok ganti nama sih, Pak? Dari dulu nama saya emang Regen, Pak."

Guru lelaki itu malah tertawa melihat raut wajah bingung muridnya. "Ya sudah biasa saja mukanya. Cuma bercanda saya. Lagian biar gak terlalu canggung. Sama saya mah dibawa santai aja."

Regen menyengir kaku sambil menggaruk belakang lehernya. "He-he, gitu, ya Pak?"

Melihat respon dari murid barunya yang tidak sesuai ekspetasi, membuat Pak Rozak merajuk kesal.

"Oh ya, Pak saya mau tanya," ucap Rendi mengganti topik pembicaraan. "Kira-kira di sini ada penunggunya gak, Pak?" tanyanya dengan sedikit  berbisik di akhir katanya.

"Maksud kamu 'penunggu'?" tanya Pak Rozak tidak mengerti.

"Serius Bapak gak tau?" tanya Regen dan diangguki oleh gurunya. "Maksudnya penunggu itu hantu, Pak. Di sini gak ada hantu, kan?"

Mendengar kata 'hantu', raut wajah Pak Rozak seketika panik. Guru lelaki itu langsung menolehkan kepalanya ke kanan dan kiri dengan waspada.

"Kamu jangan nakut-nakutin saya, ya, Regen," katanya dengan nada gemetar.

Regen mengernyit. "Siapa yang nakutin Bapak? Saya 'kan cuma nanya, Pak."

Regen seketika bingung saat melihat gelagat Pak Rozak seperti mencari-cari sesuatu. "Loh Bapak kenapa, Pak? Bapak takut, ya?" tanya Regen dengan nada mengejek. Lelaki itu lalu tertawa.

Ditanya seperti itu oleh muridnya, Pak Rozak langsung berdehem dan memasang wajah biasa saja.

"Hah? Saya? Takut? Hahaha mana ada saya takut? Kamu ini ada-ada aja."

Regen manggut-manggut dengan tersenyum jail menatap Pak Rozak. Seketika dia punya ide. "Ohh gitu? Jadi gak takut nih, Pak? Padahal tadi saya liat itu loh, Pak ada di belakang Bapak."

Pak Rozak langsung membulatkan matanya. "Itu apa maksud kamu?" tanyanya dengan panik sembari menolehkan kepalanya ke belakang. Tapi tidak ada siapa pun di sana.

Regen mendekatkan wajahnya pada telinga Pak Rozak. Lalu berbisik di sana. "Hantu, Pak."

"Ah serius kamu? Jangan bercanda." Pak Rozak semakin was-was. Guru lelaki itu sangat sensitif dengan kata 'hantu'.

"Serius, Pak. Bapak gak percaya? Saya ini punya indra keenam loh, Pak. Jadi saya bisa lihat."

"Ah kamu ini jangan ngaco deh. Udah, jangan ngomongin itu lagi." Pak Rozak langsung mempercepat langkahnya supaya bisa cepat sampai ke kelas. Sementara itu, Regen tertawa ngakak melihat tingkah guru barunya itu.

***

"Mohon perhatiannya anak-anak!"

Mendengar ucapan wali kelasnya, seketika mereka langsung terdiam. Sekaligus heran dengan adanya seorang murid laki-laki di depan mereka.

"Hari ini kita kedatangan murid baru. Namanya Legend."

"Regen, Pak," ralat Regen untuk kedua kalinya.

"Ah iya. Regen namanya. Nama panjangnya ...."

"Regendra Wiratama," sambung Regen dengan langsung. Ia pikir pasti gurunya itu tidak tau nama lengkapnya.

"Nah itu dia namanya. Ya sudah itu saja. Oh ya, Regen kamu silahkan duduk di ...." Pak Rozak mengedarkan pandangannya guna mencari kursi yang kosong. "Nah itu, di samping Resta kosong," tunjuknya pada kursi kosong di sebelah Resta.

"Ouh oke, Pak." Setelah ditunjukkan kursinya, Regen langsung berjalan ke arah sana. Saat ingin menaruh tasnya di atas meja, Resta langsung menggeser tas miliknya bermaksud agar Regen tidak duduk di sampingnya.

Kejadian itu tak luput dari pandangan semua murid di dalam kelas begitu pun dengan Pak Rozak.

"Ya sudah, Regen kamu boleh duduk di belakangnya."

Regen langsung mengiyakan saja. Mengedikkan kedua bahunya, lalu berjalan untuk duduk di kursi belakang Resta.

"Teman barunya jangan digalakin, apalagi digodain khusunya buat yang perempuan. Kalau mau kenalan bisa nanti di jam istirahat."

"Iyaa, Pak," jawab mereka serempak.

"Jangan ada yang keluar, diam di dalam sampai guru datang." Setelah memberi amanat pada murid-muridnya, Pak Rozak langsung beranjak keluar kelas. Suasana yang tadinya sedikit hening, kini sudah kembali ramai.

Di tempat duduknya, Lopi terus mencuri pandang pada Regen sambil tersenyum manis. Menyadari ada yang memperhatikan, tatapan Regen tak sengaja bertemu dengan Lopi. Menggunakan kesempatan itu, Lopi langsung melambaikan tangannya sambil mengedip genit. Regen hanya mengangguk sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Tak lama kemudian, datang seorang guru perempuan dan memulai pelajaran. Regen langsung fokus ke depan. Tepat di depannya yang berhadapan langsung dengan punggung gadis itu.

***

"Fer, gue lupa mau tanya ke lo. Ciri-ciri anak yang lo maksud waktu lo ketemu sama Resta gimana?" tanya Rian pada orang di sebrang sana. Sementara tangannya sibuk memegang kendali. Selesai dari sekolah Resta tadi, Rian langsung pergi ke Jalan Kaswari. Daerah yang pernah Fero bilang padanya.

"Emm ... pokoknya tinggi, cakep, eh tapi masih cakepan gue."

Rian memutar bola matanya malas. "Sadar umur, Fer. Gue serius nih."

Terdengar kekehan dari Fero.

"Santai dong. Yang gue tau sih dia punya tahi lalat di samping hidung."

"Okedeh, thanks." Rian langsung mematikan sambungannya. Pria itu langsung terdiam beberapa saat sambil fokus ke depan. Memikirkan sesuatu.

"Nyari di mana orang yang punya tahi lalat di samping hidung?" tanyanya baru sadar. Kan tidak mungkin dia harus menilik wajah satu per satu orang yang ditemuinya untuk dilihat apakah ada tahi lalat di samping hidung.

Di saat sedang berkelana dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba seorang warga berdiri di depannya dengan melambai-lambaikan tangannya. Rian pun langsung menghentikan mobilnya.

Warga itu menghampiri pintu kemudi. Lalu mengetuk pelan. Rian langsung membukanya.

"Permisi, Mas. Maaf ganggu waktunya. Di sana ada nenek-nenek yang baru saja keserempet motor. Mas bisa gak bawa nenek itu ke puskesmas? Soalnya dari tadi kita nunggu tumpangan gak ada yang lewat, Mas."

Rian langsung mengalihkan pandangannya ke depan sana yang banyak orang berkerumun. Tanpa berpikir lebih lama lagi, Rian mengangguk mengiyakan.

"Yaudah boleh-boleh. Masuk aja. Sekalian sama Mas nya, soalnya saya gak tau tempatnya di mana."

"Baik, terima kasih ya, Mas." Warga itu langsung kembali ke tempat kerumunan tadi. Bisa dilihat warga itu sedang membantu membawa sang nenek untuk dimasukkan ke dalam mobilnya.

***

#1196kata

Continue Reading

You'll Also Like

5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
6.6M 496K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
2.1M 96.6K 69
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...