Dear, KKN

Par bluubearies

111K 13.9K 1.2K

Kisah tentang kegiatan kampus yang mengharuskan dua belas anak manusia hidup dan berbagi tempat tinggal selam... Plus

CAST - Keanggotaan KKN Desa Weringin
PROLOG - Kuliah Kerja Nyata
O1. Pembagian Kelompok
O2. First Meet
O3. Survei Pertama
O4. Tentang Desa Weringin
O5. Program Kerja
O6. Proposal & Dana
O7. Bimbingan Proposal
O8. Survei Kedua
O9. Posko KKN
1O. [ H-3 ] Keberangkatan
11. Keberangkatan KKN
12. Hari Pertama
13. Acara Syukuran
14. [ H-1 ] Penyuluhan Bank Sampah
15. [ D-Day ] Penyuluhan Bank Sampah
16. Musibah Tak Terduga
17. Khawatir
18. Sakit
20. Penghuni Lama
21. Progker Dulu, Liburan Kemudian
22. Kenangan Manis
23. Huru-hara Bendahara
24. Letupan Bahagia
25. Tom & Jerry
26. Yang Malang
27. Cerita Tentang Hari Ini
28. Tamu Tak Diundang
29. Berita Besar
30. "Lo Juga Cantik."
31. One Step Closer ✨
32. Hari Peresmian Perpustakaan
33. Kembali Pulang
34. Dana Gebyar KKN

19. [ Pelaksanaan Progker ] Bank Sampah

2.4K 378 30
Par bluubearies

KKN Desa Weringin
Anda, Yusuf, Jev, Talia, +8 anggota

👤Renandika
Yang masih di posko bisa langsung
otw sekarang nggak?

👤Sella
Gue nggak kan?
Udah kebagian jadwal piket juga.

👤Ajeng
Biar gue sama Sella aja yang di posko.
Jendra sama Hilman bisa bantuin
yang lain.

👤Jendra
Serius gapapa lo ditinggal berdua
doang sama Sella?

👤Ajeng
Gapapa, santai. Lagian sekarang masih
pagi. Kalian juga nggak mungkin sampe
malem.

👤Hilman
Yaudah, bentar lagi gue sama Jendra otw.

👤Karin
Eh gue titip bawain amplop dong.
Amplopnya gue taro di bawah tumpukan
kerta buat print.

👤Hilman
Siappp👍

         

Semakin bertambahnya hari, semakin mendekati pula jadwal program kerja yang sudah direncanakan. Sama halnya dengan hari ini, anggota KKN disibukkan oleh pembuatan tempat akhir sampah—tempat ini digunakan untuk pengumpulan sampah yang sudah dipilah. Tidak semua anggota ikut turun ke lapangan, sebab harus ada setidaknya dua anggota yang tetap berada di posko—entah untuk mengerjakan laporan atau sekedar menjaga posko agar tetap aman.

"Biar saya saja Mas yang angkat," ucap salah satu warga yang datang untuk membantu.

"Ini berat, Pak. Biar saya saja." Yusuf meskipun baru saja sembuh, tapi semangatnya tidak bisa terkalahkan. Laki-laki itu bahkan menolak saat Jendra menyuruhnya untuk beristirahat saja di dalam posko.

"Gapapa, Mas. Biar kita sama-sama saja kalau begitu."

Lokasi yang digunakan untuk mendirikan tempat pengumpulan sampah terletak tak jauh dari rumah Pak Jepri. Lokasi tersebut termasuk salah satu lahan dari Pak Suman yang tidak digunakan. Beliau dengan senang hati memperbolehkan lahan tersebut untuk dijadikan sebagai sarana program kerja KKN. Hal ini juga termasuk ke dalam upayanya sebagai kepala desa untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Tak tanggung-tanggung, bahkan Pak Suman juga ikut menyumbangkan dana untuk melancarkan kegiatan tersebut.

"Ya ampun, Bu. Tidak perlu repot-repot sampai dibawakan makanan segala." Shasha yang memantau jalannya acara sembari sesekali melakukan dokumentasi berucap sedikit heboh. Pasalnya Bu Mawar—istri dari Pak Jepri—memberikan camilan dan minuman untuk warga yang membantu pekerjaan ini.

Bu Mawar tersenyum memaklumi, tidak masalah kalau harus memberikan suguhan. Lagipula ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan kegiatan orang-orang yang ada di sini. Anggap saja Bu Mawar sedang memberikan sponsor untuk acara mereka. "Nggak ngerepotin kok, Nak. Ini sudah menjadi tugas saya dan ibu-ibu di sini. Makanannya juga nggak banyak. Jadi tidak perlu merasa sungkan seperti itu."

"Mari Bu, silakan duduk dulu."

Renan yang tanpa sengaja mendengar percakapan antara Bu Mawar dan Shasha langsung datang menghampiri Talia. Ia berniat menanyakan perihal konsumsi yang sekarang ini tersaji di atas meja bekas. Sebisa mungkin Renan mengecilkan suaranya saat ia berbicara dengan Talia agar tidak terdengar oleh orang lain.

"Itu makanan ada rinciannya? Lo emangnya pesen?"

"Gue nggak pesen kok. Bu Mawar yang ngasih."

"Ganti aja uangnya. Nggak enak gue. Harusnya kita yang ngasih ke warga, bukan malah Bu Mawar."

"Awalnya gue mikir gitu. Tapi kayaknya Bu Mawar ikhlas-ikhlas aja ngasihnya. Gue juga bingung nanti bilangnya gimana."

"Gapapa, bilang aja kalau mau ganti makanannya."

"Tapi ini nggak ada rinciannya loh, Ren. Nggak masalah?"

Renan mengerutkan dahinya, tampak berpikir sejenak. "Pakai duit yang ada dulu. Nanti bisa diganti sama iuran kas."

"Yaudah, ntar gue bilang. Tapi kalau Bu Mawar nolak, gue juga nggak bisa apa-apa."

Selepas mengatakan hal tersebut, Talia bergegas mengambil sejumlah uang dari dalam dompetnya. Lalu berjalan menghampiri Bu Mawar yang tengah mengobrol bersama Shasha. Karin yang melihat itu pun langsung menanyakan apa yang akan Talia lakukan, "Lo mau ngapain?"

"Mau ke Bu Mawar, mau ngasih uang. Titip tas gue dulu." Karin hanya mengangguk singkat dan membiarkan Talia melanjutkan kembali langkahnya yang sempat tertunda.

         

"Mohon diterima ya, Bu. Anggap saja kita membeli dagangan ibu," ucap Talia sembari menyalami Ibu Mawar dengan menyelipkan sejumlah uang di tangannya. Sesaat setelah meninggalkan Karin, Talia segera menghampiri Bu Mawar. Awalnya Talia sedikit bingung bagaimana ia akan menyampaikan maksudnya. Namun karena mendapatkan pertanyaan dari Shasha tentang maksud kedatangannya—iya, Shasha heran dengan gurat wajah yang teman poskonya itu perlihat—akhirnya mau tidak mau Talia menjelaskan apa yang ingin ia sampaikan.

"Ya ampun, Nak. Ibu beneran ikhlas. Lagi pula, makanan ini bukan cuma dari ibu saja. Ada beberapa ibu-ibu yang ikut membagikan makanan ini."

"Kalau begitu, ibu bisa pakai uang ini untuk tambahan keperluan desa. Meskipun tidak banyak, setidaknya bisa membantu."

"Ibu tetap tidak akan terima. Lebih baik kalian gunakan uang ini untuk anggaran program kerja."

Merasa Ibu Mawar tidak akan menerimanya, Talia hanya bisa tersenyum dan balik dibalas sebuah senyuman yang tak kalah ramah oleh beliau. Talia beralih melihat Renan yang ia yakini masih menatap interaksinya dengan istri Pak RT tersebut. Ternyata memang benar kalau Renan masih memperhatikannya. Laki-laki itu seperti berkata, "yaudah, gapapa. Uangnya simpen aja dulu."

***

Dalam pembangunan program kerja bank sampah ini tidak terlalu banyak menguras tenaga. Selain membangun tempat pengumpulan sampah yang sudah dipilah, ibu-ibu juga ikut berpartisipasi dalam memilah sampah. Dan saat ini, para bapak berbondong-bondong membantu untuk mendirikan tempat tersebut.

Tempat yang direncanakan tidak terlalu besar. Ada dua tempat. Yang pertama, digunakan untuk sampah basah dan tempat kedua digunakan untuk sampah kering. Di setiap tempat terdapat beberapa bagian yang salah satunya dimanfaatkan untuk sampah yang bisa didaur ulang. Atau bisa juga dijual langsung ke pengepul. Pengerjaan ini tidak membutuhkan banyak waktu. Mungkin satu hari saja sudah cukup. Sehingga hari selanjutnya warga Desa Waringin bisa langsung memilah sampah.

Terbilang sudah dua jam lamanya warga melakukan gotong royong. Terlihat dari dua tempat pengumpulan sampah yang hampir selesai. Dan yang paling menguntungkan adalah cuaca yang sangat mendukung. Tidak ada hujan dan panas yang biasanya terjadi.

Jev yang sudah selesai dengan tugasnya memalu beberapa bagian, lantas menghampiri Yesmin. Perempuan itu tengah termenung memandangi orang-orang yang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Tadi saat Yesmin ingin membantu bapak-bapak itu, Renan serta merta menolaknya. Katanya, "lo mending duduk di situ aja. Bantuin ibu-ibunya ngobrol."

"Capek gue, minum dong." Jev melirik sekitar. Bukan, bukan mencari air minum. Jev justru mencari kameranya yang ia titipkan kepada Shasha. Dimana rupanya perempuan itu meletakkan kamera kesayangannya?

"Nih." Yesmin menyerahkan sebotol minuman yang sudah ia bawa dari posko. Ia memang sengaja membawa bekal minum sendiri. Siapa tahu di tempat ini tidak ada yang jual atau jauh dari warung. "Jangan diabisin!! Gue belom minum."

"Yaudah, lo minum dulu. Habis itu gue tinggal ngabisin."

"Nggak haus. Udahlah, tinggal sisain apa susahnya, sih? Gue ambil nih."

"Hehehe, becanda."

Yesmin hanya mendengus kesal. Ia baru tahu kalau laki-laki yang duduk di sebelahnya ini sedikit menyebalkan. "Lo ngapain sih ke sini? Bukannya bantuin."

"Lo nggak liat gue dari tadi malu-malu? Nih, tangan gue sampe kena palu." Jev menyodorkan jari telunjuknya. Ada bekas darah di sana dan sedikit luka memar. Mungkin hal tersebut dikarenakan Jev tidak berhati-hati atau bisa juga karena dia yang tidak pernah memegang palu sebelumnya.

"Hilih, baru segitu udah ngeluh."

"Siapa yang ngeluh?"

"Minta obatin Ajeng sana. Ajeng, kan, anak kesehatan."

Mendengar perkataan Yesmin barusan, Jev tiba-tiba terdiam. Ia memikirkan sesuatu yang tidak Yesmin tahu. Lalu setelah itu, Jev mengulum senyum dan merasakan panas di kedua pipinya. "Kenapa muka lo merah?"

"Hah? Apanya yang merah? Enggak kok." Jev menutupi kedua pipinya malu.

"Atau jangan-jangan...."

"Jangan-jangan apa? Lo jangan nakutin dong!!"

"Jangan-jangan, lo takut diobatin yaa? Lo takut ngerasain perih. Ngaku lo!! Dih, laki kok cemen."

"Sembarangan lo kalau ngomong."

"Habisnya lo aneh."

"Lo yang aneh—"

"JEV CEPETAN BANTUIN GUE."

***

Bagi Hilman bekerja sedikit saja sudah menguras banyak energi. Sama seperti sekarang ini. Sehabis gotong royong mendirikan tempat pengumpulan pilahan sampah, anggota KKN bergegas kembali ke posko. Sella dan Ajeng yang sedari tadi stay, berinisiatif untuk memberikan mereka minuman.

"Capek banget nggak sih? Kok gue capek banget yaa."

"Gimana nggak capek, orang kerjaan lo selama di posko cuma goleran nggak jelas. Makanya sekali gerak langsung loyoh," sahut Seno. Laki-laki juga terlihat lelah. Namun tidak lebay seperti Hilman.

"Wahhh, fitnah nih. Lo-nya aja yang nggak lihat gue waktu ikut bersih-bersih."

"Udah-udah. Pada laper nggak?" Jendra berusaha menengahi. Sudah lelah, semakin ditambah lelah dengan ucapan tak berfaedah teman satu poskonya itu.

"Laperlah." Hilman beranjak dari posisi terlentangnya. "Eh nggak ada makanan yaa? Kalian nggak masak gitu selama di posko?"

Ajeng dan Sella yang merasa pertanyaan tersebut tertuju kepada mereka hanya bisa saling tatap. Selama berada di posko tadi, keduanya hanya mengerjakan laporan harian dan bersih-bersih posko sedikit. Mereka juga mengira kalau anggota yang bertugas di luar akan membeli makanan di warung dekat lokasi pengerjaan.

"Yaudah gini aja. Biar gue yang beli makanan di luar. Kayaknya di dapur cuma tinggal mie instan sama sisa nuget. Itu bisa buat makan besok."

"Beneran lo yang beliin?" Hilman menatap Renan dengan sorot berbinarnya. Sepertinya laki-laki itu sedikit salah mengartikan.

"Bukan maksudnya gue yang beliin kalian. Tapi gue beli pake duit masing-masing!!" Dengus Renan menahan kesal. Teman semasa SMP ini kenapa suka sekali menguji kesabarannya? "Jadi nggak? Kalau nggak jadi yaudah."

"Kalau gitu pake duit lo dulu aja."

"Yaa sama aja dong. Apa bedanya??"

"Beda dong. Kan, ntar duit lo juga bakalan diganti!!"

Sementara keduanya berdebat, yang lain malah sibuk memperhatikan. Bahkan Sella dan Seno sudah berbagi camilan bersama. Lumayan tontonan gratis.

"Jadi gimana? Beli apa nggak?" sahut Karin dengan lembut. Mungkin Karin juga sama lelahnya seperti yang lain.

"Jadi. Sekarang lo ikut gue. Kita beli makanan buat makan siang." jawab Renan meninggalkan Hilman yang menggerutu tak jelas.

         

Di sinilah mereka sekarang, tepat di sebuah warung yang menyediakan berbagai menu. Renan sudah memesan sesuai dengan jumlah anggota. Sembari menunggu pesanannya jadi, Renan menghampiri Karin yang sedang duduk di atas kursi kayu panjang depan warung. Perempuan itu terlihat memainkan ponselnya dan sedikit tersentak ketika Renan memutuskan untuk duduk di sampingnya.

"Untung banget tadi nggak hujan dan bisa langsung jadi. Kalau nggak kemungkinan besok kita bakal ke sana lagi. Kalau udah jadi, kan, enak. Kita tinggal nunggu setoran sampah dari warga," ucap Renan setelah menyimpan kunci motornya.

Meskipun sudah tinggal bersama selama berhari-hari, entah kenapa kecanggungan yang Karin rasakan terhadap Renan tidak kunjung memudar. Kalau begini terus, ia yakin tidak akan leluasa berkomunikasi dengan lelaki itu. Mengingat dirinya sendiri adalah sekretaris, dimana ia selalu dihadapkan dengan Renan—ketua KKN. Karin jadi menyesal, kenapa dulu ia mau-mau saja saat ditunjuk untuk memegang jabatan tersebut.

"Rin?"

Panggilan Renan membuat Karin tersadar dari lamunannya. "I-iya?"

"Lo masih canggung ya sama gue?"

"I-itu, gue…"

"Sorry ya, gue dulu lebih pilih kumpul sama temen organisasi gue. Ketimbang nganterin lo ke toko buku."

Karin tidak pernah menyangka kalau Renan akan mengingat kejadian itu. Kejadian dimana mereka harus putus setelah dua bulan berpacaran. Apa yang harus Karin katakan setelah ini?

"Gue juga minta maaf karena udah marahin lo di depan temen-temen lo."

"Hahaha, wajar kok kalau lo marah. Gue-nya juga yang oon, bisa-bisanya lupa kalau ada janji. Jadi sekarang kita baikan nih?"

"I-iya. Kita baikan."

         

To be continued…

***

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Stay healthy semuanya✨

Salam hangat,

         

Dia.

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

5.8M 281K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...
17.2M 821K 69
Bagaimana jika gadis bar-bar yang tak tau aturan dinikahkan diam-diam oleh keluarganya? ... Cerita ini berlatar belakang tentang persahabatan dan per...
71K 11.4K 51
ft. 00 line ㅤㅤ11 pemuda dan 11 pemudi yang merangkai kisah di Kost Pratala - Pratiwi. Bukan sekedar teman berbagi yang tinggal satu atap, tapi mereka...
4.4K 340 8
Berisi oneshoot, daily chat, what-if, side story, atau lil'bit spoiler dari cerita KKN 110