Love Shoot! | Sungsun โœ”

By piscesabluee_

131K 12.9K 1.5K

[COMPLETED] "Fuck a princess, I'm a King." Kenneth Raymond, adalah seorang cucu laki-laki dari pemilik perusa... More

-PROLOG
-Meet The Characters
One
Two
Three
Four
Five
Six
Seven
Eight
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fourteen
Fiveteen
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Twenty Six
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
INFORMATION

Nine

4.1K 411 36
By piscesabluee_

Ray belum pulang sejak semalam, ponselnya juga tidak bisa ku hubungi.

Steve melempar ponselnya keatas ranjang dan bergegas membasuh tubuhnya dikamar mandi. Ia kembali ke SR Hotel bersama Caroline setelah sampai jam sepuluh malam berada di rumah Bryan hanya untuk menunggu Ray. Tapi lelaki cantik itu tidak terlihat sama sekali.

Setelah berpesan pada Bryan agar menghubunginya kalau-kalau Ray pulang, barulah Steve mengikuti Caroline menuju SR. Tapi ternyata Ray tidak pulang sama sekali. Van, orang yang paling Steve percayai dalam mencari informasi juga tidak bisa di hubungi sejak semalam. Padahal Steve butuh informasi tentang Ray secepatnya.

Steve merasa ada yang aneh dengan lelaki itu. Jika Ray pikir kelakuannya semalam yang membuat ia mundur, Ray salah. Apalagi setelah pergulatan mereka yang panas, Steve tidak mungkin melepas Ray semudah itu. Ia justru semakin merasa tertantang untuk mendapatkan hati Ray, dan mengeksploitasi lebih lagi tentang jati diri Ray. Siapa lelaki itu sebenarnya?

Submissive acuh yang ia temui di basement hotel? Atau Submissive panas dan bergairah yang sempat menunggangi tubuhnya? Atau Submissive dingin kejam yang memukulnya semalam? Atau masih ada lagi Ray yang lain?

Steve pikir setelah ia bertemu Ray lagi, dia akan membicarakan hubungan mereka baik-baik, tapi Ray malah menghilang. Satu-satunya cara untuk tetap mempertahankan Ray adalah dengan melanjutkan perjodohan itu. Karena itu Steve harus bergegas pulang dan membicarakannya dengan kedua orang tuanya.

"Yoi Smith... "

Van kembali menghubungi Steve saat pria itu dalam perjalanan menuju bandara.

"Apakah yang kau sampaikan padaku tentang Kenneth sudah semua?"

"Huh?"

Jangan membohongi ku Van."

"Woah easy man. Aku tidak bermaksud membohongi mu, tapi info yang ini belum pasti kebenarannya."

"Info apa?"

"Hmmmm sedikit rumit menjelaskannya."

"Van!!!"

"Sorry Smith... Aku janji akan menghubungimu setelah yakin bahwa ini benar."

"Katakan saja sekarang." decak Steve tidak sabaran.

Terdengar suara helaan nafas Van di seberang sana.

"Kau tahu snow white?"

"Snow... Apa?"

"Ini bukan tentang kisah snow white dari disney, Smith. Snow white... Kelompok pembunuh bayaran Submissive atau pihak bawah bahkan wanita yang menggunakan senapan. Sebagai CEO evesky harusnya kau tahu. "

Steve memang pernah mendengar nama itu, tapi tidak pernah ia pikirkan terlalu dalam. "Lalu ada hubungan apa mereka? Jangan bilang dia anggota.....?"

Steve terpaksa menggunakan kata mereka karena ia tidak sedang sendirian di dalam mobil itu. Ada salah satu sopir Sam yang mengantarnya menuju bandara.

"Ini yang aku tidak tahu Smith. Snow white terkenal dengan sistem keamanan nya yang canggih, aku tidak bisa menembusnya. Tapi tidak sekali dua kali aku melihat calon tunangan mu bertemu dengan salah satu anggota snow white. Mereka bahkan sering makan bersama seperti teman lama. Melihat itu kemampuan menembak Kenneth hal itu bukan hal yang mustahil untuk dilakukan. Belum lagi wajahnya yang cantik. Ngomong-ngomong kalau aku dibunuh oleh anggota snow white aku juga rela. Syarat utama untuk masuk menjadi anggota selain jago menembak dan bela diri adalah harus cantik dan elegan. Makanya jarang sekali target pembunuhan snow white bisa lolos, sudah pasti mereka terpesona pada wajah si pembunuh. "

Van terkekeh di seberang sana.

"Foto Kenneth yang kuberikan padamu kudapat saat ia berlatih bela diri dengan anggota snow white itu. Sumpah Smith... Melihat calon tunanganmu memegang rantai membuatku berdiri."

"Dimana kau sekarang?" suara Steve mulai terdengar menakutkan. Dingin dan misterius, jika Van tidak mengenal Steve sudah pasti pria itu akan meneruskan bualannya.

Tapi Van sudah mengenal Steve cukup lama, dan nada suara ini berarti bahaya. Van tidak menyangka bahwa Steve menaruh hati pada Kenneth secepat ini. Mereka bahkan belum bertemu, kalau Van tidak salah ingat baru besok keduanya akan bertemu. Tapi nada suara Steve terdengar seperti pria yang marah saat Submissive nya dilecehkan.

"Smith... Kau.. "

"Dimana kau sekarang bajingan?"

Sudah pasti Steve amat sangat marah sekarang.

"Woah sorry Smith... Aku hanya bercanda."

"Aku tidak suka candaan mu. Siapkan saja dirimu saat kita bertemu nanti."

Van menelan ludah saat mendengar kalimat itu.

"Ada lagi yang ingin kau sampaikan?" tanya Steve.

"Tidak ada. Aku akan menghubungi mu jika aku menemukan sesuatu."

Telepon langsung dimatikan secara sepihak oleh Steve, ia duduk diam untuk mengatur nafasnya yang menderu. Dua sahabat baiknya menaruh kekaguman yang tidak biasa pada calon tunangannya, entah kenapa hal itu membuat Steve marah. Inilah kenapa Steve harus memastikan perjodohan mereka tetap berlanjut, Steve tidak bisa membayangkan Ray nya bersama laki-laki lain.

Ray hanya untuk Steve, dan Steve hanya untuk Ray.


"Steve... Steve... Steve... "

Ray langsung terbangun dari tidur nya. Brengsek, dia memimpikan kejadian tak senonoh kemarin. Lelaki itu turun dari tempat tidurnya dan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Ia menatap balik wajah cantik itu dan malah membayangkan wajah Steve yang sedang bergairah.

Sial. Seharusnya dia menendang Steve saat ronde kedua mereka lakukan, tapi pria itu tahu bagaimana cara memperlakukan Submissive. Ray sampai dibuatnya melayang berkali-kali. Jika disuruh menilai lima sampai sepuluh, sudah pasti Ray akan memberi nilai sepuluh untuk servis Steve kemarin. Ray merasa benar-benar menjadi Submissive, hanya karena Steve bercinta dengannya. Karena itulah mereka sampai melakukan enam ronde.

Gila. Sekalinya bercinta Ray langsung mendapat pengalaman yang luar biasa. Pantas saja Milla betah berada di sisi pria itu meski tak ada kepastian. Ray rasanya ingin melempar sesuatu sekarang, ia tidak suka membayangkan Steve bersama Milla. Anak dari pembunuh itu.

Ray bisa saja memanfaatkan Steve sebagai alat balas dendam, tapi yang salah disini adalah ayah Milla. Bukannya Milla. Karena itu Ray akan menyelesaikannya sendiri tanpa harus berurusan dengan dua orang yang kini masuk kedalam daftar orang yang tidak ia sukai.

Ray kembali ke dalam kamar bersama dengan suara ponselnya yang berdering.

"Damn you... Apa maksudmu membeli Barrett. 416? Kau mau membunuh Anthony dengan tanganmu sendiri?"

Ray bahkan harus menjauhkan ponselnya dari telinga saat suara Axel menusuk masuk gendang telinganya.

"Kalau kau sudah tahu kenapa bertanya?"

"Brengsek Ray... Kau tahu siapa Anthony? Dia ketua... "

"Ayolah Xel, kau tidak sebodoh yang kukira. Didalam kelompok mereka sedang terjadi perpecahan, banyak yang tidak menyukai Anthony dibanding yang mendukungnya. Sudah pasti kematian Anthony sangat dinantikan."

"Tapi bukan berarti kau yang harus melakukannya Ray. Berikan tugas itu padaku, kau tidak harus membayarku karena itu. "

"Tidak. Ini masalahku. Biarkan aku menyelesaikannya sendiri, lagi pula ini bukan pertama kalinya aku membunuh."

"Jangan bodoh Ray, kalau ketahuan... "

"Kau yang jangan bodoh Xel. Menurut mu kenapa aku sampai membeli Barrett .416? Kau pasti tahu keunggulan senapan sniper itukan?"

Axel tidak menjawab. Barrett .416 adalah senapan sniper yang ringan dan bisa membidik target dari kejauhan 2.4km, musuh tidak akan pernah tahu darimana arah penembak berasal. Sekali lagi Axel harus mengagumi kepintaran Ray dalam memilih senjata. Ratusan kali bahkan hampir setiap hari, ketua snow white meminta Axel untuk mengajak Ray masuk menjadi anggota, tapi Axel menolak. Ia tidak mau Ray seperti dirinya. Menjadi pembunuh berdarah dingin.

"Ajak aku saat kau melakukan misimu. Setidaknya kalau sampai ketahuan aku bisa membantumu."

"Yeahh sis.... " ejek Ray.

"Jangan sampai kau meninggalkan jejak karena membeli senapan itu."

"Kau pikir aku orang kemarin sore? Tidak akan ada yang menghubungkan antara Kenneth Raymond dan Barrett .416, percayalah."

Axel seratus persen percaya hal itu.

"Kau dimana sekarang?"

"Colorado."

"Sampaikan salamku untuk kakakmu yang tampan."

Ray bisa membayangkan senyum Axel saat mengatakan hal itu, Axel memang pengagum Dominan atau pria tampan.

"Dia sudah ada yang punya."

"Apa salahnya mengirim salam pada pria yang sudah memiliki kekasih?"

"Tidak ada. Ku sarankan kau harus mencari kekasih mu sendiri."

Axel tidak menjawab dan malah mematikan panggilan. Selalu seperti itu setiap kali Ray bicara soal kekasih untuknya. Menurut Axel ia tidak cukup pantas bersanding dengan seseorang, dalam sekali tugas ia bisa membunuh tiga sampai lima orang. Siapa dominan yang mau dengannya?

Ray melempar ponselnya keatas ranjang, saatnya mengejutkan kakek dan kakaknya. Karena saat kedatangan Ray semalam kedua orang itu sedang tidak ada dirumah sudah pasti Felix akan mengumpatinya karena pulang tanpa kabar.

Ray menemukan kakeknya yang sudah rapi dan duduk di meja makan sambil membaca koran pagi, sedangkan Felix yang sama rapinya plus celemek ditubuhnya sedang menggoreng telur. Keluarga Ray memang semuanya bisa memasak, meski tidak selezat restoran bintang lima tapi masakan mereka masih bisa dimakan. Tidak seperti hasil masakan Bryan.

"Aku juga mau telur orak-arik nya."

Suara Ray membuat kedua orang itu menoleh.

"Hey.. Kau bilang akan datang nanti malam?" seru Felix yang sudah melepas celemek dan bergabung dengannya di meja makan.

Salah satu pelayan mulai mengambilkan Ray sebuah piring.

"Kejutan." jawab Ray.

"Kapan kau datang?" tanya Grayson.

"Semalam. Aku terlalu lelah hingga tidak menunggu kalian pulang."

Grayson tersenyum menatap cucu keduanya yang sudah tumbuh dewasa, "Kakek senang melihatmu antusias untuk datang."

"Hmmm aku memang mau menghadiri makan malam besok. Tapi aku menolak perjodohan itu."

Begitu pesawatnya mendarat di Evesky, Steve langsung pergi menuju ruang kerjanya dsb mengejutkan Milla yang tengah mengerjakan laporan.

"Ya Tuhan Steve... Kenapa dengan pelipismu?" Milla langsung berdiri dari tempat duduknya dan mengikuti Steve masuk ke dalam ruangannya.

"Koreksi panggilanmu miss Millagros." balas Steve, "Dan segera kembali ke mejamu."

Milla terpaku ditempat ia berdiri dan hampir meneteskan air mata mendengar kalimat Steve. Ia bisa melihat bagaimana Steve memasuki kamar tidur yang tersedia disana untuk berganti pakaian. Kamar yang biasa mereka gunakan untuk bercinta di sela-sela jam lembur mereka.

"Kau tidak mendengar apa perintahku?" kata Steve selanjutnya saat melihat Milla masih berdiri di dalam ruang kerjanya.

"Maaf mr. Smith." Milla langsung berbalik pergi bersamaan dengan air matanya yang menetes.

Steve menarik nafas gusar dan segera mengganti pakaiannya yang lebih formal. Tidak ada waktu baginya untuk meladeni Milla yang mulai merajuk.

Dulu ia pikir Milla adalah pilihan yang tepat untuk menemani malam-malamnya, apalagi Rain-mamanya melarang Steve untuk tidak jajan perempuan sembarangan. Dari semula juga Steve sudah berpesan bahwa ia tidak bisa menjanjikan hubungan pasti diantara mereka. Dan bukan sekali saja Steve mencoba menjauh, Milla-nya saja yang terus-terusan mendekat kepadanya.

Sudah dua kali Steve hendak mengganti sekretaris, tapi perempuan itu tetap kembali. Selama ini Steve hanya bersikap halus agar tidak menyakiti perasaan Milla, tapi sepertinya hal itu malah semakin membuat Milla salah paham. Berarti sudah saatnya Steve melakukan cara kasar untuk menyadarkan wanita itu.

Begitu Steve selesai dengan bajunya dan keluar dari kamar, Vante sudah duduk nyaman disofa ruang kerjanya.

"Papa tahu darimana kalau aku sudah datang?"

Vante mendongak dan kaget melihat pelipis Steve yang diperban, "Kenapa dengan pelipismu itu?"

"Jatuh." jawab Steve seadanya.

Tentu saja Vante tidak percaya dengan jawaban itu. Steve adalah orang yang sangat hati-hati dalam bertindak mengambil keputusan. Jika dia sampai jatuh, sudah pasti untuk sesuatu yang sangat penting. Tapi Vante tidak mau membicarakan hal itu sekarang, ada hal yang lebih penting dari sekedar perban.

"Tebak siapa yang datang saat papa dan mama sarapan tadi pagi?"

"Siapa?" tanya Steve tampak tidak tertarik.

"Dillbert Anthony."

Steve mendongak dan mencoba mengingat nama itu.

"Ayah Milla."

Jawaban Vante membuat Steve tidak percaya, "untuk apa?"

Vante tersenyum kecil, "Memintamu menjadi menantunya."

"Apa?"

"Sepertinya kau sudah salah memilih mainan. Mulai sekarang hati-hati Steve, mamamu bahkan menyuruh papa untuk mengganti sekretaris."

"Aku akan bicara dengannya."

"Jangan lupa makan malam besok. Dan untuk informasi saja, Ray sudah ada di Colorado sejak semalam."

Steve kaget mendengar hal itu, semalaman ja menunggu lelaki itu dan ternyata Ray sudah terbang ke Colorado? Steve jadi ingin menemuinya sekarang. Tapi sebelum itu ia harus berbicara empat mata dulu dengan sekretaris nya. Benar seperti apa yang Vante katakan.

Sepertinya sudah Steve benar-benar salah memilih mainan.

Dillbert Anthony sedang menikmati red wine nya saat salah seorang anak buahnya datang.

"Bagaimana?"

"Benar tuan, Steve Jeremy Smith akan dijodohkan dengan pewaris lelaki Raymond, tuan Kenneth Raymond. Besok mereka akan mengadakan makan malam bersama di kediaman Smith di Denver. Ini foto-foto tuan Raymond."

"Raymond?" ulang Dillbert sambil melihat-lihat foto Ray yang baru saja diambil pagi ini.

"Mirip sekali dengan Vionna." gumam Dillbert saat melihat wajah Ray. "Tidak heran sih, mereka kan ibu dan anak."

Dillbert masih ingat bagaimana Vionna memandangnya sebelah mata saat ia datang menemui Goldenstar belasan tahun lalu. Vionna jugalah yang menghasut Goldenstar untuk menjauhinya, padahal tinggal sedikit lagi ia bisa membawa Raymond Company menjadi perusahaan adikuasa yang ditakuti oleh perusahaan lain. Semua itu karena Vionna. Tidak salah juga jika para pembunuh yang ia sewa sempat memperkosa wanita itu ramai-ramai.

Dari berita yang ia dengar anak perempuan Vionna ada dirumah itu juga, dan selamat. Besar kemungkinan anak inilah yang dimaksud. Wah... Dillbert tidak percaya bahwa akan kembali berhubungan dengan keluarga Raymond.

Ia pun masih penasaran, bagaimana ketiga pembunuh bayaran sewaan nya bisa tewas, sedang anak ini masih hidup sampai sekarang? Sepertinya menculik lelaki yang bernama Kenneth ini lebih menguntungkan dibanding mencelakai nya. Ada banyak hal yang ingin ia tanyakan pada anak ini.

"Dimana lelaki itu sekarang?"

"Di kediaman Raymond tuan, di Colorado."

"Bawa dia kesini. Jika melawan, pakai cara biasa."

Cara biasa tentu saja adalah penculikan.

Cie yg ke ghosting di book sebelah 👀.
Hehe jangan ditungguin ya gaes aku update di book yg DWTD, karena aku jg kehabisan ide😔.

See you in the next chapter..

Don't forget to vomment, hope your enjoying. Sorry for the any typos👀

Continue Reading

You'll Also Like

81.1K 10.5K 36
Memutuskan pindah ke Rumania rupanya bukan sesuatu yang bisa Sunoo anggap sebagai keputusan paling tepat dalam hidupnya. Karena di sana ia harus berh...
2.1K 235 11
Jay Park itu seorang pembunuh bayaran sekaligus mantan penembak jitu tentara afghanistan. Pernah ditugaskan berkali kali dalam medan perang, entah mi...
19.3K 1.5K 8
Seokmin tidak ingin tahu terhadap apa pun yang sedang terjadi saat ini. Yang ia tahu Kwon Soonyoung adalah miliknya. Sampai kapan pun akan tetap mili...
55.9K 7.2K 17
[COMPLETED] Sunoo memang menyusahkan, tapi dengan apa adanya ia, Sunghoon merasa hidup lebih berguna. Sebab yang Sunghoon inginkan hanya satu, merasa...