Fall In Love by Accident

By sst_br

201K 13.1K 414

Seorang dokter muda bertemu dengan seorang preman yang berawal dari sebuah kecelakaan. More

chapter 1
chapter 3
chapter 4
chapter 5
chapter 6
chapter 7
chapter 8
chapter 9
chapter 10
chapter 11
chapter 12
chapter 13
chapter 14
chapter 15
chapter 16
chapter 17

chapter 2

13.7K 1.1K 14
By sst_br

Pukul lima pagi, bunyi alarm membangunkan Devan dari tidur malamnya. Sudah menjadi kebiasaan bahkan sudah menjadi rutinitasnya, ia selalu bangun di awal pagi. Ada banyak hal positif di awal pagi, bisa menghirup udara yang segar, menyaksikan matahari terbit dari atas gedung tinggi ini atau waktu yang tepat dirinya berkomunikasi dengan pencipta-Nya. Tak hentinya, ia mengucap syukur atas setiap nafas yang diberikan pencipta untuknya.

Hannah nampaknya masih tertidur, ia tidur di kamar terpisah dengan Devan. Meski hanya mereka berdua di apartemen ini, bukan berarti mereka bisa tidur di kamar yang sama, ini juga bentuk lain, Devan menghargai seorang wanita.

Devan membiarkan kekasihnya itu tidur lebih lama, semalam ia telah mencuri banyak waktu tidurnya. Ia masih butuh waktu istirahat lebih lama darinya. Sambil menunggu Hannah terbangun, ia menyiapkan sarapan untuk mereka berdua dan sebelumnya pun ia telah berolahraga ringan sekitar 15 menitan.

Jam tujuh pagi, ia membangunkan Hannah. Ada hal yang membuatnya harus ke rumah sakit pagi ini. Ia masih kepikiran dengan kondisi korban yang ia tabrak semalam. Apakah ia baik-baik saja?

"Na, kamu bisa pulang sendiri kan?" Ucapnya kepada wanita yang sudah terlihat cantik meski baru saja bangun dari tidurnya.

"Iya." Jawab wanita itu tanpa bertanya panjang lebar. Ia sudah tahu, hal mendesak apa yang membuat Devan buru-buru ke rumah sakit. Ia sudah paham resiko pacaran dengan seorang dokter.

Devan meninggalkan Hannah sendirian di apartemennya. Tak lupa ia memberikan kecupan manis di kening wanita itu. Ia segera bergegas ke rumah sakit yang untungnya jalan pagi itu lumayan lengang, tetapi bukan berarti juga ia bisa berkendara dengan kecepatan tinggi. Jalan masih basah karena hujan semalam, belum lagi genangan air di beberapa titik jalan yang mungkin akan mengganggu pengendara lain jika laju kendaraannya terlalu cepat. Alhasil, perjalanannya pagi ini harus sedikit lebih lama dari biasanya.

"Selamat pagi dok." Sapa seorang perawat yang sedang berpapasan dengannya.

"Pagi." Balasnya menyunggingkan senyuman menawannya.

Devan segera ke bangsal perawatan pasien yang ia tabrak semalam. Ia penasaran dengan kondisi pasien itu sekarang.

"Pagi dok." Sapa perawat yang bertugas unit perawatan itu.

"Pagi." Balasnya kembali menyunggingkan senyuman manisnya. Ia memang seorang yang murah senyum, membuat orang-orang di sekitarnya selalu suka dengannya. "Gimana kondisi pasien semalam?" Tanyanya kepada perawat yang terlihat telah berusia kepala tiga itu.

"Masih belum sadar dok sampai sekarang." Jawab perawat itu. "Tapi dia baik-baik saja." Lanjutnya. Penyebab ketidak sadaran pasien hanya karena sedang tertidur pulas. Ia memberikan catatan rekam medis pasien kepada Devan

Sambil menuju ruangan perawatan pasien, Devan mengamati catatan tekam medis itu. Seperti kata perawat tadi, dia baik-baik saja. Semua parameter organ vitalnya berada di angka yang normal. Meski begitu, pasien tetap harus menjalankan proses perawatan. Luka tusukan di perutnya, tak akan sembuh dalam waktu secepat itu.

"Kok gak ada orang sus?" Seru Devan saat tak menemui siapa-siapa di ruangan perawatan itu. Perawat yang bersamanya langsung terlihat panik, ia segera mencari pasien di setiap sudut ruangan itu. Tak ada di dalam toilet, di koridor pun, ia tak melihat sosok pasien itu.

"Dia dimana?" Perawat itu terlihat makin panik.

Devan sepertinya tahu apa yang sedang terjadi, ia hanya tak menyangka jika hal seperti itu benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Biasanya hanya terjadi dalam sinetron ataupun film-film, pasien kabur.  

Infus pasien masih tergantung di samping hospital bed, ia makin yakin jika pasien itu memang kabur. Ia menengok keluar jendela, sangat kebetulan, matanya bisa menangkap sosok pria memakai baju pasien berjalan agak linglung ke arah pintu gerbang rumah sakit. Tak salah lagi, dia adalah Harvy, pasien yang ia tabrak kemarin. Devan langsung sigap mengejar pasien, cukup membuatnya geram juga. Ia telah berkorban banyak hanya untuk menyelamatkan pasien itu, tetapi sepertinya pasien itu tak punya rasa terima kasih.

"Dia kabur." Seru Devan kepada perawat yang masih terlihat bingung mencari keberadaan pasien. Devan berlari menuruni anak tangga, disusul oleh perawat itu yang turut serta mengejar.

Cukup melelahkan menuruni anak tangga meski hanya tiga lantai saja. Keduanya nampak ngos-ngosan, atau lebih tepatnya, perawat itu sendiri yang ngos-ngosan, ia berhenti mengatur nafas saat sampai di lantai bawah gedung bertingkat itu. Devan masih terlihat punya banyak tenaga, ia terus berlari mengejar pasien.

Saat berada di halaman rumah sakit, matanya tak menangkap lagi sosok pasien itu. Devan menengok kesana-kemari lalu memutuskan mengambil jalan yang seharusnya diambil oleh pasien tadi.

Ia harus berlari hampir lima ratus meter hingga ia bisa menangkap sosok pasien itu dari kejauhan. Segera ia mempercepat langkahnya mengejar pasien itu.

"HEI, TUNGGU!" Teriak Devan kepada pria yang jaraknya sudah dekat di depannya. Alih-alih berhenti, pria itu makin mempercepat langkahnya saat melihat ada orang yang mengejarnya. Namun karena luka di perutnya yang masih terasa sakit, membuat langkahnya bisa dengan mudah tersusul oleh Devan.

"Berhenti!" Pintah Devan saat telah berhasil menyusul pria itu.

Pria itu akhirnya berhenti, ia menengok ke belakang, melihat Devan yang asing baginya. Ia tak yakin, mengenal Devan dan apa tujuan ia mengejarnya. Namun sepertinya ia punya firasat buruk. Harvy kemudian melanjutkan langkahnya kembali.

"BERHENTI!!!" Pintah Devan kembali dengan suara makin tegas dan keras.

"Kamu siapa?" Tanya Harvy berbalik ke belakang. Ia menatap Devan dari ujung kaki ke ujung kepala. Ia sama sekali tak mengenali Devan dan Devan yang berdiri di depannya, tak satupun yang melekat pada dirinya yang menegaskan bahwa dia adalah seorang dokter. Jika Harvy mengiranya seorang musuh, seorang gangster seperti dirinya, mana ada gangster serapih pria di depannya itu.

"Aku dokter." Jawab Devan dengan nafas yang tak beraturan. "Kenapa kamu kabur?" Tanyanya.

Mengetahui bahwa pria di depannya adalah dokter, Harvy berbalik badan dan tak peduli lagi dengan Devan. Ia tahu apa yang diinginkan Devan dan Harvy tak ingin kembali ke rumah sakit. Ada banyak alasan yang membuatnya tak ingin berada di rumah sakit.

"Woiii, berhenti, jangan lari. Kamu belum sembuh." Teriak Devan yang sama sekali tak dipedulikan oleh Harvy.

Devan mengejar harvy kembali, tak sulit baginya untuk menyusul pria yang dalam keadaan tak prima itu. Ia menangkap tangan Harvy, mencegah langkah pria itu. "Berhenti gak!" Pintahnya.

"Jangan pedulikan aku!" Harvy menyentak tangannya, melepaskan genggaman Devan di pergelangan tangannya. Ia terus berjalan dengan kecepatan lebih cepat dari kecepatan orang berjalan dengan normal.

"HARVY, BERHENTI!" Bentak Devan dengan suara keras dan tegas, membuat Harvy harus menghentikan langkahnya. Ia sama sekali tak takut dengan bentakan itu, ia hanya penasaran bagaimana Devan tahu dengan namanya.

"Bagaimana kamu tahu nama aku?"  Tanyanya, ia seakan tak suka, ada orang yang mengetahui identitasnya.

"Aku yang menolong kamu." Jawab Devan.

""Kamu yang menolong aku?" Yakin  Harvy yang dijawab angggukan oleh Devan.

"Bisa dibilang begitu. Kamu ja...." Jawab Devan, namun sebelum ia menyelesaikan ucapannya, hal yang tak terduga dilakukan oleh Harvy.

"Bangsat!" Serunya melayangkan pukulan keras di pipi Devan. Saking kerasnya, hingga membuat ujung bibit Devan pecah.

"Woe, apa yang salah denganmu?" Protes Devan mengusap ujung bibirnya dengan jari jempolnya. Ada bercak darah di  jempol itu.

Devan sangat geram, bisa saja ia membalas pukulan itu, tetapi ia urungkan. Tak ada gunanya membalas kekerasan dengan kekerasan.

Harvy tak berhenti dengan sekali pukulan itu, ia menarik kerah kemeja Devan hingga lehernya tercekek. "Woeh, lepasin." Devan merontah, berusaha melepaskan cengkraman yang sangat kuat itu. Ia bahkan hampir kehabisan nafas. "Bukan aku yang membuatmu babak belur." Jelasnya. Mungkin saja, Harvy berfikir bahwa dia yang menghajarnya hingga babak belur seperti itu.

"Aku tahu." Jawab lelaki itu yang tak sedikitpun mengendorkan cengkramannya di leher kemeja Devan.

"Kenapa kamu menolongku? kenapa tak membiarkan aku mati saja?" Terdengar suara menggerutu dari mulut Harvy. Ia geram karena harus mendapatkan pertolongan dari Devan.

"Hah?" Devan tak kalah geramnya dari Harvy. Ia bahkan kehilangan kata-kata mendengar ucapan bodoh orang yang baru saja ia tolong semalam. Membiarkan dia mati? Apakah ia berfikir, nyawa manusia semudah itu untuk dilenyapkan? Devan tak bisa lagi mengontrol emosinya, tangannya yang kokoh, cukup kuat mengenyahkan cengkraman Harvy di leher kemejanya.

"Kamu pikir, nyawa manusia segampang itu untuk di lenyapkan?" Devan melayangkan pukulan telak di pipi Harvy hingga ia jatuh tersungkur. Itu bukan balasan dari pukulan tadi. Pukulan itu ia tujukan untuk orang pecundang yang tak menghargai hidup seperti Harvy.

"Kamu tahu, aku telah mengorbankan banyak hal demi menolong kamu dan kamu bilang, kamu ingin mati?" Lanjut Devan geram. Ia membangunkan Harvy yang jatuh tersungkur, menarik kerah kemejanya keatas dan menatapnya dengan tatapan yang sangat geram. Ingin rasanya, ia melayangkan tinjunya kembali, tetapi kemudian urung. Prinsipnya tetap sama, kekerasan tak menyelesaikan masalah.

"Kenapa kamu berhenti? Ayo pukul aku. Pukul aku sampai mati." Hasut Harvy yang benar telah menghasut Devan. Devan melayangkan tinjunya sekali lagi, tetapi sasarannya bukan lagi di pipi Devan, melainkan di titik tikaman di perut Harvy yang membuat pria itu harus meringis kesakitan.

"Kalo kamu menyerah dengan hidup kamu, berikan hidup kamu untukku. Aku beli, seberapa mahal pun kamu menjualnya."

Continue Reading

You'll Also Like

6.3M 329K 59
[SEBAGIAN DIPRIVATE, FOLLOW AUTHOR DULU SEBELUM BACA] Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusakny...
597K 22.7K 47
Typo bertebaran, harap tandai ❗ Cinta pada pandangan pertama memang sebuah anugrah yang Tuhan berikan bada suatu hambanya. Tetapi tidak semua orang b...
1.8M 87.8K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
945K 141K 48
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...