Abang - Lee Haechan

By Mloe61

16.5K 1.8K 2K

"Bunda! ini bukan salah abang!" Teriak seorang adik yang akhirnya mengakui satu kebenaran bahwa dialah orang... More

○ Prolog
○ Sayang
○ Tumbuh bersama
○ Valentino
○ Manusia bisa berubah
○ Cita - cita : Ingin punya teman
○ Pada akhirnya, akulah yang bersalah
○ Kebetulan yang pahit
○ Angin malam
○ Akankah lebih baik?
○ Semuanya mulai tidak baik-baik saja
○ Apa ini salahku?
○ Kecelakaan
○ Kalut akan keadaan
○ Rencana
○ Satu pihak
○ Tanggung jawab
○ Dia saudaraku
○ Keputusan Yang Mulia

○ Hilangnya kontrol

527 62 58
By Mloe61

Happy reading
.
.
.
.
.

Sepasang mata yang gemetar dengan melihat ke arah sekelilingnya yang kosong. Valentino yang bersembunyi dibalik gang satunya dibuat bungkam.

Mereka bertiga yang keluar mendengar suara itu terus mewaspadai sekelilingnya, hingga akhirnya mereka mulai pergi dari tempat itu. Kembali ke rumah masing-masing dengan kendaraan yang mereka bawa.

Valentino yang lebih dulu sampai ke rumah melihat kedua orang tuanya sedang memasang sebuah raut wajah kekhawatiran mereka tentang Joshua, tanpa menyadari bahwa Valentino telah kembali ke rumah.

Hanya dengan melihat raut wajah kedua orang tuanya, nafas Valentino begitu berat saat akan dihembuskan. Entah apa yang ia rasakan dihatinya namun, rasa kehancuran dalam hatinya kini tak lagi bisa diperbaiki.

Ceklek

"Akhu pulang" ucap Joshua yang bersuara pelan dengan membuka pintu sedikit demi sedikit.

Hentakkan suara kaki yang bersamaan di dengar oleh Valentino yang telah berada di kamar. Ia yang sibuk menatap langit-langit kamar dengan perlahan menjatuhkan air matanya.

"Joshua, kamu dari mana aja, ayah sama bunda sampek kepikiran terus. Kami khawatir kamu ada apa-apa diluar. Kamu gak papa kan?"

"Iya, akhu enggak papa kok bundha, ayyah"

"Kapan aku bisa menerima kata-kata khawatir itu?"

Kalimat itu bukanlah kalimat yang keluar dari mulut Valentino, tapi itu adalah sebuah pertanyaan yang diucapkan oleh hatinya. Rasa sakit itu begitu nyata hingga bibir terbungkam tanpa bisa mengeluarkan sedikit suara pun. Air mata terus mengalir dari ujung matanya dengan sendirinya, membasahi bantal yang ia gunakan untuk meletakkan kepalanya.

"Aku juga ingin tau rasanya memiliki orang tua yang peduli" gumamnya menghapus dua belah pihak matanya.

Ia tersenyum begitu canggung dengan seluruh tubuhnya yang bergetar kuat "lagi pula, siapa yang butuh perhatian mereka? A-aku memang udah terbiasa kayak gini, kenapa harus berharap lebih pada mereka? Apa yang kurang dariku? Aku punya teman, aku bebas kemana pun, aku—"

Ceklek

Pintu di buka begitu saja oleh Joshua dengan pandangan mereka yang saling tertuju satu sama lain. Untuk sesaat Joshua menghentikan kedua bibirnya untuk melanjutakan ucapannya saat melihat mata Valentino memperlihatkan bekas air mata itu.

Joshua datang dengan kedua tangannya yang terentang lebar, ingin rasanya ia memeluk sang adik sama seperti saat masih kecil. Namun, Valentino yang sekarang tak lagi memerlukan pelukan itu.

"Keluar" ucapnya dengan menarik bantal di tangan kanannya.

"Alen khamu—"

"KELUAR!" Suara sentakkan itu kembali keluar dari tenggorokan Valentino yang spontan melempar kuat bantal itu ke arah Joshua.

"Sampek kapan aku harus hidup tanpa ngerasa punya orang tua? Sampek kapan? SAMPEK KAPAN? APA AKU PERLU NUNGGU ABANG MATI DULU BARU AKU DIANGGAP SEBAGAI ANAK?!"

Joshua terdiam dengan mata yang membulat sempura menatap Valentino.

"JAWAB BANG KALO ABANG PUNYA JAWABANNYA" amukkan Valentino begitu kuat yang membuatnya tak sadar dengan apa yang dilakukannya.

Mencekik Joshua yang tak melawan dan terus meminta jawaban dari pertanyaan itu. Keributan itu terdengar di telinga ayah yang membuatnya sigap berlari ke arah kamar Valentino.

Situasinya begitu terlihat buruk, ruangan yang berantakan dengan pecahan kaca yang telah lama pecah. Ayah yang melihat posisi Joshua yang tersudutkan sontak membuatnya menerobos masuk tanpa memperdulikan sekelilingnya.

"ALEN!" Teriakan ayah semakin membuat hati Valentino kacau.

"Ay-yah"

"Jhangan bentak alen—" kesadaran Joshua perlahan hilang setelah ia memaksakan untuk memperingati ayah yang berlari ke arahnya.

Lutut Joshua yang  melemah membuatnya jatuh dari cengkraman Valentino. Joshua hanya tergeletak lemah di depan Valentino tanpa gerakan sedikit pun. Ayah yang mendorong pundak Valentino dengan keras membuatnya jatuh diantara kaca-kaca di lantai.

Pandangan Valentino begitu kosong saat melihat ke arah Joshua.

"Bunuh..."

"Joshua!" Teriak bunda yang ikut masuk ke dalam ruangan.

Ayah segera mengangkat Joshua keluar dari kamar Valentino dan sibuk menghubungi dokter, sedangkan bunda mulai berdiri di depan Valentino dengan tatapan yang begitu buruk padanya.

"Alen, bunda butuh penjelasan kamu" ucap bunda tegas dihadapan Valentino yang masih belum beranjak dari tempatnya terjatuh.

"A-aku engak sengaja—"

Plak!

Tamparan itu mulai menyadarkan Valentino. Rasanya begitu sakit saat menerima tamparan itu, namun entah mengapa Valentino tak merasakan rasa sakit itu di pipimya, melainkan di dalam hatinya yang perlahan semakin rusak.

"Bunda, alen kenapa? Itu bukan alen!" Ucapnya mencoba menyadari keadaannya.

Bunda yang tak menerima alasan akhirnya berjalan keluar dari kamar Valentino.

"Bunda! Bunda! Ini bukan salah alen! Alen beneran enggak sengaja, alen gak bermaksud mau nyelakain abang!" Valentino mencoba meraih tangan bunda yang perlahan pergi, namun bunda tak lagi menjawab panggilan Valentino hingga pintu mulai kembali tertutup dan tinggallah ia sendiri di dalam sebuah kamar.

"Kalian benar-benar pergi?" Bisik Valentino kembali menumpahkan air matanya saat melihat pintu yang telah lama ditutup itu.

"AAAAAGGGHHHHH" Teriakkan itu begitu kuat dari hati terdalam Valentino. Ia hanya menutup mata dan telinganya lalu terus berteriak, hingga gema itu berhasil merenggut kembali kesadaran Joshua.

"Alen!" Joshua yang bangun dengan tersentak. Joshua yang berada di dalam kamar segera berlari keluar dan membuka paksa pintu itu.

Ayah dan bunda begitu takut saat melihat dan mendengar teriakan itu.

"Ayyah, budha, kenapa pintunya dhikunci?" Tanya Joshua yang panik dan mendobrak kuat pintu itu.

"Joshua! Biarin aja alen di dalem, biar dia tau rasanya dihukum. Dia cuman cari sensasi makanya teriak-teriak kayak gitu" ujar ayah menarik Joshua untuk menjauh dari pintu itu.

Kerutan pada dahi Joshua terlihat begitu jelas di mata ayah.

"Ayyah pikir ini pherbuatan yhang benar? Ini bhisa menjadi khekerasan dalam kheluarga yah" jelas Joshua yang melepaskan tangan ayah yang menariknya.

"Joshua, ayah tau kamu sayang sama alen, tapi dia bukan alen yang kamu kenal lagi. Dia udah gila!"

"AYYAH! ALEN BHUKAN ORANG GILA" pekik Joshua di depan kedua orang tuanya.

"Joshua, kamu enggak ingat apa yang dilakuin alen terhadap kamu? Liat leher kamu yang punya bekas cekikan itu! Dia mau bunuh kakaknya sendiri. Kalo tadi enggak ada ayah, gimana nasib kamu?" Jelas bunda.

Joshua diam dengan mengatur nafasnya yang tak stabil setelah membentak ayah. Tangannya yang gemetar kembali mengingatkannya pada pertanyaan Valentino.

"Ayyah, bundha, apa khalian menganggap akhu sama alen bherbeda?"

"Ya kalian berbeda" jawab tegas ayah.

"Apa hanya akhu anak khalian? Lalu shiapa alen bagi khalian?"

Setelah Joshua bertanya, ayah dan bunda terdiam. Mulut yang sedari tadi terus menjawab itu kini tertutup.

"Khenapa kalian diam? Apa Joshua pherlu ngulangin pertanyaannya?"

"Joshua"

"Bundha, Joshua chuman butuh jhawaban bukan panggilan nhama"

"Ayyah" Joshua mulai menadahkan tangan kanannya, berharap ayah luluh dan memberikan kunci itu.

Tangan ayah yang gemetar begitu tidak yakin dengan pilihannya.

"Tholong alen ayyah" ucap Joshua dengan mata berkaca-kaca.

•—Abang—•
Tbc •>

Minggu, 17.04.22

Continue Reading

You'll Also Like

13.5K 2K 28
"Kata Ibu, kebahagiaan itu sederhana... kita hanya perlu yakin jika semua hal akan baik pada waktunya..." Kau bahagia? "Ya..." Hidupmu sulit... "Ya...
722 109 12
Disetiap cerita pasti memiliki alur Disetiap cerita pasti memiliki makna Dan disetiap cerita pasti memiliki akhir.... Entah itu akhir yang membahagia...
23.7K 1.7K 31
Peringatan!! Hanya karangan author dan tidak ada sangkut pautnya dengan Para tokoh di dunia asli. "Mimpi menyenangkan aku jadi nyaman," Jika kita be...
67.5K 5.9K 34
"Kita bertujuh itu udah paket lengkap banget. Kayak warna pelangi!" -Aruna Madaharsa