The Boy Who Talked To The Tre...

By ashwonders

1.7K 206 153

Pada suatu hari, Andrea Jacobson membuat keputusan untuk menjauh sejenak dari kehidupannya di Portland. Dia... More

7 Reasons
'Sup?
Cast Aesthetics
1. Cotswolds
2. Hari Pertama Menjadi Senior
3. Cowok Berjaket Kuning
4. Hal-Hal Yang Terjadi
5. Piknik Di Hutan
7. Lukisan Yang Kosong
8. Sir Fergus
9. Cewek Roti
10. Modifikasi
11. Hari Abu-Abu
12. Tanpa Batas
13. Misi Yang Serupa
14. Dua Orang Yang Luar Biasa Mirip
Writer's Note
Bonus (Part 1)
Bonus (Part 2)
Bonus (Part 3)

6. Es Krim dan Memori

55 8 1
By ashwonders

SUNGGUH ajaib bagaimana sebuah momen piknik singkat Andrea dan Lucas dapat menjadi penentu yang mempengaruhi hubungan keduanya secara signifikan.

Di waktu bekerjanya, Andrea jadi semakin sering menghabiskan waktu dengan Lucas. Bahkan nyaris di sebagian besar waktu senggangnya--bila dia tidak sedang menghilang ke dalam hutan untuk melukis--cowok itu selalu menyempatkan diri untuk membantu Andrea, hingga gadis itu merasa bersalah pada Georgia karena dirinya seperti makan gaji buta.

Dan hal lain yang semakin disadari Andrea adalah; Lucas begitu supel. Pertama kali bertemu dengan Joe si tukang kebun, dia langsung berbincang-bincang akrab dengan pria itu, seringkali Andrea mendengar Joe terbahak-bahak karena apapun yang dicelotehkan Lucas. Andrea juga menyadari bahwa ekspresi Joe berubah cerah setiap kali dia berbicara dengan Lucas. Mengesampingkan gaya berpakaiannya yang agak nyentrik, sebetulnya tidak ada yang begitu 'wah' pada diri Lucas. Namun cowok itu sepertinya memiliki bakat istimewa untuk membuat setiap orang yang dia ajak bicara menyukainya.

"Kau sudah selesai dengan kerjaanmu hari ini?" Lucas mengekori Andrea yang sedang menyimpan peralatan menyiramnya kembali ke dalam gudang di halaman belakang penginapan.

Hari ini Lucas mengenakan kaus putih dengan luaran kemeja denim bersulam buah-buahan tropis warna-warni di bagian dada, celana jins hitam, dan kali ini bukan sepatu kanvas Heimlich, melainkan summer boots hitam. Kalau boleh jujur, ini merupakan penampilan 'ternormal'--cenderung gaya--Lucas yang dilihat Andrea sejauh ini, hanya saja bagian buah-buahan itu masih cukup mencolok.

"Yep, sudah." Andrea akhirnya menyahut setelah berhasil mengalihkan fokusnya dari pakaian cowok itu.

"Apa kau harus mampir ke suatu tempat sehabis ini untuk belanja atau semacamnya?"

"Hari ini nggak. Kenapa?"

"Kudengar The Old Mill menjual es krim yang dapat penghargaan."

"Aku tahu." Andrea mengunci pintu gudang dan menyimpan kunci itu di tas selempangnya, "Cukup terkenal, tapi aku belum sempat mencobanya selama di sini."

Lucas menyunggingkan senyum penuh persekongkolan.

"Menurutmu Georgia akan marah bila aku menculik sebentar pegawainya untuk makan es krim bareng?"

"Well, menurutku..." gadis itu memasukkan kedua tangannya ke saku celana, berusaha mempertahankan ekspresi dan nada suaranya sedatar mungkin untuk berpura-pura tak tertarik, "...Georgia juga harus mempertimbangkan apakah selama diculik pegawainya itu akan dapat es krim gra--"

"Kutraktir!" Lucas berdeklarasi cerah.

Andrea mengangguk puas, pada akhirnya gagal menahan senyuman, "Nggak ada masalah kalau begitu."

Setelah selesai memastikan pintu-pintu terkunci dengan aman, keduanya berjalan menuju garasi. Derak dari kerikil-kerikil kecil yang terinjak mengiringi langkah mereka. Andrea mendorong pintu garasi hingga membuka. Kombi biru-putih sewaan Lucas terparkir di dalamnya, namun The Old Mill hanya lima menit berkendara dari Brierwood, jadi Andrea berjalan menuju skuternya.

"Um... Andy?"

"Yeah?" tanya Andrea yang sudah mengenakan helmnya.

Lucas tidak menyahut. Dia hanya memandangi skuter putih milik Georgia dengan sorot penuh harap.

"Kau mau coba mengendarainya?" tawar Andrea, membuat Lucas mendongak sumringah.

"Serius?!"

"Kita bisa gantian saat perjalanan kembali." Andrea mengambil satu lagi helm cadangan yang tersimpan di bawah jok skuter setelah terlebih dahulu melepaskan bagasi roti dari atasnya.

Lucas kemudian menaiki skuter dan menguasai kemudi cukup cepat. Dia mengendarainya keluar gerbang penginapan. Sesudah mengunci gerbang, Andrea mendudukkan diri di jok belakang Lucas.

Lucas menolehkan kepalanya hingga Andrea dapat melihat profil samping wajah cowok itu yang tersenyum, lalu mulai berbicara dengan aksen Inggris tradisional yang sempurna, "Nona Jacobson, saya khawatir jalanan yang berbatu dan cuaca yang agak berangin akan sedikit menghambat perjalanan kita. Kuharap Anda dapat tetap merasa nyaman di belakang sana."  

"Perhitungan dan kehati-hatian, Tuan Freewell. Itu yang terpenting. Pastikan saja kita tidak terlambat untuk pesta dansa besok malam dan pastikan kuda-kudaku diberi makan dan minum dengan baik selama perjalanan." Andrea menyahut sok resmi.

"Tentu, My Lady." Lucas membuat gerakan menghormat dengan ujung topinya yang nihil, sebelum tawa keduanya pecah.

Kalau dipikir-pikir, seumur hidupnya ini pertama kalinya Andrea diboncengi seseorang cowok menaiki motor. Dulu ayahnya sering memboncenginya, namun itu hanya menggunakan sepeda. Dari belakang sini, Andrea dapat melihat lebih dekat ikal-ikal pirang lembut rambut Lucas yang sedikit menutupi tengkuknya, dan menyadari bahwa bahu cowok itu ternyata lumayan lebar.

Bagaimana rasanya bersandar di punggung ini?

"Menyenangkan!" seru Lucas bersemangat karena menikmati berkendara dengan skuter. Andrea tersentak. Dia menggeleng-geleng pelan berusaha mengusir pikiran melanturnya sementara Lucas terus melajukan mereka menyusuri Becky Hill.

The Old Mill merupakan sebuah museum yang berdiri tepat di tepi River Eye di daerah Lower Slaughter--tak jauh dari Upper Slaughter, di mana Brierwood dan rumah Georgia berada. Eksterior bangunan itu tak jauh berbeda dengan rumah-rumah tua di sekitarnya, hanya berukuran lebih besar, memiliki cerobong asap tinggi, dan sebuah kincir air besar yang berada tepat di atas sungai dan menempel di salah satu sisi bangunan . Dulunya, tempat itu merupakan pabrik penggilingan gandum dan tepung lalu sempat berubah menjadi toko roti. Dan sekarang beralih fungsi menjadi museum yang memiliki toko suvenir, kafe, dan kedai es krimnya sendiri.

Ketika sampai pada antrean paling depan bersama Lucas, Andrea langsung menyebutkan pesanannya tanpa menghiraukan etalase kaca yang menampilkan beragam pilihan rasa es krim.

"Raspberry-karamel dan choco mint..."

"Memangnya ada rasa itu?" Lucas mengamati etalase dengan bingung.

Seketika Andrea bungkam. Tanpa sadar dia melakukan kebiasaan lamanya.

Dan gadis itu tak mampu mencegah sebuah memori yang kembali menyeruak ke ingatannya. Itu adalah ingatan beberapa tahun lalu di Blackwood, ketika dirinya dan Matt masih sama-sama murid sophomore...

Baru semenit Andrea membalikkan badan menghadap belakang ke meja Kimberly Lim pagi itu di kelas Sejarah Amerika untuk mendiskusikan masalah tugas kelompok. Ketika kembali menghadap ke depan, tahu-tahu sebuah remasan kertas mendarat di atas mejanya dengan bunyi tuk pelan.

Andrea membukanya, mendapati tulisan 'indah' khas Matt yang berbunyi:

'Butuh es krim. Sekarang.'

Andrea menghela napas panjang dan menoleh kepada Matt yang duduk di meja sebelah dengan pulpen terjepit di antara hidung dan bibir atasnya. Cowok itu tengah merebahkan kepalanya ke atas meja, ekspresinya campuran antara muak dan teler akibat mendengarkan ceramah Mr. Miller di depan kelas.

"Aku ogah bolos." bisik Andrea.

Matt memajukan bibir bawahnya, menampilkan akting anak kecil yang memelas. Pulpen itu terjatuh dari bibir atas Matt.

"Huuu. Membosankan." Matt menggerutu.

Andrea tak menanggapi ejekan Matt yang jelas-jelas tak terima ajakan bolosnya diacuhkan. Dalam hati Andrea kesal sendiri, apa yang dia harapkan dari Matt yang praktisnya bakal lulus dalam mata pelajaran apapun tanpa perlu repot-repot belajar?

"Kutraktir deh." Matt mencoba lagi.

"Aku nggak mau dicoret Mr. Miller dari daftar murid. Dan aku perlu belajar, nggak kayak kau yang jenius hingga ke taraf mencurigakan."

"Jenius? Nggak juga." Matt meledek, "Kau hanya idiot dari sananya jadi—"

"Oh, diamlah."

Mereka terpaksa berhenti karena Mr. Miller sedang berkeliling mengamati catatan-catatan mereka dan lewat persis di antara meja mereka. Ketika dia sudah berlalu, Matt diam-diam meraih ranselnya dan melanjutkan, "Sori, bercanda. Ayo menyelinap."

"Kau gila." desis Andrea jengkel.

"Nggak ada yang terlalu gila di kamusku, Nona Reporter. Sekarang ikut aku." Matt menunggu hingga Mr. Miller berbalik menuju ke depan kelas sebelum menarik lengan Andrea—yang dengan panik buru-buru menyambar ransel dan notebook-nya. Andrea berusaha meredakan degup jantungnya ketika mereka merunduk di antara meja-meja dan berjingkat keluar kelas melalui pintu yang untungnya terletak di belakang kelas. 

Dan Andrea menghabiskan sepanjang waktu mereka berkendara ke toko es krim dekat sekolah untuk mencak-mencak pada Matt, yang hanya menanggapi omelannya dengan tertawa-tawa menyebalkan. Namun Andrea mendapati suasana hatinya jauh membaik ketika mereka tiba di Jefferys, toko es krim andalannya dan Matt.

"Raspberry-karamel dan choco-mint." gadis itu nyaris tak berpikir saat memesankan rasa es krim untuk dirinya dan Matt saking hapalnya dia dengan kesukaan cowok itu. Di sebelahnya, Matt memanggil seorang pria gemuk yang berada di balik konter.

"Jeff!"

"Matty! Andy!" sapa Jefferys, si pemilik toko es krim. Pria itu membalas sapaan Matt dengan sumringah sambil membuka kedua tangannya lebar-lebar, "Aku mau saja memelukmu Nak, tapi aku terlalu malas mengitari konter panjang ini hanya demi kau."

"Trims, kurasa?" Matt terkekeh seraya menerima dua cup es krim mereka dari kasir, sementara Andy mendahului Matt duduk di kursi konter.

"Hai, Jeff." sapa Andrea.

Jeff tersenyum hangat, "Senang melihat kalian kembali. Hari pertama sekolah setelah liburan panjang memang yang terbaik."

"Nggak benar." sahut Andrea dan Matt kompak, membuat Jeff tergelak.

"Tingkat apa sih kalian sekarang?"

"Sophomore." Matt menjawab.

"Matt menyeretku membolos bersamanya." Andrea mengadu.

"APAKAH ITU ANDREA?!" istri Jeff, Fiona, melongok dari dapur dan ekspresi wanita paruh baya itu seketika berubah cerah, "ANDREA, SAYANGKU! ASTAGA, KAU MAKIN CANTIK SAJA!"

Masalahnya, Fiona terkenal akan suaranya yang lantang, maka ketika dia mengatakan semua itu, belasan pasang mata tamu Jefferys sore itu sontak tertuju kepada Andrea, yang kepingin mengubur diri ke tanah.

"Apa kabar, Fio?!" Matt menyahut, "Yep! Andy masih sehebat yang dirumorkan! Kau harusnya lihat wajahnya sekarang sudah sewarna dengan rambutnya!"

"Stop!" Andrea terkekeh sambil meninju bahu Matt.

"Tidak, Fio salah. Andrea memang sudah cantik sejak baru lahir." timpal Jeff menggoda.

"Atau sejak berada di dalam kandungan ibunya..." Matt menambahkan, "Atau sejak masih berupa zigot..."

"Oh, Tuhan..." Andrea menutupi wajah dengan satu tangan sementara Jeff terbahak-bahak dan Matt cengar-cengir penuh kemenangan di sampingnya...

...ndy?"

"Andy?"

Andrea mengerjap.

Dia kembali berada di dalam toko es krim The Old Mill, dengan Lucas berdiri di sebelahnya sambil menatapnya khawatir.

"Kau baik-baik saja?" tanya cowok itu pelan.

"Aku--yeah. Sori tadi aku agak ngawur karena sedang memikirkan soal... um, pengantaran besok." Andrea mengarang bebas.

"Oke..." kata Lucas, kemudian sepasang matanya membulat antusias, "Bagaimana kalau kita pilihkan rasa untuk satu sama lain?"

"Baiklah. Nggak boleh protes, ya." Andrea melihat-lihat menu es krim dan menyebutkan dua rasa pada pramuniaga di belakang etalase, "Ground coffee dan lemon meringue."

"APA?!"

Andrea tergelak mengamati ekspresi Lucas yang tampak sakit hati, "Sori!"

Lucas membalas memesankan untuk Andrea, "Wild strawberry dan... dan... ugh, jamaican rum raisin?"

"Kedengarannya enak!" Andrea masih tertawa.

"Nggak adil..."

Merasa kasihan melihat wajah sedih Lucas, Andrea buru-buru meralat, "Maaf, yang lemon meringue diganti butter crunch saja."

Wajah mendung Lucas seketika berubah cerah. Dalam hati Andrea mengagumi betapa beragam ekspresi yang ditampilkan cowok itu selama dua hari Andrea mengenalnya dan bagaimana suasana hati cowok itu berubah dengan mudahnya.

The Old Mill siang itu cukup ramai oleh pengunjung, maka tidak banyak tempat yang tenang untuk duduk-duduk. Setelah mendapatkan es krim mereka, keduanya berjalan menyusuri tepian sungai dan tiba di sebuah jembatan batu kecil yang cukup sepi. Lucas duduk di atas birai batu pembatas jembatan, sementara di sebelahnya Andrea hanya bersandar pada birai sambil berdiri.

Rasanya masih tidak bisa dipercaya. Saat ini Andrea berada di Inggris, makan es krim bersama seorang cowok yang baru dikenalnya beberapa hari sambil menikmati pemandangan jernih permukaan River Eye diiringi bunyi gemericik kincir air. Ini bukan seperti pengalaman 'melarikan diri' yang sepatutnya. Ini seperti liburan musim panas yang ideal.

"Terima kasih traktirannya." ucap Andrea, "Ini es krim terenak yang pernah kurasakan, nggak bohong."

"Sama-sama dan setuju." Lucas menyodorkan es krimnya kepada Andrea, "Mau coba punyaku?"

Andrea mengambil cone di tangan Lucas, sementara cowok itu tak repot-repot melakukan hal yang sama. Dia malah memajukan wajahnya dan mencicipi es krim milik Andrea yang masih dipegang gadis itu. Selama beberapa detik Andrea menahan napas, karena wajahnya dan wajah Lucas dekat sekali.

"Enak." Lucas menjauhkan wajahnya, membuat Andrea kembali dapat bernapas normal.

"Aku lebih suka yang ini." Andrea menatap es krim milik Lucas dengan iri.

"Aku suka semuanya sama rata." Lucas mengambil es krim milik Andrea dari tangannya, "Tukaran saja. Kau bisa ambil punyaku."

"Kau serius?" Andrea menerima es krim milik Lucas dengan sungkan, "Aku nggak mau ini karena kau sebetulnya lebih suka punyamu tapi karena kasihan padaku kau jadi berkorban."

"Kalau punyamu rasanya lemon meringue dan... entahlah, pistachio misalnya, aku baru ogah bertukar."

"Lemon kan enak."

"Iya, tapi dengan jodoh yang tepat."

Andrea memperhatikan Lucas yang sekarang memakan es krim miliknya dengan riang.

"Lucas?"

"Hm?"

"Terima kasih. Lagi. Rasanya menyenangkan bisa memesan es krim dengan rasa yang berbeda."

Lucas memiringkan kepalanya sedikit, nampak bingung. Namun Andrea hanya tersenyum samar sambil meneruskan menikmati es krimnya.

Mereka menghabiskan nyaris dua jam mengobrol ngalor-ngidul sambil berjalan kaki sekitar Lower Slaughter, bahkan menyempatkan diri melihat-lihat toko-toko lokal yang berada di daerah itu. Semuanya berjalan menyenangkan, sampai ketika mereka berpapasan dengan pemuda berkaus polo warna akua dan bercelana pendek krem di salah satu persimpangan jalan.

Pemuda itu terlihat tengah membagi-bagikan selebaran. Keduanya sengaja mendekat dan menerima selebaran itu, yang ternyata merupakan brosur diskon spa di country club Sawfitz untuk siapapun yang mengikuti semua akun media sosial tempat itu dan menunjukkan buktinya di pintu masuk.

"Bilang pada bosmu untuk datang secara langsung ke pertemuan warga berikutnya." ujar Andrea sambil mengembalikan selebaran itu kepada si pemuda yang hanya mampu mengernyit bingung.

"Setidaknya brosur mereka bagus. Dan strategi yang lumayan." komentar Lucas objektif seraya membolak-balik selebaran merah mencolok di tangannya.

"Mereka memasang harga jauh di bawah standar lokal. Strategi yang egois." komentar Andrea, teringat keluhan-keluhan Georgia.

"Keegoisan diperlukan pengusaha untuk meraih untung besar." ujar Lucas, dia lalu melipat selebaran di tangannya menjadi kecil sekali dan membuangnya di tong sampah terdekat, "Tetap saja pengecut namanya kalau nggak berani berhadapan langsung dengan sesama pengusaha."

"Georgia pernah bilang bahwa selama ini anak buah Sawfitz yang datang ke pertemuan berumur sangat muda, kontras dengan pengusaha-pengusaha lokal yang rata-rata sudah kepala empat atau lebih tua dari itu." Andrea mendadak teringat, "Mungkin itu sebabnya mereka unggul sekali dalam promosi dan pemasaran digital."

"Aku sempat iseng mengecek website mereka, dan ya, sangat profesional dan lengkap." Lucas memberitahu, "Dibandingkan dengan pengalamanku mencari informasi penginapan di Cotswolds dan wisata-wisata lokal... yah, cukup kontras."

Andrea dan Lucas saling berpandangan selama beberapa saat.

"Apa kau memikirkan apa yang kupikirkan?" Lucas nyengir.

"Yeah... kurasa. Tapi kita perlu mendiskusikannya dengan lebih matang. Sebelum mungkin menyampaikannya kepada Georgia untuk tahu apa pendapatnya." mereka berdua akhirnya tiba di tempat Andrea memarkir skuter.

Bahkan setelah mereka melaju menyusuri jalanan kembali menuju Brierwood, pikiran mereka masih dibanjiri ide. Andrea sengaja melewati Kings Well Lane alih-alih rute yang dilewati mereka saat berangkat tadi, karena jalan itu sedikit memutar dan lebih panjang, memberi mereka waktu lebih banyak untuk berdiskusi.

"Kalaupun misalnya para pengusaha lokal setuju, ini butuh modal!" Lucas berseru dari belakang Andrea untuk meningkahi angin.

"Yeah!" Andrea mendongak khawatir ketika langit di atas mereka menggelap secera signifikan dan aroma tanah sudah tercium di udara.

"Oh, dan Andy?!"

"Apa?!"

"Um, aku suka banget rambut merahmu..." Lucas memulai, "...tapi beberapa helai termakan olehku karena angin!"

"Oh! Sori!" Andrea tertawa, dia lalu memelankan laju skuter--dia tidak ingin menepi karena tampaknya hujan siap tumpah kapan saja--dan menyerahkan sebuah ikat rambut pada Lucas dengan satu tangannya, "Ini... bisa tolong ikatkan rambutku?!"

"Kucoba!"

Rasanya sedikit menggelitik ketika Andrea merasakan tangan Lucas menyentuh tengkuknya saat cowok itu mengumpulkan rambutnya dalam genggaman. Tetapi yang semula Andrea kira akan menjadi tugas singkat,  berubah menjadi lama karena rupanya cowok itu memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda terhadap rambutnya.

"Kau mengepangnya?!" Andrea menebak dari tarikan-tarikan lembut yang dirasakannya.

"Jangan khawatir, aku cukup sering melakukannya!"

"Untuk adikmu?!"

"Bukan!"

"Um... pacar?!"

"Nggak punya!" Lucas tertawa, "Bukankah aku sempat menyebutkan alasanku ke sini adalah untuk melupakan seorang cewek?!"

Habis putus? Andrea ingin bertanya lebih jauh, namun urung dan ganti mengatakan sesuatu yang lain, "Lalu siapa?!"

"Anak umur tujuh tahun pemilik kedai pizza dua blok dari rumahku!" seru Lucas.

"Kenapa random sekali?!"

"Suatu hari aku mampir untuk beli pizza mereka sepulang sekolah, hendak kembali ke mobilku, lalu aku melihatnya, berkaca di jendela toko sambil berusaha mengepang rambutnya sendiri! Karena hasilnya berantakan, aku coba membantunya! Awalnya dia memberiku arahan! Dan aku berhasil melakukannya dengan cukup rapi pada percobaan pertama!"

Andrea mendengarkan kisah Lucas dengan takjub. Cowok itu kedengaran begitu bangga dengan kemampuannya mengepang rambut.

"Selesai!" Lucas berseru senang, namun kemudian nadanya berubah ngeri, "Oh..."

"Oh..."

Petir menggelegar. Hujan turun dengan begitu mendadak, bukan gerimis, melainkan yang tetesannya besar-besar. Andrea mempercepat laju skuter, namun sudah terlambat.

Mereka basah kuyup setibanya di halaman depan Brierwood. Andrea jadi terpaksa memasukkan kembali skuternya ke dalam garasi alih-alih meneruskan perjalanan ke rumah Georgia. Bahkan percuma saja dirinya dan Lucas ngibrit ke teras rumah utama demi menghindari hujan. Keduanya sudah sama-sama pasrah kebasahan.

"Sori, harusnya kita pakai mobilmu saja!" Andrea berdiri berhadap-hadapan dengan Lucas di teras yang sempit. Namun Lucas malah mengembangkan senyumnya lebar-lebar, tak peduli sekujur tubuhnya basah dan rambut ikal pirangnya lepek hingga menempel di dahi.

"Ini namanya menciptakan memori, jadi permintaan maaf sama sekali nggak diperlukan! Lagipula aku juga kepingin naik skutermu." kata Lucas. Wajahnya yang lembab berbinar cerah, kontras sekali dengan langit gelap di atas mereka yang sedang menumpahkan hujan, "Yang kita perlukan adalah mengeringkan diri."

"Benar." Andrea mengamati cowok itu membuka kunci pintu dan mempersilakannya masuk. Tepat ketika gadis itu baru melangkahkan kakinya memasuki penginapan, ponsel berdering dari dalam tasnya.

"Andy! Kau di mana?" suara khawatir Georgia terdengar dari seberang.

"Maaf, aku baru kembali dari beli es krim dengan Lucas. Aku sudah di penginapan. Mungkin akan tunggu hujan reda sebelum pula--"

"Tapi badainya akan berlangsung semalaman, barusan aku lihat di berita..."

Andrea terbengong-bengong, "Yang benar saja."

"Bagaimana kalau kau tetap di Brierwood saja untuk malam ini, Andy?" Georgia mengusulkan, "Ada kasur tiup dan selimut cadangan di lemari ruang cuci, di laci paling bawah..."

Mengapa klise sekali?!

"Tapi aku--"

"Oh, aku akan bicara dengan Lucas juga, sebetulnya aku agak sungkan, tapi aku khawatir padamu..."

Sementara itu Lucas berdiri di hadapan Andrea, menunjuk-nunjuk ponselnya, "Bisakah aku bicara dengannya sebentar?"

Merasa letih, gadis itu menyerahkan ponselnya pada Lucas.

"Halo, Georgia. Ini Lucas." Lucas mengaktifkan mode pengeras suara.

"Oh, Lucas! Ramalan cuaca mengatakan malam ini badainya cukup besar. Aku benar-benar tidak enak, tapi bisakah Andrea--"

"Tentu, bukan masalah kok. Kami malah bakal bikin cokelat hangat dengan marshmallow dan timpuk-timpukan bantal setelah sesi curhat berakhir."

Andrea dapat mendengar tawa Georgia dari seberang ponsel sementara dirinya berupaya menahan rasa malu, "Terima kasih, kau sangat pengertian."

"Aku malah yang merasa nggak enak, karena aku yang mengajak Andrea keluar jalan-jalan hari ini, maaf."

"Oh, tidak apa-apa, Nak! Kalian sama-sama baru pertama kali ke sini, sudah sewajarnya berkeliling dan melihat-lihat!"

Percakapan berlangsung selama beberapa saat, sebelum akhirnya Lucas memutuskan sambungan dan mengembalikan ponsel Andrea.

Andrea meringis, "Sori..."

Lucas, lagi-lagi, malah mengembangkan senyuman cerahnya.

"Jadi. Mau pesta piyama?"

🌳


Perang bantal, here we go! XD

Continue Reading

You'll Also Like

36.8K 1.9K 7
Kisah mereka yang belum diceritakan sebelumnya; 4K series: • 1.1 - 69 • 1.2 - 143 • 2.1 - Her sweet Breath • 2.2 - His Eyes on Her • 2.3 - EXTRA
4K 1.1K 54
[Kumpulan Cerpen] #DWCNPC2021 #DWCNPC2022 Every day is a good day. There is something to learn, care, and celebrate. (Amit Ray) =====================...
3.2K 526 41
Gara-gara Kaira diculik oleh sekelompok Elf pedagang manusia, Anna jadi harus pergi ke Greina bersama Marrietta, Putri Musim Panas. Di tempat serupa...
32.6K 6.7K 35
Ran hanya menginginkan dua hal dalam hidupnya; bisa melihat hantu, dan tahu rasanya punya kakak. Tumbuh dalam didikan trah Kuncoro, famili Jawa klen...