Cicatrize ✔️

By chocokiiim

53K 6.1K 1K

Dia hadir dan memperbaiki semuanya, menjadikanku sosok tangguh yang lebih baik. Dia datang dengan cinta, dan... More

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Chapter 35
Chapter 36
Chapter 37
Chapter 38
Chapter 39
Chapter 40
Chapter 41
Chapter 42
Chapter 43 - Fin
Epilog
Bonus Chapter - 1
Bonus Chapter - 2

Chapter 23

959 115 23
By chocokiiim

Sama seperti kemarin, malam ini kembali menjadi malam yang sangat sulit bagi kunoichi sekaligus iryo-nin kebanggaan Konohagakure. Kepala berlapis surai merah mudanya tertunduk lesu di atas meja belajarnya, bersamaan dengan punggungnya yang membungkuk guna menjadikan tangannya sebagai bantal. Sudah hampir dua jam lamanya ia berada dalam posisi ini, tanpa peduli jika punggungnya akan terasa sakit karena terus duduk dalam posisi yang tidak tepat. Sakura membuang pandangan pada dinding bercat putih di sisinya, menatap kosong ke arahnya degan pikiran yang melayang tak tentu arah.

Apakah dirinya sungguh tidak berguna bagi Sasuke?

Sejak tadi, hanya hal itu yang terlintas di pikirannya. Sakura menghela napas untuk kesekian kali. Ia menjambak pelan surainya, berharap jika ia bisa menepis pemikiran seperti itu dari dalam benaknya.

Namun tetap saja. Sekuat apapun ia menyakiti diirnya, tidak sedikitpun bayangan Sasuke pergi dari dalam kepalanya. Pemuda itu. Sosok yang pernah ia cintai melebihi apa yang ada di dunia ini. Pemuda yang menjadi alasannya untuk bangkit dan menjadi kuat, sosok yang begitu ia idamkan untuk menjadi pendamping yang kelak akan menyempurnakan segala kekurangannya. Tetapi kenyataan tetap saja berkata kejam. Sampai kapanpun, Sasuke tidakan akan sudi menatapnya. Benar. Memangnya apa sih yang bisa pemuda itu harapkan pada dirinya yang lemah ini? Bahkan dengan dirinya yang sekarang, Sasuke tak kunjung percaya padanya.

"Aku mencintaimu, Sakura."

Setetes air mata kembali lolos. Sakura memukul meja di hadapannya, melampiaskan rasa sesak yang sejak tadi menyerang dada. 

"Sebenarnya apa yang kau rasakan padaku, Sasuke-kun? Kenapa kau membuatku seperti ini?"

Jujur, Sakura sangat tidak mengerti saat ini, baik pada dirinya ataupun terhadap Sasuke. Gadis itu merasa sangat kecil setelah mengetahui bagaimana pandangan pemuda itu terhadap dirinya melalui Ino. Namun ketika ia mengingat pernyataan pemuda itu di saat terakhirnya, hati Sakura sontak saja bimbang. Ia tidak tau apa ia harus senang atau sedih setelah mednegar pernyataan itu. 

Ia sangat bingung.

"Ck." Gadis itu berdecak. Ia pun memutuskan untuk menegakkan tubuhnya. Maniknya melirik jam dinding. Sudah jam sepuluh rupanya. Dengan gerakan malas, ia meraih laporan pasien yang ia terima dari bawahannya di rumah sakit dan berniat untuk memeriksanya sebelum tidur. Hati boleh galau, tapi ia tetap harus profesional pada pekerjaannya, kan?

Namun atensi gadis itu berpusat pada sebuah buku catatan bersampul coklat tua di hadapannya. Buku itu. Buku yang disebut Kakashi sebagai pemberian dari Sasuke untuknya. Gadis itu meraih benda tersebut, membuka sampulnya dan melihat apa saja isi dari buku tersebut.

Sepasang bola mata hijau jernih itu membulat ketika mendapati sebuah gambar yang ditorehkan oleh sang empu di sana. Goresan pena tersebut sangat rapi. Sakura sedikit tidak menyangka jika Sasuke ternyata mahir menggambar. Karena bunga itu digambar dengan tinta pena berwarna hitam, sulit bagi Sakura untuk mengetaui jenis bunga tersebut. Namun dilihat dari bentuknya, ia seperti merasa tidak asing. Gadis itu melirik keterangan gambar di pojok bawah kertas, membacanya dengan jantung yang berdebar kencang.

Sakura, musim semi. Kumogakure, 2012.

Gadis itu beralih ke halaman selanjutnya. Mayoritas isi buku ini hanyalah gambar bunga yang sama dengan keterangan yang bebeda. Sejenak gadis itu bingung. Apa Sasuke begitu menyukai bunga sakura sehingga pemuda itu terus menggambar bunga khas musim semi tersebut? Beberapa gambar lain yang ia temukan adalah gambar anak anjing yang sangat lucu. Perut gadis itu seidkit tergelitik setelah membaca keterangan gambar tersebut.

Karena dia mirip dengan anak anjing milik nii-san, aku akan memberinya nama Shiro. Dia lucu walau sangat galak. Kusagakure, 2012.

Astaga, apa Sasuke sungguh sepolos ini?

Sakura terkekeh geli kemudian beralih ke halaman lainnya. Lagi dan lagi ia mendpaati gambar bunga di sana. Sakura sempat membatin jika ternyata Sasuke memiliki sisi manis seperti ini,. Bagaimana pemuda itu menggambar setiap objek bunga dengan keterangan gambar yang berbeda, Sakura merasa jika pemuda itu tidaklah sekaku yang ia kira.

Sakura, musim semi. Hutan Utara Negeri Kincir, 2012.

Sakura, musim semi. Desa Bunyi, 2013.

Sakura, musim semi. Desa Kunci, 2013.

Kini manik Sakura mendapati gambar seorang pemuda berambut panjang. Sasuke menggambarkan sosok itu lengkap dengan senyum hangatnya. Sakura tertegun. Tentu saja ia mengenal siapa pemuda yang Sasuke gambar di sana. Ketika ia membaca keterangan foto itu, hatinya seolah tercubit keras.

Panutanku, seseorang yang sangat aku kagumi. Kau akan selalu menjadi yang terbaik bagiku, nii-san. Desa Bambu, 2013.

Hingga ketika ia sampai di satu halaman yang ternyata terdapat banyak kertas kecil di sana. Gadis itu tertegun ketika mendapati puluhan surat yang pernah ia kirimkan pada Sasuke. Gadis itu sempat putus asa karena pemuda itu tidak pernah membalas suratnya. Namun siapa sangka jika ternyata Sasuke menyimpan semua surat darinya?

Gadis itu membaca ulang isi surat yang pernah ia kirimkan pada Sasuke. Entah apa yang mendorongnya, ia membalikkan kertas tersebut dan mengira akan menemukan lembar kosong sebagaimana awal ia mengirimkan  surat itu. Namun betapa terkejutnya Sakura ketika ia melihat coretan tangan pemuda itu di sana, seolah Sasuke tengah menjawab suratnya meski tidak pernah ia kirimkan. Sakura membacanya dan tanpa diminta, hatinya kembali bergetar.

Kabarku baik di sini. Jaga kesehatanmu dan jangan sampai kedinginan di sana, Sakura.

Sakura beralih ke kertas lainnya.

Aku senang jika kau baik-baik saja. Tetaplah bahagia. Aku akan menemuimu jika waktunya sudah tiba.

Mata Sakura memanas. Ia pun mengambil satu surat lain yang ia duga sebagai surat terakhir yang ia kirimkan setelah insiden pengkhianatan Kido yang sempat menyanderanya.

Sasuke-kun tau, aku sangat terkejut ketika melihat api hitam yang sudah membakar semua anak buah Kido. Aku tau itu pasti jutsu milikmu. Ternyata meski kau berada di tempat yang jauh dari Konoha, kau tetap melindungi kami, ya... Terima kasih banyak, Sasuke-kun! Semoga Sasuke-kun sehat selalu dimanapun Sasuke-kun berada><

Sakura membaca balasan pemuda itu di balik kertasnya.

Aku yakin kau pasti bisa melakukannya. Kau gadis yang kuat, aku tau itu. Kuharap kau tidak terluka.

Sakura tak mampu menahannya lagi. Kini air matanya kembali luruh. Bahkan dengan sangat jelas Sasuke mengkhawatirkannya dan menganggapnya sebagai sosok yang kuat. Inikah Sasuke yang sebenarnya? Apakah Sasuke sungguh mencintainya? Jadi, perasaannya sudah lama terbalaskan?

Mengingat betapa banyak bunga sakura yang ia gambar di sana, apa itu artinya Sasuke selalu mengingatnya ketika ia melihat bunga musim semi itu? 

Lalu yang ia katakan pada Ino, apakah itu hanyalah kebohongan belaka? Mengingat jika pemuda itu tidak mudah untuk mengungkapkan isi hatinya.

Sakura menepuk dadanya, berharap jika rasa sesak yang bersarang kini dapat bebas bersama isakannya. Namun hal itu tak membuahkan hasil. Hingga ketika ia membuka lembar buku terakhir, di sana. Terdapat gambar seorang gadis berambut pendek dengan lambang belah ketupat di dahinya. Sakura tertegun melihat gambar tersebut. Terlebih ketika ia membaca keterangan gambar di tempat yang sama seperti sebelumnya, tangisan gadis itu pecah membelah langit malam.

Musim semiku, yang mana rupanya tak kalah indah dengan bunga sakura. Aku merindukanmu, Haruno Sakura.

Benar. Itu adalah gambar dirinya. Sakura masih saja tidak menyangka jika ternyata Sasuke mampu menyembunyikan perasaannya sampai sejauh ini. Sakura mengacak rambutnya, tak sanggup untuk memikirkan apapun lagi. Gadis itu memilih terisak seraya memegang kepalanya, berharap jika semilir angin yang menyapanya melalui jendela dapat membawa pergi semua perasaannya yang masih saja bercampur aduk hingga saat ini.

***

Sakura memakan set bento miliknya tanpa minat. Saat ini ia tengah menikmati angin sejuk khas musim semi yang menerpa wajahnya, menerbangkan beberapa anak rambut yang terus berkibar mengikuti arah angin. Gadis itu mengunyah pelan makan siangnya. Khusus untuk hari ini, ia memilih atap rumah sakit sebagai tempat terbaik untuknya menyantap makan siang. pikiran gadis itu menerawang jauh. Setelah lima jam lamanya ia berhhasil menyibukkan diri dengan rutinitas di rumah sakit, kini ia kembali pada sosok Sakura yang kehilangan semangat hidup sebagaimana sebelumnya.

Awalnya kepergian Sasuke tidaklah berdampak seperti ini pada dirinya. Namun setelah mengetahui kebenaran yang pemuda itu simpan rapat-rapat sampai sisa hidupnya, tidak ada lagi Sakura yang ceria. Sudah seminggu lamanya gadis itu bertingkah seperti ini. Ia lebih banyak diam, selalu menyahut seadanya jika ditanya hal yang penting dan memilih bungkam jika seseorang melayangkan pertanyaan, "Apa kau baik-baik saja?"

Entah sudah berapa ratus kali ia mendengar pertanyaan itu selama seminggu belakangan. Gadis itu membisu, memilih untuk menatap pemandangan desa Konoha di bawah terik matahari dibandingkan menjawab pertanyaan dari rekan sejawatnya.

"Sakura-chan?"

Naruto mendudukkan dirinya di samping Sakura. Sama seperti gadis itu, ia juga memangku kotak bento dan menyantap isinya dengan lahap. Sakura melirik melalui ekor matanya, mungkin tengah membatin mengapa Naruto mau makan siang bersamanya.

"Hmm.. Masakan Hinata memang selalu menjadi yang terbaik, ttebayo! Ayo, kau harus mencobanya, Sakura-chan."

Sakura tak memberikan respon berarti ketika Naruto meletakkan sepotong daging ke dalam kotak bentonya yang sudah tersisa setengah. Di sisinya, pemuda berambut kuning itu menghela napas panjang. Sungguh, ia tidak tau apa yang terjadi pada Sakura. Seingatnya, sesaat kepergian Sasuke memanglah berat bagi mereka namun ketika mendengar cerita dari Ino, saat Gaara bersamanya dapat terlihat dengan sangat jelas jika Sakura telah membuang jauh-jauh kesedihannya. Namun setelah mereka datang menemui Kakashi tujuh hari silam, barulah Naruto menyadari tanda-tanda tak biasa dari gadis musim semi itu. Maka satu-satunya hal yang paling masuk akal sebagai jawaban atas keanehan Sakura adalah-

"Apakah kau mengetahui sesuatu tentang Sasuke, Sakura-chan?"

Gadis dengan surai bak gulali itu melirik Naruto sekejap, tampaknya ia mulai tertarik dengan pertanyaan Naruto.

"Kau tau?" tanya gadis itu.

"Ya, walau sebenarnya Sasuke orang yang sulit ditebak, tapi dia tidak bisa menyembunyikan perasannya di depanku."

Sakura mendengus sinis. "Kau terlihat seperti kekasihnya saja."

"Heee?! Kenapa kau mengatakan hal mengerikan seperti itu, dattebayo?!"

Naruto berseru heboh, sementara Sakura setia memasang wajah datar di sisinya.

"Ya ampun," gerutu Naruto. "Dia selalu menatapmu diam-diam, bahkan tidak sekali aku melihatnya tersenyum ketika melihatmu datang untuk memeriksa kami di rumah sakit setelah perang. Kau ingat tidak ketika aku terdorong oleh perawat dan tidak sengaja memelukmu agar kau tidak jatuh ke lantai? Sharingan nya aktif, dattebayo! Bahkan tidak tanggung-tanggung, dia langsung membuat pola mangekyo sharingan saat itu. Dia terlihat seperti ingin membakarku hidup-hidup dengan amaterasu ketika melihat aku menyentuhmu!"

Sakura menoleh padanya, tampaknya cukup berminat dengan kisah Naruto.

"Benarkah?" tanya gadis itu untuk memastikan.

"Em!" Naruto mengangguk penuh semangat. "Lalu ketika seorang jonin memberikan surat cinta padamu di rumah sakit. Kau tau, diam-diam Sasuke menyerangnya dengan genjutsu setelah kau berlalu dari jonin itu. Hiiihh, dia itu pencemburu berat jika kau mau tau!"

Sakura mendengus setelah mendengarnya, sedikit tidak percaya jika ternyata Sasuke bertindak seperti itu untuk dirinya.

"Bukankah seharusnya Sakura-chan senang karena dia juga mencintaimu? Lalu kenapa kau murung seperti itu?" tanya Naruto mencoba memancingnya.

"Entahlah," jawab Sakura dengan nada pelan.

"Apa ini karena Gaara?"

Sakura menunduk, menatap bentonya dengan tatapan kosong sementara Naruto menghela napas panjang.

"Kau ingat tidak, apa yang Sasuke katakan waktu itu?"

Sekian detik tidak mendapat jawaban, Naruto melanjutkan, "Kau harus bahagia."

"Kau sudah bahagia dengan Gaara, kalian bahkan sudah menjadi sepasang kekasih sekarang. Lalu apa yang membuat Sakura-chan ragu?"

Sakura kian tertunduk. Ia menggenggam kotak bento dengan erat guna menahan isakannya untuk kembali keluar.

"Tidakkah aku jahat, Naruto?" Sakura mulai bersuara. "Tidakkah aku hanya menjadikan Gaara-kun sebagai pelampiasan atas perasaanku pada Sasuke-kun?"

Naruto terdiam, membiarkan Sakura untuk mengeluarkan semua rasa gundah yang telah lama gadis itu tahan seorang diri.

"Waktu itu, aku sangat yakin jika aku menyukai Gaara-kun dan membalas perasannya. Namun setelah mengetahui semua hal tentang Sasuke-kun, kenapa aku seolah ragu pada perasaanku sendiri?"

Setetes air mata berhasil lolos. Gadis itu tidak lagi mempedulikan jika bentonya akan basah akibat air mata. Gadis itu mengangkat tangannya, menepuk pelan dadanya guna meringankan isi dadanya agar tidak terlalu sesak. Hal itu tak lepas dari penglihatan Naruto yang akhirnya menyingkirkan kotak bento miliknya dan milik Sakura, bergerak mendekati gadis itu dan memeluknya erat.

"Sakura-chan."

"Aku harus apa, Naruto? Kukira aku berhasil membuka hati untuk Gaara-kun, tapi nyatanya aku tetap tidak bisa lepas dari bayang-bayang Sasuke-kun."

Inilah masalahnya yang sesungguhnya. Sakura bingung akan perasaannya sendiri. Ia merasa jika semakin lama, ia semakin tidak pantas untuk Gaara. Terlebih setelah mengetahui bagaimana perasaan Sasuke, tidakkah ia telah jahat karena mengkhianati Sasuke? Tidakkah ia jahat jika ia memanfaatkan Gaara untuk mengisi kekosongan di  hatinya setelah kepergian Sasuke? Terlebih lagi, ia kini tidak tau hatinya telah berlabuh pada siapa. Apakah ia masih berada untuk Sasuke atau justru telah berpindah haluan pada Gaara?

Semua ini sukses membuat kepalanya nyaris meledak.

Naruto mengusap lembut surai rekan yang telah lama ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Mungkin pemuda itu memang sedikit payah dalam urusan percintaan sehingga sedikit bingung untuk memberi saran. Namun melihat betapa hancur gadis di hadapannya, bagaimana mungkin Naruto akan diam saja? Terlebih lagi, hal ini juga berhubungan dengan Sasuke, sosok yang juga ia sayangi seperti ia menyayangi Sakura.

Sesaat pemuda itu membatin, mengapa takdir begitu kejam pada keduanya?

"Sakura-chan, dengarkan aku." Naruto menguraikan pelukannya. Ia mengusap air mata gadis itu lalu memberikan senyuman yang terbaik untuk gadis merah muda itu.

"Kau tidak jahat, Sakura-chan. Wajar jika perasaan manusia bisa berubah, itu bukanlah kesalahan. Tapi jika kau memutuskan hubunganmu dengan Gaara sekarang, apa kau yakin akan bahagia setelah itu? Apa kau bisa menahan semuanya sendirian tanpa Gaara di sisimu?"

"Tapi itu lebih baik, Naruto. Aku- aku sudah terbiasa untuk menahan semua ini. Aku tidak ingin Gaara-"

"Kau salah, Sakura-chan. Gaara tidak pernah menganggap dirinya sebagai pelampiasanmu," potong Naruto. Kini ia memasang wajah serius seraya memegang kedua pundak Sakura.

"Dengar, kau berhak bahagia, Sakura. Kau sudah berjanji pada Sasuke untuk bahagia meski tanpa dirinya. Kumohon jangan buang perasaanmu untuk Gaara. Kalian sudah sampai sejauh ini. Apa kau akan menyia-nyiakan perjuangan Gaara demi seseorang yang sudah tidak ada lagi di dunia ini?"

Sakura tertegun, tak mampu berkata-kata setelah mendengar Naruto mengucapkan hal itu.

"Aku tau, itu terdengar kasar. Tapi hidupmu terus berjalan, Sakura-chan. Kau tidak bisa terus-menerus hidup dengan menatap masa lalu. Jangan hukum dirimu seperti ini. Yakinlah akan ada hal baik yang terjadi di masa depan. Anggaplah hadirnya Gaara sebagai balasan dari Tuhan atas ketabahanmu selama ini. Lalu, apa kau akan menyia-nyiakan hal itu?"

Sakura tidak tau harus menjawab apa. Perkataan Naruto seolah menusuk ulu hatinya, sukses menyentak sesuatu di dalam dirinya setelah mendengar hal itu. Ia menunduk, kembali menangis dan membuat Naruto kembali memeluknya.

"Kau harus menganggap dirimu juga berharga, Sakura-chan. Kau adalah orang yang baik, Gaara pun juga begitu. Kalian akan saling melengkapi nantinya. Pelan-pelan saja, Sakura-chan. Aku yakin, Sasuke pasti tidak akan suka jika melihatmu seperti ini terus-menerus."

Sakura mengangguk dalam pelukan Naruto. Benar. Ia harus memikirkan dirinya sesekali. Dirinya sangat berharga. Maka dari itu, ia harus menjemput kebahagiaannya sendiri. Sakura berjanji, ia akan berusaha untuk menatap ke depan. Sudah saatnya ia bergerak maju tanpa harus melihat bayang-bayang di belakang. Benar. Ia tidaklah memanfaatkan Gaara. Ia hanya ingin jujur pada perasaannya, mengatakan pada relung hatinya jika ia telah jatuh hati pada pemuda Kazekage itu.

***

Sakura melanglahkan kakinya dengan mantap menuju satu tempat yang telah lama tidak ia kunjungi. Di tangannya, ia membawa sebuket lily putih yang begitu indah dan segar. Tak jarang gadis itu membalas sapaan dari penduduk desa yang mengenalnya dengan hangat. Dilihat dari raut wajahnya, tampaknya kunoichi merah muda kita telah kembali menjadi Haruno Sakura yang seharusnya.

Setelah pembicaraannya dengan Naruto beberapa hari yang lalu, gadis itu menyadari jika ia berhak untuk medapat kebahagiaan. Tidak seharusnya Sakura menghukum dirinya sendiri dengan tenggelam dalam suasana kelabu dan membuang Gaara begitu saja. Tidak. Gadis itu sudah terlanjur jatuh hati padanya, dan ia tidak berniat untuk melepas pemuda itu apapun ceritanya.

Lagipula, hidup itu terus maju, bukan? Maka dari itu, tidak ada gunanya jika ia terpaku pada masa lalu dan membuat dirinya justru terlihat menyedihkan.

Benar, tidak ada gunanya jika ia melakukan itu, terlebih lagi jika harus membohongi dirinya sendiri.

Tap

Kini langkah kakinya terhenti di depan sebuah gerbang tinggi yang membatasi tempat di dalam sana dengan lingkungan luar. Sakura masuk ke dalam karena di jam segini, gerbang pemakaman masih terbuka. Gadis itu melangkah menuju salah satu batu nisan yang belum pernah ia kunjungi. Setelah menelusuri satu per satu nama yang terukir pada batu berbentuk persegi itu, Sakura mendapati satu nama yang membuat hatinya seolah tercubit, mendadak merasa sesak padahal ia belum melakukan apapun.

Uchiha Sasuke.

Sakura berlutut di hadapan batu nisan itu, memasrahkan kedua lututnya di atas rumput hijau. Ia meletakkan buket bunga lily tersebut di tempat yang telah disediakan. Gadis itu membakar dupa lalu menangkup kedua tangannya, berdoa dalam hati seraya menunduk.

Setelah beberapa saat, ia membuka mata, menampakkan iris hijau jernih yang terpantul sinar oranye matahari senja. Gadis itu menatap nanar batu nisan di depnnya. Ia mengulurkan tangan, mnegusap lembut permukaan batu yang terasa dingin lalu tersenyum tipis.

"Maaf karena aku baru mengunjungimu, Sasuke-kun," ujarnya membuka pembicaraan.

"Kau tau, aku sangat hancur ketika kau datang dalam keadaan seperti itu. Bahkan aku sampai memimpikan hal yang sama dan membuatku sulit untuk tidur. Tapi setelah kupikir-pikir, apakah ini adalah permintaanmu kepada Tuhan karena aku tidak ikut mengantarmu ke tempat peristirahatan terakhirmu? Apakah kau marah padaku, hm?"

Sakura terkekeh kecil. "Ah, tidak ada gunanya aku bertanya. Lagipula kau tidak mungkin menjawabnya, kan? Bahkan jika kau masih hidup pun, rasanya kau tidak akan mau menjawab apapun yang kutanyakan. Gengsimu terlalu besar, tau."

Sakura menghela napas panjang. Ia merasa matanya kian memanas. 

"Ah, padahal tadi aku sudah berjanji untuk tidak menangis," gerutu gadis itu.

Namun apa daya, ia tidak bisa menahan rasa sesak yang sejak tadi bersarang di dalam dadanya. Gadis itu terisak. Matanya yang membengkak seolah bukan halangan baginya untuk kembali menangis. Sebelah tangan gadis itu meremas rumput yang menjadi alas duduknya, melampiaskan perasannya yang saat ini tak karuan setelah mendatangi makam dari sosok yang pernah hadir di dalam lubuk dasar hatinya.

"Aku.. Aku tidak tau- harus berkata apa.. Tapi.. Kenapa kau begitu bodoh, Sasuke-kun?"

"Kau sangat bodoh! Idiot! Dungu! Jika saja kau ada di sini.. Mungkin aku- hiks.. Aku pasti, akan menghajarmu!"

Sakura terus menangis. Ia mengekspresikan perasannya dengan bebas di hadapan batu nisan yang dingin tersebut. Gadis musim semi itu tidak peduli jika mungkin akan ada pengunjung lain akan memandangnya aneh. Masa bodoh, batinnya. Jika tidak sekarang, kapan lagi ia bisa mengatai Sasuke seperti barusan?

"Ah, aku pasti sudah gila," gerutu gadis itu lalu mengusap pipinya kasar.

"Kau tau, aku akan melakukan apa yang kau mau. Aku akan menjalani hidupku dengan bahagia mulai dari sekarang. Selamat bercemburu ria di surga sana, Sasuke-kun. Jika dulu kau bisa menanam genjutsu pada pria lain yang mendekatiku, maka sekarang kau tidak akan bisa melakukannya lagi. Rasakan itu!"

Baiklah, sebenarnya aku juga bingung mengapa Sakura mendadak marah-marah di depan batu nisan itu. Sepertinya dia benar-benar gila.

"Tapi, sebelum itu aku ingin berterima kasih." Suara gadis itu mendadak lembut. Ia mengusap batu di hadapannya kembali lalu berkata, "Terima kasih atas semua yang telah kau lakukan padaku. Terima kasih karena telah melindungiku, terima kasih karena telah menjadi motivasi besar untukku maju. Terima kasih karena telah memberiku kesempatan yang luar biasa untuk jatuh cinta padamu." Sakura terdiam sejenak. "Dan terima kasih, karena telah membalas perasanku."

"Ya, walau ternyata kau terlambat mengungkapkannya, hahaha."

Tatapan Sakura kian melembut. Ia berusaha menarik senyum, meski air matanya kembali menetes. "Walau aku mencintai pria lain saat ini, percayalah kau selalu ada di tempat yang terbaik di hatiku. Aku percaya jika kau memang benar merasakan hal yang sama. Aku sangat berterima kasih untuk itu. Tetapi, jika boleh, aku berharap kau mau mendoakanku dari atas sana."

"Tentu saja aku akan mendoakanmu di sini. Lagipula, bukankah kau sangat merindukan kakak dan kedua orangtuamu? Kau akan bertemu dengan mereka sekarang. Oh iya, satu lagi, jika kau bertemu dengan ayah dan ibuku, tolong sampaikan salamku pada mereka. Katakan juga pada mereka, bahwa kau adalah pria bodoh yang pernah jatuh cinta padaku. Ah, mereka pasti bangga jika tau putrinya dicintai oleh pria setampan dirimu, hihihi."

Sakura bangkit dari posisinya. Ia tersenyum menatap makam Sasuke lalu mendongak, membiarkan angin dengan bebas membelai wajahnya.

"Sampai bertemu nanti, Sasuke-kun. Aku berdoa semoga kau bahagia di sana. Katakan pada Tuhan, aku berjanji akan menjalankan hidupku dengan baik setelah ini."

Gadis musim semi itu menutup kunjungannya dengan seulas senyum. Meski air mata setia berlinang, namun hal itu merupakan hal yang wajar, bukan? Ketika kau kehilangan sosok yang begitu berharga bagimu, maka tidak salah kan jika kau mengungkapkan isi hatimu bersama dengan air mata?

Namun, hal itu bukanlah jawaban utama. Ikhlas adalah hal yang terpenting. Benar. Bagaimanapun, Sakura harus mampu mengikhlaskan sosok pemuda yang telah lama mengisi relung hatinya. Merelakan tidaklah sulit. Justru jika ia terus terpaku pada rasa kehilangan, maka sakit yang hadir tidak akan pernah sembuh. 

Hatinya tidaklah kosong. Ia tidak sungguh kehilangan Sasuke. Karena nyatanya, pemuda Uchiha itu akan selalu ada di dalam hatinya, kekal di tempat yang tak terjamah oleh siapapun.

*

*

*

Tbc..

Chapter 23, updated!

Waktu dan tempat untuk misuh-misuh, dipersilahkan wkwkwk.

OKEEYYY dengan begini, sesi kegalauan Sakura uda selesai. Aku sengaja double up biar selanjutnya kita bisa balik fokus ke moment Gaara dan Sakura nanti. Mari kita kembali ke scene uwuan ria dan-- sstt, akan ada konflik baru loh nanti ruahahah.

Okede aku rasa cukup sampai di sini. Aku minta maaf bgt kalo ini ga terasa apa-apa feel nya. Oleh karena itu, aku terbuka untuk menerima segala kritik dan saran dari kalian. Seperti biasa, aku mengharapkan vote dan komen dari kalian karena satu vote dan komenttar dari kalian adalah semangat aku buat lanjut nulis. Akhir kata, terima kasiihh buat kalian!!

Sampai ketemu di chapter selanjutnya><

Salam

Ilaa.






Continue Reading

You'll Also Like

794K 6K 26
You in love with Dabi.
209K 9.5K 59
Orm Kornnaphat's feelings for Lingling Sirilak have undergone a transformation over time. Initially, at the age of 11, Orm held an unromantic, platon...
13.8K 1.2K 28
It's the year 2153. The world has fallen into a state of monarchy. Every country has a king and queen. And every country wants to increase their tie...
131K 8.2K 28
Anne de Mortimer lost everything. Her parents, her brothers, and her future. Others have toyed with her family for their own power and it has left wi...