Love Shoot! | Sungsun โœ”

By piscesabluee_

133K 13.1K 1.5K

[COMPLETED] "Fuck a princess, I'm a King." Kenneth Raymond, adalah seorang cucu laki-laki dari pemilik perusa... More

-PROLOG
-Meet The Characters
One
Two
Three
Four
Five
Seven
Eight
Nine
Ten
Eleven
Twelve
Thirteen
Fourteen
Fiveteen
Sixteen
Seventeen
Eighteen
Nineteen
Twenty
Twenty One
Twenty Two
Twenty Three
Twenty Four
Twenty Five
Twenty Six
Twenty Seven
Twenty Eight
Twenty Nine
Thirty
INFORMATION

Six

4.7K 433 67
By piscesabluee_

Milla mondar-mandir didalam kamar Steve, setelah selesai mengobati luka Vin, Steve menyuruhnya untuk istirahat lebih dulu mengingat jam sembilan pagi nanti mereka akan mengadakan meeting lagi. Tapi sudah satu jam berlalu sejak Milla masuk, Steve tidak juga kunjung datang menghampiri nya. Padahal Milla sudah sengaja memakai gaun tidur terbarunya yang berwarna merah untuk memikat Steve.

Ia tidak bisa berhenti berpikir tentang Kenneth Raymond, baru kali ini Milla merasa takut Steve nya diambil darinya. Padahal sejak kabar simpang siur mengenai perjodohan Steve dan tuan Raymond tersebar beberapa bulan lalu, Milla tidak merasa khawatir sama sekali. Ia malah berpikir untuk merelakan Steve saja dan mencari pengganti nya, toh hubungan yang seperti ini juga tidak berujung sama seperti apa yang Vin dan Rani alami.

Kini bahkan Rani sudah mengakhiri hubungan gelap mereka, Milla dan Rani memang lumayan dekat. Rani sering bercerita tentang kisah terlarang nya dengan Vin begitu pula dengan Milla. Mereka pernah berjanji jika terus tidak ada kejelasan mengenai hubungan ini, mereka akan mengakhiri nya dengan para pria itu.

Rani juga sudah menceritakan tentang keputusannya meninggalkan Vin, bahkan berita kehamilan yang sempat Milla dengar sore tadi masih menjadi misteri. Rani tidak mengatakan padanya apakah anak yang sedang ia kandung adalah anak Vin atau Billy. Rani hanya meminta doa darinya, Mudah-mudahan keputusannya sudah tepat.

Hal itu membuat Milla berpikir lagi untuk meninggalkan Steve, tapi ciuman panas mereka setelah mereka mendarat di LA mengurungkan niat Milla untuk pergi. Ia mencintai pria itu, sangat. Dan Milla ingin memperjuangkan Steve.

"Kenapa kau belum tidur?"

Milla tersentak kaget mendengar suara Steve dibelakangnya. Ia menahan nafas saat Steve mulai melepas kancing kemejanya lalu pergi menuju kamar mandi. Milla menyusul kemudian dan melepas mantel kamarnya hanya untuk memeluk Steve yang tengah berdiri telanjang di dalam shower. Wanita itu memeluk dan mengusap tubuh Steve, Milla tidak peduli jika gaun tidur yang ia kenakan mejadi basah. Asalkan Steve suka dengan pelayanan yang ia berikan, justru kondisi tubuhnya yang seperti inilah yang membuat Milla lebih percaya diri untuk menggoda bosnya. Tubuh telanjang nya tercetak jelas dibalik gaun tidur basah transparan nya.

Steve tidak menolak pelukan dan sentuhan Milla pada tubuhnya, atau bagaimana tangan Milla yang menggoda nya. Wanita ini tahu bagaimana cara membuat ia puas. Hanya saja, Steve belum bisa mengenyahkan bayangan Ray dari benaknya. Karena itu ia menarik kepala Milla dari sensitif tubuhnya yang sudah menegang dengan sempurna.

"Aku lelah. Aku sedang tidak ingin bercinta. Tidurlah. Bukankah kau sudah ku perintahkan untuk tidur sejak tadi?" kata Steve.

Milla merasa tertampar mendengar kalimat itu, ini pertama kalinya Steve menolak servis oralnya. Dengan sisa harga diri yang sudah terkoyak, Milla berdiri lalu melepas gaun tidur nya dan meraih handuk agar ia bisa keluar.

Wanita yang berprofesi sebagai sekretaris itu mengenakan gaun tidur lain dan berbaring diatas ranjang, menunggu Steve. Ia sengaja tidak memakai bra dan celana dalam karena berpikir Steve bisa saja berubah pikiran. Kejantanan Steve sudah sangat keras tadi, tapi Steve malah menyuruh nya pergi. Apa ini semua karena lelaki Raymond itu?

Milla juga masih ingat bagaimana Vin dan Sam bercerita soal Ray yang menembak Vin tadi. Ia dibuat penasaran tentang sosok Ray sekarang, siapa lelaki itu sebenarnya? Bukankah dia seorang novelis berkacamata? Tapi kenapa dia bisa secantik itu? Kenapa dia bisa menembak?

Pintu kamar mandi kembali terbuka, Steve keluar dari sana mengenakan bathrobe. Bukannya berbelok tidur di sebelah Milla, Steve malah keluar dari kamar dan tidak pernah muncul lagi sampai matahari terbit.

Sepanjang penantian itu Milla memang tidak bisa tidur hanya menangis meratapi nasibnya. Mungkin memang benar, sudah saatnya Milla melepas Steve.

"Aku sedang tidak enak badan... Bisa kita batalkan saja acara hari ini?" kata Bryan pada Will yang tengah membangunnya.

Will memegang dahi Bryan dan memekik, "Badanmu panas. Ayo kita ke dokter."

Bryan menggeleng, "Aku hanya kelelahan."

"Aku panggilkan dokter ya."

Will berlari keluar kamar untuk mengambil ponselnya yang ia letakkan diatas meja makan. Ray yang sedang memasak menyaksikan itu semua dalam diam.

'Yang sakit hatinya, bukan badannya.' pikir Ray melanjutkan kegiatannya.

Ray baru saja mengantarkan makanan pada Bryan yang sedang berbaring saat ponselnya berdering, rupanya dari editor bukunya yang bertanggung jawab atas percetakan dan sebagainya. Selain Bryan dan Will, Ray memang cukup dekat dengan ibu dua anak tersebut. Bahkan Ray memberikan kartu nama Karin pada Sam semalam kalau-kalau Sam butuh ganti rugi.

"Hallo Kar?"

"Ada pria bernama Derric Sam Ricardo yang menelpon ku dan meminta biaya ganti rugi sebesar delapan puluh ribu dollar. Dia bilang kau memberikan kartu namaku padanya."

"Berapa? Delapan puluh ribu dollar?"

Damn. Sam mau memeras nya atau bagaimana, pikir Ray heran. Delapan puluh ribu dollar untuk perbaikan pintu. Unbelievable.

"Apa dia mengirim rinciannya padamu? Kirimkan padaku. Sekalian aku minta nomor telepon nya. Terima kasih Kar."

Ray langsung mengakhiri panggilan dan tidak lama kemudian ia sudah menerima rincian yang Sam kirimkan pada editornya. Sial pengobatan Vin juga masuk di dalam daftar tersebut.

Sepertinya dia harus bicara sendiri dengan Sam Ricardo, karena itulah Ray langsung menghubungi nomor Sam yang tadi Karin beri.

"Hallo?"

"Bisa kita bertemu hari ini?"

"Ini dengan siapa?"

"Kenneth Raymond. Katakan jam berapa kau punya waktu luang."

"Bagaimana kalau makan siang?"

"Kirim alamat pertemuan dan jamnya padaku, aku akan kesana tepat waktu nanti."

Tanpa menunggu balasan Sam, Ray mematikan sambungan telepon.

SR rest park jam dua belas siang.

Itu berarti Ray punya waktu dua jam sebelum pergi menemui Sam, Ray bergegas menuju kamarnya untuk mandi.

Sedangkan situasi Sam sekarang saat itu sungguh di luar dugaan, dia baru saja bangun tidur dan langsung menghubungi nomor yang Ray beri semalam. Rupanya itu adalah nomor dari editor Ray, siasatnya untuk meminta ganti rugi yang tidak wajar membuahkan hasil. Apalagi mencantumkan biaya pengobatan Vin didalamnya, Ray benar-benar langsung menghubunginya dan minta bertemu.

Sam menari-nari gembira didalam kamarnya. Setelah ini dia akan meminta salah satu chef kepercayaan nya untuk membuat menu makanan siang spesial bagi Ray. Sambil bersiul-siul riang, Sam pergi menuju kamar mandi, ia sudah tidak sabar ingin bertemu dengan si cantik Ray.

Steve sama sekali tidak tertarik dengan rapat kali ini, beberapa orang yang ia jumpai menunduk diam ketika Steve hanya memasang wajah masam sepanjang pagi itu. Dengan tidak sabar ia berdiri dan menunjuk pada pemimpin rapat.

"Perbaiki struktural desainnya, kita tidak bisa menggunakan bentuk seperti itu untuk pesawat tempur. Akan sangat merugikan jika kita melakukan akrobatik. Rapat aku hentikan sampai disini, hubungi sekretaris ku jika desain terbarunya sudah jadi."

Steve langsung pergi meninggalkan ruang rapat dan juga Milla yang kebingungan membenahi peralatannya.

Pria berusia tiga puluh tahun itu memberikan sebuah kunci mobil pada salah satu orang yang ada disana dan berpesan, "Antar nona Millagros ke bandara, suruh dia kembali ke Denver sekarang. Aku masih ada urusan."

Milla yang mendengar itu dibelakang Steve hanya bisa terdiam. Dia sudah dibuang sekarang. Bahkan ia tidak bisa berbuat apa-apa saat Steve masuk ke dalamift dan menatapnya dengan datar sampai pintu lift tertutup.

Steve melonggarkan ikatan dasinya yang serasa mencekik. Ia sedang dalam puncak emosi tertinggi dan semua karena Raymond. Ia bergairah sejak semalam dan hanya Ray yang bisa menghentikan nya.

Pelayanan Milla tidak pernah mengecewakan, tapi entah kenapa ia merasa jijik dengan itu tadi pagi. Karena itu ia menyuruh Milla tidur, sedang ia sendiri mencoba bermain solo. Steve sengaja tidur di kamar hotel lain agar tidak melihat wajah Milla, entah kenapa sekarang ia tidak menyukai wajah itu, terutama dengan bayang-bayangan percintaan mereka. Steve lebih suka bermain solo untuk melepas libido nya.

Sial. Sudah lebih dari sepuluh tahun ia sudah tidak bermain solo, dan semalam ia melakukannya sebanyak tiga kali sambil memikirkan Ray. Gila lelaki itu memberikan efek yang luar biasa tanpa berbuat apa-apa. Bayangan Ray yang menembak Vin pun membuat Steve bergairah. Sebab itulah Steve tidak bisa duduk diam di dalam ruang rapat tadi.

Sambil melihat isi ponselnya, Steve memasuki salah satu taksi yang berhenti di depan gedung tempat ia rapat. Kalau tidak salah Van pernah mengirimkan data diri Ray termasuk tempat tinggalnya di LA sekarang. Kesanalah Steve pergi. Rasanya seperti akan mati jika ia tidak melihat Ray dengan segera.

Di pintu masuk kediaman Ray, Steve berpapasan dengan seorang lelaki tampan namun cantik yang hendak pergi sambil menerima telepon. Ini pastilah Willard Salvador, manajer Bryan Nerithone yang tinggal serumah dengan Ray dan Bryan.

Will terkejut dengan kedatangan Steve, ia bahkan mengabaikan teriakan seorang produser di ponselnya. Pria di depannya ini sangat tampan, dan pesonanya tidak kalah dengan Felix.

"Apa Kenneth ada?"

"Huh? Ray?" Will mengangguk, sering melihat ketampanan Felix membuat Will sedikit kebal terhadap pesona Dominan-dominan tidak berakhlak macam ini. Karena itu Will malah membuka pintu lebar-lebar untuk Steve dan mempersilahkan pria itu masuk.

"Masuklah. Dia sedang mandi, sebentar lagi juga selesai. Aku pergi dulu... Masih ada urusan."

Will pergi begitu saja dan melanjutkan pembicaraan di ponselnya.

Steve menutup pintu lalu memasuki rumah minimalis mewah tersebut yang terlihat hening. Steve memang bukan tamu yang baik karena bukannya duduk dan menunggu di ruang tamu, pria tersebut justru semakin masuk dan mencari keberadaan kamar Ray.

Will bilang Ray sedang mandi, itu berarti Steve harus menemukan kamar dengan suara orang mandi atau suara shower dinyalakan. Steve langsung menemukannya di lantai satu, ia juga melihat foto-foto Ray yang terpajang rapih didalam kamar tersebut. Aroma Ray yang tercium membuat Steve semakin tidak bisa menahan diri, rasanya ia ingin mendobrak masuk dan bergabung dengan Ray dibawah guyuran air shower.

Steve melepas jasnya dan meletakkannya pada sandaran sofa yang berada di ujung kamar. Ia tidak sengaja menemukan sebuah pistol diatas meja nakas. Mungkin pistol ini yang membuat Vin terluka semalam, pikir Steve sambil tersenyum kecil.

Steve mengecek isi peluru dan mengosongkannya, lalu meletakkan pistol tersebut ke tempat asalnya. Submissive cantik tidak boleh membawa benda berbahaya. Dengan semangat baru Steve mulai menjelajah isi kamar calon tunangannya dan menemukan setidaknya tiga pistol jenis lain dengan peluru terisi.

Wah... Wah... Wah... Sangat berbahaya rasanya jika kau mengencani salah satu pewaris perusahaan pembuat pistol terbesar di AS. Lagi-lagi Steve mengosongkan amunisi tersebut dan meletakkan kembali pistol nya ke tempat semula.

Jika Steve mengenal Ray, Submissive itu akan melawannya dengan berbagai cara saat melihat Steve berada dalam kamarnya. Karena itu Steve mencari benda-benda berbahaya yang bisa membahayakannya nanti dan menyingkirkannya. Tidak lupa ia juga sudah mengunci pintu kamar, sambil duduk di sofa pojok Steve melepas simpul dasinya dan menunggu Ray keluar dari dalam kamar mandi.

Benar saja tidak sampai lima menit Ray keluar dari sana dengan handuk melilit di tubuhnya. Steve hanya bisa menelan ludah melihat itu semua, kejantanannya benar-benar menegang sempurna kali ini. Paha putih mulus yang terpampang menggoda dan juga bongkahan pantat yang terlihat sangat menggoda di balik kain handuk itu, Ray benar-benar diciptakan untuk menggoda Dominan, dan Dominan itu adalah Steve Jeremy Smith.

Ray yang belum menyadari keberadaan Steve bersenandung kecil menuju lemari pakaiannya, dan memekik kaget melihat bayangan Steve melalui cermin yang ada disana. Lelaki itu berbalik dan menegang handuknya semakin erat.

"Kau?!!" desis Ray tidak percaya.

Steve menjilat bibirnya yang terasa kering. Sudah pasti dia akan menikahi Ray setelah ini. Mata Steve menelusuri tubuh Ray dari bawah ke atas, dan tidak ada satupun yang tidak ia sukai dari Ray.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ray berjalan pelan menuju tempat senjata terdekat yang ia simpan.

"Melihat mu." jawab Steve dengan suara serak uang semakin terdengar seksi saat sedang bergairah seperti sekarang.

"Kau sudah melihat ku sekarang, apalagi yang kau tunggu? KELUAR." Ray meraba-raba laci nakasnya dan tangannya menemukan sebuah pistol yang memang ia simpan disana, dibawah tumpukan syalnya.

Steve menyeringai melihat Ray sudah menemukan senjata nya. "Kau yakin mau menembakku? Dengan pistol tanpa peluru?"

Ray tersentak kaget mendengar hal itu, setelah memastikan handuknya terpasang rapat, Ray melihat isi pistol nya dan mengumpat. Sejak kapan pria itu mengosongkan senjata apinya. Ia sama sekali tidak sadar bahwa Steve sudah beranjak bangun dari tempat duduk dan menerjang kearah nya.

Steve mengambil pistol dari tangan Ray dan melemparnya lalu mendorong tubuh Ray ke atas tempat tidur dengan posisi Dominan itu yang menindih nya.

"Aku suka melihat mu dengan pistol di tangan, tapi aku lebih suka melihatmu pasrah dan bergairah di bawahku."

Detik selanjutnya Steve langsung melumat bibir Ray penuh nafsu, hingga sentuhan pertama bibir mereka membuat keduanya mengerang. Steve sengaja memegangi kedua tangan Ray diatas kepala submissive itu, agar Ray tidak punya kesempatan untuk melawannya.

Ia juga sengaja menempatkan tubuhnya diantara kedua kaki Ray yang ia rentakangkan secara paksa, Steve harus lebih pintar jika ingin menaklukkan Ray dibawahnya. Ray mungkin cerdas dalam memanipulasi lawan, tapi Steve lebih licik dan berpengalaman.

Happy Reading hope you enjoyy, Thank for the Reading ❤ Sorry for the typos.

Continue Reading

You'll Also Like

19.3K 1.5K 8
Seokmin tidak ingin tahu terhadap apa pun yang sedang terjadi saat ini. Yang ia tahu Kwon Soonyoung adalah miliknya. Sampai kapan pun akan tetap mili...
1M 86.7K 30
Mark dan Jeno kakak beradik yang baru saja berusia 8 dan 7 tahun yang hidup di panti asuhan sejak kecil. Di usia yang masih kecil itu mereka berdua m...
14.9K 2.1K 17
Bagaikan hidup di dalam utopia, Sunoo selalu mendapatkan apa yang ia inginkan dengan sekali jentikan jari. Keinginannya adalah mutlak dan tak terbant...
33.3K 4.3K 40
DIBACA SAJA DULU, SIAPA TAU SUKA ๐Ÿ˜ Seorang Anak orang kaya dari kota, yang bernama Haikal, terpaksa harus tinggal di sebuah desa untuk sementara wak...